Anda di halaman 1dari 3

BERTERIMA KASIH PADA SETAN

Oleh : H. John Supriyanto, MA1

Jika seekor harimau hanya melahirkan maksimal 3 anak pertahun, maka babi hutan
mampu berbiak sebanyak 12 ekor setiap tabunnya. Mengapa demikian?. Karena babi hutan
membawa misi pemenuhan pangan bagi harimau. Andai harimau juga melahirkan 12 ekor
pertahun, maka ekosistem akan menjadi tidak seimbang, babi hutan akan punah, lalu
harimaupun akan mati kelaparan. Inilah sebenarnya yang dimaksud dengan “tawazun an-
nizham al-ikulujiy”, keseimbangan ekosistem. Untuk menjadi lestari, alam disetting secara
dimanis dan tetap terikat dalam hukum keseimbangannya. Itulah sunnatullah.
Semua yang tercipta di muka bumi –apapun itu- ditujukan untuk pemenuhan
kebutuhan manusia (Qs. al-Baqarah : 29). Tidak ada benda atau makhluk apapun kecuali
berfungsi dan memberikan manfaat pada kehidupan (Qs. Ali Imran : 191). Mulai dari
partikel-partikel kecil tak kasat mata, hewan air dan biota laut dengan segala jenisnya,
semua binatang darat dan berbagai tetumbuhan, benda-benda padat dan cair, sampai pada
makhluk-makhluk dunia lain, semisal malaikat, jin dan setan. Segala tercipta untuk
berkhidmat pada kepentingan manusia sembari bertasbih dengan cara masing-masing (Qs.
al-Isra’ : 44).
Ketika setan divonis sebagai musuh nyata sekaligus penyesat manusia, tersimpul
dalam benak bahwa ia tidak mendatangkan manfaat apapun, justru penyebab terjadi
hadirnya segala mudarat. Ternyata kesimpulan ini juga pernah terlintas dalam pikiran
Sulaiman as., nabi sekaligus raja yang menundukkan para jin dan setan sebagai pekerjanya
(al-Anbiya’ : 82). Beliau pernah jenuh menyaksikan banyak manusia yang berbuat dosa dan
melakukan pelanggaran, lalu menganggap setan-lah yang menjadi biang penyebabnya.
Konon, suatu ketika, Sulaiman bermunajat kepada Allah Swt. agar dizinkan
menangkap semua setan lalu mengikat dan mengurung mereka di suatu tempat. Melalui
malaikat penurun wahyu, Allah Swt. menyampaikan bahwa tidak ada kebaikan bagi
manusia memenjarakan para setan itu. Namun Sulaiman tetap ‘ngotot’ berdo’a memohon
izin untuk melakukannya, meskipun hanya untuk beberapa hari saja. Di akhir dialog wahyu
ini Allah Swt. memberikan izin kepada Sulaiaman untuk menangkap, mengikat dan
mengurung para setan.
Nabi Sulaiman as. dengan segala kekuasaan dan kekayaan yang dimilikinya, dalam
memenuhi keperluan kehidupan sehari-hari pribadi dan keluarganya, ternyata tidak pernah
mengambil dari kerajaan dan kekuasaannya. Beliau lebih memilih hasil usaha, jerih payah
dan tetesan keringatnya sendiri untuk menjadi sumber nafkah keluarga. Oleh karena itu, di
samping bertugas sebagai raja, beliau punya usaha home industry berupa kerajinan tas yang
produknya dijual di pasar-pasar rakyat. Setiap hari para pekerja menjual tas produksi
Sulaiman ke pasar-pasar, pergi dan pulang membawa hasil yang memuaskan.
Sulaiman telah menangkap, mengikat dan mengurung semua setan di sebuah tempat
khusus. Seperti biasa para pekerja pergi ke pasar untuk menjual tas hasil karya usaha
Sulaiman. Namun terjadi keanehan, mereka mendapati semua pasar tutup dan tidak ada
satupun orang yang membuka kios-kiosnya. Mereka merasa sangat heran lalu

1
Penulis adalah Dosen Ilmu Al Qur’an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin dan Pemikiran Islam UIN Raden Fatah
dan Sekolah Tinggi Ilmu Al Qur’an Palembang Yayasan Al-Lathifiyyah
menyampaikan perihal ini kepada bosnya, king Sulaiman. Beliau-pun berpikir dan merasa
ada sesuatu yang tidak beres. Keesokan harinya para pekerja kembali lagi ke pasar, namun
kembali mereka menemui keadaan yang sama, bahkan lebih parah dari sebelumnya. Pasar
tutup dan semua orang banyak menuju rumah ibadah menghabiskan waktunya untuk
beribadah. Sebagian pergi ke kuburan mengingat kematian, menangis dan meratap serta
berdo’a kepada Allah Saw. meminta keselamatan. Semua sibuk dengan ibadah masing-
masing mempersiapkan bekal akhirat tanpa mempedulikan lagi urusan-urusan dunia dan
segala keindahannya.
Sulaiman yang merasa sangat keheranan dengan keadaan tersbut mengadu dan
berdo’a kepada Allah Swt. : “Ya Allah, apa sebenarnya yang terjadi dan mengapa semua
orang tidak ada yang bekerja mencari nafkah?”. Lalu Allah Swt. mewahyukan kepadanya :
“Wahai Sulaiman, bukankah engkau telah menangkap, mengikat dan memenjarakan setan.
Itulah salah-satu efeknya, bahwa semua manusia tidak lagi bergairah bekerja mencari
nafkah. Mereka hanya memikirkan semata-mata kehidupan akhirat dan telah melupakan
nasib hidup mereka di dunia”. Segera saja, setelah Sulaiman mendapatkan jawaban dari
rasa penasarannya, ia melepaskan semua setan yang sebelumnya telah dipenjarakan.
Keesokan harinya, orang-orang kembali ke pasar, membuka kios dagangan masing-masing
dan bersemangat bekerja mencari nafkah untuk memenuhi kebutuhannya.
Dari kisah di atas dapat disimpulkan bahwa eksistensi setan di bumi ternyata
memberikan pengaruh sangat signifikan terhadap keberlangsungan hidup manusia. Andai
Allah Swt. menghendaki semua manusia di muka bumi menjadi taat kepada-Nya tanpa ada
yang menyeleweng, tentu hal tersebut sangat mudah bagi-Nya (Qs. Yunus : 99). Namun
ternyata Allah Swt. menginginkan kehidupan di bumi penuh dengan dinamika dan harmoni.
Karenanya, manusia dicipta dengan perbedaan sifat, sikap dan karakter, sehingga berbeda
pula dalam kepatuhan dan keshalihan. Ada yang penurut dan taat, ada juga yang sedikit
bandel dan usil, pun ada pembangkang bahkan penantang. Maka jadilah kehidupan di bumi
yang dinamis dan penuh harmoni, sehingga membuatnya indah lalu manusia betah berlama-
lama tinggal di dalamnya.
Sebagai penggoda, setan punya cara sistematis untuk membuat manusia tidak fokus
pada hal-hal yang berbau keakhiratan semata. Setan membisiki manusia dengan berbagai
angan-angan manis, indah dan menggoda (Qs. al-An’am : 112). Agan-angan ini kemudian
menjadikan manusia memiliki semangat kuat untuk meraihnya. Angan-angan ini pula yang
membangkitkan gairah untuk mendapatkan kenikmatan-kenikmatan duniawi. Karenanya,
sebagian manusia terlena dan tenggelam dalam mengejar keindahan-keindahan tersebut,
sehingga melupakan eksistensi diri di hadapan Tuhannya (Qs. al-Mujadilah : 19). Namun,
manusia baik dan bijak akan mensikapinya secara seimbang. Setan juga yang menjadi
motor penggerak nafsu manusia dan membuatnya berfungsi secara maksmal. Tanpa setan
mungkin manusia tak punya cita-cita, lalu tak ada kreativitas dan peradaban.
Ketika masih di surga, Adam dan Hawa hanya menjadi ‘penikmat’. Awalnya
keduanya hidup pasif dan monoton. Lalu setan datang menawarkan sebuah tantangan,
yakni memakan buah terlarang yang kemudian menyebabkan keduanya terusir. Tak hanya
berdua, ternyata setan juga disertakan. Sebab, jika tanpa setan keduanya akan kembali
hidup seperti di surga, pasif dan monoton. Setanlah kemudian yang membangun angan-
angan dan membangkitkan semangat manusia untuk menjadikan dunia ini penuh
kenikmatan dan indah. Memandang dunia sebagai tempat yang abadi dan akan hidup
selamanya. Lalu manusia membangun peradaban dan menciptakan sejarahnya.
Oleh karena itu, dari sisi ini mungkin tidak salah jika dikatakan bahwa universalitas
manusia ‘berhutang budi’ pada setan dan harus ‘berterima kasih’ kepadanya. Thank’s a lot
setan, karenamu kehidupan di bumi berlangsung secara seimbang. Bukankah kebaikan itu
ada karena adanya keburukan?. Wallahu a’lam !

Anda mungkin juga menyukai