Anda di halaman 1dari 27

0

SERI KAJIAN SASTRA KLASIK

SERAT KALATIDHA

RADEN NGABEHI RANGGAWARSITA


KEDHUNGKOL SURAKARTA ADININGRAT

TERJEMAH DAN KOMENTAR OLEH:

BAMBANG KHUSEN AL MARIE


2017
1

Serat Kalatidha merupakan karya


Raden Ngabehi Ranggawarsita dari Kasunanan Surakarta Hadiningrat.

Kalatidha artinya zaman keraguan.


Kala artinya zaman, tidha artinya ragu-ragu.
Serat Kalatidha terdiri dari satu Pupuh Sinom dan 12 pada, menceritakan tentang zaman yang
penuh keraguan, juga tentang sulitnya kehidupan atau juga sering disebut zaman kutukan.

Sumber naskah bahasa Jawa yang dipakai dalam buku ini diambil dari Lima Karya Pujangga
Ranggawarsita yang ditulis oleh Karkana Kamajaya,
seorang budayawan Jawa dan pejuang angkatan 45.

Terjemah dan komentar oleh Bambang Khusen Al Marie.

Seluruh isi buku ini telah diunggah dalam situs


http://paramenkawi.com
oleh author Bambang Khusen Al Marie.
2

Kajian Kalatidha (1): Kalulun Kalatidha


Di tengah budaya feodal yang paternalistik beliau masih sanggup menyuarakan kritik
terhadap penguasa. Posisinya sebagai bawahan tak membuat ketajaman hatinya kabur. Serat
ini menjadi bukti sebuah perlawanan yang disampaikan secara apik, sekaligus refleksi sikap
mupus. Sebuah sikap untuk selalu mencari hikmat yang terkandung dalam setiap kejadian,
dan mencari tindakan yang terbaik. Dialah sang pujangga besar, Raden Ngbehi
Ranggawarsita.

Serat Kalatidha ini diperkirakan ditulis sekitar tahun 1860. Ketika itu karir beliau mentok
dan tampaknya hubungannya dengan raja kurang harmonis. Ada ketidak puasan dalam
dirinya sehingga lahirlah serat Kalatidha ini.

Kita tidak akan mengupas terlalu panjang tentang latar belakang sang pujangga.
Bagaimanapun diperlukan riset yang mumpuni untuk mengambil kesimpulan sejarah yang
tepat. Dan saya tak punya kemampuan untuk itu. Maka kami cukupkan dengan mengkaji isi
serat Kalatidha secara tekstual saja.

Alasan lain dari kajian Kalatidha ini adalah serat ini cukup populer di kalangan masyarakat.
Beberapa bulan yang lalu saya mendapatkan rekaman gending sinom parijatha yang memuat
serat ini. Jadi serat ini cukup akrab terdengar di telinga banyak orang Jawa. Karena itu kami
merasa perlu untuk mengkajinya agar generasi muda yang sudah tak begitu paham kosa kata
Jawa lama menjadi sedikit mengerti.

Inilah bait ke-1, dalam tembang Sinom dari serat Kalatidha karya pujangga agung
Ranggawarsita:

Mangkya darajating praja,


kawuryan wus sunyaruri.
Rurah pangrehing ukara,
karanatanpa palupi,
atilar silastuti.
Sujana sarjana kelu,
kalulun kalatidha.
Tidhem tandhaning dumadi,
andayengrat dene karoban rubeda.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:


Keadaan keluhurang negara,
terlihat sudah semakin samar.
Rusak kepemimpinannya,
karena tanpa teladan baik,
(pejabat) meninggalkan aturan terpuji.
Orang cerdik cendekia terseret,
ikut tergulung jaman keragu-raguan.
Sepi dari tanda-tanda kehidupan,
membuat seolah dunia tenggelam dalam kerepotan.
3

Kajian per kata:


Mangkya (keadaan sekarang) darajating (keluhuran, martabat) praja (negara), kawuryan
(terlihat) wus (sudah) sunyaruri (secara samar). Keadaan keluhurang negara, terlihat sudah
semakin samar.
Kata sunyaruri sering dipakai untuk menyebut alam gaib, yang tidak terlihat atau samar bagi
kita. Karena itu saya lebih sreg menerjemahkan kalimat itu sebagai terlihat makin samar. Hal
ini berkaitan dengan kewibaan pemerintah yang sudah merosot, keluhuran pemerintahan
Mataram seperti yang dicita-citakan pendirinya semakin samar-samar.
Rurah (rusak) pangrehing (pengendalian) ukara (perkataan), karana (karena)tanpa (tanpa)
palupi (teladan baik), atilar (meninggalkan) silastuti (aturan terpuji). Rusak
kepemimpinannya, karena tanpa teladan baik, (pejabat) meninggalkan aturan terpuji.
Pangrehing ukara, pangreh artinya mengendalikan, ukara artinya perkataan dalam hal ini
berarti peraturan karena pada jaman itu perkataan raja atau pejabat menjadi aturan yang
berlaku. Jadi kalimat ini lebih tepat diterjemahkan sebagai kepemimpinan. Silastuti dari kata
sila dan astuti. Sila adalah aturan, asas atau pedoman, seperti pada Panca Sila. Astuti artinya
terpuji, silastuti adalah aturan yang terpuji, yang dimaksud adalah aturan moral karena kata
ini lebih sering dipakai untuk menyebut sikap atau tatakrama.
Sujana(orang cerdik) sarjana(cendekia) kelu (terseret), kalulun (ikut tergulung) kalatidha
(jaman keragu-raguan). Orang cerdik cendekia terseret, ikut tergulung jaman keragu-raguan.
Orang-orang serba ragu, perbuatan apa yang seharusnya diambil. Mau berbuat ini takut salah,
tidak berbuat juga disalahkn. Mengambil opsi A dihujat kelompok sana, mengambil opsi B
dihujat kelompok sini. Akibatnya para cerdik pandai pun terseret arus pasar. Kira-kira mana
yang akan disukai orang itulah yang akan disuarakan. Padahal yang dikatakan belum tentu
sesuai hati nurani. Para cendekia pun memilih ikut arus yang menguntungkan.
Tidhem(sepi) tandhaning(dari tanda) dumadi (kehidupan), Andayengrat (membuat seolah
dunia) dene (seperti) karoban (tenggelam) rubeda (dalam kerepotan). Sepi dari tanda-tanda
kehidupan, membuat seolah dunia tenggelam dalam kerepotan.
Saking tidak jelasnya keadaan negara sampai berkesan tidak ada kehidupan di situ. Yang
dimaksud adalah daya hidup yang menjiwai setiap kebijakan. Segala keputusan diambil
seolah mengabaikan kecerdasan. Lha iya wong para cedik-pandai sudah memilih ikut arus.
Keadaan orang-orang yang loyo ini membuat seolah dunia sedang dirundung malang, penuh
kerepotan.
Repot adalah kondisi seseorang yang terlalu sibuk mengurus diri sendiri, hingga tak mampu
peduli kepada orang lain. Sekedar empati pun tak sempat. Bagaimana kalau para pejabat
berada dalam kondisi demikian. Anda bayangkan sendiri, kalau tak sanggup membayangkan
lihat saja contohnya yang banyak bertebaran dalam kehidupan.
4

Kajian Kalatidha (2): Tan Dadi Paliyasing Kala Bendu


Bait ke-2, tembang Sinom dari serat Kalatidha karya pujangga agung Ranggawarsita:

Ratune ratu utama,


Patihe patih linuwih,
pra nayaka tyas raharja,
panekare becik-becik.
Parandene tan dadi,
paliyasing Kala Bendu,
mandar mangkin andadra.
Rubeda angrebedi,
beda-beda ardaning wong sanegara.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:


Rajanya raja utama,
patihnya patih pilihan,
para punggawa berhati mulia,
para bawahannya baik-baik.
Walau demikian tidak menjadi,
penolak dari jaman Kutukan,
malah makin menjadi-jadi (kerusakannya).
Banyak halangan yang membuat kerepotan,
dari hasrat yang berbeda-beda setiap orang seluruh negara.
.

Kajian per kata:


Ratune (rajanya) ratu (raja) utama (utama), Patihe (patihe) patih (patih) linuwih (pilihan),
Pra (para) nayaka (punggawa) tyas (berhati) raharja (mulia, baik), Panekare (bawahan,
pejabat rendah) becik-becik (baik-baik). Rajanya raja utama, patihnya patih pilihan, para
punggawa berhati mulia, para bawahannya baik-baik.
Inilah gambaran dari negara yang sedang kita bicarakan pada bait pertama, sebagai negara
yang surut kewibawaannya, merosot keluhurannya. Padahal di dalamnya penuh dengan
orang-orang baik. Rajanya seorang yang utama, Patihnya juga orang pilihan, punggawa
negara berhati mulia dan pegawai-pegawai negara juga orang baik-baik semua. Sebuah
negara yang sebenarnya ideal untuk memberi keadilan dan kemakmuran bagi penduduknya.
Sekedar informasi bahwa pemerintahan jaman serat ini digubah adalah sistem kerajaan
dimana raja secara simbolis menjadi pemegang kekuasaan negeri dan berwenang menentukan
kebijakan. Dalam hal ini yang bertindak sebagai pelaksana atau perdana menteri adalah Patih.
Namun karena masa itu Belanda sudah sedemikian berkuasa kedudukan Belanda di atas raja.
Jadi setiap kebijakan apapun harus disetujui oleh Belanda yang dalam hal ini diwakili
Residen surakarta. Dengan demikian posisi raja sebenarnya terbelenggu, karena apapun kalau
tidak disetujui Residen takkan terjadi.
Parandene (walau demikian) tan (tak) dadi (menjadi), paliyasing (penolak dari) Kala
(jaman) Bendu (kutukan), mandar (malah) mangkin (makin) andadra (menjadi-jadi). Walau
5

demikian tidak menjadi penolak dari jaman Kutukan, malah makin menjadi-jadi
(kerusakannya).
Kalau dalam bait pertama keadaan negara baru disebut Kalatidha, artinya jaman penuh
keraguan, di bait ini sudah disebut Kalabendu, jaman penuh kutukan. Kerusakan ada dimana-
mana, penyimpangan merajalela. Walau negara diisi oleh para cerdik cendekia, raja, patih,
punggawa dan pegawai yang baik-baik tetap saja tak mampu menolak datangnya kutukan ini.
Sebenarnya gatra ini mengandung sindiran kepada para pejabat itu: kalian ngapain aja?
Orang-orang pintar kok nggak becus ngurus negara?
Rubeda (halangan) angrebedi (membuat kerepotan), beda-beda (berbeda-beda) ardaning
(hasratnya) wong (orang-orang) sanegara (seluruh negara). Banyak halangan yang membuat
kerepotan, dari hasrat yang berbeda-beda setiap orang seluruh negara.
Mungkin karena setiap orang punya hasrat yang berbeda-beda hingga banyak merepotkan.
Mau begini kok tidak melanggar kepentingan kelompok sana, mau berbuat begini kok
melanggar kepentingan kelompok sini. Setiap orang punya kepentingan berbeda-beda dan
mereka semua mengejar kepentingannya masing-masing. Mungkin inilah yang membuat
negara itu menjadi negara terkutuk.
6

Kajian Kalatidha (3): Ketaman Ing Reh Wirangi


Bait ke-3, tembang Sinom dari serat Kalatidha karya pujangga agung Ranggawarsita:

Katetangi tangisira,
Sira sang paramengkawi,
Kawileting tyas duhkita,
ketaman ing rehwirangi,
Dening upaya sandi,
Sumaruna anarawung,
Mangimur manuhara,
Met pamrihmelik pakolih,
Temah suka ing karsa tanpa weweka.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:


Tumpahlah tangis (kesedihan)-nya,
engkau sang pujangga
Terbelit hati oleh rasa sedih,
tertimpa rasa malu.
Oleh perbuatan tersembunyi,
yang menyertai dalam pergaulan,
menyamar dengan berkata manis.
Yang sebenarnya mencari pamrih berharap keuntungan,
sehingga membuat suka dalam harapan tanpa kewaspadaan.

Kajian per kata:


Katetangi (tertumpahlah) tangisira (tangismu), sira (engkau) sang (sang) paramengkawi
(ahli bahasa, pujangga). Tumpahlah tangis (kesedihan)-nya, engkau sang pujangga.
Tumpahlah kesedihan sang pujangga. Katetangi tangisira di sini berarti bangkitlah tangismu.
Menunjukkan adanya kesadaran yang tiba-tiba menyeruak dan menjadi penyesalan.
Paramengkawi adalah ahli bahasa Kawi, yang dimaksud adalah diri sang pujangga
Ranggawarsita sendiri. Jadi bait ini sedang menceritakan pergolakan hati Ranggawarsita
sendiri.
Kawileting (terbelit) tyas (hati) duhkita (brsedih), ketaman (tertimpa) ing reh (dalam hal)
wirangi (memalukan). Terbelit hati oleh rasa sedih, tertimpa rasa malu.
Kawilet dari kata wilet artinya tali, maksudnya kesedihannya begitu membelit, sangat sedih.
Selain sedih juga merasa malu, jadi kesedihannya menjadi berlipat ganda.
Dening (oleh) upaya (perbuatan) sandi (sembunyi), sumaruna (pergaulan) anarawung
(bersamaan), mangimur (menyamar) manuhara (berkata manis). Oleh perbuatan
tersembunyi, yang menyertai dalam pergaulan, menyamar dengan berkata manis.
Apalagi jika kesedihan itu akibat perbuatan orang lain. Upaya sandi disini adalah perbuatan
yang ditujukan kepada beliau dengan sembunyi-sembunyi atau operasi senyap. Yang
dilakukan oleh seorang yang sudah dikenal dalam pergaulan, bahkan mungkin bukan orang
7

asing lagi. Orang itu menyamar atau berpura-pura (mangimur) dengan berkata-kata manis
(manuhara).
Met (mencari) pamrih (pamrih)melik (berharap) pakolih (keuntungan), temah (hingga) suka
(suka) ing (dalam) karsa (hati) tanpa (tanpa) weweka (kewaspadaan). Yang sebenarnya
mencari pamrih berharap keuntungan, sehingga membuat suka dalam harapan tanpa
kewaspadaan.
Padahal sebenarnya orang itu menyembunyikan pamrih, berharap keuntungan. Kata-kata
manisnya membuat senang hati dan membangkitkan harapan (karsa) sang pujangga sehingga
hilanglah kewaspadaan (weweka).
Kesedihan sang pujangga tidak berhenti di bait ini, namun beliau adalah manusia yang sudah
mumpuni dalam reh kasudarman, sehingga hal ini tidak menjadikan kesedihan yang
berlarut-larut. Bagaimana sang pujangga mengatasi perasaan sedih di hatinya? Nantikan
dalam bait-bait berikutnya.
8

Kajian Kalatidha (4): Mundak Apa Aneng Ngayun?


Bait ke-3, tembang Sinom dari serat Kalatidha karya pujangga agung Ranggawarsita:
Dasar karoban pawarta,
bebaratan ujar lamis,
pinudya dadya pangarsa.
Wekasan malah kawuri.
Yen pinikir sayekti,
mundhak apa aneng ngayun,
Andhedher kaluputan.
Siniram ing banyu lali.
Lamun tuwuh dadi kekembenging beka.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:


Pokok persoalannya adalah mendapat berita,
kabar angin yang seolah-olah,
akan ditunjuk sebagai pemuka.
Akhirnya malah tersingkir.
Kalau direnungkan dengan sungguh-sungguh,
bertambah apa sih menjadi pemuka itu?
Hanya menebarkan kesalahan.
Seperti tenggelam dalam kealpaan.
Jika membesar menjadi penuh dengan kesusahan.

Kajian per kata:


Dasar (pokok persoalannya) karoban(mendapat) pawarta (berita), bebaratan (kabar angin)
ujar (perkataan) lamis (berpura-pura, seolah-olah), pinudya (ditunjuk) dadya (sebagai)
pangarsa (pemuka). Pokok persoalannya adalah mendapat berita, kabar angin yang seolah-
olah, akan ditunjuk sebagai pemuka.
Bait ini mengungkap lebih dalam pokok masalah yang mendera sang pujangga. Berawal dari
kabar angin yang dibawa seorang yang berpura-pura (lamis) tadi, bahwa beliau akan ditunjuk
menjadi seorang pemuka.
Mengingat serat ini ditulis setelah sang pujangga memasuki usia matang, maka tak heran
kalau kabar ini sangat membuat beliau berharap lebih. Mengingat beliau sebagai pujangga
yang banyak karya-karyanya ternyata kariernya mentok. Pangkat beliau pun terhenti, ditilik
dari gelar beliau yang hanya seorang Raden Ngabehi. Bandingkan dengan kakek beliau yang
sesama pujangga namun bergelar Kanjeng Raden Tumenggung, yakni KRT Yasadipura.
Wekasan (akhirnya) malah (malah) kawuri (tersingkir). Akhirnya malah tersingkir.
Setelah sempat menaruh harap akhirnya tidak menjadi kenyataan, bahkan beliau tersingkir
posisinya. Ada riwayat yang mengatakan bahwa hubungan beliau dengan raja yang berkuasa
waktu itu kurang baik. Hal ini tampak masuk akal mengingat jasa beliau mengapa beliau
dimakamkan di Palar, sebuah kecamatan yang jauhnya 25 km dari pusat kerajaan, dan bukan
termasuk wilayah kotaraja.
9

Yen (kalau) pinikir (direnungkan) sayekti (sungguh-sungguh), mundhak (bertambah) apa


(apa) aneng (menjadi) ngayun (pemuka). Kalau direnungkan dengan sungguh-sungguh,
bertambah apa sih menjadi pemuka itu?
Dalam gatra ini sang pujangga mulai mengambil hikmat dari peristiwa yang beliau alami.
Dengan menimbang-nimbang untung ruginya. Sebenarnya kalau menjadi pemuka apa sih
yang bertambah? Kok saya demikian berharap.
Andhedher (menebarkan) kaluputan (kesalahan). Hanya menebarkan kesalahan.
Memang benar, menjadi pemuka, pejabat atau pemimpin jika tidak cakap justru berbuah hina.
Hanya menebarkan banyak kesalahan, blunder, salah langkah, dan mungkin kedzaliman.
Oleh karena itu ada untungnya juga tak jadi ditunjuk sebagai pemimpin.
Siniram ing banyu(seperti tenggelam) lali (dalam kealpaan). Seperti tenggelam dalam
kealpaan.
Pemimpin yang tidak cakap dan tak tahan godaan justru seringkali lupa diri. Tenggelam
dalam kealpaan, kekhilafan, kemunafikan, pencitraan, dan aneka penyimpangan lain.
Lamun (jika) tuwuh (membesar) dadi (menjadi) kekembenging (penuh dengan) beka
(kerepotan, kesusahan). Jika membesar menjadi penuh dengan kesusahan.
Jika tidak segera sadar justru semakin lama semakin menjadi-jadi, kelak penyimpangannya
semakin membesar hingga menimbulkan kesusahan. Baik bagi orang banyak karena
kebijakannya yang salah, juga bagi diri sendiri karena bisa-bisa menuntunnya ke bui.
Dalam bait ini Ki Ranggawarsita secara apik menggambarkan pergolakan batin beliau. Sejak
timbul kekecewaan, sampai munculnya kesadaran untuk mencari hikmat dari setiap keadaan
yang menimpanya. Kita beruntung ada orang berjiwa besar yang mau berbagai pengalaman
batinnya kepada kita sehingga kita bisa meneladaninya. Orang lain mungkin akan mengubur
setiap rasa ketidakpuasaannya dalam-dalam dan menampilkan muka manis demi sebuah citra
diri. Namun beliau bukan orang seperti itu.
10

Kajian Kalatidha (5): Wong Hambeg Jatmika Kontit


Bait ke-5, tembang Sinom dari serat Kalatidha karya pujangga agung Ranggawarsita:
Ujaring panitisastra,
aawewarah asung peling.
Ing jaman keneng musibat,
wong hambeg jatmika kontit.
Mengkono yen niteni.
Pedah apa amituhu,
pawarta lelawara.
Mundhak angreranta ati,
angurbaya angiket cariteng kuna.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:


Sudah termaktub dalam Panitisastra,
yang menasihati dan memberi peringatan.
Di jaman yang penuh malapetaka,
orang berbudi halus akan tersingkir.
Demikian jika diperhatikan.
Apa gunanya menuruti,
kabar yang tak jelas,
hanya tambah menyusahkan hati.
Lebih baik merangkai cerita tentang jaman dahulu kala.

Kajian per kata:


Ujaring (termaktub dalam) panitisastra (buku Panitisastra), awewarah (menasihati) asung
(memberi) peling (peringatan). Sudah termaktub dalam Panitisastra, yang menasihati dan
memberi peringatan.
Panitisastra atau serat Panitisastra adalah kitab kuna yang disusun kembali dan
diterjemahkan dari bahasa Kawi ke bahasa Jawa atas perintah Sunan Paku Buwana IV.
Pengarang kitab ini tidak diketahui, tetapi isinya banyak dipakai pedoman dalam bersikap
sebagai punggawa negara. Di dalamnya termuat nasihat-nasihat tentang bagaimana harus
bersikap dalam kehidupan sehari-hari.
Ing (di) jaman (jaman) keneng (yang penuh) musibat (malapetaka), wong (orang) hambeg
(berbudi) jatmika (halus, tenang) kontit (tersingkir). Mengkono (demikian) yen (jika) niteni
(perhatikan). Di jaman yang penuh malapetaka, orang berbudi halus akan tersingkir.
Demikian jika diperhatikan.
Orang-orang yang berbudi halus akan tersingkir di jaman pernuh malapetaka, karena mereka
tak sampai hati berebut periuk nasi. Hati mereka terlalu halus untuk diajak berperilaku
mburog, ngusruk, mepet sesama. Padahal di jaman terkutuk ini orang-orang yang tak tahu
malulah yang paling sering tampil, lebih berpeluang mendapat jabatan dan kursi. Itulah yang
terjadi.
11

Kontit artinya tersingkir dengan memalukan. Ibarat pertandingan lari dia ketinggalan jauh
hingga disoraki penonton.
Pedah (guna, faidah) apa (apa) amituhu (menuruti), pawarta (kabar) lelawara (angin, tak
jelas), mundhak (tambah) angreranta (menyusahkan) ati (hati). Apa gunanya menuruti,
kabar yang tak jelas, hanya tambah menyusahkan hati.
Pada gatra ini sang pujangga sudah menunjukkan tanda-tanda melupakan kesedihan dan
mulai move on. Beliau sadar bahwa mempercayai kabar yang tak jelas tidak ada gunanya.
Jika tak sesuai harapan malah akan membuat hati semakin susah saja.
Angurbaya (lebih baik) angiket (merangkai, menyusun) cariteng (cerita) kuna (tentang
jaman dahulu). Lebih baik merangkai cerita tentang jaman dahulu kala.
Inilah langkah yang akhirnya ditempuh sang pujangga. Dan ini tampaknya bukan sekedar
angan-angan. Beliau banyak menelurkan karya-karya bermutu selain serat Kalatidha ini.
Termasuk juga tentang kisah-kisah kuno seperti Serat Pustaka Raja Purwa, yang sering
dipakai sebagai pakem pedalangan.
12

Kajian Kalatidha (6): Mupus Pepesthening Takdir


Bait ke-6, tembang Sinom dari serat Kalatidha karya pujangga agung Ranggawarsita:
Keni kinarta darsana,
Panglimbang ala lan becik,
Sayekti akeh kewala,
Lelakon kangdadi tamsil,
Masalahing ngaurip,
Wahaninira tinemu,
Temahan anarima,
Mupus pepesthening takdir
Puluh-Puluh anglakoni kaelokan.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:


Bisa dipakai sebagai teladan,
perbandingan antara yang buruk dan yang baik.
Sesungguhnya banyak sekali,
kejadian yang menjadi tamsil,
masalah kehidupan.
(Dengan begitu) makna kehidupan ditemukan,
sehingga bisa menerima (keadaan).
Menerima segala keadaan yang sudah ditetapkan takdir,
bagaimanapun sedang menjalani kejadian yang aneh.

Kajian per kata:


Keni (bisa) kinarya (dipakai) darsana (contoh tauladan), panglimbang (perbandingan) ala
(buruk) lan (dan) becik (baik). Bisa dipakai sebagai teladan, perbandingan antara yang
buruk dan yang baik.
Bait ini masih melanjutkan bait sebelumnya tentang rencana sang pujangga yang akan
merangkai cerita kuna. hal ini beliau lakukan sebagai upaya beliau untuk tetap memberi
sumbangan pada kehidupan masyarakat, meski beliau tidak jadi menempati kedudukan yang
diharapkan.
Dalam cerita-cerita tentang kehidupan jaman dahulu ada banyak kisah yang bisa dipakai
sebagai teladan, sebagai bahan perbandingan antara yang baik dan yang buruk.
Sayekti (sesungguhnya) akeh (banyak) kewala (sekali), lelakon (kejadian) kang (yang) dadi
(menjadi) tamsil (teladan baik, perumpamaan,perbandingan), masalahing (masalah) ngaurip
(kehidupan). Sesungguhnya banyak sekali, kejadian yang menjadi tamsil, masalah
kehidupan.
Kisah-kisah lama banyak memuat ajaran tentang budi pekerti, nasihat tentang kehidupan,
tamsil atau perumpamaan kehidupan yang dapat kita tiru, dan hal-hal lain yang berguna
dalam praktik kehidupan sehari-hari. Hal ini beliau lakukan dengan menulis serat Pustaka
Raja Purwa yang berisi tentang sejarah pewayangan. Beliau juga menulis serat Kridhamaya,
13

berisi tentang nasihat kehidupan yang dibingkai dalam sebuah percakapan antara guru dan
murid.
Wahaninira (makna hidupnya) tinemu (ditemukan) , temahan (sehingga) anarima (bisa
menerima). (Dengan begitu) makna kehidupan ditemukan, sehingga bisa menerima
(keadaan).
Beliau berharap dari kisah-kisah lama yang beliau dituliskan dapat digali dari makna hidup
masing-masing orang, sehingga bisa menerima keadaan apapun yang menimpanya.
Mupus (menerima segala keadaan) pepesthening (yang sudah ditetapkan) takdir (oleh
takdir), puluh-puluh (bagaimanapun juga) anglakoni (menjalani) kaelokan (kejadian aneh).
Menerima segala keadaan yang sudah ditetapkan takdir, bagaimanapun sedang menjalani
kejadian yang aneh.
Mupus adalah salah satu bentuk akhlakul karimah bagi orang jawa, yang artinya rela
menerima segala keadaan atau kejadian yang dibawah harapannya. Mupus ini biasanya
disertai rasa syukur walau yang diharapkan tidak tercapai tetapi sudah mampu melangkah
sejauh ini. Misalnya seseorang yang bersemangat menempuh pendidikan. Setelah bersusah
payah dan berusaha dengan segala cara yang ada dia gagal diterima di program S3. Tentu itu
sangat mengecewakannya, membuatnya tak habis pikir. Tetapi setelah merenungkan kembali
dia kemudian mupus, mengubur impiannya untuk melanjutkan sekolah dan merasa bahwa
apa yang telah diraihnya sudah merupakan karunia yang besar.
Dalam bait ini sang pujangga melakukan hal serupa. Beliau mupus, mengubur impiannya
menjadi seorang pemuka (mungkin yang ingin diraihnya pangkat tumenggung), dan
bersyukur atas apa yang diterimanya saat ini. Bagaimanapun (puluh-puluh) beliau sudah
melalui banyak kejadian yang berat (elok-elok) tapi masih mampu meraih jabatannya
sekarang ini.
Demikian pergolakan batin sang pujangga Ranggawarsita, yang beliau bagi untuk kita
sebagai pelajaran. Wallau a’lam.
14

Kajian Kalatidha (7): Luwih Begja Kang Eling Waspada


Bait ke-7, tembang Sinom dari serat Kalatidha karya pujangga agung Ranggawarsita:
Amenangi jaman edan,
Ewuh aya ing pambudi,
Milu edan nora tahan,
Yen tan miluanglakoni,
Boya kaduman melik,
Kaliren wekasanipun,
Ndilalah karsa Allah,
Begjabegjanekang lali,
Luwih begja kang eling lawan waspada.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Hidup di jaman gila,


serba sulit dan repot dalam bertindak.
Ikut gila tidak tahan,
kalau tidak ikut melakukan,
tidak kebagian pendapatan,
kelaparan akhirnya.
Namun sudah menjadi kehendak Allah,
sebahagia-bahagianya orang yang lupa diri,
masih lebih bahagia yang ingat dan waspada.

Kajian per kata:


Amenangi (menyaksikan, hidup di) jaman (jaman) edan (gila), ewuh (repot) aya (sulit) ing
(dalam) pambudi (bertindak, berusaha). Hidup di jaman gila, serba sulit dan repot dalam
bertindak.
Kata amenangi sering diartika sempat hidup dan mengalami, misalnya pada kalimat:
amenangi jaman panjajahan Walanda, masih hidup dan menyaksikan jaman penjajahan
Belanda. Dalam kalimat di atas bermakna bahwa beliau hidup dan mengalami sendiri jaman
edan itu. Dan merasakan seulit dan repotnya hidup tersebut.
Milu (ikut) edan (gila) nora (tidak) tahan (tahan), yen (kalau) tan (tidak) milu (ikut)
anglakoni (melakukan), boya(tidak) kaduman (kebagian) melik (pendapatan), kaliren
(kelaparan) wekasanipun (akhirnya). Ikut gila tidak tahan, kalau tidak ikut melakukan, tidak
kebagian pendapatan, kelaparan akhirnya.
Dalam bait sebelumnya pernah disinggung tentang di jaman penuh petaka wong hambeg
jatmika kontit, di jaman penuh petaka orang yang berbudi halus tersingkir. Nah inilah yang
terjadi ketika dunia sudah penuh dengan penyimpangan. Orang-orang yang berbudi halus
tidak tahan kalau mau ikut-ikutan gila. Tak sampai hati kalau harus rebutan periuk nasi,
merasa malu kalau harus rebutan kursi. Merasa tak pantas kalau berebut jabatan dengan
menyikut orang lain. Tak tega kalau demi mendapat proyek harus menyingkirkan teman.
15

Akibatnya seringkali lebih suka mundur dan mengalah, dengan resiko pendapatannya atau
peruntungannya berkurang.
Jaman edan memang tidak berpihak kepada orang baik-baik. Orang yang tekun mengabdi
disingkirkan, yang banyak bacot dijunjung tinggi. Asal bisa njeplak banyak pengikutnya,
tentu saja sesama orang sakit hati yang sama gilanya.
Ndilalah (namun sudah menjadi) karsa (kehendak) Allah (Allah), begja begjane (sebahagia-
bahagianya) kang (yang) lali (lupa diri), luwih (masih lebih) begja (bahagia) kang (yang)
eling (ingat) lawan (dan) waspada (waspada). Namun sudah menjadi kehendak Allah,
sebahagia-bahagianya orang yang lupa diri, masih lebih bahagia yang ingat dan waspada.
Kata ndilalah sebenarnya bermakna kebetulan yang tidak diharapkan seperti pada kalimat,
ora nggawa payung ndilalah udan, tidak membawa payung tiba-tiba hujan. Agaknya kata ini
dipakai sebagai ungkapan bahwa mereka yang berperilaku gila itu boleh merencanakan ini
dan itu, berbuat sesk mereka namun yang terjadi tetaplah kehendak Allah yang tidak mereka
duga ata rencanakan.
Walau orang-orang yang berlaku gila dalam hidupnya itu tampak bahagia dan hidup enak,
tetapi belum tentu seperti yang terlihat. Mungkin kelak tiba-tiba masuk bui karena terbongkar
kejahatannya. Mungkin suatu saat terkena banyak penyakit karena gaya hidupnya. Karena
sesungguhnya manusia hanya dapat menilai orang lain dari penampilan luarnya saja,
sedangkan yang ada didalam kehidupannya kita tidak tahu.
Namun orang-orang yang tetap ingat dan waspada akan lebih bahagia. Hidupnya lebih terarah
dan teratur. Keinginannya sederhana sesuai kemampuannya dan gaya hidupnya pun
sewajarnya. Tidak ada keinginan yang menyiksa hati siang dan malam, karena orang seperti
ini sudah pasrah dengan apa yang diterimanya.
Di sini ada dua kata kunci, yakni eling (ingat) dan waspada. Artinya sudah sering kami
uraikan dalam kajian sastra klasik ini. Ingat berarti mengingat diri sendiri, menjaga diri dari
keinginan hati yang melampuai batas, jadi ingat lebih ditujukan ke dalam. Waspada lebih
ditujukan ke luar dalam menghadapi berbagai godaan dan halangan yang muncul. Dua kata
ini juga sering muncul dalam werat Wedatama yang kajiannya sudah kita khatamkan bulan
lalu.
16

Kajian Kalatidha (8): Muhung Mahas Ing Asepi


Bait ke-8, tembang Sinom dari serat Kalatidha karya pujangga agung Ranggawarsita:
Semono iku bebasan,
Padu-padune kepengin,
Enggih mekaten man Dhoblang,
Bener ingkang angarani,
Nanging sajroning batin,
Sejatine nyamut-nyamut,
Wis tuwa arep apa,
Muhung mahas ing asepi,
Supayantuk pangaksamaning Hyang Suksma.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Yang demikian itu seperti orang,


yang sangat kepengin (jabatan).
Bukankah begitu Paman Doblang?
Benar yang mengatakan demikian,
tetapi dalam hati,
sebenarnya keinginan itu belum seberapa.
Sudah tua akan berbuat apa.
Lebih baik hanya fokus dalam kesepian,
agar mendapat ampunan Yang Maha Suci.

Kajian per kata:


Semono (Yang demikian) iku (itu) bebasan (seperti), padu-padune (orang yang sangat)
kepengin (kepengin). Enggih mekoten man Doblang (bukan begitu Paman Doblang?). Yang
demikian itu seperti orang yang sangat kepengin (jabatan). Bukankah begitu Paman
Doblang?
Maksud dari kalimat retoris ini adalah orang yang begitu susah ketika tak jadi diangkat
sebagai pejabat (seperti yang dibahas bait sebelumnya) kok berkesan seperti orang yang
sangat menginkan jabatan itu. Bukankah begitu Paman Doblang?
Paman Doblang disini bisa sembarang orang, seperti pada kata fulan dalam bahasa arab.Kata
Paman Doblang ini diambil dari lagu dolanan anak yang terdiri dari beberapa bait, di akhir
bait selalu diakhiri dengan pertanyaan, “Nggih mekaten, Man Dhoblang?”
Bener (benar) ingkang(yang) angarani (mengatakan demikian), nanging (tetapi) sajroning
(dalam) batin (batin, hati), sejatine (sebenarnya) nyamut-nyamut (belum seberapa). Benar
yang mengatakan demikian, tetapi dalam hati, sebenarnya keinginan itu belum seberapa.
Bahwa memang benar demikian, sang pujangga memang mengharapkan itu. Tetapi jika
direnungkan dalam batin, sebenarnya keinginannya tak begitu sangat. Tak seberapa
keinginannya.
17

Nyamut-nyamut atau klamut-klamut sering dipakai untuk menyebut hasil dari sesuatu yang
tak seberapa. Misalnya buah kelapa muda yang baru muncul buahnya atau degan, kalau
belum tua masih tipis sekali buahnya, ini disebut klamut-klamut.
Wis (sudah) tuwa (tua) arep (akan) apa (apa), muhung (lebih baik hanya) mahas (fokus) ing
(dalam) asepi (kesunyian), supayantuk (agar mendapat) pangaksamaning (ampunan) Hyang
(Yang) Suksma (Maha Suci). Sudah tua akan berbuat apa. Lebih baik hanya fokus dalam
kesepian, agar mendapat ampunan Yang Maha Suci.
Sudah tua apa lagi yang mau dicapai. Mestinya disediakan waktu untuk beribadah. Tidak
terus-menerus mengejar dunia. Cukuplah sekian porsinya untuk kehidupan dunia yang penuh
intrik dan gejolak ini. Sudah saatnya memperbanyak muhasabah, menyendiri di tempat sepi
(mahas ing asepi) mencari pengampunan kepada Allah Yang Maha Suci. Sambil di sela-sela
waktu luang mengarang kitab untuk anak-anak muda di kemudian hari, agar menjadi
pelajaran bagi mereka.
Kira-kira begitulah sikap batin Ki Ranggawarsita yang setelah merenung mampu mencapai
ketenangan hidup. Tidak lagi galau oleh godaan keinginan menjadi pemuka yang sebelumnya
sangat beliau inginkan.
Jika kita belajar sejarah seputar kerajaan Mataram, Surakarta dan Yogyakarta, mengabdi
kepada raja memanhg menjadi cita-cita besar setiap orang. Apalagi bagi seorang abdi dalem
yang sudah sejak muda membaktikan hidupnya untuk raja. Keridhaan raja yang dalam hal ini
diwujudkan dengan kenaikan pangkat adalah sesuatu yang diidam-idamkan.
Dr. Kuntowijaya dalam buku Raja, Priyayi dan Kawula, menyebut bahwa pejah ing
sahandhap sampeyan dalem (mati di bawah kaki paduka raja) adalah obsesi setiap priyayi
pada saat itu. Maka tak aneh kalau setiap priyayi menginginkan kedudukan yang dekat
dengan raja. Namun Ki Ranggawarsita mampu menyelesaikan konflik internal yang
bergemuruh di dalam dada, dan mendapat pemecahan yang menenteramkan.
18

Kajian Kalatidha (9): Saking Mangunah Prapti


Bait ke-9, tembang Sinom dari serat Kalatidha karya pujangga agung Ranggawarsita:
Beda lan kang wus santosa,
kinarilah ing Hyang Widhi.
Satiba malanganeya,
tan susahngupaya kasil.
Saking mangunah prapti,
Pangeran paring pitulung,
marga samaning titah,
Rupa sabarang pakolih,
parandene maksih taberi ikhtiyar.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Berbeda dengan yang sudah kuat,


diridhali oleh Yang Maha Kuasa.
Di manapun tempatnya,
tidak sulit mencari penghasilan.
Dari manapun pertolongan datang,
Tuhan memberi pertolongan,
lewat sesama makhluk.
Berupa sembarang pendapatan,
namun demikian masih rajin berusaha agar lebih baik.

Kajian per kata:


Beda (beda) lan (dengan) kang (yang) wus (sudah) santosa (kuat), kinarilah (diridhai) ing
(oleh) Hyang (Yang) Widhi (Maha Kuasa). Berbeda dengan yang sudah kuat, diridhali oleh
Yang Maha Kuasa.
Setelah berbicar tentang niat untuk menyepi untuk bermuhasabah dan mencari ampunan
Allah, Ki Ranggawarsita menyoroti orang yang sudah kuat dalam hubungannya dengan
Allah. Suatu pencapaian yang masih jauh dari jangkauannya, paling tidak menurut
penuturannya dalam serat ini.
Satiba (di mana pun) malanganeya (tempatnya), tan (tidak) susah (sulit) ngupaya (mencari)
kasil (penghasilan). Di manapun tempatnya, tidak sulit mencari penghasilan.
Kapan pun, di manapun, kalau orang Jawa menyebutnya satiba-tibane kepenak, artinya dia
jatuh di manapun akan hidup enak. Mencari makan pun tak sulit, mencari penghasilan pun
mudah. Ini adalah gambaran orang yang sudah mempunyai kepasrahan yang kuat kepada
Sang Pencipta.
Saking (dari mana pun) mangunah (pertolongan) prapti (datang), Pangeran (Tuhan) paring
(memberi) pitulung (pertolongan), marga (lewat) samaning (sesama) titah (manusia,
makhluk). Dari manapun pertolongan datang, Tuhan memberi pertolongan, lewat sesama
makhluk.
19

Mangunah adalah pertolongan yang diberikan kepada seseorang agar orang tersebut mampu
menjalani tugas yang dibebankan. Orang yang sudah pasrah dan diridhai Allah akan
mendapat mangunah ini, entah dari mana datangnya pertolongan itu. Bisa juga datang dari
sesama makhluk Tuhan (titah). Bisa dari tetangga, kenalan, atau malah orang yang tak
dikenal sama sekali.
Rupa (berupa) sabarang (sembarang) pakolih (pendapatan, rejeki), parandene (namun
demikian) maksih (masih) taberi (rajin) ikhtiyar (berusaha lebih baik). Berupa sembarang
pendapatan, namun demikian masih rajin berusaha agar lebih baik.
Pertolongan itu berupa sembarang hasil, rejeki, pendapatan atau apapun. Mereka tidak merasa
sulit dalam mendapatkan itu semua. Walau demikian mereka tetap rajin berusaha untuk
mencari penghasilan yang lebih baik.
20

Kajian Kalatidha (10): 4 Cagaking Ngaurip


Bait ke-10, tembang Sinom dari serat Kalatidha karya pujangga agung Ranggawarsita:
Sakadare linakonan,
Mung tumindak mara ati,
Angger tan dadi prakara,
Karana riwayat muni,
Ikhtiyar iku yekti,
Pamilihing reh rahayu,
Sinambi budidaya,
Kanthi awas lawaneling,
Kanti kaesthi antuka parmaning Suksma.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Sekedarnya dilakukan,
hanya berbuat yang menyenangkan hati,
asal tidak menjadi masalah.
Karena ada riwayat mengatakan,
ikhtiyar itu harus dilakukan,
untuk memilih hal yang lebih baik.
Sambil berusaha,
dengan tetap waspada dan ingat.
Disertai doa semoga mendapat anugrah dari Allah.

Kajian per kata:


Sakadare (sekedarnya) linakonan (dilakukan), mung (hanya) tumindak (berbuat) mara ati
(menyenangkan hati), angger (asal) tan (tidak) dadi (menjadi) prakara (masalah).
Sekedarnya dilakukan, hanya berbuat yang menyenangkan hati, asal tidak menjadi masalah
Bait masih melanjutkan bahasan bait sebelumnya tentang orang yang sudah kuat
kepasrahannya kepada Allah. Mereka walau seringkali mendapat kemudahan dan pertolongan
Allah tetapi tidak bersikap mentang-mentang. Dalam arti tidak mentang-mentang dekat
dengan Allah yang ditunjukkan dengan seringnya mereka beribadah secara kusyu’ dan
khusus, sehingga mereka kemudian mengadalkan pertolongan itu semata-mata.
Tidak, merek tetap melakukan berusaha sebagaimana manusia yang lain. Hanya saja semua
itu dilakukan dengan sekadarnya, tidak dengan hati yang penuh ambisi atau hasrat yang kuat.
Mereka selalu menjaga agar dapat berusaha dengan hati senang, dan tidak membuat masalah
dengan sesama. Wong cuma sekedar mancari makan saja kok sikut-sikutan, kira-kira
begitulah.
Karana (karena) riwayat (ada riwayat) muni (mengatakan), ikhtiyar (iktiyar) iku (itu) yekti
(harus dilakukan), pamilihing (memilih) reh (hal) rahayu (yang lebih baik). Karena ada
riwayat mengatakan, iktiyar itu harus dilakukan, untuk memilih hal yang lebih baik.
Hal itu karena ada riwayat yang mengatakan bahwa ikhtiyar itu wajib bagi manusia. Riwayat
di sini yang dimaksud adalah hadits Nabi, namun beliau tidak menyebutkan periwayat dan
21

sanadnya. Sedangkan yang dimaksud ikhtiyar sesuai dengan pengertian dalam budaya Jawa
adalah berusaha untuk memilih kehidupan yang lebih baik. Ini sesuai dengan maksud yang
tersurat dalam bait ini, pamilihing reh rahayu, memilih keadaan yang lebih baik.
Sinambi (sambil) budidaya (berusaha), kanthi (dengan) awas (waspada) lawan (dan) eling
(ingat). Kanti (disertai) kaesthi (memikirkan, berdoa) antuka (semoga mendapat) parmaning
(anugrah dari) Suksma (Allah). Sambil berusaha, dengan tetap waspada dan ingat, disertai
doa semoga mendapat anugrah dari Allah.
Di sini muncul lagi dua kata kunci yang sudah kita bahas dalam bait yang lalu, yakni eling
(ingat) dan waspada. Kita ulangi lagi penjelasannya agar semakin hapal. Ingat berarti
mengingat diri sendiri, menjaga diri dari keinginan hati yang melampaui batas, jadi ingat
lebih ditujukan ke dalam. Waspada lebih ditujukan ke luar dalam menghadapi berbagai
godaan dan halangan yang muncul.
Maka yang harus selalu diingat di sini adalah: sambil berusaha dengan tetap waspada dan
eling, disertai doa semoga mendapat anugrah dari Allah. Inilah 4 pilar orang hidup: budidaya,
awas , eling dan berdoa. Empat hal itu jika dilakukan bersama-sama disebut dengan ikhtiyar.
Semoga dengan 4 pilar kehidupan tadi hidup kita akan tegak dan tidak timpang.
22

Kajian Kalatidha (11): Mugi Aparinga Pitulung Ya Allah

Bait ke-10, tembang Sinom dari serat Kalatidha karya pujangga agung Ranggawarsita:
Ya Allah ya Rasulullah,
kang sipat murah lan asih,
mugi-mugi aparinga,
pitulung ingkang martani.
Ing alam awal akhir,
dumununging gesang ulun.
Mangkya sampuna wredha,
Ing wekasan kadi pundi.
Mula mugi wontena pitulung Tuwan.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Ya Allah, Ya Rasulullah,
yang bersifat Maha Penyayang dan Maha Pengasih,
mohon berikanlah
pertolongan yang menggembirakan.
Di alam dunia dan akhirat,
tempat kehidupanku.
Padahal sudah beerusia lanjut,
pada akhirnya bagaimana nasibku nanti.
Semoga datang pertolonganmu, Ya Allah!
.

Kajian per kata:


Ya Allah ya Rasulullah, Kang (yang) sipat (bersifat) murah (Maha Pengasih) lan (dan) asih
(Maha Penyayang), mugi-mugi (mohon) aparinga (berikanlah), pitulung (pertolongan)
ingkang (yang) martani (menggembirakan). Ya Allah, Ya Rasulullah, yang bersifat Maha
Penyayang dan Maha Pengasih, mohon berikanlah pertolongan yang menggembirakan.
Ya Allah, Yang Maha Pengasih dan Maha Penyanyang, berikanlah pertolonganmu kepada
kami. Ya Rasulullah berikanlah syafa’atmu (pertolonganmu) nanti.
Ing (di) alam (alam) awal (awal, dunia) akhir (akhir, akhirat), dumununging (tempat)
gesang (hidup) ulun (aku). Di alam dunia dan akhirat, tempat kehidupanku.
Di alam dunia dan akhirat, tempat aku menghabiskan hidup, tempat aku menghabiskan sisa
umurku. Sudah sedikit yang bisa kukerjakan di dunia, karena jabatan pun tak ada. usia sudah
semakin tua. Sanak saudara pun semakin jauh. Hanya tersisa sedikit saja dari kamaremaning
donya ini sekarang. Akhiratlah tempat sejati untuk hidup sebenarnya.
Mangkya (padahal) sampuna (sudah) wredha (lanjut usia), ing (pada) wekasan (akhirnya)
kadipundi (bagaimana nasibku). Padahal sudah beerusia lanjut, pada akhirnya bagaimana
nasibku nanti.
Sudah lanjut usia tetapi merasa amal belum seberapa, merasa belum mengenal Allah dengan
dekat, merasa masih banyak melakukan kesalahan dan dosa. Bagaimana akhir dari hidupku
23

nanti? Apakah dapat beroleh husnul khatimah? Hati ini sungguh sangat berharap padamu, Ya
Allah!
Mula mugi (semoga) wontena (ada) pitulung (pertolonganmu) Tuwan (ya Allah). Semoga
datang pertolonganmu, Ya Allah!
Semoga datang pertolongan darimu Ya Allah.
.
24

Kajian Kalatidha (12): Mati Sajroning Urip


Bait ke-12, tembang Sinom dari serat Kalatidha karya pujangga agung Ranggawarsita:
Sageda sabar santosa,
mati sajroning ngaurip.
Kalis ing reh aruraha,
murka angkara sumingkir.
Tarlen meleng malat sih,
Sanityaseng tyas mematuh.
Badharing sapudhendha,
antuk mayar sawetawis.
BoRONG angGA saWARga meSI marTAya.

Terjemahan dalam bahasa Indonesia:

Semoga bisa sabar dan kuat,


dalam menjalani mati sajroning urip (mati dalam hidup).
Terhindar dari dari segala kerepotan,
sifat tamak dan amarah menyingkir.
Tak lain hanya memusatkan diri untuk mencari karunia (Ilahi),
senantiasa menjaga hati agar tetap patuh.
Hilangnya kutukan,
dan mendapat kemudahan seperlunya.
Serahkan diri sekeluarga untuk agar tercapai sejahtera.

Kajian per kata:


Sageda (semoga bisa) sabar (sabar) santosa (kuat), mati (mati) sajroning (dalam) ngaurip
(hidup). Semoga bisa sabar dan kuat, dalam menjalani mati sajroning urip (mati dalam
hidup).
Mati sajroning urip adalah falsafat Jawa yang berarti natinya kehendak atau kepentingan diri,
berganti menjadi kehendak Ilahi semata-mata. Ini adalah pencapaian yang sangat seulit bagi
kebanyakan orang, mesti berlatih mengendalikan nafsu dn keinginan dengan cara bertapa dan
menyepi. Untuk lebih jelasnya soal ini silahkan mengikuti kajian serat Wedatama yang sudah
tuntas dimuat dalam blog ini.
Kalis (terhindar) ing (dari) reh (segala) aruraha (kerepotan), murka (tamak) angkara
(amarah) sumingkir (menghindar). Terhindar dari dari segala kerepotan, sifat tamak dan
amarah menyingkir.
Karena sudah mati dalam hidup, maka segala ambisi dan keinginan, yang merupakan biaang
dari segala kerepotan menjadi hilang. Terhindar dari nafsu tamak dan amarah. Dua yang
terakhir ini menyingkir karena sudah tidak kita butuhkan lagi.
Tarlen (tak lain) meleng (konsentrasi, fokus) malat (mencari) sih (sayang, karunia),
sanityaseng (senantiasa) tyas (hati) mematuh (patuh). Tak lain hanya memusatkan diri untuk
mencari karunia (Ilahi), senantiasa menjaga hati agar tetap patuh.
25

Hidupnya sekarang hanya untuk mencari kasih sayang Ilahi, segala tindak-tanduk fokus
menuju karuniaNya. Senantiasa menjaga hati agar tetap dalam keadaan patuh dan tunduk.
Badharing (hilangnya) sapudhendha (hukuman, kutukan), antuk (mendapat) mayar
(kemudahan) sawetawis (seperlunya). Hilangnya kutukan, dan mendapat kemudahan
seperlunya.
Jia kita sudah ikhlas dalam menjalani lehidupan sebagai hamba Allah, maka hilanglah
kutukan dalam diri kita, hilanglah segala bala’ dan hukuman. Segala kesulitan menjadi ujian
yang mendatangkan pahala, menjadi peringatan agar kita hati-hati dan tetap fokus.
Bahwa seseorang yang sudah membaktikan diri untuk mendekati Tuhan maka akan Dia
memberi jalan kemudahan, tetapi tetaplah petunjuk yang diberikan dalam batas sewajarny.
Kedekatan dengan Tuhan tidak lantas membuat kita menjadi istimewa dalam tatanan hukum
alam. Mentang-mentan dekat dengan Tuhan lantas kita dimanja, tidak demikian. Karena
sesungguhnya dunia dan seisinya diciptakan agar menjadi alat belajar tentangNya. Maka
setiap proses mesti dilalui dengan sewajarnya.
BoRONG (serahkan) angGA (diri) saWARga (sekeluarga) meSI (memuat, berisi) marTAya
(sejahtera). Serahkan diri sekeluarga untuk agar tercapai sejahtera.
Pasrah atas semua yang akan terjadi, menyerahkan diri agar kehidupan menjadi sejahtera,
terhindar kerepotan yang tak perlu, hati menjadi tenang karena kepatuhan kepada Sang
Pencipta.
Gatra terakhir ini juga memuat sandi asma, yakni nama yang disembunyikan. Perhatikan suku
kata yang berhuruf besar jika dikumpulkan akan membentuk nama: RONGGAWARSITA.
Sekian kajian serat Kalatidha. Semoga memberi manfaat kepada para pembaca yang
berkenan mampir ke blog ini. Saya doakan Anda semua panjang umur, murah rejeki dan
berhati tenang di akhir kehidupan, sebagaimana yang telah dicapai oleh sang pujangga Ki
Ranggawarsita rahimahullah.
Wallahu a’lam.

Catatan kecil:
Inilah doa dan harapan Raden Ngabehi Ranggawarsita dalam menghadapi masa tuanya.
Setelah beliau tersingkir dari dunia politik saat itu. Raja terakhir yang kepada beliau
mengabdi adalah Sri Paku Buwana IX. Hubungan sang pujangga dengan raja memang
kurang harmonis karena intrik politik saat itu. Ini pula sebabnya mengapa Ranggawarsita tak
kunjung diangkat sebagai bupati (biasanya bergelar Tumenggung).
26

Anda mungkin juga menyukai