1. Obat Bebas
Obat bebas adalah obat yang dijual bebas di pasaran dan dapat dibeli tanpa resep
dokter. Obat bebas umumnya berupa suplemen vitamin dan mineral, obat gosok, beberapa
analgetik-antipiretik, dan beberapa antasida. Obat golongan ini dapat dibeli bebas di Apotek, toko
obat, toko Kelontong atau warung. Contoh obat jenis ini adalah Parasetamol dan Multivitamin.
Obat tradisional dibagi menjadi 3 golongan (Keputusan Kepala BPOM Republik Indonesia Nomor:
HK.00.05.4.2411), yaitu:
5. Jamu
Jamu adalah ramuan atau obat alami yang digunakan dalam pengobatan untuk menjaga
kesehatan, khasiatnya berdasarkan warisan turun temurun. Pihak BPOM telah mengeluarkan
standar untuk produksi obat tradisional yang dikenal dengan Cara Pembuatan Obat Tradisional
yang Baik (CPOTB). Contoh obat jenis ini adalah Tolak Angin, Pil Binari, Curmaxan, Diacinn,
pilkita, laxing, keji beling, dan curcuma tablet.
Logo Jamu
6. Obat Herbal Terstandar (OHT)
Obat Herbal Terstandar (OHT) adalah sediaan obat herbal berbahan baku alami, bahan
bakunya telah ada pembuktian keamanan dan khasiatnya secara alamiah dengan uji praklinis dan
bahan bakunya telah di standarisasi. Ada lima macam uji praklinis yaitu uji eksperimental in vitro,
uji eksperimental in vivo, uji toksisitas akut, uji toksisitas subkronik, dan uji toksisitas khusus.
Contoh obat jenis ini adalah Fitolac dan Kiranti Sehat, Lelap, Diapet, tolak angin, antangin JRG, dll.
Logo Fitofarmaka
SIMBOL PETUNJUK P3K
KEMENTERIAN KESEHATAN
1. NAWACITA
Kementerian Kesehatan berperan serta dalam meningkatkan kualitas hidup masyarakat melalui
agenda prioritas Kabinet Kerja atau yang dikenal dengan Nawa Cita, sebagai berikut:
a. Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa
aman pada seluruh warga Negara.
b. Membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan yang
bersih, efektif, demokratis dan terpercaya.
c. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa
dalam kerangka negara kesatuan.
d. Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang
bebas korupsi, bermartabat dan terpercaya.
e. Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia.
f. Meningkatkan produktifitas rakyat dan daya saing di pasar Internasional.
g. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis
ekonomi domestik.
h. Melakukan revolusi karakter bangsa.
i. Memperteguh ke-Bhineka-an dan memperkuat restorasi sosial Indonesia.
3. NILAI-NILAI
a. Pro Rakyat
Dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, Kementerian Kesehatan selalu mendahulukan
kepentingan rakyat dan harus menghasilkan yang terbaik untuk rakyat. Diperolehnya derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya bagi setiap orang adalah salah satu hak asasi manusia tanpa
membedakan suku, golongan, agama dan status sosial ekonomi.
b. Inklusif
Semua program pembangunan kesehatan harus melibatkan semua pihak, karena pembangunan
kesehatan tidak mungkin hanya dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan saja. Dengan
demikian, seluruh komponen masyarakat harus berpartisipasi aktif, yang meliputi lintas sektor,
organisasi profesi, organisasi masyarakat pengusaha, masyarakat madani dan masyarakat akar
rumput.
c. Responsif
Program kesehatan harus sesuai dengan kebutuhan dan keinginan rakyat, serta tanggap dalam
mengatasi permasalahan di daerah, situasi kondisi setempat, sosial budaya dan kondisi geografis.
Faktor-faktor ini menjadi dasar dalam mengatasi permasalahan kesehatan yang berbeda-beda,
sehingga diperlukan penangnganan yang berbeda pula.
d. Efektif
Program kesehatan harus mencapai hasil yang signifikan sesuai target yang telah ditetapkan dan
bersifat efisien.
e. Bersih
Penyelenggaraan pembangunan kesehatan harus bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme
(KKN), transparan, dan akuntabel.
f. Inspektorat Jenderal
Inspektorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan pengawasan intern di Kementerian
Kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan Permenkes 64
Tahun 2015, pasal 624 dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 623,
Inspektorat Jenderal menyelenggarakan fungsi :
1) penyusunan kebijakan teknis pengawasan intern di lingkungan Kementerian Kesehatan;
2) pelaksanaan pengawasan intern di lingkungan Kementerian Kesehatan terhadap kinerja
dan keuangan melalui audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan pengawasan lainnya;
3) pelaksanaan pengawasan untuk tujuan tertentu atas penugasan Menteri;
4) penyusunan laporan hasil pegawasan di lingkungan Kementerian Kesehatan;
5) pelaksanaan administrasi Inspektorat Jenderal; dan
6) pelaksanaan fungsi lain yang di berikan oleh Menteri.
i. Staf Ahli
Staf Ahli berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Menteri,dan secara administratif
dikoordinasikan oleh Sekretaris Jenderal. Berdasarkan Permenkes 64 Tahun 2015, pasal 838 Staf
Ahli terdiri atas :
1) Staf Ahli Bidang Ekonomi KesehatanStaf Ahli Bidang Ekonomi Kesehatan mempunyai
tugas memberikan rekomendasi terhadap isu-isu strategis kepada Menteri, terkait bidang
ekonomi kesehatan.
2) Staf Ahli Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi
3) Staf Ahli Bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi mempunyai tugas memberikan
rekomendasi terhadap isu-isu strategis terhadap Menteri, terkait bidang teknologi kesehatan
dan globalisasi.
4) Staf Ahli Bidang Desentralisasi KesehatanStaf Ahli Bidang Desentralisasi Kesehatan
mempunyai tugas memberikan rekomendasi terhadap isu-isu strategis terhadap Menteri,
terkait bidang desentalisasi kesehatan.
5) Staf Ahli Bidang Hukum KesehatanStaf Ahli Bidang Hukum Kesehatan mempunyai
tugas memberikan rekomendasi terhadap isu-isu strategis terhadap Menteri, terkait bidang
hukum kesehatan.
q. Biro Kepegawaian
Biro Kepegawaian mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan urusan kepegawaian di
lingkungan Kementerian Kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan dan perundang-undangan.
Berdasarkan Permenkes 64 Tahun 2015 pasal 67 dalam melaksanakan tugas dimaksud dalam
Pasal 66, Biro Kepegawaian meneyelenggarakan fungsi :
1) pengelolaan urusan pengadaan pegawai
2) pengelolaan urusan mutasi dan penilaian kinerja pegawai
3) pengelolaan urusan pengembangan pegawai
4) penyaiapan pelaksanaan urusan disiplin dan kesejahteraan pegawai dan
5) pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Biro
u. Biro Umum
Biro Umum mempunyai tugas melaksanakan urusan ketatausahaan, kerumahtanggan, arsip dan
dokumentasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan Permenkes
64 Tahun 2015 pasal 116 dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam pasal 115,
Biro Umum menyelenggarakan fungsi :
1) pelaksanaan urusan tata usaha pimpinan dan protokol
2) pelaksanaan urusan kerumahtanggan
3) pelaksanaan urusan arsip dan dokumentasi
4) pengelolaan urusan gaji dan
5) pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga Biro
11. Staf Ahli Bidang Desentralisasi dr. Pattiselanno Roberth Johan, MARS
Kesehatan
NUSANTARA SEHAT
1. LATAR BELAKANG
Fokus kebijakan Kementerian Kesehatan RI (Kemenkes) untuk periode 2015 – 2019 adalah
penguatan Pelayanan Kesehatan (Yankes) Primer. Prioritas ini didasari oleh permasalahan
kesehatan yang mendesak seperti angka kematian ibu dan bayi yang masih tinggi, angka gizi buruk,
serta angka harapan hidup yang sangat ditentukan oleh kualitas pelayanan primer. Penguatan yankes
primer mencakup tiga hal: Fisik (pembenahan infrastruktur), Sarana (pembenahan fasilitas), dan
Sumber Daya Manusia (penguatan tenaga kesehatan).
Program Nusantara Sehat merupakan salah satu bentuk kegiatan yang dicanangkan oleh
Kemenkes dalam upaya mewujudkan fokus kebijakan tersebut. Program ini dirancang untuk
mendukung pelaksanaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan Kartu Indonesia Sehat
(KIS) yang diutamakan oleh Pemerintah guna menciptakan masyarakat sehat yang mandiri dan
berkeadilan. Penguatan Pelayanan Kesehatan Primer adalah garda terdepan dalam pelayanan
kesehatan masyarakat yang berfungsi memberikan pelayanan kesehatan dan melakukan upaya
preventif melalui pendidikan kesehatan, konseling serta skrining (penapisan).
2. TUJUAN
Program Nusantara Sehat bertujuan untuk menguatkan layanan kesehatan primer melalui
peningkatan akses dan kualitas pelayanan kesehatan dasar di DTPK dan DBK juga mempunyai
tujuan menjaga keberlangsungan pelayanan kesehatan, menggerakan pemberdayaan masyarakat dan
dapat memberikan pelayanan kesehatan yang terintegrasi serta meningkatkan retensi tenaga
kesehatan yang bertugas di DTPK. Program ini merupakan program lintas unit utama di Kemenkes
yang fokus tidak hanya pada kegiatan kuratif tetapi juga promotif dan preventif untuk
mengamankan kesehatan masyarakat (public health) dari daerah yang paling membutuhkan sesuai
dengan Nawa Cita.
3. SEKILAS PROGRAM
Program Nusantara Sehat melalui penempatan tenaga kesehatan berbasis tim, dilakukan
berdasarkan hasil kajian terhadap distribusi tenaga kesehatan yang dilaksanakan oleh Kementerian
Kesehatan pada tahun 2012. Salah satu rekomendasi kajian menunjukkan bahwa penempatan
tenaga kesehatan untuk daerah tertentu lebih baik jika dilakukan berbasis tim. Kajian tersebut
ditindaklanjuti dengan uji coba penempatan tenaga kesehatan berbasis tim pada tahun 2014 di 4
Puskesmas pada 4 kabupaten di 4 Propinsi (Prop. Sumatra Utara, Kalimantan Barat, Maluku dan
Papua) dan berhasil meningkatkan kunjungan Puskesmas serta Upaya Kesehatan Masyarakat. Dari
segi tenaga kesehatan mereka merasa lebih nyaman karena ditempatkan dan bekerja dalam satu tim.
Pada tahun 2015 telah ditempatkan Tim Nusantara Sehat Periode I sebanyak 142 orang di 20
puskesmas pada bulan Mei 2015 dan Tim Nusantara Sehat Periode II sebanyak 552 orang di 100
puskesmas pada bulan Desember 2015.
4. PENDEKATAN
Pendekatan yang dilakukan program Nusantara Sehat bersifat komprehensif dengan
melibatkan anggota tim dengan berbagai jenis tenaga kesehatan yang terdiri dari dokter, dokter gigi,
perawat, bidan, tenaga kesehatan masyarakat, tenaga kesehatan lingkungan, tenaga ahli teknologi
laboratorium medik, tenaga gizi, dan tenaga kefarmasian.
7. PROSES IMPLEMENTASI
Penempatan 1170 orang tenaga kesehatan akan dilakukan secara berkesinambungan ke 130
Puskesmas dan mereka akan bertugas di masing-masing Puskesmas selama 2 (dua) tahun. Seluruh
peserta diberikan pembekalan materi bela negara, keahlian medis dan non-medis serta pengetahuan
tentang program – program kesehatan yang dilaksanakan oleh Kementerian Kesehatan . Mereka
juga diberikan pemahaman terhadap budaya-budaya lokal sehingga diharapkan mereka dapat
berinteraksi dengan petugas kesehatan setempat dan masyarakat sekitar di daerah penempatan.
UKBM (Upaya Kesehatan Bersumberdaya Manusia) adalah salah satu wujud nyata peran serta
masyarakat dalam pembangunan kesehatan. Kondisi ini ternyata mampu memacu munculnya berbagai
bentuk UKBM lainya seperti Polindes, POD (pos obat desa), Pos UKK (pos upaya kesehatan
kerja),TOGA (taman obat keluarga), dana sehat, dll.
UKBM dibentuk dengan tujuan:
1. Meningkatnya jumlah dan mutu UKBM
2. Meningkatnya kemampuan pemimpin/Toma dalam merintis dan mengembangkan UKBM
3. Meningkatnya kemampuan masyarakat dan organisasi masyarakat dalam penyelenggaraan
UKBM.
4. Meningkatnya kemampuan masyarakat dan organisasi masyarakat dalam menggali,
menghimpun dan mengelola pendanaan masyarakat utk menumbuhkembangkan UKBM
Sasaran terbentuknya UKBM adalah :
1. Individu/Toma berpengaruh
2. Keluarga dan perpuluhan keluarga
3. Kelompok masyarakat : generasi muda, kelompok wanita, angkatan kerja, dll
4. Organisasi masyarakat: organisasi profesi, LSM, dll
5. Masyarakat umum: desa, kota, dan pemukiman khusus
4. Dana Sehat
Dana sehat merupakan bentuk jaminan pemeliharaan kesehatan bagi anggota masyarakat yang
belum dijangkau oleh asuransi kesehatan seperti BPJS Kesehatan, BPJS Ketenagakerjaan, dan
asuransi kesehatan lainnya. Dana sehat berpotensi sebagai wahana memandirikan masyarakat, yang
pada gilirannya mampu melestarikan kegiatan UKBM setempat. Oleh karena itu, dana sehat harus
dikembangkan ke seluruh wilayah kelompok sehingga semua penduduk terliput oleh dana sehat.
Sasaran dibentuknya SBH adalah agar para anggota Gerakan Pramuka yang telah mengikuti kegiatan
tersebut dapat :
1. Memiliki pengetahuan, keterampilan dan pengalaman dalam bidang kesehatan, khususnya
tentang :
a. Lingkungan Sehat
b. Keluarga Sehat
c. Penanggulangan penyakit
d. Gizi
e. Obat
f. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
2. Mampu memberikan pengetahuan dan keterampilan tentang kesehatan kepada para anggota
Pramuka di gudep masing-masing.
3. Memiliki sikap dan perilaku hidup sehat serta menjadi contoh bagi teman sebaya, keluarga dan
masyarakat di lingkungannya.
4. Mau dan mampu menyebarluaskan informasi kesehatan kepada masyarakat.
Saka Bakti Husada bersifat terbuka bagi Pramuka Penegak dan Pramuka Pandega, baik putra maupun
putri berasal dari gudep manapun. Adapun fungsi SBH sebagai :
1. Wadah pendidikan dan pembinaan, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
keterampilan di bidang kesehatan.
2. Sarana untuk melaksanakan kegiatan nyata dan produktif.
3. Sarana untuk melaksanakan bakti kepada masyarakat, bangsa dan negara.
4. Sarana untuk mencapai tujuan pendidikan dan pengembangan Gerakan Pramuka.
Saka Bakti Husada dibentuk dari beberapa Gudep di kwartir ranting atau kwartir cabang yang
terdiri dari Pramuka Penegak dan Pramuka Pandega yang memiliki minat dan bakat di bidang
kesehatan. SBH dibentuk oleh dan berada dibawah wewenang, pengelolaan pengendalian dan
pembinaan kwartir ranting yang dibina secara teknis kesehatan oleh Puskesmas setempat sebagai
Instruktur bersama Pamong Saka. Pengesahannya dilakukan oleh kwartir cabang. Apabila kwartir
ranting belum mampu membentuk SBH maka pembentukan SBH dapat dilakukan oleh kwartir cabang
yang dibina oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota.
Saka Bakti Husada terdiri dari 6 (enam) krida. Krida merupakan satuan terkecil dari saka sebagai
wadah kegiatan keterampilan, pengetahuan dan teknologi tertentu. Adapun krida-krida tersebut:
1. Krida Bina Lingkungan Sehat
2. Krida Bina Keluarga Sehat
3. Krida Pengendalian Penyakit
4. Krida Bina Gizi
5. Krida Bina Obat
6. Krida Bina Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
Setiap Krida beranggotakan 5 s/d 10 orang, sehingga dalam satu SBH dimungkinkan adanya
beberapa krida yang sama. Pelaksanaan Krida disesuaikan dengan kebutuhan dan berbasis
permasalahan kesehatan setempat serta ketersediaan instruktur. Jika satu jenis krida peminatnya lebih
dari 10 orang, maka nama krida itu diberi tambahan angka dibelakangnya, misal : Krida Bina Obat 1,
Krida Bina Obat 2, dst. Tiap Krida dipimpin oleh seorang Pemimpin krida dibantu oleh seorang Wakil
Pemimpin Krida.
Situasi saat ini terjadi pergeseran pola penyakit dari penyakit menular ke Penyakit Tidak
Menular. Penyakit Tidak Menular yang selanjutnya disingkat PTM adalah penyakit yang tidak bisa
ditularkan dari orang ke orang, yang perkembangannya berjalan perlahan dalam jangka waktu yang
panjang (kronis).
Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 prevalensi merokok 36,3%, dimana
prevalensi perokok laki-laki 68,8% dan perempuan 6,9%, kurang aktivitas fisik 6,1%, kurang
konsumsi sayur dan buah 93,6%, asupan makanan yang berisiko PTM seperti makanan manis 53,1%,
makanan asin 26,2%, makanan tinggi lemak 40,7%, makanan berpenyedap 77,3% serta gangguan
mental emosional 6%, obesitas umum 15,4% dan obesitas sentral 26,6%. PTM dapat dicegah dengan
mengendalikan faktor risikonya yaitu merokok, diet yang tidak sehat, kurang aktifitas fisik dan
konsumsi minuman beralkohol. Mencegah dan mengendalikan faktor risiko relatif lebih murah bila
dibandingkan dengan biaya pengobatan PTM.
Pengendalian faktor risiko PTM merupakan upaya mencegah PTM, bagi masyarakat sehat, yang
mempunyai faktor risiko dan bagi penyandang PTM, dengan tujuan bagi yang belum memiliki faktor
risiko agar tidak timbul faktor risiko PTM, kemudian bagi yang mempunyai faktor risiko diuapayakan
agar kondisi faktor risiko PTM menjadi normal kembali atau mencegah terjadinya PTM, dan bagi yang
sudah menyandang PTM, untuk mencegah komplikasi, kecacatan dan kematian dini serta
meningkatkan kualitas hidup. Salah satu strategi pengendalian PTM yang efisien dan efektif adalah
pemberdayaan dan peningkatan peran serta masyarakat melalui Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat
(UKBM) dengan membentuk dan mengembangkan Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu) PTM.
Pelayanan kesehatan pada usia produktif sasarannya untuk penanggulangan
PTM. Penanggulangan PTM adalah upaya kesehatan yang mengutamakan aspek promotif dan
preventif tanpa mengabaikan aspek kuratif dan rehabilitatif serta paliatif yang ditujukan untuk
menurunkan angka kesakitan, kecacatan, dan kematian yang dilaksanakan secara komprehensif,
efektif, efisien, dan berkelanjutan. Setiap warga negara Indonesia usia 15–59 tahun wajib mendapatkan
skrining kesehatan sesuai standar. Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota wajib memberikan skrining
kesehatan sesuai standar pada warga negara usia 15–59 tahun di wilayah kerjanya dalam kurun waktu
satu tahun. Pelayanan skrining kesehatan usia 15–59 tahun sesuai standar adalah :
1. Pelayanan skrining kesehatan usia 15–59 tahun diberikan sesuai kewenangannya oleh : dokter,
bidan, perawat, Nutrisionis/Tenaga Gizi, dan Petugas Pelaksana Posbindu PTM terlatih.
2. Pelayanan skrining kesehatan usia 15–59 tahun dilakukan di Puskesmas dan jaringannya
(Posbindu PTM) serta fasilitas pelayanan kesehatan lainnya yang bekerja sama dengan pemerintah
daerah.
3. Pelayanan skrining kesehatan usia15–59 tahun minimal dilakukan satu tahun sekali.
4. Pelayanan skrining kesehatan usia 15–59 tahun meliputi :
a. Deteksi kemungkinan obesitas dilakukan dengan memeriksa tinggi badan dan berat
badan serta lingkar perut.
b. Deteksi hipertensi dengan memeriksa tekanan darah sebagai pencegahan primer.
c. Deteksi kemungkinan diabetes melitus menggunakan tes cepat gula darah.
d. Deteksi gangguan mental emosional dan perilaku.
e. Pemeriksaan ketajaman penglihatan.
f. Pemeriksaan ketajaman pendengaran.
g. Deteksi dini kanker dilakukan melalui pemeriksaan payudara klinis dan pemeriksaan
IVA khusus untuk wanita usia 30–59 tahun.
Pengunjung yang ditemukan menderita kelainan wajib ditangani atau dirujuk ke fasilitas
pelayanan kesehatan yang mampu menanganinya. Fasilitas pelayanan kesehatan tersebut bisa
dilakukan pada puskesmas/Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) yang memiliki peralatan
kesehatan Kit PTM dan laboratorium yang menjangkau pemeriksaan faktor risiko PTM.
Capaian kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam memberikan pelayanan skrining
kesehatan warga negara berusia usia 15–59 tahun dinilai dari persentase pengunjung usia 15–59 tahun
yang mendapat pelayanan skrining kesehatan sesuai standar di wilayah kerjanya dalam kurun waktu
satu tahun. Sedangkan target capaian kinerja Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota dalam pelayanan
skrining kesehatan sesuai standar pada warga negara yang berusia 15–59 tahun yang membutuhkan
pelayanan skrining di wilayah kerja adalah 100 persen.
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota harus mempunyai strategi untuk menjangkau seluruh warga
negara usia 15-59 tahun agar seluruhnya dapat memperoleh pelayanan skrining sesuai standar setahun
sekali.
Langkah-langkah Kegiatan :
1. Skrining faktor risiko PTM dan gangguan mental emosional dan perilaku.
2. Konseling tentang faktor risiko PTM dan gangguan mental emosional dan perilaku.
3. Pelatihan teknis petugas skrining kesehatan bagi tenaga kesehatan dan petugas pelaksana
(kader) Posbindu PTM.
4. Penyediaan sarana dan prasarana skrining (Kit Posbindu PTM).
5. Pelatihan surveilans faktor risiko PTM berbasis web.
6. Pelayanan rujukan kasus ke Faskes Tingkat Pertama.
7. Pencatatan dan pelaporan faktor risiko PTM.
8. Monitoring dan evaluasi.
Untuk monitoring dan evaluasi kegiatan adalah :
1. Laporan fasilitas pelayanan kesehatan.
2. Rapor Kesehatanku untuk peserta didik SD/MI dan Rapor Kesehatanku untuk peserta didik
SMP/MTs, SMA/MA/SMK.
3. Laporan monitoring faktor risiko PTM berbasis Posbindu.
4. Laporan monitoring faktor risiko PTM berbasis FKTP (PANDU).
5. Portal web PTM.
Sumber daya manusia yang terlibat adalah :
1. Dokter
2. Bidan
3. Perawat
4. Nutrisionis/Tenaga Gizi
5. Petugas Pelaksana Posbindu PTM terlatih