Kesehatan adalah satu indikator keberhasilan Indeks Pembangunan Manusia
diantara lainanya adalah pendidikan dan ekonomi. IPM (Indeks Pembangunan Manusia) adalah menjelaskan bagaimana penduduk dapat mengakses hasil pembangunan dalam memperoleh pendapatan, kesehatan, pendidikan, dan sebagainya. IPM merupakan indikator penting untuk mengukur keberhasilan dalam upaya membangun kualitas hidup manusia (masyarakat/penduduk). Semakin baik angka IPM suatu negara maka semakin terlihat keberhasilan pembangunan suatu negara tersebut, baik dari segi kesehatan, pendidikan dan ekonominya.1 Melihat hal itu SDGs (Sustainable Developments Goals) mengeluarkan 17 tujuan serta terdapat 169 target untuk mencapai target IPM yang lebih baik. Salah satu dari 17 tujuan SDGs yaitu “menjamin kehidupan yang sehat serta mendorong kesejahteraan bagi semua orang disegala usia.” Seluruh isu kesehatan dalam SDGs diintegrasikan dalam satu tujuan tersebut, yang diharapkan adanya kerjasama dari seluruh sektor untuk keberhasilan tujuan ini. Dimana sasaran global dari tujuan SDGs yang ketiga ini adalah diharapkan pada tahun 2030, mengurangi rasio angka kematian ibu hingga kurang dari 70 per 100.000 kelahiran hidup serta mengakhiri kematian bayi baru lahir dan balita yang dapat dicegah yaitu Angka Kematian Neonatal setidaknya hingga 12 per 1.000 KH (Kelahiran Hidup) dan Angka Kematian Balita 25 per 1.000. (WHO, 2016) Berdasarkan Survei Angka Sensus (Supas) tahun 2015, angka kematian ibu di Indonesia masih tinggi, yaitu sebesar 305 per 100.000 kelahiran hidup. Dari 14.640 total kematian ibu yang dilaporkan hanya 4.999, terdapat 9.641 yang tidak dilaporkan ke pusat. Dari data tersebut, terdapat 83.447 kematian ibu di desa maupun kelurahan, sementara di Puskesmas ada 9.825 kematian ibu, dan 2.868 kematian ibu di rumah sakit. Sementara Angka kematian neonatal (AKN) 15 per 1000 KH menurut SDKI tahun 2017. Kematian neonatal di desa/kelurahan 0-1 per tahun sebanyak 83.447, di Puskesmas kematian neonatal 7-8 per tahun sebanyak 9.825, dan angka kematian neonatal di rumah sakit 18 per tahun sebanayak 2.868 Berdasarkan Survei Data dan Kesehatan Indonesia (SDKI), jumlah kematian ibu di Provinsi DKI Jakarta yaitu 97 jiwa/100.000 kelahiran hidup. Jumlah kejadian kematian Ibu tertinggi yaitu di Jakarta Timur, 34 kematian/100.000 kelahiran hidup dan Jakarta Utara dengan 23 kematian/100.000 kelahiran hidup. Penyebab utama terjadinya kematian ibu yaitu akibat gangguan hipertensi sebanyak 33,07%, perdarahan obstetrik 27.03%, komplikasi non obstetric 15.7%, komplikasi obstetric lainnya 12.04% infeksi pada kehamilan 6.06% dan penyebab lainnya 4.81%. Sementara penyebab kematian neonatal tertinggi disebabkan oleh komplikasi kejadian intraparum tercatat 283%, akibat gangguan respiratori dan kardiovaskular 21.3%, BBLR dan premature 19%, kelhiran kongenital 14, 8%, akibat tetanus neonatorum 1,2%, infeksi 7.3% dan akibat lainnya 8.2%. Angka kematian ibu dipengaruhi status kesehatan secara umum, pendidikan dan pelayanan selama kehamilan dan melahirkan2. Selain itu, terdapat kondisi lainnya seperti: Anemia pada penduduk usia 15-24 tahun masih tinggi yaitu sebesar 18,4%; perkawinan usia dini masih tinggi yaitu sebesar 46,7%; angka kelahiran pada usia remaja juga masih tinggi yaitu sebesar 48/1.000 perempuan usia 15-19 tahun; dan pelayanan kebutuhan pelayanan KB yang tidak terpenuhi atau unmet need masih relatif tinggi, yaitu sebesar 8,5%3. Salah satu andil tenaga kesehatan yang berperan dalam program ini adalah bidan. Karena bidan adalah tenaga kesehatan yang paling dekat dengan masyarakatnya sehingga pengharapan dari program ini jika benar-benar terlaksana maka tidak akan ada lagi telat dalam keputusan kegawatdaruratan serta klien diharapkan benar-benar siap dengan kondisi terburuk yang akan dialaminya. (Kemenkes, 2012) Continuity of care menekankan pada kondisi alamiah yaitu membantu perempuan agar mampu melahirkan dengan intervensi minimal dan pemantauan fisik, kesehatan psikologis, spiritual dan sosial perempuan dan keluarga. Continuity of Care dalam pelayanan kebidanan merupakan layanan melalui model pelayanan berkelanjutan pada perempuan sepanjang masa kehamilan, kelahiran serta masa post partum. Karena semua perempuan berisiko terjadinya komplikasi selama masa prenatal, natal dan post natal. Tugas bidan dalam pelayanan kesehatan ibu dan anak salah satunya adalah melakukan deteksi dini kasus risiko dan komplikasi pada masa kehamilan, masa persalinan, pascapersalinan, masa nifas, serta asuhan pascakeguguran dan dilanjutkan dengan rujukan.3 Sebagaimana pula tercantum dalam Permenkes RI Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi pada pasal 1 menyatakan bahwa pelayanan kesehatan adalah suatu kegiatan dan/serangkaian kegiatan pelayanan kesehatan yang bersifat promotive, preventif, kuratif dan rehabilitative; pelayanan kesehatan masa sebelum hamil adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian kegiatan yang ditujukan pada perempuan sejak saat remaja hingga saat sebelum hamil dalam rangkaian menyiapkan perempuan menjadi hamil sehat. Mengingat pentingnya peran dan fungsi bidan, hal ini melatar belakangi penulis untuk melakukan studi kasus melalui pendekatan Continuity of Midwifery care pada Ny. N di Puskesmas Kecamatan Cilincing.