Anda di halaman 1dari 14

GENDER DAN JENIS KELAMIN

Disusun Oleh :
FEBRINA PUTRI (1951000006)

Dosen mata kuliah :


Linda Sitepu, M.Psi, Psikolog

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS POTENSI UTAMA
MEDAN
2020
PEMBAHASAN

A. GENDER DAN JENIS KELAMIN

Jenis kelamin atau seks merupakan perbedaan kodrati yang bersifat biologis, berlaku
universal dan tidak dapat diubah, misalnya organ tubuh laki-laki dan perempuan. Sedangkan
Pembagian peran atau gender merupakan pembagian kedudukan atau tugas antara laki-laki dan
perempuan yang ditetapkan oleh masyarakat berdasarkan sifat yang dianggap pantas sesuai
norma-norma, adat istiadat, kepercayaan dan kebiasaan masyarakat.Menurut World Health
Organization(WHO), gender adalah sifat perempuan dan laki-laki, seperti norma, peran, dan
hubungan antara kelompok pria dan wanita, yang dikonstruksikan secara sosial. Gender dapat
berbeda antara satu kelompok dengan kelompok yang lainnya, serta dapat berubah seiring
waktu.Gender cenderung merujuk pada peran sosial dan budaya dari perempuan dan laki-laki di
dalam masyarakat tertentu. Sementara itu, seks atau jenis kelamin adalah perbedaan biologis
antara pria dan wanita dimana perbedaan biologis tersebut dapat dilihat dari alat kelamin serta
perbedaan genetik.

Istilah gender pada awalnya dikembangkan sebagai suatu analisis ilmu sosial oleh Aan
Oakley (1972), dan sejak saat itu menurutnya gender lantas dianggap sebagai alat analisis yang
baik untuk memahami persoalan diskriminasi terhadap kaum perempuan secara umum. Gender
berbeda dengan jenis kelamin (seks). Konsep seks atau jenis kelamin mengacu pada perbedaan
biologis pada perempuan dan laki-laki. Pada perbedaan antara tubuh laki-laki dan perempuan.
Dengan demikian manakala kita berbicara tentang perbedaan jenis kelamin maka kita akan
membahas perbedaan biologis yang umumnya dijumpai antara kaum laki-laki dan perempuan,
seperti perbedaan pada bentuk, tinggi serta berat badan, pada struktur organ reproduksi dan
fungsinya, pada suara, dan sebagainya.

1. JENIS KELAMIN DAN KOMPONEN BIOLOGIS

Konsep seks atau jenis kelamin mengacu pada perbedaan biologis antara perempuan dan
laki-laki, pada perbedaan tubuh antara laki-laki dan perempuan. Sebagaimana dikemukakan oleh
Moore dan Sinclair (1995: 117) “ Sex reffers to biological deferencer between man and woman,
the result of differences in the Chromosomes of the embryo”. Definisi konsep seks tersebut
menekankan pada perbedaan yang disebabkan oleh perbedaan kromosom pada janin.
Sebagaimana dikemukakan oleh Keshtan 1995, jenis kelamin bersifat biologis dan dibawa sejak
lahir sehingga tidak dapat di ubah. Sebagai contoh, hanya perempuan yang dapat hamil dan
hanya laki-laki yang menjadikan perempuan hamil.

Seks adalah karakteristik biologis seseorang yang melekat sejak lahir dan tidak bisa
diubah kecuali dengan operasi. Alat-alat tersebut menjadi dasar seseorang dikenali jenis
kelaminnya sebagai perempuan atau laki-laki.Pengertian seks atau jenis kelamin secara biologis
merupakan pensifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia yang ditentukan secara
biologis, bersifat permanen (tidak dapat dipertukarkan antara laki-laki dan perempuan), dibawa
sejak lahir dan merupakan pemberian Tuhan sebagai seorang laki-laki atau seorang perempuan.

Melalui penentuan jenis kelamin secara biologis ini maka dikatakan bahwa seseorang
akan disebut berjenis kelamin laki-laki jika ia memiliki penis, jakun, kumis, janggut, dan
memproduksi sperma. Sementara seseorang disebut berjenis kelamin perempuan jika ia
mempunyai vagina dan rahim sebagai alat reproduksi, memiliki alat untuk menyusui (payudara)
dan mengalami kehamilan dan proses melahirkan. Ciri-ciri secara biologis ini sama di semua
tempat, di semua budaya dari waktu ke waktu dan tidak dapat dipertukarkan satu sama lain

Perempuan memiliki hormon estrogen dan progesterone yang dihasilkan oleh indung
telur. Hasil dari kedua hormon tersebut yaitu menciptakan pengaruh pada penampilan kulit
perempuan yang lebih halus, pertumbuhan rambut yang lebih cepat, mengatur pubertas
perempuan, payudara yang menonjol, dan merangsang siklus menstruasi. Sedangkan pada laki-
laki hormon yang dihasilkan oleh testis yaitu hormon testosteron. Hormon ini dapat menciptakan
keadaan fisik laki- laki yaitu tumbuhnya bulu-bulu halus dan rambut pada wajah, suara yang
semakin berat, penghasil sperma dan lain sebagainya.Secara biologis komponen biologis tersebut
melekat pada laki-laki dan perempuan selamanya yang fungsinya tidak dapat dipertukarkan.

2. TEORI GENDER

Teori mengenai gender saya ambil dari Teori Psikoanalisa (sigmund Freud). Teori ini
pertama kali diperkenalkan oleh Sigmund Freud (1856-1939). Sigmund Freud menyatakan
“Anatomi adalah Takdir”. Teori ini mengungkapkan bahwa perilaku dan kepribadian laki-laki
dan perempuan sejak awal ditentukan oleh perkembangan seksualitas atau perbedaan gender
terletak pada faktor biologisnya. Dimana perbedaan variasi yang mencakup agresi, iri, rasional
dan ketergantungan muncul sebagai akibat dari respons emosional terhadap perbedaan struktur
fisik, baik laki-laki maupun perempuan. Menurut Freud mekanisme dasar kepribadian
berhubungan dengan orang tua yang berjenis kelamin sama(Friedman,2008). Perbedaaan
seksualitas dalam psikoanalis menjadi faktor penting dalam pembentukan kepribadian individu,
baik laki-laki maupun perempuan.

Freud menjelaskan kepribadian seseorang tersusun di atas tiga struktur komponen


penting, yaitu id, ego, dan superego yang saling berinteraksi. Tingkah laku seseorang menurut
Freud ditentukan oleh interaksi ketiga struktur itu. Id sebagai pembawaan sifat-sifat fisik biologis
sejak lahir. Id bagaikan sumber energi yang memberikan kekuatan terhadap kedua sumber
lainnya. Ego bekerja dalam lingkup rasional dan berupaya menjinakkan keinginan agresif dari id.
Ego berusaha mengatur hubungan antara keinginan subjektif individual dan tuntutan objektif
realitas sosial. Superego berfungsi sebagai aspek moral dalam kepribadian dan selalu
mengingatkan ego agar senantiasa menjalankan fungsinya mengontrol id (Nasaruddin Umar,
1999: 46).

Menurut Freud kondisi biologis seseorang adalah masalah takdir yang tidak dapat
dirubah. Pada tahap phallic stage, yaitu tahap seorang anak memperoleh kesenangan pada saat
mulai mengidentifikasi alat kelaminnya, seorang anak memperoleh kesenangan erotis dari penis
bagi anak laki-laki dan clitoris bagi anak perempuan. Pada tahap ini (usia 3-6 tahun)
perkembangan kepribadian anak laki-laki dan perempuan mulai berbeda. Perbedaan ini
melahirkan pembedaan formasi sosial berdasarkan identitas gender, yakni bersifat laki-laki dan
perempuan (Nasaruddin Umar, 1999: 41). Pada tahap phallic stage seorang anak laki-laki berada
dalam puncak kecintaan terhadap ibunya dan sudah mulai mempunyai hasrat seksual. Ia semula
melihat ayahnya sebagai saingan dalam memperoleh kasih sayang ibu. Tetapi karena takut
ancaman dari ayahnya, seperti dikebiri, ia tidak lagi melawan ayahnya dan menjadikannya
sebagai idola (model). Sebaliknya, ketika anak perempuan melihat dirinya tidak memiliki penis
seperti anak laki-laki, tidak dapat menolak kenyataan dan merasa sudah “terkebiri”. Ia
menjadikan ayahnya sebagai objek cinta dan menjadikan ibunya sebagai objek iri hati.
3. GEN, JENIS KELAMIN DAN GENDER

Ada banyak gen yang terlibat dalam pembentukan alat kelamin(seks) dan identitas gender
kita. Terdapat banyak pula gen yang terlibat dalam diferensiasi seksual seperti pembuatan organ
penis dan vagina. Secara anatomis antara laki-laki dan perempuan sudah jelas berbeda. Ditinjau
dari awal pertemuan antara ovum dan sperma yang berkembang menjadi embrio jenis kelamin
janin tersebut memang belum dapat diketahui dengan jelas. Namun setelah berkembang lebih
lanjut dan juga karena pengaruh sistem hormonal dan gen maka terbentuklah antara laki-laki dan
perempuan dengan sangat jelas perbedaannya.

Pada dasarnya manusia memiliki 46 kromosom. 23 kromosom diperoleh dari ibu dan 23
kromosom diperoleh dari ayah. Jadi manusia memiliki 22 pasang autosom dan 1 pasang
kromosom seks. Untuk perempuan akan memiliki kromosom XX, untuk laki-laki akan memiliki
kromosom XY.Sel telur hanya memiliki kromosom X, dan sel sperma memiliki kromosom X
atau Y. Jika sel sperma ayah memiliki kromosom X, maka akan terlahir bayi perempuan.
Namun, jika sel sperma ayah memiliki kromosom Y maka akan terlahir bayi laki-laki. Namun,
sekitar 1 dari 1000 bayi yang lahir memiliki kemungkinan kelainan genetik. Bisa berupa
sindroma XXY atau XYY, yang dapat memicu penyimpangan fisik. Pada sekitar minggu ke-6
sampai ke-8 janin akan tidak berkelamin dan berpotensi membentuk kelamin laki-laki atau
perempuan. Bentuk dasar tubuh dan otak manusia adalah perempuan (karena sel telur selalu
memiliki kromosom X) . Itulah mengapa laki-laki juga memiliki bentuk tubuh perempuan,
seperti puting dan payudara. Namun, selama kehamilan saat trimester pertama apa yang dialami
dan dimakan oleh ibu sangat berpengaruh pada perkembangan janin. Termasuk jenis kelamin
dan sistem otaknya. Beberapa makanan dan obat-obatan dapat memicu peningkatan hormon
tertentu. Juga disaat kehamilan seorang perempuan akan banyak berubah secara hormonal.Jika
gen janin adalah XX, namun otak memperoleh hormon testosterone lebih banyak. Maka bayi
akan terlahir perempuan dengan sistem otak laki-laki. Sebaliknya, jika gen janin XY sementara
suplai hormon testosteron tidak memenuhi standar seharusnya dan hormon perempuan lebih
dominan. Maka bayi cenderung lahir dengan bentuk fisik laki-laki dengan pola pikir dan
kemampuan perempuan. Ternyata kondisi sosial dan lingkungan juga mengambil peranan
penting dalam perkembangan anak. Jika dari kecil seorang anak laki-laki diperlakukan seperti
perempuan, atau sebaliknya. Maka akan berpengaruh penting pada perkembangan anak
selanjutnya.

Lingkungan keluarga adalah kunci utama dari sikap dan perilaku seseorang. Misal
seseorang yang pernah mempunyai trauma secara mental dan seksual, akan mempunyai peluang
besar terhadap penyimpangan seksualnya. Jika dari pihak keluarga tidak ada dukungan dan
pengertian, maka sangat sulit untuk menumbuhkan rasa percaya dirinya Seseorang yang
memiliki penyimpangan secara genetik atau perilaku, tidak seharusnya dikucilkan.Tapi alangkah
baiknya jika kita menerima apa yang sudah menjadi ketetapan untuk kita. Dan untuk orang tua
seharusnya mengawasi perkembangan seorang anak. Akan lebih mudah mengenalkan sesuatu
sejak dini. Termasuk kodrat perempuan dan laki-laki, cara berpakaian, cara berperilaku harusnya
sudah diarahkan sejak dini. Dan orang tua harusnya memberitahu kepada anak sedini mungkin
tentang perbedaan laki-laki dan perempuan. Berusaha tetap memberikan dukungan kepada anak
yang pernah mengalami trauma.

4. GANGGUANG PERKEMBANGAN SEKSUAL

Disorders of sex development (gangguan perkembangan jenis kelamin) didefinisikan


sebagai suatu keadaan perkembangan organ kelamin laki-laki atau perempuan yang berbeda dari
normalnya. Kondisi ini dapat terjadi karena kelainan dalam perkembangan kromosom seks,
gonad, atau anatomi organ kelamin. Gangguan dalam proses pembentukan organ kelamin ini
menyebabkan ketidak sempurnaan maupun fungsi organ kelamin.Gangguan perkembangan
organ kelamin tersebut dapat disebabkan oleh :

 faktor genetik yang menentukan gonad yang terbentuk. Faktor ini berperan pada fase
penentuan organ kelamin (sex determination)
 faktor gonad yang menentukan hormon apa yang akan bekerja. Faktor ini berperan pada
fase diferensiasi organ kelamin (sex differentiation)
 faktor hormonal yang menentukan fenotip (genitalia interna dan eksterna) apa yang akan
terbentuk.
Ketiga faktor tersebut sangat berperan dan berkesinambungan untuk terbentuk dan
sempurnanya organ kelamin.
5. KONFLIK ANTARA JENIS KELAMIN DAN BIOLOGIS GENDER : FENOMENA
TRANSGENDER

Transgender adalah kata yang digunakan untuk mendeskripsikan bagi orang yang
melakukan, merasa, berfikir atau terlihat berbeda dari jenis kelamin yang telah ditetapkan sejak
lahir. Salah satu penyebab Transgender adalah pengaruh hormonal dan gen yang membentuk
karakteristik kelamin manusia yang mengalami kelainan dan dorongan dari pengaruh
lingkungan. ini bukanlah penyakit mental. Mereka yang merasakan ketidaknyamanan dengan
gender-kelaminnya, akan melakukan operasi pergantian kelamin atau yang disebut dengan
transgender. Mereka yang berani melakukan transgender atau operasi penggantian kelamin,
bukanlah termasuk pada kategori penyuka sesama jenis (homoseksual /lesbian/gay) tetapi karena
memiliki kelainan pada orientasi seksualnya atau merasa terjebak pada jenis kelaminnya
tersebut.
6. TEORI PERKEMBANGAN GENDER

Dalam teori psikoanalisa dinyatakan bahwa seorang anak dalam usia prasekolah
cenderung mengalami ketertarikan pada orang tua yang berbeda jenis kelamin dengannya.
Namun ketika mengijak usia 5-6 tahun, anak tidak lagi tertarik pada orang tua yang berlawanan
jenis dengannya tetapi malah sebaliknya. Ia akan mengidentifikasikan dirinya dengan orang tua
yang memiliki jenis kelamin yang sama dengannya. Sehingga hal ini secara tidak sadar, ia akan
membuat dirinya sendiri memiliki perilaku gender yang sama dengan orang tua yang berjenis
kelamin sama dengannya.
Dalam teori kognitif sosial dijelaskan pula perkembangan gender diperoleh anak dari
hasil observasi dam imitasi dari perilaku gender yang dilihatnya. Namun peran reward dan
punishment tidak boleh lepar dari perkembangan gender anak, sehingga anak dapat mengerti dan
dapat menentukan mana perilaku gender yang pantas untuk jenis kelaminnya.

7. PENDEKATAN BIOLOGIS
Dimana banyak ditemukan perbedaan antara jenis kelamin yang dapat dilacak secara
biologis seperti genetis, sistem saraf dan aktivitas hormonal. Faktor Biologis seperti kromosom
dan hormon memiliki pengaruh terhadap perilaku manusia untuk jenis kelamin. Pendekatan
Biologis berpendapat bahwa perilaku sebagian diwariskan dan memiliki fungsi (atau evolusi)
adaptif. Misalnya minggu-minggu segera setelah kelahiran anak, tingkat testosteron pada ayah
hampir lebih dari 30%. Dalam pendekatan biologis menjelaskan bahwa setiap perilaku seseorang
mendapatkan pengaruh biologis. Seperti halnya pengaruh hormonal dalam tubuh dan sistem saraf
dipandang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap perilaku seseorang. Para ilmuan dalm
pendekatan biologis ini menelaah kontribusi gen dan hormon yang mempengaruhi
perkembangan kemampuan dan sifat kepribadian seseorang.

Menurut Sigmund Freud sendiri dalam teori psikoanalisa menyatakan bahwa “Anatomi
adalah Takdir”. Dimana Freud mengungkapkan bahwa perilaku dan kepribadian laki-laki dan
perempuan sejak awal ditentukan oleh perkembangan seksualitas atau perbedaan gender terletak
pada faktor biologisnya. Dimana perbedaan variasi yang mencakup agresi, iri, rasional dan
ketergantungan muncul sebagai akibat dari respons emosional terhadap perbedaan struktur fisik,
baik laki-laki maupun perempuan. Menurut Freud mekanisme dasar kepribadian berhubungan
dengan orang tua yang berjenis kelamin sama(Friedman,2008). Perbedaaan seksualitas dalam
psikoanalis menjadi faktor penting dalam pembentukan kepribadian individu, baik laki-laki
maupun perempuan.

B. PSIKOLOGI EVOLUSIONER

Psikologi evolusioner adalah salah satu cabang baru dalam psikologi yang mencoba
mempelajari potensi peran dari faktor genetis dalam beragam aspek dari
perilaku manusia.Cabang baru dari psikologi ini menyatakan bahwa manusia, seperti makhluk
hidup lainnya di planet bumi ini, telah mengalami proses evolusi biologis selama sejarah
keberadaannya, dan dari hasil proses ini manusia sekarang memiliki sejumlah besar mekanisme
psikologis yang merupakan hasil evolusi yang membantu manusia untuk tetap hidup atau
mempertahankan keberadaannya. Dalam kajian percobaan prediksi teoretis, psikologi
evolusioner telah memberikan penemuan dalam topik-topik, antara lain pola pernikahan,
persepsi kecantikan, kecerdasan, dan lain-lain. Akar sejarah dari psikologi evolusioner adalah
teori seleksi alam Charles Darwin. Perkembangan psikologi evolusioner sangat dipengaruhi oleh
perkembangan pesat dalam disiplin neurosains dan kognitif yang memberikan pemahaman yang
lebih komprehensif tentang otak manusia. Sudah bukan rahasia lagi, bahwa otak merupakan
pusat segala aktivitas manusia, baik yang sadar (seperti gerak tubuh) maupun tidak (seperti detak
jantung). Setiap bagian otak tertentu (sirkuit) bertanggung jawab pada aktivitas spesifik tertentu.
Ada yang mengatur bagian bahasa, memori, logika, sensori, dan lain sebagainya. Lalu, apa yang
bertanggung jawab dalam pembentukan otak? Ia adalah gen, yang secara turun temurun
diwariskan melalui reproduksi.

Singkatnya, jika otak dibentuk oleh gen yang diwariskan secara turun temurun dan terus
berevolusi sesuai seleksi, bukankah sangat memungkinkan perilaku manusia (sebagai hasil
aktivitas otak) juga sangat dipengaruhi oleh evolusi? Kita tidak ragu bahwa gen membentuk
anatomi tubuh, tetapi ketika gen diklaim bertanggung jawab pada perilaku? Rasa nyaman kita
sebagai manusia yang memiliki kehendak bebas sedikit terusik. Apakah kita bebas berperilaku?
Atau perilaku kita didikte oleh gen? Entahlah, perlu tulisan sendiri untuk mengupas masalah ini.

Psikologi evolusioner berusaha menjawab permasalahan psikologis dengan menggunakan


perspektif evolusi. Berusaha mendamaikan pengaruh bawaan gen (nature) dan pengaruh
lingkungan (nurture)  pada perilaku manusia. Tidak semua tindakan dikendalikan oleh gen, tapi
tidak ada satupun perilaku yang tidak melibatkan sel otak.

Psikologi evolusioner berasumsi bahwa karena problem adaptif itu banyak dan berbeda,
solusi yang sukses untuk satu problem adaptif berbeda dari solusi yang sukses untuk problem
adaptif lainnya, dan kesuksesan akan tergantung pada spesies, usia, jenis kelamin, konteks, dan
kondisi individual, maka mekanisme psikologis untuk memecahkan problem akan sangat
bervariasi dan kompleks (Buss, 1995a, h. 8). Semua perilaku yang kasat-mata akan dilandasi
oleh mekanisme psikologis selain oleh input (Buss, 1995a). Misalnya, jika seorang anak dan
seorang dewasa merespons secara berbeda stimulus yang sama, maka hal ini disebabkan karena
mereka memiliki mekanisme psikologis yang berbeda. Contoh lain, jika seorang pria dan wanita
mempunyai respons yang berbeda terhadap stimulus yang sama, hal itu disebabkan karena pria
dan wanita memiliki mekanisme psikologis yang berbeda. Mekanisme fisiologis dan juga
psikologis merupakan hasil proses evolusi dengan cara seleksi alami.
1. PENDEKATAN KOGNISI SOSIAL

Kognisi sosial adalah cara yang terjadi pada seorang individu untuk menganalisa,
mengingat, serta menggunakan informasi yang didapatkan dari kejadian-kejadian sosial. Artinya,
kognisi sosial merupakan cara kita berpikir tentang dunia sosial, mencoba memahaminya serta
bagaimana kita memahami diri kita sendiri di dalam dunia tersebut. Kognisi sosial memiliki
komponen dasar yang disebut dengan istilah skema. Skema adalah struktur mental yang
membantu seorang individu mengatur informasi sosial dan mengarahkan pemrosesannya. Skema
terletak di dalam otak dan terwujud dalam bentuk skenario di dalam otak kita. skema ini
berfungsi sebagai irganizer kognitif, artinya memberi kemampuan dalam membuat persepsi
tentang orang lain secara akurat dan membuat tafsiran atas perilaku mereka. Konsep skema
bertugas untuk membuat gambaran tentang bagaimana informasi sosial dipersepsikan dan
diorganisasikan secara selektif di dalam memori manusia. Pada dasarnya, manusia akan lebih
mudah dalam membuat kategori dan mengelompokkan informasi di sekitarnya, termasuk dalam
mengenali orang lain. Pengelompokan ini bisa berdasarkan pada karakteristik dan sifat-sifat yang
menonjol, seperti jenis kelamin, penampilan, ras, pekerjaan, dan lain sebagainya.

Adanya pendekatan kognitif yang menggabungkan antara elemen perkembangan kognitif


dan teori belajar sosial adalah teori skema gender (gender schema theory), yang mencoba
menggambarkan mekanisme kognitif bagaimana pembelajaran gender. Pendekatan kognitif
terhadap perkembangan gender telah memberikan konstribusi penting dengan mengeksploirasi
bagaimana anak berfikir mengenai gender dan apa yang mereka ketahui mengenai hal ini pada
usia yang berbeda.

2. TEORI PERAN SOSIAL

Teori peran (RoleTheory) adalah teori yang merupakan perpaduan antara teori,
orientasi,maupun disiplin ilmu. Selain dari psikologi, teori peran berawal dari sosiologi dan
antropologi (Sarwono, 2002). Dalam ketiga ilmu tersebut, istilah “peran” diambil dari dunia
teater. Dalam teater, seorang aktor harus bermain sebagai seorang tokoh tertentu dan dalam
posisinya sebagai tokoh itu ia diharapkan untuk berperilaku secara tertentu. Posisi aktor dalam
teater (sandiwara) itu kemudian dianologikan dengan posisi seseorang dalam masyarakat.
Sebagaimana halnya dalam teater, posisi orang dalam masyarakat sama dengan posisi aktor
dalam teater, yaitu bahwa perilaku yang diharapkan daripadanya tidak berdiri sendiri, melainkan
selalu berada dalam kaitan dengan adanya orang-orang lain yang berhubungan dengan orang atau
aktor tersebut. Dari sudut pandang inilah disusun teori-teori peran.

Menurut Robert Linton (1936) seorang antropolog, menyatakan bahwa teori peran
merupakan penggambarkan interaksi sosial dalam terminologi aktor-aktor yang bermain sesuai
dengan apa-apa yang ditetapkan oleh budaya. Sesuai dengan teori ini, harapan-harapan peran
merupakan pamahaman bersama kita untuk menuntun berperilaku dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut teori ini, seseorang yang mempunyai peran tertentu misalnya sebagai dokter,
mahasiswa, orang tua wanita, dan lain sebagainya, diharapkan agar seseorang tadi berperilaku
sesuai dengan peran tersebut. Mengapa seseorang mengobati orang lain karena ia adalah dokter.
Jadi statusnya adalah dokter maka ia harus mengobati pasien yang datang kepadanya. Perilaku
seseorang ditentukan oleh karena peran sosialnya.

C. DINAMIKA PSIKOLOGI DIBALIK PERBEDAAN GENDER

1. EMOSI

Menurut Chaplin (1989) dalam Dictionary of psychology, emosi adalah sebagai suatu
keadaan yang terangsang dari organisme mencakup perubahan-perubahan yang disadari, yang
mendalam sifatnya dari perubahan perilaku. Chaplin (1989) membedakan emosi dengan
perasaan-perasaan(feelings) adalah pengalaman disadari yang diaktifkan baik oleh perangsang.
eksternal maupun oeh bermacam-macam keadaan jasmaniah.

Teori emosi James-Lange, menurut teori ini emosi merupakan hasil persepsi seseorang
terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuh sebagai respons terhadap berbagai
rangsangan yang datang dari luar.James menyatakan bahwa emosi adalah ketika kita merasa
sedih,ketika menangis, marah, ketakutan. James dan Lange mengusulkan gagasan mengenai
rangkaian kejadian pada emosi. Individu menerima situasi dan menghasilkan emosi. Individu
bereaksi pada situasi dan memperhatikannya. Persepsi terhadap reaksi menjadi dasar untuk
emosi yang dirasakan. Pengalaman emosi dirasa terjadi setelah perubahan tubuh yang dilakukan
oleh sistem saraf otonom. Jadi jika seseorang misalnya melihat harimau, reaksinya adalah
peredaran darah makin cepat karena denyut jantung makin cepat, paru-paru lebih cepat
memompa udara dan sebagainya. Respon-respon tubuh ini kemudian dipersepsikan dan
timbullah rasa takut. Mengapa rasa takut yang timbul? Ini disebabkan oleh hasil pengalaman dan
proses belajar. Orang bersangkutan dari hasil pengalamannya mengetahui bahwa harimau adalah
makhluk yang berbahaya, karena itu debaran jantung dipersepsikan sebagai rasa takut. Emosi
menurut kedua ahli ini, terjadi adanya perubahan pada sistem vasomotor (otot-otot). Suatu
peristiwa dipersepsikan menimbulkan perubahan fisiologis dan perubahan psikologis yang
disebut emosi. Dengan kata lain menurut James-Lange, seseorang bukan tertawa karena senang,
melainkan ia senang karena tertawa.

2. EMPATI

Empati secara umum dijelaskan dengan arti ikut merasakan atau ikut memahami apa
yang dialami orang lain. Empati sendiri berasal dari kata empatheia yang berarti ikut merasakan.
Allport(1965) mendefenisikan empati sebagai perubahan imajinasi seseorang ke dalam pikiran,
perasaan, dan perilaku orang lain.

Titchener berpendapat bahwa seseorang tidak dapat memahami orang lain selama dia
tidak menyadari adanya proses mental dalam dirinya yang ditunjukkan kepada orang lain.
Seseorang benar-benar bisa melakukan hal ini bilamana dia melakukannya dengan pemahaman
yang mendalam, yang dalam istilah Tichener pemahamannya itu hingga berada “di dalam otot
pikiran” (in the mind’s muscle)Istilah tersebut digunakan untuk menjelaskan efek-efek psikologis
pada perceiver. Karena istilah empati merujuk pada bentuk respon wajah yang menunjukkan
perhatian terhadap objek lain.

Titchener meyakini bahwa pemahaman terhadap kondisi orang lain tidak akan tercapai
bila hal itu hanya dilakukan oleh pikiran saja, melainkan juga harus membayangkannya apabila
itu terjadi di dalam dirinya.Selanjutnya, Titchener menyatakan bahwa seseorang dapat meniru
kondisi orang lain atau membayangkan kondisi orang lain sebagaimana yang sesungguhnya
terjadi. Misalnya, Titchener percaya bahwa gambaran mental bertugas untuk mengolah
tanggapan di dalam otak seolah-olah yng bersangkutan mengalaminya (Allport,1965) Menurut
Titchener (1915) empati adalah sesuatu yang penting dalam imajinasi, di mana Titchener sering
kali mempertentangkannya dengan memori. Empati membantu kita memahami fenomena-
fenomena yang membingungkan seperti fenomena ilusi visual. Karena ketika seseorang
berempati dia sedang melakukan diskusi dengan dirinya sendiri, antara dirinya dengan orang
lain, dan antara dirinya dengan lingkungannya. Proses diskusi ini menempatkan kita dalam alam
kesadaran, yaitu kesadaran atas kondisi kita, kondisi orang lain, dan situasi di sekitar kita. Oleh
karena itu, seseorang yang berempati akan terhindar dari ilusi visual yang mungkin terjadi dalam
interaksinya dengan orang lain.

Empati ternyata tak hanya terbentuk dari pengalaman, tetapi juga gen. sebuah studi yang
dipimpin oleh University of Cambridge menyimpulkan bahwa wanita cenderung lebih berempati
daripada pria. Perbedaan jenis kelamin berpengaruh karena ada beberapa faktor seperti pengaruh
hormon secara biologis atau sosialisasi yang keduanya berbeda pada kedua jenis kelamin.

3. PERILAKU MENYIMPANG

Perilaku menyimpang atau yang biasa disebut dengan penyimpangan sosial adalah
perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan, baik dalam sudut pandang
kemanusiaan(agama) secara individu maupun pembenarannya sebagai bagian daripada makhluk
sosial. Menurut James Vender Zender, perilaku menyimpang adalah perilaku yang dianggap
sebagai hal tercela serta diluar batas-batas toleransi oleh sejumlah orang. Orang tua memiliki
peran penting dalam mengarahkan sikap dan mental anak agar jauh dari perilaku
penyimpangan.Terutama saat anak masih kanak-kanak, orang tua harus mengawasi serta
mengarahkan anak untuk berperilaku sebagaimana jenis kelamin yang ia miliki. Dan mengawasi
anak agar tidak bertindak seperti lawan jenisnya sehingga anak jauh dari yang namanya
penyimpangan gender.

4. KEMAMPUAN KOGNISI

Perilaku menyimpang atau yang biasa disebut dengan penyimpangan sosial adalah
perilaku yang tidak sesuai dengan nilai-nilai kesusilaan dan kepatutan, baik dalam sudut pandang
kemanusiaan(agama) secara individu maupun pembenarannya sebagai bagian daripada makhluk
sosial. Menurut James Vender Zender, perilaku menyimpang adalah perilaku yang dianggap
sebagai hal tercela serta diluar batas-batas toleransi oleh sejumlah orang. Orang tua memiliki
peran penting dalam mengarahkan sikap dan mental anak agar jauh dari perilaku
penyimpangan.Terutama saat anak masih kanak-kanak, orang tua harus mengawasi serta
mengarahkan anak untuk berperilaku sebagaimana jenis kelamin yang ia miliki. Dan mengawasi
anak agar tidak bertindak seperti lawan jenisnya sehingga anak jauh dari yang namanya
penyimpangan gender.

Anda mungkin juga menyukai