Pertama-tama penulis mengucapkan puji syukur kehadirat tuhan yang maha esa,
sebab telah memberikan rahmat dan karunianya serta kesehatan kepada penulis,
sehingga mampu menyelesaikan tugas rutin berkelompok. Tugas ini dibuat untuk
memenuhi salah satu mata kuliah penulis yaitu “Pendidikan Agama Islam”
Tugas ini disusun dengan harapan dapat menambah pengetahuan dan wawasan kita
semua khususnya dalam hal Pendidikan Agama Islam. Penulis menyadari bahwa
tugasini masih jauh dari kesempurnaan, apabila dalam tugas ini terdapat banyak
kekurangan dan kesalahan, penulis mohon maaf karna sesungguhnya pengetahuan dan
pemahaman penulis masih terbatas , karna keterbatasan ilmu dan pemahaman penulis
yang belum seberapa.
Karena itu penulis sangat menantikan saran dan kritik dari pembaca yang sifatnya
membangun guna menyempurnakan tugas ini. Penulis berharap semoga tugas ini dapat
bermanfaat bagi pembaca dan bagi penulis khususnya. Atas perhatian nya penulis
mengucapkan terima kasih .
i
Daftar Isi
Kata Pengantar---------------------------------------------------------------------------------i
Daftar Isi---------------------------------------------------------------------------------------ii
Bab I Pendahuluan
A. Latar Belakang-------------------------------------------------------------------------1
B. Rumusan Masalah---------------------------------------------------------------------1
C. Manfaat----------------------------------------------------------------------------------1
A. Kesimpulan--------------------------------------------------------------------------12
B. Saran ---------------------------------------------------------------------------------12
Daftar Pustaka--------------------------------------------------------------------------------13
ii
BAB 1
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang Masalah
Jika kita berbicara tentang hukum, yang terlintas dalam pikiran kita adalah peraturan-
peraturan atau seperangkat norma yang mengatur tingkah laku manusia dalam suatu
masyarakat, yang dibuat dan ditegakkan oleh penguasa atau manusia itu sendiri seperti hukum
adat, hukum pidana dan sebagainya. Kehadiran agama Islam yang dibawa Nabi Muhammad
Saw diyakini dapat menjamin terwujudnya kehidupan manusia yang sejahtera lahir dan batin.
Petunjuk-petunjuk agama mengenai berbagai kehidupan manusia, sebagaimana terdapat di
dalam sumber ajarannya, Alquran dan Hadis, tampak amat ideal dan agung.
Sumber ajaran islam adalah segala sesuatu yang melahirkan atau menimbulkan aturan yang
mempunyai kekuatan yang bersifat mengikat yang apabila dilanggar akan menimbulkan sanksi
yang tegas dan nyata (Sudarsono, 1992:1). Dengan demikian sumber ajaran islam ialah segala
sesuatu yang dijadikan dasar, acuan, atau pedoman syariat islam. Ajaran Islam adalah
pengembangan agama Islam. Agama Islam bersumber dari Al-Quran yang memuat wahyu
Allah dan al-Hadis yang memuat Sunnah Rasulullah. Komponen utama agama Islam atau unsur
utama ajaran agama Islam (akidah, syari’ah dan akhlak) dikembangkan dengan rakyu atau akal
pikiran manusia yang memenuhi syarat runtuk mengembangkannya. Mempelajari agama Islam
merupakan fardhu ’ain , yakni kewajiban pribadi setiap muslim dan muslimah, sedang
mengkaji ajaran Islam terutama yang dikembangkan oleh akal pikiran manusia, diwajibkan
kepada masyarakat atau kelompok masyarakat.
2. Rumusan Masalah
Adapun yang menjadi fokus permasalahan yang akan dibahas sebagai berikut:
1) Apa Pengertian Hukum Islam ?
2) Apa Tujuan Hukum Islam ?
3) Apa Sifat dan Fungsi Hukum Islam?
4) Jelaskan Sumber-sumber Hukum Islam ?
3. Manfaat
Sebagai bahan yang dapat memberikan suatu wacana bagi kita agar dapat mengenal
berbagai macam landasan hukum yang berkaitan dengan Syari’at Islam.
1
BAB 2
RINGKASAN BUKU
Yang artinya :
“Sesungguhnya kami telah menurunkan kitab kepadamu dengan membawa kebanaran, supaya
kamu dapat dan hukum kepada manusia dengan apa yang telah allah wahyukan kepadamu”
Setiap apapun yang disyariatkan oleh allah bagi manusia, maka hal itu menuntun
kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
2
Orang yang menegakkan syariat adalah orang yang membentuk kepribadian dan akhlaknya
kepada penciptaNya, makhluk, dan alam sekitarnya. Orang yang berakhlak demikian akan
mampu mengelola hawa nafsu melakukan tindakan kriminal.
3
kebiasaan terpuji, dan menjalankan berbagai ketentuan dharuri dengan cara yang palinbg
sempurna.
4
Qauliyah, Sunnah filiyah dan Sunnah taqririyah. Pada prinsipnya fungsi sunnah terhadap Al-
Qur’an sebagai penganut hukum yang ada dalam Al-Qur’an.Sebagai penganut hukum yang ada
dalam Al-Qur’an,sebagai penjelasan/penafsir/pemerinci hal-hal yang masih global.Sunnah dapat
juga membentuk hukum sendiri tentang suatu hal yang tidak disebutkan dalam Al-Qur’an.Dalam
sunnah terdapat unsur-unsur sanad (keseimbangan antar perawi),matan (isi materi) dan rowi
(periwayat). Dilihat dari segi jumlah perawinya sunnah dapat dibagi kedalam tiga kelompok
yaitu :
1. Sunnah Mutawattir : sunnah yang diriwayatkan banyak perawi
2. Sunnah Masyur : sunnah yang diriwayatkan 2 orang atau lebih yang tidak mencapai
tingkatan mutawattir
3. Sunnah ahad : sunnah yang diriwayatkan satu perawi saja.
Pembagian hadist dapat pula dilakukan melalui pembagian berdasarkan rawinya dan
berdasarkan sifat perawinya.
1. Matan, teks atau bunyi yang lengkap dari hadist itu dalam susunan kalimat yang tertentu.
2. Sanad, bagian yangg menjadi dasar untuk menentukan dapat di percaya atau tidaknya
sesuatu hadist. Jadi tentang nama dan keadaan orang-orang yang sambung-bersambung
menerima dan menyampaikan hadist tersebut, dimulai dari orang yang memberikannya
sampai kepada sumbernya Nabi Muhammad SAW yang disebut rawi.
Ditinjau dari sudut periwayatnya ( rawi ) maka hadist dapat di golongkan ke dalam empat
tingakatan yaitu:
1. Hadist mutawir, hadist yang diriwayatkan oleh kaum dari kaum yang lain hingga sampai
pada Nabi Muhammad SAW.
2. Hadist masyur, hadist yang diriwayatkan oleh sejumlah orang, kemudian tersebar luas. Dari
nabi hanya diberikan oleh seorang saja atau lebih.
3. Hadist ahad, hadist yang diriwayatkan oleh satu, dua atau lebih hingga sampai kepada nabi
muhammad.
4. Hadist mursal, hadist yang rangkaian riwayatnya terputus di tengah-tengah,se hingga tidak
sampai kepada Nabi Muhammad SAW.
c. Al-Ijma’
5
Ijma’ menurut hukum islam pada prinsipnya ijma’ adalah kesepakatan beberapa ahli istihan
atau sejumlah mujtahid umat islam setelah masa rasulullah tentang hukum atau ketentuan
beberapa masa yang berkaitan dengan syariat atau suatu hal. Ijma merupakan salah satu upaya
istihad umat islam setalah qiyas.
Kata ijma’ berasal dari kata jam’ artinya maenghimpun atau mengumpulkan. Ijma’
mempunyai dua makna, yaitu menyusun mengatur suatu hal yang tak teratur,oleh sebab itu
berarti menetapkan memutuskan suatu perkara,dan berarti pula istilah ulama fiqih (fuqaha). Ijma
berati kesepakatan pendapat di antara mujtahid, atau persetujuan pendapat di antara ulama fiqih
dari abad tertentu mengenai masalah hukum.
Apabila di kaji lebih mendalam dan mendasar terutama dari segi cara melakukannya, maka
terdapat dua macam ijma’ yaitu :
1. Ijma’ shoreh (jelas atau nyata) adalah apabila ijtihad terdapat beberapa ahli ijtihad atau
mujtahid menyampaikan ucapan atau perbuatan masing-masing secara tegas dan jelas
2. Ijma’ sukuti (diam atau tidak jelas) adalah apabila beberapa ahli ijtihad atau sejumlah
mujtahid mengemukakan pendapatnya atau pemikirannya secara jelas.
Apabila ditinjau dari segi adanya kepastian hukum tentang suatu hal, maka ijma’ dapat
digolongkan menjadi :
1. Ijma’ qathi yaitu apabila ijma’ tersebut memiliki kepastian hukum ( tentang suatu hal)
2. Ijma’ dzanni yaitu ijma’ yang hanya menghasilkan suatu ketentuan hukum yang tidak pasti.
Pada hakikatnya ijma’ harus memiliki sandaran, danya keharusan tersebut memiliki
beberapa aturan yaitu : Pertama: bahwa bila ijma’ tidak mempunyai dalil tempat
sandarannya, ijma’ tidak akan sampai kepada kebenaran. Kedua: bahwa para sahabat
keadaanya tidak akan lebih baik keadaan nabi, sebagaimana diketahui, nabi saja tidak pernah
menetapkan suatu hukum kecuali berdasarkan kepada wahyu. Ketiga: bahwa pendapat
tentang agama tanpa menggunakan dalil baik kuat maupun lemah adalah salah.kalau mereka
sepakat berbuat begitu berati mereka sepakat berbuat suatu kesalahan yang demikian tidak
mungkin terjadi. Keempat: bahwa pendapat yang tidak didasarkan kepada dalil tidak dapat
diketahui kaitannya dengan hukum syara’ kalau tidak dapat dihubungkan kepada syara’ tidak
wajib diikuti.
6
d. Al-Qiyas
Qiyas ialah menyamakan suatu peristiwa yang tidak ada hukumnya dalam nash kepada
kejadian yang lain yang hukumnya dalam nash karena adanya kesamaan dua kejadian dalam illat
hukumnya.Seterusnya dalam perkembangan hukum islam kita jumpai qiyas sebagai sumber
hukum yang keempat. Arti perkataan bahasa arab “Qiyas” adalah menurut bahasa ukuran,
timbangan. Persamaan (analogy) dan menurut istilah ali ushul fiqih mencari sebanyak mungkin
persamaan antara dua peristiwa dengan mempergunakan cara deduksi (analogical deduction).
Yaitu menciptakan atau menyalurkan atau menarik suatu garis hukum yang baru dari garis
hukum yang lama dengan maksud memakaiakan garis hukum yang baru itu kepada suatu
keadaan, karena garis hukum yang baru itu ada persamaanya dari garis hukum yang
lama.Sebagai contoh dapat dihadirkan dalam hal ini yaitu surat Al-Maidah ayat 90,yakni :
“ hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk
berhala) mengundi nasb dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan.
Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.”(QS.Al-Maidah :
ayat 90)
Menurut ketentuan nash, khamar dilarang karena memabukkan da dampak negatifnya akan
menyebabkan rusaknya badan, pikiran dan pergaulan. Dengan demikian sifat memabukkan
dimiliki sebagai sebab bagi ketentuan hukum haram. Hal ini dapat diqiyaskan bahwa setiap
minuman yang memabukkan haram hukumnya jadi dilarang di dalam hukum islam.[5]
2. Hukum taklifi
Hukum taklifi adalah ketentuan-ketentuan untuk menuntut para mukalaf untuk mengerjakan
atau meninggalkan sesuatu.Hukum taklifi ada empat,yaitu wajib,mandub,haram,dan makruh
a) Wajib
7
Wajib dalam hukum Islam adalah ketentuan yang menuntut para mukallaf untuk
melakukannya dan ancaman dosa bagi yang meninggalkannya. Tuntutan tersebut biasanya
dinyatakan dengan kalimat yang bermakna wajib dan fardhu ,Seperti pada surah an
Nisa'ayat 24:
َ فَ َما ا ْستَ ْمتَ ْعتُ ْم بِ ٖه ِم ْنه َُّن فَ ٰاتُوْ ه َُّن اُجُوْ َره َُّن فَ ِر ْي
ًضة
Artinya:"istri-istri yang telah kamu campuri diantara mereka berikanlah mas kawinnya
sebagai pemberian wajib".
Kemudian ada kalanya dinyatakan dengan bentuk perintah, seperti ayat 43 surah Al-
Baqarah:
َواَقِ ْي ُموا الص َّٰلوةَ َو ٰاتُوا ال َّز ٰكوةَ َوارْ َكعُوْ ا َم َع الرَّا ِك ِعيْن. َ
Artinya:" Dan laksanakanlah salat, tunaikanlah zakat, dan rukuklah beserta orang yang
rukuk".
b) Mandub
Mandub adalah ketentuan-ketentuan syari' tentang berbagai Amaliah yang harus
dikerjakan mukallaf dengan tuntutan yang tidak mengikat.Pelakunya di beri imbalan pahala
tanpa ancaman dosa bagi yang meninggalkannya.
Seperti pada surah Al-Baqarah 282:
يَا أَيُّهَا الَّ ِذينَ آ َمنُوا إِ َذا تَدَايَ ْنتُ ْم بِ َد ْي ٍن إِلَ ٰى أَ َج ٍل ُم َس ّمًى فَا ْكتُبُو ۚه
Artinya :"Wahai orang-orang yang beriman jika kalian berhutang piutang waktu
tertentu,makaw hendak lah kalian mencatat nya".
Penggalan ayat ini melahirkan ketentuan untuk menulis hutang-piutang dengan
tuntutan wajib, karena dinyatakan dengan shighat al-amri,akan tetapi pernyataan berikut
dari ayat yang sama, membuat tuntutan tersebut tidak mengikat, sehingga hukum
mencatat hutang-piutang menjadi mandub.
c) Haram
Haram adalah tuntutan syari' kepada mukallaf untuk meninggalkan dengan tuntutan yang
mengikat, beserta imbalan pahala bagi yang menaatinya,dan balasan dosa bagi yang
melanggarnya.Tuntutan tersebut biasanya dinyatakan dalam bentuk kalimat larangan, seperti
ayate 3 surah Al-maidah :
ت َعلَ ْي ُك ُم ْال َم ْيتَةُ َوال َّد ُم َولَحْ ُم ْال ِخ ْن ِزي ِْر َو َمٓا اُ ِه َّل لِ َغي ِْر هّٰللا ِ بِ ٖه
ْ ُح ِّر َم
8
Artinya:"Diharamkan bagi kamu bangkai, darah dan daging babi,dan apa-apa yang
disembelih selain nama Allah".
Dengan kata lain , seperti pada surah Al-baqarah 229 yang artinya : "Tidak halal bagi
kamu untuk mengambil sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepada mereka (mas
kawin). Bisa juga larangan itu dengan fi'il nahyi (kata kerja yang bermakna larangan) seperti
pada Ayat 32 surah al-isra':
َواَل تَ ْق َربُوا ال ِّز ٰن ٓى ِانَّهٗ َكانَ فَا ِح َشةً ۗ َو َس ۤا َء َسبِ ْياًل
Artinya:"Janganlah kalian mendekati perbuatan zina, karena perbuatan tersebut sangatlah
keji dan jalan yang amat buruk".
Bisa pula dengan fi'il Amri (kata kerja perintah) yang berbentuk perintah untuk menjauhi
atau meninggalkannya.Seperti pada Ayat 90 surat Al-Maidah :
َصابُ َوااْل َ ْزاَل ُم ِرجْ سٌ ِّم ْن َع َم ِل ال َّشي ْٰط ِن فَاجْ تَنِبُوْ هُ لَ َعلَّ ُك ْم تُ ْفلِحُوْ ن
َ ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُ ْٓوا اِنَّ َما ْال َخ ْم ُر َو ْال َمي ِْس ُر َوااْل َ ْن
d) Makruh
Makruh menurut jamruh fuqaha' adalah ketentuan-ketentuan Syara' yang menuntut
mukallaf untuk meninggalkan nyaw,dengan tuntutan yang tidak mengikat.Meninggalkan
perbuatan makruh memperoleh imbalan pahala, sementara pelanggaran terhadap ketentuan
ketentuan tersebut tidak menimbulkan konsekuensi ancaman apa apa.Seperti pada 101 surah
Al maidah:
د لَ ُك ْم تَس ُْؤ ُك ْمœَ لُوْ ا ع َْن اَ ْشيَ ۤا َء اِ ْن تُ ْبœََٔۚ ٰيٓاَيُّهَا الَّ ِذ ْينَ ٰا َمنُوْ ا اَل تَسْٔـ
Artinya:"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah kamu menanyakan (kepada Nabimu)
hal-hal yang jika diterangkan kepadamu (justru) menyusahkan kamu".
Penggalan kalimat merupakan shighat (nahyi) yang menimbulkan pengertian hukum
haram, yakni haram bertanya tentang berbagai hal.
1. Hukum Takhyiri
9
Hukum tajhyiri sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya adalah ketentuan-ketentuan
Tuhan yang member peluang bagi mukallaf untuk memilih atau meninggalkan. Dalam
pembahasan ilmu ushul, hokum takhyiri biasa disebut dengan mubah. As-syaukani mengatakan
bahwa dalamhal ini melakukan perbuatan tersebut tidak memperoleh jaminan pahala dan tidak
terancam dosa. Seperti telihat pada ayat 173 surah Al-Baqarah:
اœœ َّد َم إِنَّ َمœةَ َوالœَر ْال َم ْيتœ ُ
ِ œاغ َواَل فَ َم ِن اضْ طُ َّر َغ ْي َر َو َما أ ِه َّل بِ ِه لِ َغي ِْر هَّللا ِ ۖ َولَحْ َم ْال ِخ ْن ِزي
ٍ ََر ِحي ٌم َغفُو ٌر َعلَ ْي ِه ۚ إِ َّن هَّللا َ عَا ٍد فَاَل ِإ ْث َم ب
َح َّر َم َعلَ ْي ُك ُم
Artinya : “Sesungguhnya Allah hanya mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi,
dan binatang yang (ketika disembelih) disebut (nama) selain Allah. Tetapi barangsiapa dalam
keadaan terpaksa (memakannya) sedang dia tidak menginginkannya dan tidak (pula)
melampaui batas, maka tidak ada dosa baginya. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang.”
2. Hukum Wadhi’
Hukum Wadhi’, sebagaimana telah ddijelaskan asy-syaukani adalah ketentuan-ketentuan
yang ditetapkan syari’untuk menentukan ada atau tidak adanya hokum takfili. Berdasarkan hasil
penelaahan Abu Zahrah sebagaimana asy-syaukani berpendirian bahwa hokum wadhi itu hanya
ada tiga yaitu saba, mani dan syarath.
1) Sabab. Seperti masuknya waktu shalat yang menjadi sabab adanya kewajiban shalat tersebut.
2) Syarath. Syarath terbagi menjadi dua yaitu syarath yang menyempurnakan sebab kewajiban
zakat dan sayarat yang menyempurnakan musabbab seperti wuduk, menutup aurat dan
menghadap kiblat dalam shalat merupakan syarat sahnyab shalat.
3) Mani. Mani merupakan suatu keadaan atau perbuatan hokum yang dapat menghalangi
perbuatan hokum lain. Adanya mani dapat membuat ketentuan lain menjadi tidak dapat
dijalankan. Misalnya kurangnya jumlah nishab menjadi penghalang wajibnya zakat.
Dari definisi diatas, kedua hokum tersebut mempunyai hubungan yang asangat erat. Jika
hukujm takfili adalah ketentuan Allah yang bersifat perintah, larangan atau memilih antara
melaksanakan atau meninggalkan maka hukm wadhi adalah yang menjelaskan tentang hokum
takfili. Maksudnya jika hokum takfili menjelaskan bahwa shalat wajib bagi umat muslim maka
hokum wadhi’menjelaskan bahwa terbenamnya matahari menjadi sebab tanda bagi wajibnya
mukallaf menunaikan shalat wajib maghrib.
10
BAB 3
PENUTUP
11
1. Kesimpulan
Hukum menurut bahasa berarti menetapkan sesuatu atau tidak menetapkannya. Hukum
islam adalah hukum yang bersumber dan menjadi bagian dari agama islam. Dengan
demikian sumber hukum Islam adalah segala sesuatu yang dijadikan dasar, acuan atau
pedoman syari’atislam.
Sumber-sumber Hukum Islam
1) Al Qur’an
Sedangkan secara terminologi (syariat), Alquran adalah Kalam Allah ta’ala yang
diturunkan kepada Rasul dan penutup para Nabi-Nya.
2) As-Sunah atau Hadist
Sunnah menurut istilah syara’ ialah perkataan dan perbuatannya, nabi Muhammad saw
3) Al-Ijmak (kesepakatan ulil amri)\
Dan menurut ilmu fikih, ijmak artinya, kesatuan pendapat dari ahli-ahli hukum (ulama-
ulama fikih) islam dalam satu masalah dalam satu masa dan wilayah tertentu.
4) Qiyas
Qiyas menurut bahasa berarti mengukur, memperbandingkan, atau mempersamakan
sesuatu dengan lainnya dikarenakan adanya persamaan. Sedang menurut istilah qiyas
ialah menetapkan hukum sesuatu yang belum ada ketentuan hukumnya dalam nash
dengan mempersamakan sesuatu yang telah ada status hukumnya dalam nash.
2. Saran
Tujuan diciptakannya hukum islam tersebut oleh Allah SWT kepada seluruh umat islam
adalah tujuan Allah SWT menciptakan hukum islam adalah agar umat manusia dalam
menjalankan kehidupannya dapat memperoleh manfaat, tidak kacau dan tidak tersesat.
Melatih ketundukan seorang muslim kepada perintah dan larangan Allah SWT. Maka dari
itu Pentingnya pengetahuan dalam mempelajari tentang ilmu islam sangat dibutuhkan agar
kita dapat lebih tau dan belajar banyak dari hal tersebut serta sebagai muslim itu menjadi
nilai plus untuk kita sendiri.
Daftar Pustaka
12
Matondang Husnel Anwar, Islam Kaffah Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan
Tinggi,Unimed:Perdana Publishin,2007.
13
14