Anda di halaman 1dari 25

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan rahmat
serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan Makalah
Pencemaran Laut ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya.

Makalah ini berisikan tentang pengetahuan mengenai pencemaran laut, sumber


pencmar,dampak pencemar dan langkah konkret untuk mengatasi dampak
pencemaran tersebut serta kebijakan-kebijakan untuk mengatasi perihal tersebut.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik
dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini.

       Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah
SWT. senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin

Malang, 21 April 2013

     Penyusun

DAFTAR ISI
 

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Pencemaran Laut

2.2 Penyebab Pencemaran Laut

2.2.1 Pencemaran oleh minyak

2.2.2 Pencemaran oleh logam berat

2.2.3 Pencemaran oleh sampah

2.2.4 Pencemaran oleh pestisida

2.2.5 Pencemaran akibat proses Eutrofikasi

2.2.6 Pencemaran akibat peningkatan keasaman

2.2.7 Pencemaran akibat polusi kebisingan

2.3 Dampak pencemaran laut

2.3.1 Logam berat

2.3.2 Tumpahan minyak

2.3.3 Sampah

2.3.4 Pestisida

2.3.5 Eutrofikasi
2.3.6 Peningkatan keasaman

2.3.7 Polusi kebisingan

2.4 Pencegahan dan penanggulangan terjadinya pencemaran laut

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

DAFTAR PUSTAKA

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada mulanya orang berfikir bahwa dengan melihat luasnya lautan, maka semua hasil
buangan sampah dan sisa-sisa industri yang berasal dari aktifitas manusia di daratan
seluruhnya dapat di tampung oleh lautan tanpa menimbulkan suatu akibat yang
membahayakan. Bahan pencemar yang masuk ke dalam lautan akan diencerkan dan
kekuatan mencemarnya secara perlahan-lahan akan diperlemah sehingga membuat
mereka menjadi tidak berbahaya. Dengan makin cepatnya pertumbuhan penduduk
dunia dan makin meningkatnya lingkungan industri mengakibatkan makin banyak
bahan-bahan yang bersifat racun yang dibuang ke laut dalam jumlah yang sulit untuk
dapat dikontrol secara tepat.

Air laut adalah suatu komponen yang berinteraksi dengan lingkungan daratan, di
mana buangan limbah dari daratan akan bermuara ke laut. Selain itu air laut juga
sebagai tempat penerimaan polutan (bahan cemar) yang jatuh dari atmosfir. Limbah
tersebut yang mengandung polutan kemudian masuk ke dalam ekosistem perairan
pantai dan laut. Sebagian larut dalam air, sebagian tenggelam ke dasar dan
terkonsentrasi ke sedimen, dan sebagian masuk ke dalam jaringan tubuh organisme
laut (termasuk fitoplankton, ikan, udang, cumi-cumi, kerang, rumput laut dan lain-
lain).

Kemudian, polutan tersebut yang masuk ke air diserap langsung oleh fitoplankton.
Fitoplankton adalah produsen dan sebagai tropik level pertama dalam rantai makanan.
Kemudian fitoplankton dimakan zooplankton. Konsentrasi polutan dalam tubuh
zooplankton lebih tinggi dibanding dalam tubuh fitoplankton karena zooplankton
memangsa fitoplankton sebanyak-banyaknya. Fitoplankton dan zooplankton dimakan
oleh ikan-ikan planktivores (pemakan plankton) sebagai tropik level kedua. Ikan
planktivores dimangsa oleh ikan karnivores (pemakan ikan atau hewan) sebagai
tropik level ketiga, selanjutnya dimangsa oleh ikan predator sebagai tropik level
tertinggi.

Ikan predator dan ikan yang berumur panjang mengandung konsentrasi polutan dalam
tubuhnya paling tinggi di antara seluruh organisme laut. Kerang juga mengandung
logam berat yang tinggi karena cara makannya dengan menyaring air masuk ke dalam
insangnya setiap saat dan fitoplankton ikut tertelan. Polutan ikut masuk ke dalam
tubuhnya dan terakumulasi terus-menerus dan bahkan bisa melebihi konsentrasi yang
di air.

Polutan tersebut mengikuti rantai makanan mulai dari fitoplankton sampai ikan
predator dan pada akhirnya sampai ke manusia. Bila polutan ini berada dalam
jaringan tubuh organisme laut tersebut dalam konsentrasi yang tinggi, kemudian
dijadikan sebagai bahan makanan maka akan berbahaya bagi kesehatan manusia.
Karena kesehatan manusia sangat dipengaruhi oleh makanan yang dimakan. Makanan
yang berasal dari daerah tercemar kemungkinan besar juga tercemar. Demikian juga
makanan laut (seafood) yang berasal dari pantai dan laut yang tercemar juga
mengandung bahan polutan yang tinggi.

Salah satu polutan yang paling berbahaya bagi kesehatan manusia adalah logam
berat. WHO (World Health Organization) atau Organisasi Kesehatan Dunia dan FAO
(Food Agriculture Organization) atau Organisasi Pangan Dunia merekomendasikan
untuk tidak mengonsumsi makanan laut (seafood) yang tercemar logam berat. Logam
berat telah lama dikenal sebagai suatu elemen yang mempunyai daya racun yang
sangat potensil dan memiliki kemampuan terakumulasi dalam organ tubuh manusia.
Bahkan tidak sedikit yang menyebabkan kematian.

Pencemaran laut merupakan suatu ancaman yang benar-benar harus ditangani secara
sungguh-sungguh. Untuk itu, kita perlu mengetahui apa itu pencemaran laut,
bagaimana terjadinya pencemaran laut, serta apa yang solusi yang tepat untuk
menangani pencemaran laut tersebut.
1.2 Rumusan Masalah

a)    Apa yang dimaksud dengan pencemaran laut?

b)    Apa yang menjadi sumber dan bahan pencemaran laut?

c)    Apa saja dampak dari pencemaran laut?

d)    Apa saja kasus Pencemaran Laut yang pernah terjadi di Indonesia dan di dunia?

e)    Bagaimana cara mencegah dan menanggulangi terjadinya pencemaran laut dan


kebijakan untuk menangani perihal tersebut?

1.3 Tujuan

            Tujuan dari pembuatan makalah ini yaitu, untuk mengetahui


semua informasitentang pencemaran laut mulai dari definisinya, sumber, serta bahan-
bahan yang mencemari laut, dampak pencemaran laut , cara penanggulangan dan
kebijakan yang diterapkan untuk mengatasi perihal pencemaran laut dan kasus-kasus
pencemaran laut yang pernah terjadi di Indonesia dan di dunia?

2. PEMBAHASAN

2.1 PengertianPencemaran Laut

            Pencemaran laut didefinisikan sebagai peristiwa masuknya partikel kimia,


limbah industri, pertanian dan perumahan, kebisingan, atau penyebaran organisme
invasif (asing) ke dalam laut, yang berpotensi memberi efek berbahaya.

            Dalam sebuah kasus pencemaran, banyak bahan kimia yang berbahaya


berbentuk partikel kecil yang kemudian diambil oleh plankton dan binatang dasar,
yang sebagian besar adalah pengurai ataupun filter feeder (menyaring air). Dengan
cara ini, racun yang terkonsentrasi dalam laut masuk ke dalam rantai makanan,
semakin panjang rantai yang terkontaminasi, kemungkinan semakin besar pula kadar
racun yang tersimpan. Pada banyak kasus lainnya, banyak dari partikel kimiawi ini
bereaksi dengan oksigen, menyebabkan perairan menjadi anoxic. Sebagian besar
sumber pencemaran laut berasal dari daratan, baik tertiup angin, terhanyut maupun
melalui tumpahan.

2.2Penyebab Pencemaran Laut

2.2.1 Pencemaran oleh minyak

            Saat ini industri minyak dunia telah berkembang pesat, sehingga kecelakaan
kecelakaan yang mengakibatkan tercecernya minyak dilautan hamper tidak bisa
dielakkan. Kapal tanker mengangkut minyak mentah dalam jumlah besar tiap tahun. 
Apabila terjadi pencemaran miyak dilautan, ini akan mengakibatkan minyak
mengapung diatas permukaan laut yang akhirnya terbawa arus dan terbawa ke pantai.

Contoh kecelakaan kapal yang pernah terjadi :

a)    Torrey canyon dilepas pantai Inggris 1967mengakibatkan 100.000 burung mati

b)    Showa maru di selat Malaka pada tahun 1975

c)    Amoco Cadiz di lepas pantai Perancis 1978

            Pencemaran minyak mempunyai pengaruh luas terhadap hewan dan tumbuh


tumbuhan yang hidup disuatu daerah. Minyak yang mengapung berbahaya bagi
kehidupan burung laut yang suka berenang diatas permukaan air. Tubuh burung akan
tertutup minyak. Untuk membersihkannya, mereka menjilatinya. Akibatnya mereka
banyak minum minyak dan mencemari diri sendiri. Selain itu, mangrove dan daerah
air payau juga rusak. Mikroorganisme yang terkena pencemaran akan segera
menghancurkan ikatan organik minyak, sehingga banyak daerah pantai yang terkena
ceceran minyak secara berat telah bersih kembali hanya dalam waktu 1 atau 2 tahun.

Gambar 1. Tumpahan minyak di laut                                   

2.2.2 Pencemaran oleh logam berat

             Logam berat ialah benda padat atau cair yang mempunyai berat 5 gram atau
lebih untuk setiap cm3, sedangkan logam yang beratnya kurang dari 5 gram adalah
logam ringan.
      Logam berat, seperti merkuri (Hg), timbal (Pb), arsenik (As), kadmium (Cd),
kromium (Cr), seng (Zn), dan nikel (Ni), merupakan salah satu bentuk materi
anorganik yang sering menimbulkan berbagai permasalahan yang cukup serius pada
perairan. Penyebab terjadinya pencemaran logam berat pada perairan biasanya
berasal dari masukan air yang terkontaminasi oleh limbah buangan industri dan
pertambangan.

            Jenis-Jenis Industri Pembuang Limbah yang Mengandung Logam Berat :

Kertas                          : Cr, Cu, Hg, Pb, Ni, Zn

Petro-chemical           : Cd, Cr, Hg, Pb, Sn, Zn

Pengelantang              : Cd, Cr, Hg, Pb, Sn, Zn

Pupuk                          : Cd, Cr, Cu, Hg, Pb, Ni, Zn

Kilang minyak             : Cd, Cr, Cu, Pb, Ni, Zn

Baja                             : Cd, Cr, Cu, Hg, Pb, Ni, Sn, Zn

Logam bukan besi      : Cr, Cu, Hg, Pb, Zn

Kendaraan bermotor   : Cd, Cr, Cu, Hg, Pb, Sn, Zn

Semen, keramik         : Cr

Tekstil                          : Cr

Industri kulit                 : Cr

Pembangkit listrik tenaga uap : Cr, Zn

            Logam berat memiliki densitas yang lebih dari 5 gram/cm3 dan logam berat
bersifat tahan urai. Sifat tahan urai inilah yang menyebabkan logam berat semakin
terakumulasi di dalam perairan. Logam berat yang berada di dalam air dapat masuk
ke dalam tubuh manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Logam berat
di dalam air dapat masuk secara langsung ke dalam tubuh manusia apabila air yang
mengandung logam berat diminum, sedangkan secara tidak langsung apabila
memakan bahan makanan yang berasal dari air tersebut. Di dalam tubuh manusia,
logam berat juga dapat terakumulasi dan menimbulkan berbagai bahaya terhadap
kesehatan.

Gambar 2. Laut tercemar logam berat


A.   Contoh kasus pencemaran akibat logam berat di Indonesia

            Teluk Buyat, terletak di Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, adalah lokasi


pembuangan limbah tailing (lumpur sisa penghancuran batu tambang) milik PT.
Newmont Minahasa Raya (NMR). Sejak tahun 1996, perusahaan asal Denver, AS,
tersebut membuang sebanyak 2.000 ton limbah tailing ke dasar perairan Teluk Buyat
setiap harinya. Sejumlah ikan ditemui memiliki benjolan semacam tumor dan
mengandung cairan kental berwarna hitam dan lendir berwarna kuning keemasan.
Fenomena serupa ditemukan pula pada sejumlah penduduk Buyat, dimana mereka
memiliki benjol-benjol di leher, payudara, betis, pergelangan, pantat dan kepala.

B.   Contoh kasus pencemaran akibat logam berat di Jepang

            Kasus minamata yang terjadi dari tahun 1953 sampai 1975 telah
menyebabkan ribuan orang meninggal dunia akibat pencemaran mercury di Teluk
Minamata Jepang. Industri Kimia Chisso menggunakan mercury khlorida (HgCl2)
sebagai katalisator dalam memproduksi acetaldehyde sintesis di mana setiap
memproduksi satu ton acetaldehyde menghasilkan limbah antara 30-100 gr mercury
dalam bentuk methyl mercury (CH3Hg) yang dibuang ke laut Teluk Minamata.

      Methyl mercury ini masuk ke dalam tubuh organisme laut baik secara langsung
dari air maupun mengikuti rantai makanan. Kemudian mencapai konsentrasi yang
tinggi pada daging kerang-kerangan, crustacea dan ikan yang merupakan konsumsi
sehari-hari bagi masyarakat Minamata. Konsentrasi atau kandungan mercury dalam
rambut beberapa pasien di rumah sakit Minamata mencapai lebih 500 ppm.
Masyarakat Minamata yang mengonsumsi makanan laut yang tercemar tersebut
dalam jumlah banyak telah terserang penyakit syaraf, lumpuh, kehilangan indera
perasa dan bahkan banyak yang meninggal dunia.

2.2.3 Pencemaran oleh sampah

            Plastik telah menjadi masalah global. Sampah plastik yang dibuang, terapung
dan terendap di lautan. 80% (delapan puluh persen) dari sampah di laut adalah
plastik,  sebuah komponen yang telah dengan cepat terakumulasi sejak akhir Perang
Dunia II.  Massa plastik di lautan diperkirakan yang menumpuk hingga seratus juta
metrik ton.
            Plastik dan turunan lain dari limbah plastik yang terdapat di laut berbahaya
untuk satwa liar dan perikanan. Organisme perairan dapat terancam akibat terbelit,
sesak napas, maupun termakan.

            Jaring ikan yang terbuat dari bahan plastik, kadang dibiarkan atau hilang di
laut. Jaring ini dikenal sebagai hantu jala  sangat membahayakan lumba-lumba,
penyu, hiu, dugong, burung laut, kepiting, dan makhluk lainnya. Plastik yang
membelit membatasi gerakan, menyebabkan luka dan infeksi, dan menghalangi
hewan yang perlu untuk kembali ke permukaan untuk bernapas.

            Sampah yang mengandung kotoran minyak juga dibuang kelaut melalui


sistem daerah aliran sungai (DAS). Sampah-sampah ini kemungkinan mengandung
logam berat dengan konsentrasi yang tinggi. Tetapi umumnya mereka kaya akan
bahan-bahan organik, sehingga akan memperkaya kandungan zat-zat makanan pada
suatu daerah  yang tercemar yang membuat kondisi lingkungan menjadi lebih baik
bagi pertumbuhan mikroorganisme.

            Aktifitas pernafasan dari organisme ini membuat makin menipisnya


kandungan oksigen khususnya pada daerah estuarin. Hal tersebut akan berpengaruh
besar pada kehidupan tumbuh-tumbuhan dan hewan yang hidup di daerah tersebut.
Pada keadaan yang paling ekstrim, jumlah spesies yang ada didaerah itu akan
berkurang secara drastis dan dapat mengakibatkan bagian dasar dari estuarin
kehabisan oksigen. Sehingga mikrofauna yang dapat hidup disitu hanya dari golongan
cacing saja. Jenis-jenis sampah kebanyakan termasuk golongan yang mudah hancur
dengan cepat, sehingga pencemaran yang disebabkannya tidak merupakan suatu
masalah besar diperairan terbuka.

Gambar 3. Pencemaran laut oleh sampah

2.2.4 Pencemaran oleh pestisida

            Kerusakan yang disebabkan oleh pestisida adalah bersifat akumulatif. Mereka


sengaja ditebarkan ke dalam suatu lingkungan dengan tujuan untuk mengontrol hama
tanaman atau organism-organisme lain yang tidak diinginkan. Idealnya pestisida ini
harus mempunyai spesifikasi yang tinggi yaitu dapat membunuh organism-organisme
yang tidak dikehendaki tanpa merusak hewan lainnya, tetapi pada kenyataannya
pestisida bisa membunuh biota air yang ada di laut.

            Beberapa pestisida yang dipakai kebanyakan berasal dari suatu grup bahan
kimia yang disebut Organochloride. DDT termasuk dalam grup ini. Pestisida jenis ini
termasuk golongan yang mempunyai ikatan molekul yang sangat kuat dimana
molekul-molekul ini kemungkinan dapat bertahan di alam sampai beberapa tahun
sejak mereka mulai dipergunakan. Hal itu sangat berbahaya karena dengan
digunakannya golongan ini secara terus menerus akan membuat mereka menumpuk
di lingkungan dan akhirnya mencapai suatu tingkatan yang tidak dapat ditolerir lagi
dan berbahaya bagi organism yang hidup didaerah tersebut.

            Hewan biasanya menyimpan organochloride di dalam tubuh mereka.


Beberapa organisme air termasuk ikan dan udang ternyata menumpuk bahan kimia
didalam jaringan tubuhnya.

            Ketika pestisida masuk ke dalam ekosistem laut, mereka segera diserap ke


dalam jaring makanan di laut. Dalam jarring makanan, pestisida ini dapat
menyebabkan mutasi, serta penyakit, yang dapat berbahaya bagi hewan laut , seluruh
penyusun rantai makanan termasuk manusia.

Gambar 4. Pencemaran laut akibat pestisida

2.2.5 Pencemaran akibat proses Eutrofikasi

            Peristiwa Eutrofikasi adalah kejadian peningkatan/pengkayaan nutrisi,


biasanya senyawa yang mengandung nitrogen atau fosfor, dalam ekosistem. Hal ini
dapat mengakibatkan peningkatan produktivitas primer (ditandai peningkatan
pertumbuhan tanaman yang berlebihan dan cenderung cepat membusuk). Efek lebih
lanjut termasuk penurunan kadar oksigen, penurunan kualitas air, serta tentunya
menganggu kestabilan populasi organisme lain.

            Muara merupakan wilayah yang paling rentan mengalami eutrofikasi karena


nutrisi yang diturunkan dari tanah akan terkonsentrasi.  Nutrisi ini kemudian dibawa
oleh air hujan masuk ke lingkungan laut , dan cendrung menumpuk di muara.

            The World Resources Institute telah mengidentifikasi 375 hipoksia


(kekurangan oksigen) wilayah pesisir di seluruh dunia. Laporan ini menyebutkan
kejadian ini terkonsentrasi di wilayah pesisir di Eropa Barat, Timur dan pantai
Selatan Amerika Serikat, dan Asia Timur, terutama di Jepang. Salah satu contohnya
adalah meningkatnya alga merah (red tide) secara signifikan yang membunuh ikan
dan mamalia laut serta menyebabkan masalah pernapasan pada manusia dan beberapa
hewan domestik. Umumnya terjadi saat organisme mendekati ke arah pantai.

2.2.6 Pencemaran akibat peningkatan keasaman

            Dewasa ini sangat banyak kegiatan manusia yang menyebabkan polusi udara,
tanah dan air, yang disebabkan oleh limbah pabrik, industri, asap kendaraan, dan
banyak lagi. Salah satu contoh adalah semakin banyak karbon dioksida memasuki
atmosfer bumi, maka karbondioksida yang kita hasilkan sehari-hari dapat
menyebabkan hujan asam dan juga meningkatkan kadar keasaman laut menjadi lebih
asam. Potensi peningkatan keasaman laut dapat mempengaruhi kemampuan karang
dan hewan bercangkang lainnya untuk membentuk cangkang atau rangka. Perubahan
iklim juga akan berdampak buruk pada ekosistem di lautan . Jika air laut semakin
memanas, maka akan terjadi peningkatan keasaman laut, dan terumbu karang adalah
yang paling rentan menghadapi peningkatan keasaman ini .

            Menurut Dr. Nerilie Abrahams dari Universitas Nasional Australia, terumbu
karang seperti sedang mencatat kematiannya sendiri. Jumlah Karbon Dioksida yang
dipompakan ke atmosfer sebetulnya mengubah keasaman laut, dan membuat lebih
asam lagi. Bahayanya adalah tentu saja seluruh terumbu karang akan hancur dan larut
karena asam tadi. Persoalan perubahan suhu maupun berbagai perubahan lain yang
dialami lautan sebetulnya bukanlah sesuatu yang luar biasa. Di masa lalu hal ini
sudah barangkali terjadi, nemun perbedaannya adalah saat ini perubahan suhu
tersebut dipicu oleh campur tangan manusia, jadi bukan karena sebab alami

Gambar 5. Terumbu karang yang rusak

2.2.7 Pencemaran akibat polusi kebisingan

            Kehidupan laut dapat rentan terhadap pencemaran kebisingan atau suara dari
sumber seperti kapal yang lewat, survei seismik eksplorasi minyak, dan frekuensi
sonar angkatan laut. Perjalanan suara lebih cepat di laut daripada di udara. Hewan
laut, seperti paus, cenderung memiliki penglihatan lemah, dan hidup di dunia yang
sebagian besar ditentukan oleh informasi akustik. Hal ini berlaku juga untuk banyak
ikan laut yang hidup lebih dalam di dunia kegelapan. Dilaporkan bahwa antara tahun
1950 dan 1975, ambien kebisingan di laut naik sekitar sepuluh desibel (telah
meningkat sepuluh kali lipat).

Sumber suara di laut antara lain :

1.    Sumber alami

            Suara di laut yang timbul akibat proses alami terbagi dalam dua yaitu proses
fisika serta proses biologi. Proses fisika ini antara lain : aktivitas tektonik, gunung api
dan gempa bumi, angin, gelombang. Sedangkan contoh dari aktivitas biologis
misalnya suara dari mamalia laut dan ikan.

2.    Lalu lintas kapal

            Banyak dari kapal-kapal yang beroperasi di laut menimbulkan kebisingan


yang berpengaruh pada ekosistem laut dan umumnya berada pada batasan suara
1000Hz. Kapal-kapal Tanker Besar yang beroperasi mengangkut minyak biasanya
mengeluarkan suara dengan level 190 desibel atau sekitar 500Hz. Sedangkan untuk
ukuran kapal yang lebih kecil biasanya hanya menimbulkan gelombang suara
sekitar160-170 desibel. Kapal-kapal ini menimbulkan sejenis tembok virtual yang
disebut “white noise” yang memiliki kebisingan konstan. White noise dapat
menghalangi komunikasi antara mamalia di laut sampai batas untuk area yang lebih
kecil. Selain kapal Tanker juga Kapal-kapal besar lainnya sejenis Cargo yang
membawa petikemas memiliki kebisingan yang cukup menimbulkan pencemaran
suara di laut.

3.    Eksplorasi dan Ekspoitasi Gas dan Minyak

            Kegiatan eksplorasi dan ekspoitasi gas dan minyak banyak menggunakan
survei seismik, pembangunan anjungan minyak/rig, pengeboran minyak, dll.
Kebanyakan dari survei seismik saat ini menggunakan airguns sebagai sumber suara,
alat ini merupakan alat berisi udara yang memproduksi sinyal akustik dengan cepat
mengeluarkan udara terkompresi ke dalam kolom air. Metoda tersebut dapat
menciptakan suara dengan intensitas sampai dengan 255 desibel. Pengaruhnya
terhadap hewan lainnya juga dapat menimbulkan kerusakan pendengaran akibat dari
tekanan air yang ditimbulkan. Seperti layaknya penggunaan dinamit, airguns juga
berpengaruh terhadap pendengaran manusia secara langsung. Pulsa sinyal akustik ini
dapat menimbulkan konflik terhadap mamalia laut, seperti misalnya paus jenis
mysticete, sperm, dan beaked yang menggunakan frekuensi suara yang rendah.

            Begitu juga dalam aktivitas pembangunan rig dan pengeboran minyak dimana
dalam operasionalnya setiap hari banyak menghasilkan suara serta menimbulkan
kebisingan yang beresiko bagi mamalia laut.

4.    Penelitian Oseanografi dan Perikanan

            Pernah diadakan survei dengan menggunakan Acoustic Thermography of


Ocean Climate (ATOC) dimana digunakan kanal suara untuk memperlihatkan rata-
rata temperatur laut. Sistem ini digunakan untuk penelitian mengenai faktor
temperatur laut. Akibatnya terhadap hewan-hewan di laut terbukti bahwa mereka
bergerak menjauh (terutama Paus jenis tertentu) namun selang beberapa saat mereka
kembali untuk mencari makanan. Deruman dari Speaker yang dipasang berkekuatan
220 desibel tepat di sumbernya, dan terdeteksi sampai dengan 11000 mil jauhnya.

            Dari penyebab diatas terdapat juga penyebab lainnya yang tidak disebutkan di
sini, salah satunya adalah kegiatan perikanan para nelayan yang menggunakan
peledak atau pukat harimau yang tidak hanya menimbulkan polusi suara namun juga
merusak secara langsung ekosistem di laut itu sendiri.

5.    Kegiatan militer

            Ada beberapa aktivitas yang dilakukan militer yang menghasilkan sumber
suara yang menimbulkan kebisingan di laut. Salah satu contohnya yaitu aktivitas
kapal naval milik US.Army yang menggunakan sonar aktif ketika berlatih dan dalam
aktivitas rutin. Angkatan Laut Amerika (NAVY) pernah mengembangkan suatu
sistem yang dinamakan Low Frequency Active Sonnars (LFA) untuk keperluan
militernya. Dalam penggunaannya, terbukti bahwa terdapat beberapa efek negatif
terhadap kehidupan dan perilaku mamalia di lautan. Terhadap ikan paus efek tersebut
ternyata mengganggu jalur migrasi dan untuk jenis ikan paus biru dan ikan paus sirip
adalah terhentinya proses komunikasi satu sama lain. Bahkan setelah melalui
beberapa penelitian, maka pengunaan LFA tersebut juga berpengaruh terhadap
kesehatan manusia. Beberapa penyelam NAVY yang menerima transmisi dari sekitar
160 desibel akibat sistem tersebut terbukti terkena gangguan seperti vertigo,
gangguan terhadap gerakan tubuh serta gangguan di daerah perut dan dada.

            Bukti-bukti lainnya dari pengaruh akibat sonar yang dihasilkan ini di sebutkan
oleh Vonk and Martin (1989), Simmonds and Lopez-Jurado (1991), Frantzis (1998)
dan Frantzis and Cebrian (1999) mereka menganggap bunyi keras yang ditimbulkan
oleh aktifitas militer ini telah menyebabkan terdamparnya paus jenis beaked di Pulau
Canary dan Laut Ionia. Selain itu paus jenis sperm mengalami perubahan kelakuan
dalam vokalisasi dalam merespons sonar ini.

            Pendamparan lainnya terjadi pada bulan maret 2000 di Bahama, 17 mamalia
laut( termasuk 2 spesies paus jenis beaked dan minke). Pendamparan ini terjadi akibat
latihan militer Amerika yang menggunakan sonar.
2.3Dampak pencemaran laut

2.3.1 Logam berat

            WHO (World Health Organization) atau Organisasi Kesehatan Dunia dan


FAO (Food Agriculture Organization) atau Organisasi Pangan Dunia
merekomendasikan untuk tidak mengonsumsi makanan laut (seafood) yang tercemar
logam berat. Logam berat telah lama dikenal sebagai suatu elemen yang mempunyai
daya racun yang sangat potensil dan memiliki kemampuan terakumulasi dalam organ
tubuh manusia. Bahkan tidak sedikit yang menyebabkan kematian.

            Bahaya yang Dapat Ditimbulkan oleh Logam Berat di dalam Tubuh


Manusia :Barium (Ba): Dalam bentuk serbuk, mudah terbakar pada temperatur ruang.
Jangka panjang, menyebabkan naiknya tekanan darah dan terganggunya sistem
syaraf.

·           Cadmium (Cd): Dalam bentuk serbuk mudah terbakar. Beracun jika terhirup
dari udara atau uap. Dapat menyebabkan kanker. Larutan dari kadmium sangat
beracun. Jangka panjang, terakumulasi di hati, pankreas, ginjal dan tiroid, dicurigai
dapat menyebabkan hipertensi

·            Kromium (Cr): Kromium hexavalen bersifat karsinogenik dan korosif pada


jaringan tubuh. Jangka panjang, peningkatan sensitivitas kulit dan kerusakan pada
ginjal

·           Timbal (Pb): Beracun jika termakan atau terhirup dari udara atau uap. Jangka
panjang, menyebabkan kerusakan otak dan ginjal; kelainan pada kelahiran

·           Raksa (Hg): Sangat beracun jika terserap oleh kulit atau terhirup dari uap.
Jangka panjang, beracun pada sistem syaraf pusat, dapat menyebabkan kelainan pada
kelahiran.

·             Perak (Ag): Beracun. Jangka panjang, pelunturan abu-abu permanen pada


kulit, mata dan membran mukosa (mucus)

2.3.2 Tumpahan minyak

             Minyak yang mengapung berbahaya bagi kehidupan burung laut yang suka
berenang diatas permukaan air. Tubuh burung akan tertutup minyak. Untuk
membersihkannya, mereka menjilatinya. Akibatnya mereka banyak minum minyak
dan mencemari diri sendiri serta dapat menyebabkan keracunan pada burung tersebut.

2.3.3 Sampah
           Banyak hewan yang hidup pada atau di laut mengonsumsi plastik karena tak
jarang plastik yang terdapat di laut akan tampak seperti makanan bagi hewan laut.
Plastik tidak dapat dicerna dan akan terus berada pada organ pencernaan hewan ini, 
sehingga menyumbat saluran pencernaan dan menyebabkan kematian melalui
kelaparan atau infeksi. Selain berpengaruh terhadap kesehatan biota laut, adanya
sampah dilaut juga nerpengaruh terhadap kesehatan manusia. Penyakit yang paling
sederhana seperti gatal-gatal pada kulit setelah bersentuhan dengan air laut, dll.

2.3.4 Pestisida

            Pengaruh pestisida terhadap kehidupan organisme air :

v  Penumpukan pestisida dalam jaringan tubuh, bersifat racun dan dapat


mempengaruhi system syaraf pusat.

v  Bahan aktifnya selain bisa membunuh organism perairan (ikan) juga dapat
merubah tingkah laku ikan dan menghambat perkembangan telur moluska dan juga
ikan.

v  Daya racun berkisar dari rendah-tinggi. Moluska cenderung lebih toleran terhadap
racun pestisida dibandingkan dengan Crustacea dan teleostei (ikan bertulang sejati),
dll.

2.3.5 Eutrofikasi

           Eutrofikasi adalah perairan menjadi terlalu subur sehingga terjadi ledakan
jumlah alga dan fitoplankton yang saling berebut mendapat cahaya untuk fotosintesis.
Karena terlalu banyak maka alga dan fitoplankton di bagian bawah akan mengalami
kematian secara massal,  serta terjadi kompetisi dalam mengonsumsi O2 karena
terlalu banyak organisme pada tempat tersebut. Sisa respirasi menghasilkan banyak
CO2 sehingga kondisi perairan menjadi anoxic dan menyebabkan kematian massal
pada hewan-hewan di perairan tersebut.

2.3.6 Peningkatan keasaman

            Selain menyebabkan kerusakan pada terumbu karang, kehidupan laut


terpengaruh karena perubahan itu, khususnya hewan dan tumbuhan yang memiliki
tulang karbonat kalsium dan yang menjadi sumber makanan bagi penghuni laut
lainnya. Satu miliar orang yang bergantung pada ikan sebagai sumber utama
penghasil protein akan terkena dampak dari peningkatan keasama laut tersebut.
2.3.7 Polusi kebisingan

           Gangguan bunyi-bunyi dapat saja menghasilkan frekuensi atau intensitas yang
dapat berbentrokan atau bahkan menghalangi suara/bunyi biologi yang penting, yang
menjadikan tidak terdeteksi oleh mamalia laut. Padahal seperti diketahui bahwa
suara-suara biologi ini penting seperti untuk mencari mangsa, navigasi, komunikasi
antara ibu dan anak, untuk manarik perhatian, atau melemahkan mangsa.

           

2.4Pencegahan dan penanggulangan terjadinya pencemaran laut

            Upaya pencegahan maupun penanggulangan pemcemaran laut telah diatur


oleh pemerintah dalam PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN
DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT :

a.    Pencegahan terjadinya pencemaran laut

Berikut ini adalah beberapa cara yang dapat dilakukan untuk mencegah pencemaran
laut :

Ø  Tidak membuang sampah ke laut

Ø  Penggunaan pestisida secukupnya

Ø  Yang paling sering di temukan pada saat pembersihan pantai dan laut adalah
puntung rokok. Selalu biasakan untuk tidak membuang puntung rokok di sekitar laut.

Ø  Kurangi penggunaan plastik

Ø  Jangan tinggalkan tali pancing, jala atau sisa sampah dari kegiatan memancing di
laut.

Ø  Setiap industri atau pabrik menyediakan Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL)

Ø  Menggunakan pertambangan ramah lingkungan, yaitu pertambangan tertutup.

Ø  Pendaurulangan sampah organik

Ø  Tidak menggunakan deterjen fosfat, karena senyawa fosfat merupakan makanan


bagi tanaman air seperti enceng gondok yang dapat menyebabkan terjadinya
pencemaran air.

Ø  Penegakan hukum serta pembenahan kebijakan pemerintah


b.    Penanggulangan pencemaran laut :

Ø  Melakukan proses bioremediasi, diantaranya melepaskan serangga untu


menetralisir  pencemaran laut yang disebabkan oleh tumpahan minyak dari ledakan
ladang minyak.

Ø  Fitoremediasi dengan menggunakan tumbuhan yang mampu menyerap logam


berat juga ditempuh. Salah satu tumbuhan yang digunakan tersebut adalah pohon api-
api (Avicennia marina). Pohon Api-api memiliki kemampuan akumulasi logam berat
yang tinggi.

Ø  Melakukan pembersihan laut secara berkala dengan melibatkan peran serta


masyarakat

            Usaha yang dapat dilakukan untuk menanggulangi dan mengurangi tingkat


pencemaran laut diantaranya adalah :

1.    Meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya laut bagi   

kehidupan.

2.  Menggalakkan kampanye untuk senantiasa menjaga dan melestarikan laut beserta


isinya.

3. Tidak membuang sampah ke sungai yang bermuara ke laut.

4. Tidak menggunakan bahan-bahan berbahaya seperti bom, racun, pukat harimau,


dan lain-lain yang mengakibatkan rusaknya ekosistem laut.

5.Tidak menjadikan laut sebagai tempat pembuangan limbah produksi pabrik yang
akan mencemari laut.

Konvensi Internasional yang menangani regulasi mengenai Pencemaran laut


berdasarkan catatan Rusmana (2012) adalah

A. United Nation Covention on the Law of the Sea 1982 (UNCLOS)                    
Konvensi Hukum Laut 1982 adalah merupakan puncak karya dari PBB tentang
hukum laut, yang disetujui di montego Bay, Jamaica tanggal 10 Desember
1982[9].  Konvensi Hukum Laut 1982 secara lengkap mengatur perlindungan dan
pelestarian lingkungan laut (protection and preservation of the marine environment)
yang terdapat dalam Pasal 192-237.
Pasal 192 berbunyi : yang menegaskan bahwa setiap Negara mempunyai kewajiban
untuk melindungi dan melestarikan lingkungan laut. Pasal 193 menggariskan prinsip
penting dalam pemanfaatan sumber daya di lingkungan laut, yaitu prinsip yang
berbunyi : bahwa setiap Negara mempunyai hak berdaulat untuk mengeksploitasi
sumber daya alamnya sesuai dengan kebijakan lingkungan mereka dan sesuai dengan
kewajibannya untuk melindungi dan melestarikan lingkungan laut.

Konvensi Hukum Laut 1982 meminta setiap Negara untuk melakukan upaya-upaya
guna mencegah (prevent), mengurangi (reduce), dan mengendalikan (control)
pencemaran lingkungan laut dari setiap sumber pencemaran, seperti pencemaran dari
pembuangan limbah berbahaya dan beracun yang berasal dari sumber daratan (land-
based sources), dumping, dari kapal, dari instalasi eksplorasi dan eksploitasi. Dalam
berbagai upaya pencegahan, pengurangan, dan pengendalian pencemaran lingkungan
tersebut setiap Negara harus melakukan kerja sama baik kerja sama regional maupun
global sebagaimana yang diatur oleh Pasal 197-201 Konvensi Hukum Laut 1982.

B.  International Conventions on Civil Liability for Oil       Pollution                        


Damage 1969 (Civil Liability Convention)

     Konvensi Internasional Mengenai Pertanggungjawaban Perdata Terhadap


Pencemaran Minyak di Laut (International Convention on Civil Liability for Oil
Pollution Damage). CLC 1969 merupakan konvensi yang mengatur tentang ganti rugi
pencemaran laut oleh minyak karena kecelakaan kapal tanker. Konvensi ini berlaku
untuk pencemaran lingkungan laut di laut territorial Negara peserta. Dalam hal
pertanggungjawaban ganti rugi pencemaran lingkungan laut maka prinsip yang
dipakai adalah prinsip tanggung jawab mutlak.

C.   Convention on the Prevention of Marine Pollution by Dumping of  

Wastes and Other Matter 1972 (London Dumping Convention)

London Dumping Convention merupakan Konvensi Internasional untuk mencegah


terjadinya Pembuangan (dumping), yang dimaksud adalah pembuangan limbah yang
berbahaya baik itu dari kapal laut, pesawat udara ataupun pabrik industri. Para
Negara konvensi berkewajiban untuk memperhatikan tindakan dumping tersebut.
Dumping dapat menyebabkan pencemaran laut yang mengakibatkan ancaman
kesehatan bagi manusia, merusak ekosistem dan mengganggu kenyamanan lintasan di
laut.

Beberapa jenis limbah berbahaya yang mengandung zat terlarang diatur dalam
London Dumping Convention adalah air raksa, plastik, bahan sintetik, sisa residu
minyak, bahan campuran radio aktif dan lain-lain. Pengecualian dari tindakan
dumping ini adalah apabila ada “foce majeur”, yaitu dimana pada suatu keadaan
terdapat hal yang membahayakan kehidupan manusia atau keadaan yang dapat
mengakibatkan keselamatan bagi kapal-kapal.

D.   The International Covention on Oil Pollution Preparedness  

Response And Cooperation 1990 (OPRC)

OPRC adalah sebuah konvensi kerjasama internasional menanggulangi pencemaran


laut dikarenakan tumpahan minyak dan bahan beracun yang berbahaya. Dari
pengertian yang ada, maka dapat kita simpulkan bahwa Konvensi ini dengan cepat
memberikan bantuan ataupun pertolongan bagi korban pencemaran laut tersebut,
pertolongan tersebut dengan cara penyediaan peralatan bantuan agar upaya pemulihan
dan evakuasi korban dapat ditanggulangi dengan segera.

E.    International Convention for the Prevention of Pollution from Ships


1973 (Marine Pollution)

Marpol 73/78 adalah konvensi internasional untuk pencegahan pencemaran dari


kapal,1973 sebagaimana diubah oleh protocol 1978. Marpol 73/78 dirancang dengan
tujuan untuk meminimalkan pencemaran laut , dan melestarikan lingkungan laut
melalui penghapusan pencemaran lengkap oleh minyak dan zat berbahaya lainya dan
meminimalkan pembuangan zat-zat tersebut tanpa disengaja.

International Convention for the Prevention of Pollution from Ships 1973 yang


kemudian disempurnakan dengan Protocol pada tahun 1978 dan konvensi ini dikenal
dengan nama MARPOL 1973/1978. MARPOL 1973/1978 memuat 6 (enam)
Annexes yang berisi regulasi-regulasi mengenai pencegahan polusi dari kapal
terhadap :

a.   Annex I : Prevention of pollution by oil ( 2 October 1983 )

     Total hydrocarbons (oily waters, crude, bilge water, used oils, dll) yang diizinkan
untuk dibuang ke laut oleh sebuah kapal adalah tidak boleh melebihi 1/15000 dari
total muatan kapal. Sebagai tambahan, pembuangan limbah tidak boleh melebihi 60
liter setiap mil perjalanan kapal dan dihitung setelah kapal berjarak lebih 50 mil dari
tepi pantai terdekat. Register Kapal harus memuat daftar jenis sampah yang
dibawa/dihasilkan dan jumlah limbah minyak yang ada. Register Kapal harus
dilaporkan ke pejabat pelabuhan.
b.  Annex II : Control of pollution by noxious liquid substances

     ( 6 April 1987 )

       Aturan ini memuat sekitar 250 jenis barang yang tidak boleh dibuang ke laut,
hanya dapat disimpan dan selanjutnya diolah ketika sampai di pelabuhan. Pelarangan
pembuangan limbah dalam jarak 12 mil laut dari tepi pantai terdekat.

c.   Annex III : Prevention of pollution by harmful substances in packaged form


( 1 July 1992 )

       Aturan tambahan ini tidak dilaksanakan oleh semua negar yaitu aturan standar
pengemasan, pelabelan, metode penyimpanan dan dokumentasi atas limbah
berbahaya yang dihasilkan kapal ketika sedang berlayar

d.  Annex IV : Prevention of pollution by sewage from ships

     ( 27 September 2003 )

Aturan ini khusus untuk faecal waters dan aturan kontaminasi yang dapat diterima
pada tingkatan (batasan) tertentu. Cairan pembunuh kuman (disinfektan) dapat
dibuang ke laut dengan jarak lebih dari 4 mil laut dari pantai terdekat. Air buangan
yang tidak diolah dapat dibuang ke laut dengan jarak lebih 12 mil laut dari pantai
terdekat dengan syarat kapal berlayar dengan kecepatan 4 knot. 

e.   Annex V : Prevention of pollution by garbage from ships ( 31            december


1988)

     Aturan yang mengatur tentang melarang pembuangan sampah plastik ke laut.

f.    Annex IV : Prevention of air pollution by ships

Aturan ini tidak dapat efektif dilaksanakan karena tidak cukupnya negara yang
meratifiskasi (menandatangani persetujuan.)

MARPOL 1973/1978 memuat peraturan untuk mencegah seminimum mungkin


minyak yang mencemari laut. Tetapi, kemudian pada tahun 1984 dilakukan beberapa
modifikasi yang menitik-beratkan pencegahan hanya pada kagiatan operasi kapal
tangki pada Annex I dan yang terutama adalah keharusan kapal untuk dilengkapai
dengan Oily Water Separating Equipment dan Oil Discharge Monitoring Systems.

3. PENUTUP

3.1Kesimpulan
a)    Pencemaran laut didefinisikan sebagai peristiwa masuknya partikel kimia, limbah
industri, pertanian dan perumahan, kebisingan, atau penyebaran organisme invasif
(asing) ke dalam laut, yang berpotensi memberi efek berbahaya.

b)    Penyebab pencemaran laut yaitu :

Ø  Pencemaran oleh minyak

Ø  Pencemaran oleh logam berat

Ø  Pencemaran oleh sampah

Ø  Pencemaran oleh pestisida

Ø  Pencemaran akibat proses Eutrofikasi

Ø  Pencemaran akibat peningkatan keasaman

Ø  Pencemaran akibat polusi kebisingan

c)    Contoh kasus pencemaran akibat logam berat di Indonesia yaitu di Teluk Buyat,


terletak di Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, adalah lokasi pembuangan limbah
tailing (lumpur sisa penghancuran batu tambang) milik PT. Newmont Minahasa Raya
(NMR).

d)    Upaya pencegahan maupun penanggulangan pemcemaran laut telah diatur oleh


pemerintah dalam PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 19 TAHUN 1999 TENTANG PENGENDALIAN PENCEMARAN
DAN/ATAU PERUSAKAN LAUT

     

DAFTAR PUSTAKA

Ahmar, Hilal. 2013. Bahan-bahan Pencemaran Laut. http://majalah-


hilalahmarsolo.blogspot.com/2013/03/sehat-lingkungan-bahan-bahan-pencemar.html.
diakses pada 20 April 2013, pukul 3.00 WIB.

GESAMP, 1978.  Report and Studies.  Joint Group of Experts on the Scientific Aspec


of Marine Pollution. IMCO/I-AO/UNESCO-WHO/IAEA/UN/UNDP/10.  
Massa. 2011. Sumber-sumber pencemaran di
laut.http://massal2003.wordpress.com/2011/10/22/sumber-sumber-pencemaran-laut-
sources-of-marine-pollution/. diakses pada 24 April 2013. Pada pukul 3.03 WIB.

Nurul, Agus K. 2013. Dampak Pencemaran


Laut.http://agusnurul.blogspot.com/2011/02/marine-pollution-pencemaran-laut-
tugas.html. pada tanggal 24 April 2013, pukul 3.47 WIB

Rahim S.W., 1998.  Kajian Distribusi Cemaran Minyak di Sekitar Pelabuhan


Pertamina Ujung Pandang.  Skripsi Jurusan Ilmu Kelautan, Universitas
Hasanuddin, Ujung Pandang.

Romimohtarto, 1991.  Status Pencemaran Laut di Indonesia dan Teknik


Pemantauannya.  Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia,Jakarta.    

Saparinto, C., 2002.  Rabuk Kimia Atasi Cemaran Minyak


di Laut.http://www.suaramerdeka.com,  (15 januari 2005).

Sloan, N. A., 1993.  Effect of Oil on Marine Resources :  Worldwide Literature


Review Relevent to Indonesia.  Environmental Management Development in
Indonesia Project (EMDI).  EMDI Report, 32.  Jakarta dan Halifax Dallhouse
University.  

Suwito, Vivien Anjadi. 2013. Sumber-sumber pencemaran di


laut.http://vivienanjadi.blogspot.com/2012/02/pencemaran-pesisir-dan-laut.html.
diakses pada 24 April 2013, pada pukul 3.38 WIB.
Dalam rangka untuk memenuhi laju pertumbuhan permintaan akan listrik dan
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, pemerintah Republik Indonesia membangun
beberapa Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), salah satu diantaranya adalah PLTU
Tambak Lorok Semarang. PLTU Tambak Lorok adalah suatu pusat pembangkit tenaga listrik
dengan kapasitas terpasang 300 MW yang menggunakan uap sebagai penggerak utama
turbin guna menghasilkan tenaga listrik. Sistem ini bekerja dengan menggunakan air laut
sebagai cairan kerja. Air laut diubah menjadi uap di boiler (ketel uap) dan keluar dari turbin,
kemudian uap dimasukkan ke kondensor (mesin pengembun) dengan pendingin berasal dari
air laut sehingga mencair kembali. Buangan air pendingin berupa air panas ini dikeluarkan
melalui outlet menuju kolam pelabuhan Tanjung Emas. Buangan air ini disebut "limbah air
panas" yang akan menyebabkan terjadinya perubahan suhu pada suatu perairan. Dalam
penelitian ini masalah ditekankan pada simulasi model dinamika sistem pencemaran limbah
air panas terhadap sifat fisikkimia air dan biota perairan di saluran pembuangan (outlet).
Apabila limbah air panas tersebut dibuang ke dalam suatu perairan yang berlebihan hingga
melampaui kemampuan dayadukung lingkungan perairan itu, maka limbah air panas akan
berbahaya bagi lingkungan perairan. Hal ini akan berdampak pada menurunnya kualitas
perairan terhadap sifat fisik-kimia air dan indeks keanekaragaman biota perairan (plankton).
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran atau merumuskan model pengaruh
limbah air panas terhadap sifat fisikkimia air dan biota perairan secara sederhana. Untuk
selanjutnya, penelitian ini dapat digunakan untuk memberikan masukan kebijaksanaan
pengelolaan yang baik terhadap pusat Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), sehingga
akibat sampingannya dapat ditekan serendah-rendahnya. Hubungan antara setiap faktor
yang saling berinteraksi dan saling mempengaruhi untuk setiap faktor yang berpengaruh
adalah berbeda. Hal ini menunjukkan kompleksitas model pencemaran limbah air panas.
Untuk mengetahui besarnya pengaruh setiap faktor dan bentuk hubungan antar faktor
dengan simulasi model dipilih pendekatan dengan metode analisis dinamika sistem yang
menggunakan program "Powersim Version 2.01" copyright tahun 1993-1995 ModellData
AS. Untuk uji validasi model digunakan analisis satuan, simulasi model dalam bentuk grafik
dan tabel serta verifkasi. Simulasi model terhadap parameter BOD dan COD sebagai nilai
awal digunakan nilai baku mutu menurut Kepmen KLH No. Kep.O2/Men.KLH/1/1988
tentang Pencemaran Air Laut Untuk Budidaya Perikanan. Verifikasi model dilakukan dengan
melakukan pengukuran di lapangan sebanyak 2 (dua) kali sampling pada 6 stasiun
pengamatan di perairan kolam pelabuhan Tanjung Emas. Selain itu untuk keperluan
verifikasi juga digunakan data hasil survai hidro-oceanologi Tambak Lorok (1993), studi
ANDAL PLTU Tambak Lorok Blok II (1995) dan hasil pemantauan (1995-1996). Untuk melihat
gambaran sebab-akibat antar faktor tersebut dilakukan dengan mengembangkan sub-sistem
model dan membangunnya dari sub-sistem-sub-sistem model tersebut sehingga menjadi
sistem yang besar. Dengan melalui asumsi-asumsi yang diambil dari beberapa simulasi,
maka simulasi model dapat mendukung konsep siklus pencemaran limbah air panas yang
berpengaruh terhadap berbagai faktor yang membentuk suatu sistem pencemaran. Hasil
analisis menunjukkan bahwa limbah air panas yang dibuang ke perairan dapat merubah
kondisi perairan yang berakibat naiknya suhu lebih tinggi dari suhu ambien level-nya (30°C )
dengan Δt sebesar 7°C. Naiknya suhu perairan berpengaruh terhadap kelarutan oksigen
dalam air. Semakin tinggi suhu air, maka kelarutan oksigen makin rendah sehingga
kandungan oksigen terlarut akan kecil. Dalam simulasi model dinamika sistem yang
dihasilkan berdasarkan waktu, pada suhu di pelimbahan (outlet) sama dengan 37°C dan
oksigen terlarut (DO) sama dengan 7 mg/l, maka indeks keanekaragaman yang diperoleh
dari simulasi sebesar 2,63. Hal ini menunjukkan kondisi perairan yang tercemar dengan
tingkat pencemaran sedang. Kenaikan suhu di perairan menyebabkan oksigen terlarut
menurun, kebutuhan oksigen bialogi (BOD) meningkat dan kebutuhan oksigen kimia (COD)
meningkat. Dalam simulasi model dinamika sistem terhadap waktu menunjukkan bahwa
indeks keanekaragaman yang dipengaruhi oleh aliran informasi dari DO, BOD dan COD serta
adanya proses pendinginan adalah sangat kecil, mendekati nilai 0 (nol). Hal ini menunjukkan
bahwa biota air yang berada di pelimbahan (outlet) mati semua, walaupun pada waktu
dilakukan sampling masih dapat tertangkap beberapa jenis plankton. Mengingat bahwa
plankton bersifat melayang-layang, maka tertangkapnya jenis ini diduga karena mendapat
limpahan dari saluran pembuangan. Dengan adanya peningkatan suhu di perairan kolam
Pelabuhan Tanjung Emas sebagai akibat limbah air panas PLTU diduga merupakan penyebab
utama terjadinya penurunan jumlah dan jenis plankton di perairan tersebut. Indeks
keanekaragaman terukur di pelimbahan (outlet) sebesar 1,43 dan 1,44. Ada dua jenis
plankton yang dapat ditemukan di semua stasiun pengamatan yaitu Skeletonema dan
Nitzchia yang mampu bertahan hidup pada suhu yang 37°C. Dalam simulasi model sistem
dinamika menunjukkan bahwa adanya pengaruh suhu terhadap DO, BCD, COD, CL2, C02,
nitrogen dan pH akan memperbaiki kondisi perairan dengan indeks keanekaragaman sama
dengan 1,57 dan akan menurun sesuai dengan keadaan suhu terhadap waktu. Dengan
meningkatkan kapasitas terpasang menjadi 500 MW menyebabkan debit air panas menjadi
250%, yang dapat mempercepat panasnya perairan, sehingga perairan menjadi cepat panas.
Kenaikan panas ini akan menaikkan suhu dengan Δt 2°C, sehingga suhu menjadi 39°C.
Kondisi ini menyebabkan menurunnya nilai indeks keanekaragaman. Meningkatnya kalor
panas limbah air panas tersebut dapat menyebabkan terjadi resirkulasi panas ke intake. Dari
simulasi model dinamika sistem menunjukkan bahwa peningkatan panas dari limbah air
panas lebih cepat dari sebelumnya kapasitas terpasang ditingkatkan. Sedangkan aliran air
panas menunjukkan kestabilan atau adanya "goal seeking" dalam waktu yang relatif lama.
Untuk menjaga kondisi perairan yang baik, maka kebijaksanaan yang diambil adalah dengan
memutuskan aliran limbah air panas (aliran materi) dalam model yang berarti limbah air
panas tidak dibuang di pelimbahan (outlet) seperti keadaan pada saat sekarang ini. Karena
dengan memutus aliran ini berarti memindahkan tempat pelimbahan (outlet) atau saluran
pembuangan. Bahkan menurut hasil studi yang pernah dilakukan oleh PLN bekerja sama
dengan UGM, menyarankan agar tidak ada resirkulasi ke intake safuran pembuangan air
panas dipindahkan di sebelah timur kolam pelabuhan. Dari segi lingkungan hidup hal ini
sangat menguntungkan, karena limbah air panas segera mengalami pengenceran oleh
atmosir, sehingga nilai indeks keanekaragaman menunjukkan keadaan perairan yang tidak
tercemar.

Anda mungkin juga menyukai