Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Banyak faal metabolik yang dilakukan oleh jaringan hati, maka ada banyak pula, lebih dari
100, jenis test yang mengukur reaksi faal hati.' Semuanya, disebut sebagai "tes faal hati
“Sebenarnya hanya beberapa yang- benar-benar mengukur faal hati.1-3 Diantara berbagai tes
tersebut tidak ada tes tunggal yang efektif mengukur faal hati secara keseluruhan. Beberapa tes
terlalu peka sehingga tidak khas, sebagian lagi dipengaruhi pula oleh faktor - faktor di luar hati,
sebagian lagi sudah obsolete.

Beberapa kriteria yang dapat dipakai adalah, antara lain, dapatnya dikerjakan tes tersebut
secara baik dengan sarana yang memadai, segi kepraktisan, biaya, stress yang dibebankan
kepada penderita, kemampuan diagnostik dari tes tersebut, dan lain-lain. Pada pengujian
kerusakan hati, gangguan biokimia yang terlihat adalah peningkatan permeabilitas dinding sel,
berkurangnya kapasitas sintesa, terganggunya faal ekskresi, berkurangnya kapasitas
penyimpanan, terganggunya faal detoksifikasi peningkatan reaksi mesenkimal dan imunologi
yang abnormal.

Pada praktikum kali ini, dilakukan tes kimiawi meliputi pemeriksaan urobilinogen urin yang
dapat menunjang suatu diagnosa terhadap adanya kelainan fungsi hati. Urobilinogen adalah zat
larut dalam air dan transparan produk yang merupakan produk dengan pengurangan bilirubin
dilakukan oleh interstinal bakteri. Peningkatan ekskresi urobilinogen dalam urine terjadi bila
fungsi sel hepar menurun atau terdapat kelebihan urobilinogen dalam saluran gastrointestinal
yang melebehi batas kemampuan hepar untuk melakukan rekskresi. setengah dari urobilinogen
beredar kembali ke hati, setengah lainnya diekskresikan melalui feses sebagai urobilin. Ketika
ada kerusakan hati, kelebihan itu akan dibuang keluar melalui ginjal

1.2 Maksud dan Tujuan


Dengan dilakukannya praktikum mengenai urobilinogen urin mahasiswa dapat memahami dan
mengetahui cara dan fungsi dari pemeriksaan urobilinogen urin .

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Urin

Urin atau air kencing adalah cairan sisa yang diekskresikan oleh ginjal yang kemudian akan
dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Pengeluaran urin diperlukan untuk
membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring oleh ginjal dan untuk menjaga
homeostasis cairan tubuh.

Urin dibentuk oleh unit anatomi yang melakukan fungsinya yaitu nefron (Nugroho, 2013).

Fungsi utama urin adalah untuk membuang zat sisa seperti racun atau obat-obatan dari dalam
tubuh. Anggapan umum bahwa urin adalah zat yang kotor. Hal ini berkaitsan dengan adanya zat
sisa metabolisme tubuh yang harus dibuang karena zat sisa tersebut akan menimbulkan racun
dalam tubuh jika tidak dibuang. Dalam pemeriksaan urin ada beberapa jenis sampel urin yaitu
sebagai berikut.

a. Urine Sewaktu

Urine sewaktu adalah urin yang dikeluarkan tanpa ada penentuan waktu.Urin sewaktu ini
biasanya cukup baik untuk pemeriksaan rutin yang menyertai pemeriksaan badan tanpa
pendapat khusus.

b. Urine Pagi
Urine pagi adalah urine yang pertama kali dikeluarkan pada pagi hari setelah bangun tidur.
Urine ini lebih pekat dari urine yang dikeluarkan pada siang hari, jadi baik untuk pemeriksaan
sediment, berat jenis ,protein. Serta baik juga untuk tes kehamilan berdasarkan adanya HCG
( Human Chorionic Gonadotrphin) dalam urine

c. Urine postprandial

Urine postprandial adalah urine yang di keluarkan pertamakali setelah makan. Urine
postprandial baik untuk pemeriksaan reduksi urine.

d. Urine 24 jam

Urine 24 jam adalah urine yang di kumpulkan selama 24 jam.

2.2 Mekanisme Pemekatan dan Pengenceran Urine.

Bila terdapat kelebihan air dalam tubuh, ginjal dapat mengeluarkan urin encer sebanyak 20
L/hari, dengan konsentrasi sebesar 50 mOsm/L. Ginjal melakukan tugas yang hebat ini dengan
mereabsorpsi zat terlarut terus menerus dan pada saat yang sama, tidak mereabsorpsi sejumlah
besar air di nefron bagian distal, yang meliputi tubulus distal akhir dan duktus koligentes.

Bila terdapat kekurangan air dalam tubuh, ginjal membentuk urin pekat dan pada saat yang
bersamaan juga meningkatkan reabsorpsi air dan menurunkan volume urin yang terbentuk.
Ginjal manusia dapat memroduksi urin pekat dengan konsentrasi maksimal sebesar 1200-1400
mOsm/L, yaitu 4-5 kali osmolaritas plasma. (Nugroho, 2013)

2.3 Karakteristik Urin

Secara umum urin berwarna kuning. Urin yang didiamkan agak lama akan berwarna kuning
keruh. Urin berbau khas yaitu berbau ammonia. Ph urin berkisar antara 4,8-7,4 dan akan
menjadi lebih asam jika mengkonsumsi [banyak protein serta urin akan menjadi lebih basa jika
mengkonsumsi banyak sayuran. Berat jenis urin yakni 1,002– 1,030 g/ml (Uliyah, 2008). Urin
normal terlihat jernih.sedangkan volume urin normal yang dikumpulkan selama 24 jam adalah
8s00-1600 ml/24 jam. Komposisi urin terdiri dari 95% air dan mengandung zat terlarut. Di
dalam urin terkandung bermacam-macam zat, antara lain:

1. zat sisa pembongkaran protein seperti urea, asam ureat, dan amoniak,

2. zat warna empedu yang memberikan warna kuning pada urin, garam, terutama NaCl.

3. zat – zat yang berlebihan dikomsumsi, misalnya vitamin C, dan obat – obatan serta juga
kelebihan zat yang yang diproduksi sendiri oleh tubuh misalnya hormon (Scanlon, 2000).

2.4 Fungsi Hati

Fungsi utama hati adalah membentuk dan mengekskresi empedu; saluran empedu mengangkut
empedu, sedangkan kandung empedu menyimpan dan mengeluarkan empedu ke dalam usus
halus sesuai kebutuhan. Unsur utama empedu adalah air (97%), elektrolit, garam empedu,
fosfolipid, kolesterol, garam organic, dan pigmen empedu (terutama bilirubin terkonjugasi serta
turunannya yaitu urobilinogen). Hati juga mensintesis glukosa dari protein dan lemak
(glukoneogenesis). Serum protein plasma (kecuali gama globulin) disintesis oleh hati . Protein
tersebut antara lain albumin, protrombin, fibrinogen, dan faktor pembekuan lain. Sebagian
besar degradasi asam amino dimulai dalam hati melalui proses deaminasi atau pembuangan
gugus amino. Amonia yang dilepaskan kemudian disintesis menjadi urea dan di ekskresi oleh
ginjal dan usus. Amonia yang terbentuk dalam usus akibat kerja bakteri pada protein juga
diubah menjadi urea dalam hati (Fathelfi, 2011)

Hati merupakan organ pusat metabolisme. Hal ini didukung oleh letak anatomisnya. Hati
menerima pendarahan dari sirkukasi sistemik melalui arteri hepatika dan menampung aliran
darah dari sistem porta yang mengandung zat makanan yang diabsorbsi di usus. Karena itu
fungsi organ hati penting diketahui dalam menilai kesehatan seseorang . Adanya gangguan
fungsi hati tidak selalu jelas dapat diketahui apabila tanpa pemeriksaan UFH. Cukup sering
adanya gangguan fungsi hati baru diketahui pada waktu dilakukan pemeriksaan kesehatan
berkala atau sewaktu masuk asuransi atau penerimaan karyawan. Bila klinis memang sudah
dapat diduga atau jelas adanya kelainan hati maka pemeriksaan UFH juga penting dalam menilai
beratnya gangguan, membedakan jenis dan penyebab kelainan, serta memperkirakan
perjalanan penyakit atau hasil pengobatan. Kelainan hati dapat terjadi lokal sebagai pusat
gangguan suatu penyakit atau merupakan bagian dari penyakit sistemik atau sebagai efek
samping dari pengobatan (Fathelfi, 2011).

2.5 Urobilinogen

Urobilin adalah pigmen alami dalam urin yang menghasilkan warna kuning. Empedu, yang
sebagian besar dibentuk dari bilirubin terkonjugasi mencapai area duodenum, tempat bakteri
usus mengubah bilirubin menjadi urobilinogen. Sejumlah besar urobilinogen berkurang di
faeses, sejumlah besar kembali ke hati melalui aliran darah; di sini urobilinogen diproses ulang
menjadi empedu, dan kira-kira sejumlah 1% diekskresikan oleh ginjal ke dalam urin. Ketika urin
kental, urobilin dapat membuat tampilan warna oranye-kemerahan yang intensitasnya
bervariasi dengan derajat oksidasi, dan kadang-kadang menyebabkan kencing terlihat merah
atau berdarah.

Banyak tes urin (urinalisis) yang memantau jumlah urobilin dalam urin karena merupakan zat
penting dalam metabolisme/ produksi urin. Tingkat urobilin dapat memberikan wawasan
tentang efektivitas fungsi saluran kemih. Urobilinogen adalah larut dalam air dan transparan
produk yang merupakan produk dengan pengurangan bilirubin dilakukan oleh interstinal bakteri
. Hal ini dibentuk oleh pemecahan hemoglobin. Sementara setengah dari Urobilinogen beredar
kembali ke hati, setengah lainnya diekskresikan melalui feses sebagai urobilin. Ketika ada
kerusakan hati, kelebihan itu akan dibuang keluar melalui ginjal. Siklus ini dikenal sebagai
Urobilinogen enterohepatik siklus . Terdapat berbagai faktor yang dapat menghambat siklus ini .
Salah satu alasan menjadi gangguan lebih dari hemoglobin (hemolisis) karena malfungsi hati
berbagai seperti hepatitis, sirosis. Ketika ini terjadi, Urobilinogen lebih diproduksi dan
diekskresikan dalam urin. Pada saat seseorang menderita penyakit kuning, itu didiagnosa oleh
warna kulit yang sedikit kuning dan warna kuning dari urin. Namun bila ada obstruksi pada
saluran empedu, hal itu akan menyebabkan penurunan jumlah Urobilinogen dan ada lebih
sedikit urobilin dalam urin. Lebih rendah jumlah urobilin Sof dapat disebabkan oleh hilangnya
flora bakteri usus yang berperan dalam sintesa produk HTI. Untuk mendeteksi jenis kerusakan di
hati, tes Urobilinogen dilakukan dengan mengukur kadar uribilinogen dalam urin. (Yayan, 2010)
2.6 Pembentukan urobilinogen

Bilirubin terkonjugasi yang mencapai ileum terminal dan kolon dihidrolisa oleh enzym bakteri β
glukoronidase dan pigmen yang bebas dari glukoronida direduksi oleh bakteri usus menjadi
urobilinogen, suatu senyawa tetrapirol tak berwarna. Sejumlah urobilinogen diabsorbsi kembali
dari usus ke perdarahan portal dan dibawa ke ginjal kemudian dioksidasi menjadi urobilin yang
memberi warna kuning pada urine. Sebagian besar urobilinogen berada pada feces akan
dioksidasi oleh bakteri usus membentuk sterkobilin yang berwarna kuning kecoklatan. (Yayan,
2010).

Empedu, yang sebagian besar dibentuk dari bilirubin terkonjugasi mencapai area duodenum,
tempat bakteri usus mengubah bilirubin menjadi urobilinogen. Sejumlah besar urobilinogen
berkurang di faeses, sejumlah besar kembali ke hati melalui aliran darah; di sini urobilinogen
diproses ulang menjadi empedu, dan kira-kira sejumlah 1% diekskresikan oleh ginjal ke dalam
urin. Ekskresi urobilinogen ke dalam urine kira-kira 1-4 mg/24jam. Ekskresi mencapai kadar
puncak antara jam 14.00 – 16.00, oleh karena itu dianjurkan pengambilan sampel dilakukan
pada jam-jam tersebut

2.7 Tingkat Urobilinogen dalam urin

1. Dalam urin: kisaran Urobilinogen normal adalah kurang dari 17 umol / L (<1mg/dl). Kisaran
Urobilinogenukur adalah 0 – 8 mg / dl. Nilai Urobilinogen abnormal dapat menampilkan
meningkat serta nilai-nilai rendah.

2. Peningkatan nilai adalah indikasi dari kerusakan RBC secara berlebihan, membebani hati,
produksi Urobilinogen berlebih, hati yang berfungsi dalam batasan, hematoma, keracunan,
sirosis hati, fungsi hati.

3. Nilai-nilai rendah adalah indikasi penyumbatan di bileducts dan kegagalan empedu


produksi (Helvi, 2004).

2.8 Nilai Rujukan

1. Urin acak : negatif (kurang dari 2mg/dl>


2. Urin 2 jam : 0.3 – 1.0 unit Erlich

3. Urin 24 jam : 0.5 – 4.0 unit Erlich/24jam, atau 0,09 – 4,23 µmol/24 jam (satuan SI)

2.9 Masalah Klinis

Peningkatan ekskresi urobilinogen dalam urine terjadi bila fungsi sel hepar menurun atau
terdapat kelebihan urobilinogen dalam saluran gastrointestinal yang melebehi batas
kemampuan hepar untuk melakukan rekskresi.

Urobilinogen meninggi dijumpai pada : destruksi hemoglobin berlebihan (ikterik hemolitika atau
anemia hemolitik oleh sebab apapun), kerusakan parenkim hepar (toksik hepar, hepatitis
infeksiosa, sirosis hepar, keganasan hepar), penyakit jantung dengan bendungan kronik,
obstruksi usus, mononukleosis infeksiosa, anemia sel sabit. Hasil positif juga dapat diperoleh
setelah olahraga atau minum atau dapat disebabkan oleh kelelahan atau sembelit. Orang yang
sehat dapat mengeluarkan sejumlah kecil urobilinogen.

Urobilinogen urine menurun dijumpai pada ikterik obstruktif, kanker pankreas, penyakit hati
yang parah (jumlah empedu yang dihasilkan hanya sedikit), penyakit inflamasi yang parah,
kolelitiasis, diare yang berat.

2.10 Faktor yang mempengaruhi temuan laboratorium

1. Reaksi positif palsu

a. Pengaruh obat : fenazopiridin (Pyridium), sulfonamide, fenotiazin, asetazolamid (Diamox),


kaskara, metenamin mandelat (Mandelamine), prokain, natrium bikarbonat, pemakaian
pengawet formaldehid.

b. Makanan kaya karbohidrat dapat meninggikan kadar urobilinogen, oleh karena itu
pemeriksaan urobilinogen dianjurkan dilakukan 4 jam setelah makan.

c. Urine yang bersifat basa kuat dapat meningkatkan kadar urobilinogen; urine yang dibiarkan
setengah jam atau lebih lama akan menjadi basa.
2. Reaksi negatif palsu

a. Pemberian antibiotika oral atau obat lain (ammonium klorida, vitamin C) yang
mempengaruhi flora usus yang menyebabkan urobilinogen tidak atau kurang terbentuk dalam
usus, sehingga ekskresi dalam urine juga berkurang.

b. Paparan sinar matahari langsung dapat mengoksidasi urobilinogen menjadi urobilin.

c. Urine yang bersifat asam kuat.

BAB III

METODE PRAKTIKUM

3.1 Alat

1. Rak tabung reaksi

2. Tabung reaksi

3. Pot urin

4. Kertas saring
5. Pipet tetes.

3.2 Bahan

1. Urin

2. Lugol 2%,

3. Reagen ehrlich

4. Reagen schlesinger.

3.3 Prosedur Kerja

1. Metode ehrlich

a. 5 urin kedalam tabung reaksi.

b. Tambahkan 0,5 ml reagen ehrlich, lalu diamkan.

c. Jika terbentuk warna merah berarti positif.

2. Metode Rosin

a. 5 ml urin dalam tabung reaksi.

b. Tambahkan 4-5 tetes lugol 2%, diamkan selama 5 menit.

c. Tuangkan 5 ml reagen schlesinger campur dan saring.

d. Periksa flouresensi pada filtrat, di uji dengan latar belakang hitam, hijau menandakan positif.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

Berdasarkan praktikum yang dilakukan didapatkan hasil sebagai berikut.

Nama : Tn. IL

Umur : 20 thn

Jenis kelamin : laki-laki

Hasil Pemeriksaan : Metode


Ehrlich : positif mengandung urobilinogen

Metode schlesinger : negatif


mengandung urobilinogen

4.2 Pembahasan

Diagnosa penyakit tidak hanya bisa ditentukan dengan adanya mikroorganisme, namun juga
bisa ditentukan dengan ditemukannya senyawa-senyawa yang ada dalam urin. Senyawa-
senyawa tersebut akan diputuskan sebagai diagnostik suatu penyakit jika kadarnya dalam urin
berlebihan.

Pada praktikum ini yaitu pemeriksaan urobilinogen urin dengan metode ehrlich dan metode
schlesinger. Tujuan dari pemeriksaan ini adalah untuk mengetahui fungsi hati.

Prinsip kerja dari metode ehrlich adalah adanya urobilinogen dalam urin akan dioksidasi oleh
reagen ehrlich menjadi zat yang berwarna merah. Dan prinsip kerja dari metode schlesinger
adalah urobilinogennya dengan reagen schlesinger membentuk flouresensi hijau, lugol yang ada
dalam reagen berfungsi mempercepat proses oksidasi.

Berdasarkan praktikum pemeriksaan urobilinogen urin yang telah dilakukan, urin pasien yang
bernama Tn. IL pada metode schlesinger tidak mengandung urobilinogen, pada saat diperiksa
tidak terbentuk flouresensi hijau, namun berbeda dengan metode ehrlich pada saat di periksa
berwarna merah yang berarti positif mengandung urobilinogen.

Ada perbedaan hasil dari kedua metode ini padahal sampel yang digunakan adalah sampel yang
sama dari satu pasien. hasil yang didapatkan ini dapat saja positif palsu dan negatif palsu.

Penyebab dari positif palsu ada beberapa yang pertama yaitu, pengaruh obat : fenazopiridin
(Pyridium), sulfonamide, fenotiazin, asetazolamid (Diamox), kaskara, metenamin mandelat
(Mandelamine), prokain, natrium bikarbonat, pemakaian pengawet formaldehid. Yang kedua
yaitu makanan kaya karbohidrat dapat meninggikan kadar urobilinogen, oleh karena itu
pemeriksaan urobilinogen dianjurkan dilakukan 4 jam setelah makan. Dan yang terakhir yaitu
kerena urine yang bersifat basa kuat dapat meningkatkan kadar urobilinogen; urine yang
dibiarkan setengah jam atau lebih lama akan menjadi basa.

Penyebab dari negatif palsu ada beberapa yang pertama yaitu, Pemberian antibiotika oral atau
obat lain (ammonium klorida, vitamin C) yang mempengaruhi flora usus yang menyebabkan
urobilinogen tidak atau kurang terbentuk dalam usus, sehingga ekskresi dalam urine juga
berkurang. Yang kedua yaitu karena paparan sinar matahari langsung dapat mengoksidasi
urobilinogen menjadi urobilin. Yang terakhir yaitu urine yang bersifat asam kuat.
Peningkatan ekskresi urobilinogen dalam urine terjadi bila fungsi sel hepar menurun atau
terdapat kelebihan urobilinogen dalam saluran gastrointestinal yang melebehi batas
kemampuan hepar untuk melakukan rekskresi. Urobilinogen meninggi dijumpai pada : destruksi
hemoglobin berlebihan (ikterik hemolitika atau anemia hemolitik oleh sebab apapun),
kerusakan parenkim hepar (toksik hepar, hepatitis infeksiosa, sirosis hepar, keganasan hepar),
penyakit jantung dengan bendungan kronik, obstruksi usus, mononukleosis infeksiosa, anemia
sel sabit. Hasil positif juga dapat diperoleh setelah olahraga atau minum atau dapat disebabkan
oleh kelelahan atau sembelit. Orang yang sehat dapat mengeluarkan sejumlah kecil
urobilinogen. Urobilinogen urine menurun dijumpai pada ikterik obstruktif, kanker pankreas,
penyakit hati yang parah (jumlah empedu yang dihasilkan hanya sedikit), penyakit inflamasi
yang parah, kolelitiasis, diare yang berat.

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan praktikum yang dilakukan maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pemeriksaan
urobilinogen urin ini adalah untuk mengetahui fungsi hati. Urobilinogen adalah larut dalam air
dan transparan produk yang merupakan produk dengan pengurangan bilirubin dilakukan oleh
interstinal bakteri . setengah dari Urobilinogen beredar kembali ke hati, setengah lainnya
diekskresikan melalui feses sebagai urobilin. Ketika ada kerusakan hati, kelebihan itu akan
dibuang keluar melalui ginjal. Adanya urobilinogen dalam urine akan memberikan hasil positif
dan keadaan ini menunjukkan kelainan hati atau saluran empedu. Pada praktikum ini
didapatkan hasil uji dengan 2 metode yaitu metode ehrlich dan metode schlesinger
memberikan hasil yang berbeda hal tersebut dapat saja positif palsu dan negatif palsu

5.2 Saran
Sebaiknya pada praktikum selanjutnya para praktikan menggunakan sampel yang positif untuk
di periksa, agar praktikan dapat melihat secara langsung proses perubahan warna yang terjadi,
yang menandakan positif.

DAFTAR PUSTAKA

Baron . D. N ; 1981 ; kapita selekta patologi klinik ; penerbit buku kedokteran (EGC) ; Jakarta

Fathelfi, 2011 “ Fungsi Hati” https://fathelvi.wordpress.com/2011/09/27/evaluasi-fungsi-hati/


diakses tanggal 29 oktober 2016

Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak Edisi Keempat. Yogyakarta: Gadjah Mada
University Press:
Helvi Mardiani; 2004; Metabolisme HEME ;Digital Library;.Universitas Sumatera Utara ; Medan
pdF diakses tanggal 29 oktober 2016

Nugroho, Heru Santoso. Laboratorium Klinik 2: Pemeriksaan Urin. Diunduh


dari(www.heruswn.teach-nology.com) Diakses tanggal 21 September 2016

Scanlon, Valerie C. dan Tina Sanders. 2000. Buku Ajar Anatomi dan Fisiologi. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.

Uliyah, Musrifatul. 2008. Keterampilan Dasar Praktek Klinik.. Jakarta: Salemba Medika

Yayan A. Israr; 2010; Metabolisme bilirubin dan urobilinogen pdF diakses tanggal 29 oktober
2016

Anda mungkin juga menyukai