Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH SCREENING FITOKIMIA TERPENOID

Disusun oleh :

Erink Royandini ( 107118023)

PROGRAM STUDI D3 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)
AL- IRSYAD AL- ISLAMIYAH CILACAP
TAHUN 2020
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hewan dan tumbuhan menghasilkan berbagai macam zat kimia. Kebanyakan


zat tersebut terbentuk dari kerangka karbon yang dapat diklasifikasikan ke dalam
metabolit primer dan metabolit sekunder. Metabolit primer merupakan zat yang
dihasilkan oleh suatu organisme sebagai komponen dasar untuk proses
kehidupannya misalnya protein, asam nukleat, polisakarida, dan sebagainya.
Berbeda dengan metabolit sekunder seperti alkaloid, terpenoid, dan poliketida, yang
tidak secara langsung dibutuhkan dalam mempertahankan hidupnya namun sangat
berguna. Seringkali metabolit sekunder ini disebut juga dengan bahan alam.
Senyawa metabolit sekunder merupakan senyawa kimia yang umumnya mempunyai
kemampuan bioaktivitas dan berfungsi sebagai pelindung tumbuhan dari gangguan
hama penyakit untuk tumbuhan itu sendiri atau lingkungannya. Senyawa kimia
sebagai hasil metabolit sekunder telah banyak digunakan untuk zat warna, racun,
aroma makanan, obat-obatan dan sebagainya. Serta banyak jenis tumbuhan yang
digunakan sebagai obat-obatan, dikenal sebagai obat tradisional sehingga perlu
dilakukan penelitian tentang penggunaan tumbuh-tumbuhan berkhasiat dan
mengetahui senyawa kimia yang bermanfaat sebagai obat.

Dalam tumbuhan biasanya terdapat senyawa hidrokarbon dan hidrokarbon


teroksigenasi yang merupakan senyawa terpenoid. Kata terpenoid mencakup
sejumlah besar senyawa tumbuhan, dan istilah ini digunakan untuk menunjukkan
bahwa secara biosintesis semua senyawa tumbuhan itu berasal dari senyawa yang
sama. Secara kimia, terpenoid umumnya larut dalam lemak dan hanya terdapat di
dalam sitoplasma sel tumbuhan. Biasanya terpenoid diekstraksi dari jaringan
tumbuhan dengan memakai eter minyak bumi, eter, atau kloroform, dan dapat
dipisahkan secara kromatografi pada silika gel atau alumina memakai pelarut di atas
tetapi sering kali terdapat kesukaran sewaktu mendeteksi dalam skala mikro karena
hampir semua senyawa terpenoid tidak berwarna dan tidak ada pereaksi kromogenik
yang peka (Harborne, 1987).

Uji screening fitokimia adalah suatu tahap awal untuk mengidentifikasi


kandungan dari suatu senyawa dalam simplisia atau tanaman yang akan diuji.
Fitokimia atau tanaman tumbuhan mempelajari aneka ragam senyawa organic yang
dibentuk dan yang terkandung dalam suatu tanaman yaitu mengenai struktur
kimianya, biosintesisnya, penyebaran secara ilmiah serta fungsi biologisnya dari
suatu tanaman. Adapun prinsip dari uji screening fitokimia dilakukan berdasarkan
komposisi kandungan kimia dalam tumbuhan atau bagian yang memiliki senyawa
target yang diamati atau dianalisis.

B. Rumusan Masalah

a. Apa yang dimaksud dengan senyawa terpenoid?


b. Bagaiman Mekanisme Reaksi Biosintesis Senyawa Terpenoid?
c. Apa saja jenis-jenis senyawa golongan terpenoid?
d. Bagaimana metode screening terpenoid?

C. Tujuan

a. Mengetahui pengertian dari senyawa terpenoid


b. Mengetahui proses sintesis terpenoid pada tumbuhan.
c. Mengetahui tanaman yang mengandung senyawa terpenoid.
d. Mengetahui metode screening terpenoid.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Terpenoid

Terpenoid merupakan komponen-komponen tumbuhan yang mempunyai bau


dan dapat diisolasi dari minyak atsiri. Minyak atsiri yang berasal dari bunga pada
awalnya dikenal dari penentuan struktur secara sederhana, yaitu dengan
perbandingan atom hidrogen dan atom karbon dari suatu senyawa terpenoid yaitu
8:5 dan dengan perbandingan tersebut dapat dikatakan bahwa senyawa tersebut
adalah golongan terpenoid (Lenny, 2006). Minyak atsiri bukanlah senyawa murni
akan tetapi merupakan campuran senyawa organik yang kadangkala terdiri dari
lebih 25 senyawa atau komponen yang berlainan. Semua terpenoid berasal dari
molekul isoprene CH2==C(CH3)─CH==CH2 dan kerangka karbonnya dibangun
oleh penyambungan 2 atau lebih satuan C5 ini. Kemudian senyawa itu dipilah-pilah
menjadi beberapa golongan berdasarkan jumlah satuan yang terdapat dalam
senyawa tersebut, 2 (C10), 3 (C15), 4 (C20), 6 (C30) atau 8 (C40).

Terpenoid terdiri atas beberapa macam senyawa, mulai dari komponen


minyak atsiri, yaitu monoterpena dan sesquiterepena yang mudah menguap (C10
dan C15), diterpena menguap, yaitu triterpenoid dan sterol (C30), serta pigmen
karotenoid (C40). Masing-masing golongan terpenoid itu penting, baik dalam
pertumbuhan dan metabolisme maupun pada ekologi tumbuha. Terpenoid
merupakan unit isoprena (C5H8). Terpenoid merupakan senyawa yang kerangka
karbonnya berasal dari enam satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari
hidrokarbon C30 siklik yaitu skualena. Senyawa ini berstruktur siklik yang nisbi
rumit, kebanyakan berupa alcohol, aldehid atau atom karboksilat.

Semua senyawa terpenoid berasal dari molekul isoprena CH2=C(CH3)-


CH=CH2 dan kerangka karbonya (carbon skeleton) disusun dengan menyambung
dua atau lebih satuan isoprena tersebut (C5) seperti pada Gambar 1. Berdasarkan
alasan tersebut, maka senyawa terpenoid seringkali dinyatakan dengan istilah
“isoprenoid”. Namun, senyawa isoprena sendiri tidak terdapat di alam, senyawa
yang sebenarnya terlibat adalah isopentenil pirofosfat, CH2=C(CH3)-CH2-CH2-
OPP. Hal ini menyebabkan ada sebagian senyawa terpenoid yang tidak tersusun dari
molekul isoprena tersebut (Tukiran, 2010).
Terpenoid merupakan derivat dehidrogenasi dan oksigenasi dari senyawa
terpen. Terpen merupakan suatu golongan hidrokarbon yang banyak dihasilkan
oleh tumbuhan dan sebagian kelompok hewan. Rumus molekul terpen adalah
(C5H8)n. Terpenoid disebut juga dengan isoprenoid. Hal ini disebabkan karena
kerangka karbonnya sama seperti senyawa isopren. Secara struktur kimia terenoid
merupakan penggabungan dari unit isoprena, dapat berupa rantai terbuka atau
siklik, dapat mengandung ikatan rangkap, gugus hidroksil, karbonil atau gugus
fungsi lainnya.
Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam
satuan isoprene dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik
yaitu skualena. Triterpenoid dapat digolongkan menjadi triterpena sebenarnya,
steroid, saponin dan glikosida jantung (Harborne, 1996).

2.2 Mekanisme Reaksi Biosintesis Senyawa Terpenoid


Klasifikasi terpenoid ditentukan dari unit isopren atau unit C-5 atau
penyusun senyawa tersebut. Secara umum, biosintesa dari terpenoid terjadi
dengan 3 reaksi dasar yaitu:
1. Pembentukan isoprena aktif berasal dari asam asetat melalui asam
mevalonat.
2. Penggabungan kepala dan ekor dua unit isopren akan membentuk mono-,
seskui-, di-, sester-, dan poli-terpenoid.
3. Penggabungan ekor dan ekor dari unit C-15 atau C-20 menghasilkan
triterpenoid dan steroid.
Mekanisme dari tahap-tahap biosintesis terpenoid adalah asam asetat yang
telah diaktifkan oleh koenzim A melakukan kondensasi jenis Claisen
menghasilkan asam asetoasetat. Senyawa yang dihasilkan ini dengan asetil
koenzim A melakukan kondensasi jenis aldol mnghasilkan rantai karbon
bercabang sebagaimana ditemukan pada asam mevalonat CH2OHCH2C
(OHCH3)CH2 COOH. Reaksi-reaksi berikutnya adalah fosforilasi, eliminasi
asam fosfat, dan dekarboksilasi menghasilkan iso-pentil pirofosfat (IPP) yang
selanjutnya berisomerisasi menjadi dimetil alil pirofosfat (DMAPP) oleh enzim
isomerase. IPP sebagai unit isopren aktif bergabung melalui ikatan kepala ke ekor
dengan DMAPP dan penggabungan ini merupakan langkah pertama dari
polimeraisasi isoprena untuk menghasilkan terpenoid.
Penggabungan ini terjadi karena serangan elektron dari ikatan rangkap IPP
terhadap atom karbon dari DMAPP yang kekurangan elektron diikuti oleh
penyingkiran ion pirofosfat yang menghasilkan geranil pirofosfat (GPP) yaitu
senyawa antara bagi semua senyawa monoterpenoid. Penggabungan selanjutnya
antara satu unit IPP dan GPP dengan mekanisme yang sama menghasilkan
farnesil pirofosfat (FPP) yang merupakan senyawa antara bagi semua senyawa
senyawa seskuiterpenoid. Senyawa diterpenoid diturunkan dari geranil- geranil
piofosfat (GGPP) yang berasal dari kondensasi antara satu unit IPP dan GPP
dengan mekanisme yang sama. Reaksi-reaksi selanjutnya dari senyawa antara
GPP, FPP, dan GGPP untuk menghasilkan senyawa-senyawa terpenoid satu
persatu hanya melibatkan beberapa jenis reaksi sekunder. Reaksi-reaksi sekunder
tersebut antara lain hidrolisis, siklisasi, oksidasi, reduksi, dan reaksi-reaksi
spontan yang dapat berlangsung dengan mudah dalam suasana netral dan pada
suhu kamar, seperti isomerisasi, dehidrasi, dekarboksilasi, dan sebagainya
(Achmad, 1986).
2.1 Jenis-Jenis Senyawa Golongan Terpenoid
Berdasarkan mekanisme reaksi biosintesis senyawa
terpenoid, maka senyawa terpenoid dapat dikelompokkan menjadi
seperti pada Tabel berikut.
Jenis senyawa Jumlah C Sumber

Monoterpen 10 Minyak Atsiri

Seskuiterpen 15 Minyak Atsiri

Diterpen 20 Resin Pinus

Triterpen 30 Damar

Tetraterpen 40 Pigmen, Karoten

Politerpen ≥40 Karet Alam

a. Monoterpenoid
Monoterpenoid merupakan senyawa “essence” dan memiliki bau
yang spesifik yang dibangun oleh 2 unit isopren atau dengan jumlah atom
karbon 10. Lebih dari 1000 jenis senyawa monoterpenoid telah diisolasi
dari tumbuhan tinggi, binatang laut, serangga dan binatang jenis
vertebrata dan struktur senyawanya telah diketahui. Struktur dari senyawa
monoterpenoid yang telah dikenal merupakan perbedaan dari 38 jenis
kerangka yang berbeda, sedangkan prinsip dasar penyusunannya tetap
sebagai penggabungan kepala dan ekor dari 2 unit isopren. Struktur
monoterpenoid dapat berupa rantai terbuka dan tertutup atau siklik.
Senyawa monoterpenoid banyak dimanfaatkan sebagai antiseptik,
ekspektoran, spasmolotik, dan sedatif. Disamping itu, senyawa
monoterpenoid yang sudah banyak dikenal sebagai bahan pemberi aroma
makanan dan aroma parfum (Lenny, 2006).
penetapan struktur monoterpenoida mengikuti suatu sistematika
tertentu yang dimulai dengan penetapan jenis kerangka karbon. Jenis
kerangka karbon suatu monoterpen monosiklik antara lain dapat
ditetapkan oleh reaksi dehidrogenasi menjadi suatu senyawa aromatik
(aromatisasi). Penetapan struktur selanjutnya ialah menentukan letak atau
posisi gugus fungsi dari senyawa yang bersangkutan di dalam kerangka
karbon tersebut (Lenny, 2006). Cara lain untuk menentukan struktur
molekul monoterpenoida adalah dengan mengubah senyawa yang
bersangkutan dengan reaksi-reaksi tertentu menjadi senyawa lain yang
mempunyai kerangka karbon yang sama. Pembuktian struktur suatu
senyawa didukung oleh sintesa senyawa yang bersangkutan dari suatu
senyawa yang diketahui strukturnya (Anonim, 2006).

b. Seskuiterpenoid
Seskuiterpen merupakan senyawa terpenoid yang dibangun oleh 3
unit isopren yang terdiri dari kerangka asiklik dan bisiklik dengan
kerangka naftalen. Senyawa seskuiterpen ini mempunyai bioaktivitas
yang cukup besar, diantaranya adalah sebagai antifeedant, hormon,
antimikroba, antibiotik, toksin serta regulator pertumbuhan tanaman dan
pemanis. Senyawa-senyawa seskuiterpen diturunkan dari cis- isofarnesil
pirofosfat dan trans- farnesil pirofosfat melalui reaksi siklisasi dan reaksi
sekunder lainnya. Kedua isomer farnesil pirofosfat ini dihasilkan in vivo
melalui mekanisme yang sama seperti isomerisasi antara geranil dan
nerol.

c. Diterpenoid
Senyawa diterpenoid merupakan senyawa yang mempunyai 20
atom karbon dan dibangun oleh 4 unit isopren. Senyawa ini mempunyai
bioaktivitas yang cukup luas yaitu sebagai hormon pertumbuhan
tanaman, podolakton inhibitor pertumbuhan tanaman, antifeedant
serangga, inhibitor tumor, senyawa pemanis, antifouling, dan
antikarsinogen. Senyawa diterpenoid dapat berbentuk asiklik, bisiklik,
trisiklik, dan tetrasiklik. Tatanama yang lebih banyak digunakan adalah
nama trivial (Lenny, 2006).

d. Triterpenoid
Lebih dari 4000 jenis triterpenoid telah diisolasi dengan lebih dari
40 jenis kerangka dasar yang sudah dikenal dan pada prinsipnya
merupakan proses siklisasi dari skualen. Triterpenoid terdiri dari
kerangka dengan 3 siklik 6 yang bergabung dengan siklik 5 atau berupa 4
siklik 6 yang mempunyai gugus fungsi pada siklik tertentu. Sementara itu
penamaan lebih disederhanakan dengan memberikan penomoran pada
tiap atom karbon, sehingga memudahkan dalam penentuan substituen
pada masing-masing atom karbon. Struktur terpenoida yang bermacam
ragam itu timbul sebagai akibat dari reaksi-reaksi sekunder berikutnya
seperti hidrolisa, isomerisasi, oksidasi, reduksi dan siklisasi atas geranil-,
farnesil- dan geranil-geranil pirofosfat (Lenny, 2006).

2.4 Metode Screening Terpenoid

Identifikasi senyawa terpenoid dengan skrining fitokimia adalah dengan


mereaksikan terpenoid dengan reagen Liebermann-Burchard (asam asetat
anh dan asam sulfat P) yang positif menghasilkan warna merah.
Teknik yang digunakan adalah maserasi dan sokletasi dan pelarut yang
digunakan pada maserasi adalah methanol sedangkan pada sokletasi adalah n-
heksana. Alasan digunakannya pelarut ini adalah karena pada maserasi merupakan
penyarian biasa yang dilakukan berulang-ulang kali dan dibutuhkan pelarut yang
sesuai sehingga dapat melunakkan simplisia. Penggunaan methanol karena
methanol dapat melarutkan hampir semua golongan metabolit sekunder. Sedangkan
pada sokletasi digunakan pelarut n-heksana karena sokletasi sendiri merupakan
proses ekstraksi panas sehingga diperlukan pelarut yang volatile.
Ekstraksi senyawa terpenoid dilakukan dengan dua cara yaitu: melalui sokletasi dan
maserasi.

1. sokletasi

Metode sokletasi termasuk metode ekstraksi dengan cara panas.


Ekstraksi dengan cara ini pada dasarnya merupakan jenis ekstraksi secara
berkesinambungan (Dirjen POM, 2010).Sekletasi Dilakukan dengan
melakukan disokletasi pada serbuk kering yang akan diuji dengan 5L n-
hexana. Ekstrak n-hexana dipekatkanlalu disabunkan dalam 50 mL KOH
10%. Ekstrak n-heksana dikentalkan lalu diujifitokimia dan uji aktifitas
bakteri
2. Teknik maserasi menggunakan pelarut methanol.

Ekstrak methanol dipekatkan lalu lalu dihidriolisis dalam 100 mL


HCl4M.hasil hidrolisis diekstraksi dengan 5 x 50 mL n-heksana. Ekstrak n-
heksana dipekatkan lalu disabunkan dalam 10 mL KOH 10%. Ekstrak n-
heksanadikentalkan lalu diuji fitokimia dan uji aktivitas bakteri.

3. Uji fitokimia pada terpenoi


Uji aktivitas bakteri dilakukan dengan pembiakan bakteri dengan
menggunakan jarum ose yang dilakukan secara aseptis. Lalu dimasukkan ke
dalam tabung yang berisi 2mL Muller-Hinton broth kemudian diinkubasi
bakteri homogen selama 24 jam pada suhu 35°C. suspensi  baketri homogeny
yang telah diinkubasi siap dioleskan pada permukaan media Muller-Hinton
agar secara merata dengan menggunakan lidikapas yang steril. Kemudian
tempelkan disk yang  berisi sampel, standartetrasiklin serta pelarutnya yang
digunakan sebagai kontrol. Lalu diinkubasi selama 24 jam pada suhu 35°C.
dilakukan pengukuran daya hambat zat terhadap  baketri.
Uji fitokimia dapat dilakukan dengan menggunakan pereaksi Lieberman-
Burchard. Perekasi Lebermann-Burchard merupakan campuran antara asam
setatanhidrat dan asam sulfat  pekat. Alasan digunakannya asam asetat
anhidrat adalah untuk membentuk turunan asetil dari steroid yang akan
membentuk turunan asetil didalam kloroform setelah. Alasan penggunaan
kloroform adalah karena golongan senyawa ini paling larut baik didalam
pelarut ini dan yang  paling prinsipil adalah tidak mengandung molekul air.
Jika dalam larutan uji terdapat molekul air maka asam asetat anhidrat akan
berubah menjadi asam asetat sebelum reaksi berjalan dan turunan asetil tidak
akan terbentuk. Penambahan sedikit asam asetat glasial sebelum penambahan
asam sulfat pekat akan memperjelas pembentukan warna hijau, artinya reaksi
menjadi lebih sensitif dan kadar steroid yang dapat diukurpun menjadi lebih
kecil.
Reagen ini biasa digunakan untuk mengidentifikasi secara kualitatif suatu
kolesterol. Biasanya reagen Lieberman Burchard digunakan dengan cara
menyemprotkan larutannya pada kolesterol yang sudah di-kromatografi-kan
(TLC). Apabila mengandung Triterpenoid, maka akan memberikan warna
merah sedangkan apabila mengandung steroid, akan memberikan warna biru
dan hijau. Reagen Lieberman Burchard dibuat dari Asam sulfat pekat (10
mL) dan Anhidrida Asetat (10 mL). Metanol dan Etanol dapat digunakan
untuk melarutkan sampel yang akan diidentifikasi. Berikut adalah contoh
senyawa yang dites dengan reagen ini:
Pada reagen LB ini hanya untuk uji terpenoid saja dan tidak bisa pada golongan
senyawa lainnya karena asam asetat yg digunakan adalah untuk membentuk turunan asetil
didalam kloroform. Kloroform adalah karena golongan senyawa ini paling larut baik
didalam pelarut ini atau yang tidak mengandung molekul air. Dan dengan pereaksi
ini maka gugus-gugus yang merupakan golongan terpenoid dapat diidentifikasi
sedangkan golongan lain seperti alkaloid , flavonoid, atau fenolik tidak akan
terindentifikasi, karena pada pereaksi ini hanya dikhususkan pada uji kolestrol saja
dapat dilihat dari fungsi asam asetat anhidrat dan asam sulfat pekat yang nantinya
akan membentuk turunan asetil.
Skrinning fitokimia
Identifikasi Terpenoid :
1. Menghaluskan 1 gram sampel.
2. Menambahkan 2 ml kloroform, kocok dan saring filtratnya.
3. Menambahkan 2 tetes asetat anhidrat pada filtrat.
4. Kemudian menambahkan 2 tetes asam sulfat pekat.
5. Mengamati perubahan warna yang terjadi.(metode lieberman-burchard, jika
positif menghasilkan merah jingga/ungu).
BAB III

PENUTUP

3.1Kesimpulan
Terpenoid merupakan senyawa metabolit sekunder yang tersusun atas 2
atau lebih unit C5 (isoprena). Secara umum sifat terpenoid tidak berwarna,
cairan harum, massa jenisnya lebih ringan daripada air, mudah menguap
(volatil). Semua terpenoid larut dalam pelarut organik dan biasanya tidak
larut dalam air. Hampir semua terpenoid adalah optik aktif. Tata nama
terpenoid dapat berupa sistem IUPAC dan CAS serta nama trivial sedangkan
penggolongannya didasarkan pada jumlah unit C5 dan jenis rantai. Senyawa
terpenoid dapat mengalami berbagai reaksi seperti oksidasi, reduksi,
dehidrasi, adisi, dan substitusi. Biosintesis terpenoid melalui jalur asam
mevalonat dengan menghasilkan IPP dan DMAPP debagai dasar pembentuk
terpenoid. Isolasi senyawa terpenoid dari suatu spesies melaui dua tahap:
isolasi minyak atsiri dari suatu spesies dan pemisahan terpenoid dari minyak
atsiri. Senyawa terpenoid dimanfaatkan secara meluas dalam berbagai bidang
seperti industri, kesehatan, serta berperan bagi spesies penghasil terpenoid itu
sendiri dalam kehidupannya.
DAFTAR PUSTAKA

Achmad, S.A. 1986. Kimia Organik Bahan Alam. Jakarta: Universitas


Terbuka

Bialangi, N., Mustapa, M. A., Salimi, Y. K., Widiantoro, A., & Situmeang,
B. (2016). Antimalarial activity and phitochemical analysis from
Suruhan (Peperomia pellucida) extract. JURNAL PENDIDIKAN
KIMIA, 8(3), 33-37.

Harborne, J. B. 1996. Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern


Menganalisis Tumbuhan. Penerjemah: Kosasih Padmawinata dan
Iwang Sudiro. Bandung: ITB.

Lenny, Sofia. 2006. Senyawa Terpenoida dan Steroida. Karya Ilmiah.

Medan: Departemen Kimia FMIPA Universitas Sumatera Utara


Anonim. 20082008307141003.pdf. K pada ajian Teori. Diaskes pada 9
Maret 2016
Connolly, J.D dan Hill, R.A. 1991. Dictionary of Terpenoids. London:
Chapman &Hill.
Gunnawan dan Sutrisnayanti, 2008. Jurnal Kimia : Isolasi dan Identifikasi
Senyawa Terpenoid yang Aktif Antibakteri pada Herba Meniran
(Phyllanthus niruri Linn). Bukit Jimbaran : FMIPA Universitas Udayana.

Sell, Charles S. 2003. The Fragrant Introduction of Terpenoid Chemistry.


Cambridge: The Royal Society of Chemistry.

Anda mungkin juga menyukai