Anda di halaman 1dari 10

PERKEMBANGAN TRADISI ISLAM

MAKALAH
Disusun guna memenuhi tugas matakuliah islam disiplin ilmi (IDI)
Dosen pengampun : Dr. Fetrimen, M.Pd.

Disusun oleh :
Tri Winarto 1704015271

FAKULTAS FARMASI DAN SAINS


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF DR. HAMKA
JAKARTA 2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tradisi keilmuan dalam islam terbentuk seiring dengan kelahiran islam itu sendiri,
peletakan landasan dasarnya pada abad ke-7. Dunia islam telah membentuk tradisi
keilmuan jauh sebelum dunia Eropa masuk ke dalam tradisi keilmuan modern. Tradisi
yang berangkat peletakkan dasar filsafat ilmu pengetahuan yang dalam dunia keilmuan
Barat dikenal sebagai ontologi, epistemologi, dan aksiologi. Manusia memiliki akal untuk
meraih ilmu dan mengembangkannya. Menurut Qudamah ibn Ja’far, akal terbagi dua,
yakni akal pemberian (mauhub) dan akal yang diusahakan (maksub).[1]
Upaya untuk menemukan filsafat dan epistemologi (teori pengetahuan)keilmuan
dalamIslamperlu terus menerusdilakukan. Dunia terus berubahdanbanyak hal baru
ditemukan. Hubungan antarmanusia dan antarbangsa pun berubah. Sains dan teknologi
maju begitu pesat dan hal-hal lama ditinggalkan, namun sekaligus hal-hal baru belum
sepenuhnya terpahami. Manusia hidup terus menerus dalam situasi persimpangan. Dalam
hal ini, pengembangan epistemologi alternatif adalah kunci utama yang tidak bisa
diabaikan. Setidaknyaada dua jalan yang bisa ditempuh. Pertama,mengamati dengan teliti
sejarah perkembangan keilmuan Islamdan menafsirkan kembali ide-ide dasar para tokoh
Islam.Kedua,belajar dari pengalaman umat Islamsendiri.
Kajian epistemologi keilmuan Islamdi Indonesia, khususnya dalam lingkup
universitas Islammasihjarang secara aplikatif diterapkan, sedangkan kajian epistemologi
keilmuan Baratlah yang sampai saat ini mendominasi. Akibatnya perhatian terhadap
epistemologi keilmuan Islampun kerap terlupakan dan bagi sebagian orang dianggap
kurang menarik dipelajari. Alasannya cukup sederhana; upaya pengembangan ilmu
pengetahuan dalam lingkup kajian epistemologi keilmuan Islamkerap mengalami
stagnasi. Sebaliknya,tradisi epistemologi keilmuan Barat justru telah banyak melahirkan
bermacam-macam ilmu pengetahuan (sains). Berbagai prestasi temuan di bidang IPTEK
tingkat dunia ―khususnya sejak abad renaissance―
hampir semuanya ditemukan oleh para ilmuwan Barat. Temuansains di dunia Muslim
dapat dikatakan sangat sedikit. Para penemu dalam bidang sains abad ke-20 ini yang
muncul dari kalangan dunia Muslim mungkin baru Abdus Salam di bidang fisika, atau
Habibie yang menemukan teori keretakan pesawat sehingga digelar sebagai Mr. Crack.
Sedangkan ribuan jenis temuan sains lainnya masih didominasi dari ilmuwan Barat. Hal
ini menjadi pertanyaan besar, mengapa fenomena kemandekantemuan sains terjadi di
dunia Islam?Beragam jawaban bisa dikemukakan, sekedar ilustrasi kecil, yakni akibat
dari kurangnya respon umat Islamterhadap dinamika pengetahuan modern.

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan pokok permasalahannya adalah
sebagai berikut :
1. Bagaimana tradisi keilmuan didunia islam?
2. Bagaimana perkembangan ilmu islam didunia?
3. Bagaimana kontribusi islam dalam keilmuan?

C. Tujuan Penulisan
Sesuai dengan permasalahan yang telah diajukan diatas, maka tujuannya meliputi :
1.    Mengetahui bagaimana tradisi keilmuan sejak dahulu hingga sekarang
2.    Mengetahui awal terbentuknya tradisi keilmuan islam
3.    Mengetahui bagaimana tradisi keilmuan islam berkembang di era globalisasi

D. Manfaat penulisan
Semoga hasil penulisan ini dapat dijadikan sebagai ilmu dalam matakuliah islam
disiplin ilmu.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Tradisi Keilmuan Islam


 Awal kedatangan islam, masyarakat Arab Jahiliyah masih dalam kondisi buta
huruf, masih sangat terbelakang jika dibandingkan dengan masyarakat pengikut Injil,
banyak orang Yahudi dan Kristen yang mampu membaca Kitab Injil. Setelah tersebarnya
Islam, guru-guru di kuttab adalah Yahudi dan Kristen, Tetapi Islam membawa instrumen
pendidikan yang berbudayakan Al-Qur’an dan ajaran-ajaran Nabi untuk pertama kalinya.
Pendekatan ini pula yang digunakan Muhammad Saw dalam membangun tradisi
keilmuan.[2]
Kondisi sosio-kultural masyarakat ini jadi perhatian serius Rasul Allah Saw,
manakala beliau berhijrah ke Madina. Sejumlah langkah-langka strategis mulai
diterapkan. Menurut Yusuf Al-Qardlawi, langkah-langkah tersebut adalah,1)
Pembentukan penalaran Ilmiah; 2) Pemberantasan buta huruf; 3) Pembelajaran bahasa
asing; 4) Penggunaan metode statistik; 5) Perencanaan; 6) Pengakuan logika
eksperimental; 7) Berpegang kepada pendapat pakar dan ilmuwan; 8) Memetik segala
yang bermanfaat; 9) Memberantas takhayul dan khurafat; 10) Perhatian terhadap ilmu
eksperimental dalam bidang kedokteran (Yusuf Al-Qardlawi: 36-66).[3]
  Menuntut ilmu merupakan sebuah kewajiban agama. Menuntut ilmu sama sekali
tidak identik dengan belajar, menuntut ilmu adalah sebuah proses mengacu kepada usaha
keras dan sungguh-sungguh guna mencapai tingkat kemampuan profesional.[4]
  Tantangan spekulatif dari peradaban sebelumnya (terutama budaya jahiliyah) dan
adanya motivasi Al-Qur’an, bahwa manusia memiliki tanggung jawab moral dan relijius
sebagai khilafah di bumi dan alam semesta, membuat generasi pertama islam mulai
berspekulasi terhadap beberapa masalah tertentu yang muncul saat itu. Pada masa
kenabian, ketika umat islam berhadapan dengan permasalahan-permasalahan tersebut,
Nabi Muhammad saw akan menjelaskan dengan bimbingan wahyu. Hal ini merupakan
proses berkelanjutan dalam konstruksi islamic worldview.[5]
B. Tradisi Keilmuan Islam
Menyikapi kondisi terpuruknya pendidikan tinggi Islam di tengah hegemoni
Barat, maka adalah pilihan sejarah untuk melakukan rekonstruksi dan vitalisasitradisi
keilmuan Islam, meliputi:1.RetradisiFilosofi Iqra’Kata kunci untuk mengantisipasi
perubahan dewasa ini dan mendatang adalah informasi dan ilmu pengetahuan.
Masyarakat Islam di Indonesia meskipun merupakan penduduk mayoritas, namun umat
Islam masih tertinggal dalam berbagai aspek karena ketinggalan informasi dan teknologi.
Salah satu biang kladi ketertinggalan umat Islam adalah sudah tercerabutnya masyarakat
dari ajaran dasar/filosofi iqra’. Rendahnya budaya baca dan menulis di kalangan umat
Islam, khususnya di Indonesia menyebabkan tingginya angka illiteracy di Indoensia.
Sementara di Negara Barat tradisi iqra berkembangan luar biasa, sehingga mereka
mencapai kemajuan di berbagai bidang. Wahyupertama yang diterima oleh Nabi
Muhammad SAW dimulai dengan divine command atau perintah illahiyyah, ''bacalah'',
iqra. Ayat berikutnya menegaskan dengan pena, al-qalam. Allah SWT mengajar manusia
bagaimana dan apa yang belum diketahui. Ayat ini menunjukkan arti penting membaca
sebagai suatu aktivitas intelektual dan menulis yang dilambangkan dengan al-qalam.
Wahyu Nabi adalah pembebasan dan pencerdasan umat, liberating & civilizing. Ajaran
iqra adalah satu seruan pencerahan intelektual yang telah terbukti dalam sejarah mampu
mengubah peradaban manusia dari masa kegelapan jahiliyah moral-intelektual dan
membawanya pada peradaban tinggi di bawah petunjuk Ilahi.
Makna penting kegiatan baca dan pena sebagai lambang tulis-menulis dalam
wahyu pertama nuzul Alquran ini agaknya sangat menarik ditafsiri oleh mufassir (ahli
tafsir) rasional Muhammad Asad yang dalam tafsirnya The Messages of the Quran
mengatakan sebagai berikut; “Pena digunakan sebagai simbol aktivitas menulis atau lebih
spesifik simbol semua pengetahuan yang diabadikan melalui jalan penulisan. Hal ini
menerangkan ajakan simbolis ''bacalah!,'' pada ayat pertama 1 dan 3. Manusia disebutkan
(dalam Alquran) diajari oleh Tuhan sesuatu yang tiada satu orang pun tahu dan sungguh,
tidak mungkin tahu dengan cara dirinya sendiri. Yakni, kemampuan unik manusia untuk
menyebarluaskan atau meneruskan via tulis-menulis, pikiran-pikiran, pengalaman-
pengalaman, dan wawasan dari satu individu ke individu, generasi ke generasi, dan satu
lingkungan budaya ke yang lain, memberkahi semua manusia yang terlibat aktivitas ini
dengan satu cara atau cara lain, dalam akumulasi pengetahuan yang
berkesinambungan.2.Menumbuhkan tradisi rihla dan semangat meneliti (spirit of
inquiry)Suatu tradisi utama yang disebut al-rihla fi talab al-ilm. ''Pengembaraan dalam
rangka mencari ilmu'' atau dalam istilah modern disebut the spirit of inquiry adalah bukti
sedemikian besarnya rasa keingintahuan di kalangan para ulama. Rihla ini mulanya
dilakukan oleh mereka yang mempelajari hadis. Kegiatan pengumpulan hadis mendorong
Bukhari (w 810) mengembara selama 16 tahun, meninggalkan negerinya di Turkistan,
tidak hanya ke Baghdad -pusat pengajaran terbesar pada masanya- tetapi juga ke jantung
jazirah Arab Makkah-Madinah dan ke Mesir serta Syria. Meskipun dia menolak ribuan
hadis yang dia dengar, pada akhirnya dia menyusun 7.397 hadis dalam karya agungnya
Sahih Bukhari.Rihla, ternyata tidak hanya merupakan tradisi akademis, tetapi juga
merupakan syarat utama untuk menuntut ilmu. Imam al-Haramain al-Juwayni (w 1085
M), seorang sunni ahli kalam kenamaan, memberikan kriteria yang melambangkan
sebuah tradisi dinamis dalam mencari ilmu pada masa pramodern. Kebutuhan-kebutuhan
yang diperlukan dalam tradisi itu adalah kecerdasan, semangat, hidup dalam kemiskinan,
merantau di negeri asing, inspirasi seorang guru, dan sepanjang hayat.Islam secara
mutlak mendorong pengikutnya untuk menuntut ilmu sejauh mungkin, bahkan hingga ke
negeri Cina. Ajaran hadis ini relevan dengan situasi Jazirah Arab abad tujuh Masehi
dalam rangka mengejar kemajuan peradaban Cina pada saat itu. Cina waktu itu adalah
sebuah peradaban tua dan maju. Dengan kata lain, Nabi menyatakan, jauhnya letak suatu
negara bukanlah masalah untuk kepentingan unik kemuliaan nilai ilmu
pengetahuan.Perintah baca dari Allah dalam konteks mencari kearifan, wisdom juga
mempunyai implikasi membaca fenomena alam dan fenomena sosial dengan segala
dinamika yang tidak pernah berhenti. Alam dan lingkungan seharusnya merupakan kelas
terbuka untuk aktivitas pembelajaran. Dampak positif dari cara pandang ini adalah alam
dipandang sebagai the mother nature, ibu pertiwi. Sebagai ibu yang dihormati setiap
anak, haram besar untuk dikotori dengan tindakan-tindakan yang tidak bertanggung
jawab. Lingkungan kita memperlihatkan kenyataan, manusia sering memperlakukan
bumi sebagai prostitut dalam rangka pemuasan diri tanpa batas. Inilah yang
mengakibatkan bencana dan krisis bangsa berkepanjangan.8Lemahnya semangat meneliti
di kalangan sarjana muslim saat ini harus kembali di segarkan melalui pembinaan anak
sejak dini dengan pembelajaran dengan pendekatan inquiry dan mendekatkan mereka
terhadap persoalan-persoalan di sekitar mereka. Metode pembelajaran hafalan
(memorazion) yang menjadi tradisi pada sebagian lembaga pendidikan Islam harus
diimbangi dengan pendekatan problem solving,pengamatan (observation)dan penelitian
(inquary) terhadap alam. Demikian juga, perguruan tinggi agama Islam harus merubah
paradigma kearah universitas riset (research university) yang konsen terhadap pemecahan
persoalan-persoalan dalam semua aspek kehidupan masyarakat, melalui kegiatan-
kegiatan semisal Participatory Actioan Researc (PAR). Peran guru/dosen harus diarahkan
tidak hanya sebagai pendidik, tetapi juga sebagai tenaga peneliti minimal pada level kelas
dimana dia mengajar, seperti penggiatan action research. 3.Integrasi IlmuPemecahan
masalah integrasi ilmu dalam perspektif pendidikan Islam memerlukan adanya landasan
filosofis pendidikan yang sepenuhnya berangkat dari cita-cita Al-Qur’an tentang
manusia, serta perlunya kegiatan pendidikan di bumi yang berorientasi ke langit
(transendental oriented), yang harus tercermin secara tajam dan jelas dalam rumusan
filsafat pendidikan Islam, agar kegiatan pendidikan mempunyai makna spiritual yang
mengatasi ruang dan waktu9.Gagasan serupa juga dikemukakan oleh M. Dawam
Rahardja10, dalam kajiannya tentang Tauhid dan Pendidikan, berkesimpulan bahwa
untuk bisa menghasilkan suatu pribadi yang integral melalui proses pendidikan, berbagai
konsep tauhid (Uluhiyah, Rububiyah, Mulkiyah dan Rahmaniyah) perlu diintegrasikan
menjadi suatu konsep tauhid yang holistic.Mastuhu (1999:16) menyebutkan bahwa
pendidikan Islam berangkat dari filsafat pendidikan theocentric. Ciri-ciri filsafat
pendidikan theocentric adalah: (1) ia mengandung dua jenis nilai, yaitu nilai kebenaran
absolut dan nilai kebenaran relatif, (2) bahwa manusia dilahirkan sesuai dengan fitrahnya
dan perkembangan selanjutnya tergantung pada lingkungan dan pendidikan yang
diperolehnya.
C. Pasang Surut Perkembangan Ilmu melalui Andalusia (spanyol)
Perubahan peradaban umat manusia berawal dari bertemunya peradaban Islam
dan peradaban bangsa Eropa. Setelah bangsa Arab memiliki semenanjung Liberia dan
Spanyol, mereka membangun Daulah Andalusiah yang dikenal dengan nama
Kekhalifahan Barat. Sebagai bangsa yang tergila-gila pada membaca dan menimba ilmu,
mereka melahap semua buku Filsafat Yunani kuno, baik yang ada di Daratan Eropa mau
pun yang ada di pusat kekaisaran Romawi Timur,yaitu di Binzantium. Sejalan dengan itu,
lahirlah para cendekiawan muslim yang di samping menerjemahkan karya-karya kuno,
juga menghasilkan karya sendiri dalam berbagai cabang ilmu. Buku-buku tersebut
kemudian dibaca kembali oleh orang Eropa, setelah sekian lama tidak mereka kenali.
Ketika itu, Spanyol merupakan pusat peradaban Islam yang sangat penting, menyaingi
Baghdad di Timur. Sehingga banyak orang Eropa (Barat) yang belajar ke sana, kemudian
menerjemahkan karya-karya ilmiah umat Islam. Setelah mereka pulang ke negeri masing-
masing, mereka mendirikan universitas dengan meniru pola Islam dan mengajarkan ilmu-
ilmu yang dipelajari di universitas-universitas Islam (Badri Yatim: 2004; 169).
Namun, seiring dengan kemunduran Islam, secara perlahan umat Islam juga
kehilangan kekuasaannya di bumi Spanyol (Andalusia) itu. Transformasi ilmu
pengetahuan tersebut di mulai ketika pada tahun 1085 M, yakni di saat kota Teledo
direbut oleh Raja Alfonso VI yang beragama Kristen sehingga hilang lah pusat sekolah
tinggi dan ilmu pengetahuan Islam beserta isinya yang terdiri dari perpustakaan beserta
ilmuwan-ilmuwannya.
BAB III
KESIMPULAN

Tradisi keilmuan dalam islam terbentuk seiring dengan kelahiran islam itu sendiri,
peletakan landasan dasarnya pada abad ke-7. Dunia islam telah membentuk tradisi keilmuan jauh
sebelum dunia Eropa masuk ke dalam tradisi keilmuan modern. Tradisi yang berangkat
peletakkan dasar filsafat ilmu pengetahuan yang dalam dunia keilmuan Barat dikenal sebagai
ontologi, epistemologi, dan aksiologi..
Menuntut ilmu merupakan sebuah kewajiban agama. Menuntut ilmu sama sekali tidak
identik dengan belajar, menuntut ilmu adalah sebuah proses mengacu kepada usaha keras dan
sungguh-sungguh guna mencapai tingkat kemampuan professional
DAFTAR PUSTAK

Jalaluddin (2013). Filsafat Ilmu Pengetahuan. Jakarta: PT. Raja Grafindo


Husaini, Adian (2013). Filsafat Ilmu Perspektif Barat dan Islam. Jakarta: Gema Insani
zra, Azumardi. (1999). Pendidikan Islam; Tradisi dan Modernisasi Menuju Millenium Baru.
Jakarta: Logos
Mas’ud, Abdurrahman. (2003). Menuju Paradigma Islam Humanis. Yogyakarta: Gama Media.
Muhaimin. (2003). Wacana Pengembangan Pendidikan Islam. Yaogyakarta: Pustaka Pelajar

Anda mungkin juga menyukai