Anda di halaman 1dari 8

PERISTIWA RENGASDENGKLOK

Pada 15 Agustus 1945, di Laboratorium


Bakteriologi (Jakarta Pusat) diadakan pertemuan
beberapa pemuda dan mahasiswa. Pemimpin
pertemuan tersebut adalah Sukarni dan Chaerul
Shaleh.

ADEGAN 1
Sukarni : “Apakah kalian sudah mendengar berita
terbarunya?”
Para pemuda: “Belum. Memangnya apa itu, Bung?”
Sukarni : “Barusan, Saya dan Sutan Syahrir
mendengar berita dari radio
BBC London di Bandung yang menginformasikan
Jepang
menyerah kepada Sekutu.”
Chairul Shaleh : “Berarti, keadaan kita semua
sedang penuh kekuatan.”
Sukarni : “Benar. Demikian, Saya mengumpulkan kalian
semua disini untuk
membahas keadaan kali ini. Kita memanfaatkan
keadaan ini,
untuk segera menyusun kemerdekaan.”
Darwis : “Maka dari itu, mari kita sepakat untuk
menolak segala bentuk
‘hadiah’ kemerdekaan dari Jepang karena kita akan
menyusun
kemerdekaan sendiri.”
Wikana : “Bung Darwis benar, Kemerdakaan itu
adalah hak dan persoalan
rakyat yang harus segera diproklamasikan. Mari
kita semua
meminta kepada Ir. Soekarno dan Bung Hatta untuk
memutuskan segala hubungan dengan Jepang.”
Sutan Syahrir : “Baiklah, Jika kalian semua setuju,
bagaimana jika saudara
Wikana dan Darwis menemui kedua
tokoh
tersebut untuk membicarakan lebih lanjut dan
menyampaikan
keputusan kita semua. Bagaimana kalau rapat
siang ini, kita tutup
sampai disini saja. Kalian semua, bisa pulang ke
kediaman masing-
masing dan menunggu Soekarno dan Bung Hatta
angkat suara.”
Wikana : “Baiklah kalau begitu, Bung. Sampai
jumpa besok pagi.
Kami pergi dulu. Terimakasih atas
informasinya.”
(menjabat tangan Sukarni dan Chairul
Shaleh)
Para Pemuda : (Berjabat tangan satu-satu dengan
Sukarni dan Chairul
Shaleh)
Wikana : “Assalamu’alaikum”
Sukarni : “Wa’alaikumsalam”

ADEGAN 2:
Wikana dan Darwis tiba di kediaman Soekarno di
Jalan Pegangsaan Timur No. 56. Jakarta, sekitar
pukul 21.00. WIB. Keduanya menyampaikan
hasil-hasil keputusan rapat. Pada pertemuan itu,
datang beberapa tokoh nasionalis seperti Moh.
Hatta, Iwa Kusumasumantri, Samsi, Buntaran,
Suidro dan Ahmad Subardjo.

Wikana : “Assalamu’alaikum”
Ir. Soekarno : “Wa’alaikumsalam. Ada apa gerangan
saudara kemari?
Mari masuk.”
Wikana & Darwis: (duduk)
Darwis : “Begini, Bung. Tadi, Saudara Chairul
Shaleh dan
Sukarni mendengar berita Jepang menyerah kepada
Sekutu di Radio BBC London di Bandung. Maka dari
itu tadi siang kami dari golongan para pemuda
berkumpul mengedakan rapat dan hasilnya adalah,
semua pemuda setuju agar Bung Soekarno dan Bung
Hatta segera menyusun kemerdekaan Indonesia.”
Moh. Hatta : “Apa yang dikatakan oleh Saudara
Darwis benar.
Namun sebaiknya hal tersebut harus direncanakan
dan
diputuskan dahulu oleh PPKI.”
Wikana : “Namun sebaiknya Bung Hatta dan Bung
Soekarno
harus memutuskan hubungan apapun yang berkaitan
dengan Jepang. Sebab, kemerdekaan adalah hak kita,
Bung. Bukan hak Jepang. Maka dari itu kami kemari
dengan mendesak agar proklamasi kemerdekaan
dinyatakan langsung esok hari, tepat pada tanggal 16
Agustus tahun 1945.”
Ir. Soekarno : “Baiklah, Baiklah. Untuk sementara itu,
Saudara
Darwis dan Wikana pulang dulu ke
kediaman masing-
masing. Saya akan merundingkannya kembali dengan
yang
lainnya.”
Darwis : “Baiklah Terimakasih. Kami pergi dulu,
Assalamu’alaikum”
Ir. Soekarno : “Wa’alaikumsalam.”

Darwis dan Wikana pun pulang ke kediaman


masing-masing. Sementara itu, para Golongan
Tua tetap berkumpul di kediaman Ir. Soekarno
untuk merundingkan hasil rapat Para Pemuda
yang telah dibicarakan oleh Wikana dan Darwis
tadi.

Bung. Hatta : “Apa pendapat saudara sekalian


mengenai hasil rapat para pemuda
tadi?”
Ir. Soekarno : “Kemungkinan kita tak dapat memenuhi
permintaan para pemuda
tersebut, karena hal itu sangat mendadak dan terlalu
terburu buru.”
Ahmad Subardjo : “Benar. Sebaiknya kita jangan
gegabah dalam mengambil
keputusan. Menurut saya, sebaiknya
kita mempertahankan PPKI
dahulu dan mengadakan sidang kembali.”
Ir. Soekarno : “Baiklah, pada tanggal 16 Agustus 1945
direncanakan akan
diadakan sidang PPKI untuk
membicarakan Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia. Rapat kali ini selesai
sampai disini.”

Sementara itu, menjelang 16 Agustus 1945,


tepat pukul 24.00 WIB di Asrama Baperpi, Cikini
71 Jakarta, para pemuda berkumpul yang
dihadiri oleh Sukarni, Jusuf Kunto, Dr. Muwardi,
cudanco Singgih, dan Chaerul Shaleh.

Chaerul Shaleh : “Begini, menurut laporan Wikana


dan Darwis setelah bertemu
Soekarno dan Bung. Hatta, nampaknya
golongan tua takkan
mensetujui kita walaupun sudah didesak seperti tadi.
Kita harus
mempunyai jalan keluar dari semua ini.”
Sukarni : “Benar sekali. Ada saran?”
Cudanco Singgih : “Bagaimana kalau kita
mengasingkan Ir. Soekarno dan Bung.
Hatta keluar dari Jakrta dengan tujuan untuk
menjauhkan mereka
dari pengaruh Jepang? Bagaimana?”
Jusuf Kunto : “Dimana kita akan mengasingkan
mereka, Bung?”
Cudanco Singgih : “Bagaimana jika Rengasdengklok,
suatu kota di Kawedanan di
Karawang? Karena tempat ini
merupakan markas PETA di bawah
cudanco Subeno, dan letaknya dibawah komando
PETA
Purwakarta yang mempunyai hubungan erat
dengan Daidan
PETA di Jakarta.”

Para permuda pun mensetujui ide cudanco


Singgih tersebut. Tepat pukul 04.00 WIB, Ir.
Soekarno dan Moh. Hatta dibawa oleh
sekelompok pemuda menuju Rengasdengklok.
Rombongan ini berangkat dari kediaman
Soekarno yang dikawal oleh pasukan PETA di
bawah pimpinan cudanco Singgih.

BRAKK! (Pintu di dobrak)


Chaerul Shaleh : (Membungkam mulut Soekarno,
menyeret paksa lalu
membawanya ke kapal)
Sukarni : (Membungkam mulut Bung. Hatta,
menyeret paksa lalu
membawanya ke kapal)

Rombongan Ir. Soekarno dan Moh. Hatta tiba di


Rengasdengklok dengan selamat pada pagi hari
tanggal 16 Agustus 1945. Soekarno-Hatta berada
sehari penuh di Rengasdengklok.

Sukarni : “Begini, sebelumnya maaf kami membawa


saudara sekalian dengan
paksa kemari. Kami tak bisa menunggu lebih
lama lagi untuk
kemerdekaan Indonesia. Jadi mohon pertimbangkan
kembali.”
Soekarno : “Mohon bersabar, Bung Sukarni. Kami
tahu para golongan muda tak
sabar, namun semua butuh waktu.”
Moh. Hatta : “Benar sekali. Kami akan mengusahakan
semuanya dan secepatnya.
Saudara tidak usah khawatir dengan semuanya.”

Upaya pemuda untuk menekan Ir. Soekarno dan


Moh. Hatta tidak berhasil. Karena wibawa dan
kharismatik keduanya, para pemuda merasa
segan untuk melakukan penekanan.

ADEGAN 3

Akhirnya Ir. Soekarno mengadakan pembicaraan


dengan cudanco Singgih mengenai segeranya
proklamasi dilaksanakan.

Soekarno : “Begini, saya akan secepatnya


melakukan proklamasi kemerdekaan
Republik Indonesia dengan segera setelah
kembali ke Jakarta. Saya
berjanji.”
C. Singgih : “Baiklah, saya akan cepat kembali ke Jakarta dan
menyampaikan
rencana proklamasi kepada rekan-rekan dan
pemimpin yang ada di
Jakarta. Sebelumnya, Terimakasih banyak, Saudara
Soekarno.”

Di Jakarta...

Ahmad Subardjo: “Bagaimana, saudara Wikana?


Apakah saudara setuju proklamasi
tersebut dilaksanakan di Jakarta?”
Wikana : “Baiklah, saya setuju. Setelah ini, Jusuf Kunto
akan mengantarkan
saudara dan sekretaris pribadi anda pergi ke
Rengasdengklok untuk
menjemput Soekarno dan Hatta.”

Dan sepakatlah para Golongan Tua dan Para


pemuda, Proklamasi akan dilaksanakan di
Jakarta. Semula Sukarni menolak pelaksanaan
Proklamasi tersebut di Jakarta, namun setelah
Ahmad Subardjo memberikan Jaminan, Sukarni
menyatakan kesetujuannya. Diputuskan pada
malam itu juga agar semuanya kembali ke
Jakarta.

Sekitar oukul 23.00 WIB, rombongan dari


Rengasdengklok tiba di Jakarta. Ketika Ir.
Soekarno dan Moh. Hatta datang ke rumah
Laksamana Maeda, di sana sudah menanti B.M
Diah dan surat kabar Asia Raya, Semaun Bakri
dari Jawa Kokokai, Sayuti Melik, Iwa
Kusumasumantri dan para anggota PPKI.

ADEGAN 4

Sementara itu, Ahmad Subardjo dan Iwa


Kusumasumantri mendatangi kediaman para
pemuda untuk mengajak mereka ke rumah
Laksamana Maeda.

Ahmad Subardjo: “Assalamu’alaikum”


Wikana : “Wa’alaikumsalam. Ada apa saudara Ahmad
Subardjo dan Iwa
Kusumasumantri kemari?”
Iwa Kusumasumantri: “Kami datang kemari untuk
mengajak saudara sekalian ke
rumah Laksamana Maeda yang disana sudah datang
Ir. Soekarno,
Moh. Hatta dan angota-anggota PPKI lainnya. Mohon
datang.”
Sukarni : “Tidak, kami tak akan kesana. Bukankah tak
ada kesepakatan
sama sekali untuk ke kediaman Laksamana
Maeda?”
Wikana : “Saudara Sukarni benar, kami tidak ada
perjanjian untuk memakai
rumah Laksamana Maeda terlebih dahulu.”
Ahmad Subardjo: “Bukan begitu, Saudara wikana. Hal
ini dilakukan untuk
mencegah gangguan dan halangan Kempetai
Jepang. Jadi kami
mohon dengan sangat, kalian datang dan ikut
berunding. Miniman
wakil dari kalian saja.”

Kemudian Para Pemuda sepakat bahwa yang


akan datang hanyalah Chaerul Shaleh dan
Sukarni sebagai wakil para pemuda. Sedangkan
anggota PPKI banyak yang hadir dalam
perumusan teks proklamasi di rumah Laksamana
Maeda tersebut.
***TAMAT***

Anda mungkin juga menyukai