Anda di halaman 1dari 11

RESUME TUGAS 4 DAN TUGAS 5

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Praktikum Fitofarmaka

KELOMPOK : 7

KELAS: G
Laras Hadyaning Tias (201610410311058)

DOSEN PEMBIMBING:
Siti Rofida, M.Farm., Apt.
Drs. Herra Studiawan, M.Si., Apt
Amaliyah Dina A., M.Farm., Apt.

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2020
IDENTIFIKASI SENYAWA GOLONGAN POLIFENOL DAN TANIN
(Ekstrak Psidium guajava)

Khasiat dan kandungan Tanaman


Selain dimakan buah jambu biji bisa pula digunakan terapi
laksativum , antiosidan, kolesterol, DBD, sariawan. Pada bagian lainya jambu
biji ini meliputi pada daun, akar, kulit dapat pula digunakan terapi yaitu peradang
dilambung, keputihan pada wanita, diare, kurap, gusi bengkak, sariawan. Jambu
biji banyak mengandung senyawa saponin,alkaloid, minyak atsiri, flavonoid,
polifenol

Polifenol
Secara kimiawi fenol diartikan yaitu senyawa kimiai oleh adanya satu
cincin aromatic membawa satu (fenol) atau lebih (polifenol) substitusi hydroksil,
termasuk derivate fungsionalnya. Zat tersebut mempunyai ciri/tanda khusus
mempunyai banyak gugus fenol didalam molekulnya. Senyawa tersebut memiliki
spectrum luas dengan sifat kelarutannya kepada pelarut yng berbeda-beda.
Disebabkan oleh gugus hidroksil pada senyawa tersebut yang dimiliki berbeda
pada jumlah serta posisinya.
Tanin
Senyawa ini ialah metabolit sekunder yang dalam beberapa tanaman. Tanin
merupakan senyawa kimia tergolong dalam senyawa polifenol (Deaville et
al, 2010). Tanin memiliki kemampuan mengendapkan protein, karena tanin
mengandung sejumlah kelompok ikatan fungsional kuat beserta molekul protein
selanjutnya dapat menghasilkan ikatan silang besar serta komplek yaitu protein
tanin. Tanin mempunyai berat molekul 0,5-3 KD. Tanin alami larut dalam air
serta memberikan warna pada air, warna larutan tanin bervariasi dari warna terang
sampai warna merah gelap atau coklat, karena setiap tanin memiliki warna yang
khas tergantung sumbernya

Pembuatan Aquadest Panas


Membuat 10 ml aquadest panas, setelah itu dicampurkan dengan ekstrak.
Proses ini dinamakan proses hidrolisis, tujuannya untuk menghilangkan klorofil
yang terdapat dalam ekstrak dan zat-zat lainnya, setelah itu didiamkan disuhu
ruang dan ditambahkan NaCl 10%, penambahan NaCl bertujuan untuk
mengendapkan senyawa garam-garam yang mungkin terbentuk pada saat proses
hidrolisis tadi. Setelah itu disaring menggunakan kertas penyaring dengan corong
gelas tujuan dilakukan penyaringan yaitu untuk mengmisahkan antara residu dan
filtrat sehingga zat endapan tidak ikut teridentifikasi oleh senyawa golongan
polifenol dan tanin. Proses penyaringan dilakukan didalam tabung rekasi besar.
Cara penyaringan dengan mengalirkan ekstrak melewati batang pengaduk dan
akan dihasilkan filtrat dengan warna kekuningan.
Selanjutnya filtrat tersebut dibagi 3 sama banyak dalam tabung reaksi, dan
ditandai IV A, IV B dan IV C. Tabung reaksi dengan tanda IV A sebagai blanko,
tabung reaksi dengan tanda IV B sebagai uji gelatin dan tabung rekasi dengan
tanda IV C untuk uji ferri klorida.

Uji Gelatin
Pada uji gelatin yang ditandai dengan tabung reaksi IV B ditambahkan
pereaksi gelatin sebanyak 2 tetes, tujuannya yaitu agar filtrat yang berisi ekstrak
tersebut akan terbentuk endapan karena gelatin merupakan protein yang dapat
membentuk endapan jika ekstrak tersebut mengandung tanin dan protein akan
terikat oleh senyawa tanin dengan kuat. Setelah terbentuk endapan ditambahkan
NaCl 10% sebanyak 5ml, tujuannya untuk menghilangkan senyawa lain sehingga
yang diperoleh hanya senyawa tanin saja. Setelah itu dibandingkan dengan blanko
(IV A) maka akan terlihat perbedaannya, pada uji gelatin akan berubah menjadi
endapan putih yang artinya ekstrak tersebut menunjukkan adanay tanin.

Uji Ferri Klorida (FeCl)


Pada uji Ferri Klorida (FeCl) yang ditandai dengan tabung reaksi IV C
ditambahkan beberapa tetes pereaksi FeCl3 dan diamati perubahan warna yang
terjadi. Apabila timbul warna hijau kehitaman maka didalam filtrat yang berisi
ekstrak tersebut terdapat senyawa tanin. Hal ini dapat terjadi karena terbentukinya
ikatan kompleks antara tanin dengan Fe3+. Setelah itu bandingkan dengan blanko
( IV A ) maka akan terlihat perbedaannya. Pada uji Ferri Klorida terdapat
perubahan warna menjadi hijau kehitaman, berarti menunjukkan adanya senyawa
tanin pada ekstrak tersebut.

Uji KLT (Kromatografi Lapis Tipis)


Identifikasi bercak senyawa akan dilakukan di sin ultraviolet pada
gelombang 254 nm dan 365 nm. Agar dapat melihat senyawa dapat berfluoresensi
atau sebaliknya. Jika uv 254 nm plat berwarna hijau dan spot noda gelap maka
senyawa mampu meredam pada uv 254 nm. Sedangkan pada uv 365 jika alat
berwarna ungu dan spot noda berwarna-warni maka senyawa tersebut mampu
berfluoresensi pada uv 365 nm.
Untuk jarak pengembangan seyawa pada kromatogram dinyatakan dalam Rf .
Harga Rf ditentukan oleh jarak rambat suatu senyawa dari titik awal dan jarak
rambat eluen (fase gerak) dari titik awal. Berikut adalah rumus perhiungan harga
Rf :
Jarak ( cm ) titik tengah bercak dari titik awal
Harga Rf =
jarak ( cm) rambat fase gerak

Pada uji KLT ini, sampel diambil pada tabung rekasi IV A (Blanko) dengan
menggunakan pipa kapiler sebanyak kurang lebih satu kapiler, dipastikan noda
yang terbentuk bulat, tidak lebar dan pekat. Setelah itu untuk melihat apakah noda
tersebut sudah pekat atau bekum, diamati dibawah UV 254, setelah dirasa
kepekatan sudah cukup, dilakukan eluasi dengan fase geraknya yaitu Metanol-Etil
Asetat-Asam Formiat dengan perbandingan 0,5 : 9 : (2gtt), ditunggu hingga garis
batas plat KLT, setelah dirasa sudah mencapai garis batas, angkat plat KLT dan
lihat secara visul setelah itu diamati pada UV 254 dan UV 365. Selanjutnya
diberikan penampak noda yaitu menggunakan FeCl3, denngan cara meletakkan
larutan FeCl3 pada loyang dan plat KLT yang telah dieluasi diberikan penampak
noda kemudian diamati warna noda yang terbentuk dan jika timbul warna hitam
menunjukkan adanya polifenol dalam smapel setelah itu diamati berapa panjang
noda dan sekaligus dihitung nilai Rf nya.
IDENTIFIKASI SENYAWA GOLONGAN ANTRAKINON
(Ekstrak Rheum officinale L.)

Kandungan Senyawa
Antrakinon merupakan senyawa turunan antrasena yang diperoleh dari reaksi
oksidasi antrasena. Antrakinon yang mengandung gugus karboksilat dapat
diekstraksi dengan penambahan basa, misalnya dengan natrium bikarbonat. Hasil
reduksi antrakinon adalah antron denantranol terdapat bebas di alam atau sebagai
glikosida. Golongan ini aglikonnya adalah sekerabat dengan antrasena yang
memiliki gugus karbonil pada kedua atom C yang berseberangan antrasena (atom
C9 dan C10) dan C9 adalah gugus hidrosil (antranol).
Akar kelembak mempunyai kandungan antranoid, khusunya glikosida
antrakinon seperti rhein (semosida A dan B), aloe-emodin, physcion. Juga
mengandung asam oksalat, tanin yaitu gallotanin, katekin dan prosianidin.
Sedangkan kandungannya yang lain adalah pektin, asam fenolat.
Secara umum tanaman ini mengandung kandungan : Asam Krisofat,
krisofanin, rien-emodin, aloe-emodin, reokristin, alizarin, glukogalin, tetrazin,
katekin, saponin, tannin 11,80%, amilum dan kuinon. Setiap bagian bagian
tubuhnya mengandung zat-zat kimia yang berbeda; Akar dan daunnya
mengandung flavonoida, disamping itu akarnya juga mengandung glikosida
reumemodin, krisofanol, rafontisin dan saponin, sedangkan daunnya sendiri
mengandung polifenol, antraglikosida dan frangula-emodin. Pada batangnya
mengandung asam Krisofhanat, Emodian dan Rhein.
Glikosida antrakinon adalah stimulan katartika dengan meningkatkan
tekanan otot polos pada dinding usus besar, aksinya akan terasa sekitar 6 jam
kemudian atau Iebih lama. Adapun mekanisme belum jelas, namun diduga
antrakinon dan antranol dan turunannya berpengaruh terhadap tranpor ion daam
sel colon dengan menghambat kanal ion Cl. Untuk antron dan antranol
mengeluarkan kegiatan lebih drastik (itulah sebabnya ada beberapa simplisia yang
boleh digunakan setelah disimpan selama satu tahun, untuk mengubah senyawa
tersebut menjadi antrakinon). Di alam golongan senyawa antrakinon dibentuk
melalui paling sedikit 2 jalur, yaitu jalur asam asetat malonat (poliketida) atau
jalur asam sikamat -asam korismat. Golongan antrakinon yang dibentuk melalui
jalur poliketida biasanya merupakan turunan 1,8-dihidroksi antrasena.

Identifikasi Senyawa Antrakinon


Senyawa antrakinon semuanya memberikan warna reaksi yang khas dengan
reaksi Borntraeger jika Amonia ditambahkan: larutan berubah menjadi merah
untuk antrakinon dan kuning untuk antron dan diantron. Antron adalah bentuk
kurang teroksigenasi dari antrakinon, sedangkan diantron terbentuk dari 2 unit
antron. Antrakinon yang mengandung gugus karboksilat (rein) dapat diekstraksi
dengan penambahan basa, misalnya dengan natrium bikarbonat. Hasil reduksi
antrakinon adalah antron dan antranol, terdapat bebas di alam atau sebagai
glikosida. Antron bewarna kuning pucat, tidak menunjukkan fluoresensi dan tidak
larut dalam alkali, sedangkan isomernya, yaitu antranol bewarna kuning
kecoklatan dan dengan alkali membentuk larutan berpendar (berfluoresensi) kuat.
Oksantron merupakan zat antara (intermediate) antara antrakinon dan antranol.
Reaksi Borntraeger modifikasi Fairbairn, yaitu dengan menambahkan hidrogen
peroksida akan menujukkan reaksi positif.

Uji Borntrager
Diukur aquadest sebanyak 10 ml setelah itu dimasukkan kedalam ekstrak
yang telah disediakan, diaduk sampai larut, setelah larut, disaring menggunakan
kertas saring dan corong gelas, proses penyaringan ini bertujuan untuk
memisahkan filtrat dengan pengotornya, filtrat yang diperoleh ditambahkan
toluena sebanyak 5mL, kemudian dikocok sehingga senyawa antrakinon dapat
terlarut dalam fase toluena, proses ini dilakukan sebanyak dua kali, hasil ekstraksi
ditampung pada tabung reaksi yang baru, yang ditampung pada tabung reaksi baru
yaitu yang bening. Setelah itu hasil ekstraksi dibagi menjadi dua, ditandai dengan
VA dan VB, untuk tabung reaksi VA sebagai blanko untuk VB ditambahkan
ammonia pekat sebanyak 1mL dan dikocok, setelah itu amati berubahan warna
yang terjadi, jika dibandingkan dengan blanko maka akan terlihat perbedaannya,
pada uji borntrager terjadi perubahan warna dibagian dasar tabung rekasi yaitu
warna merah, ini menunjukkan adanya senyawa antrakinon.

Uji Modifikasi Borntrager


Diukur KOH 0,5 N sebanyak 5 mL, ditambahkan KOH 0,5 N kedalam
ekstrak kemudian diaduk sampai larut, tujuan penambahan KOH 0,5 N yaitu
untuk menghidrolisis glikosida dan mengoksidasi antron atau antranon menjadi
antrakinon. Setelah itu diukur 1 mL H2O2 encer, ditambahkan ke campuran
sebelumnya dan diaduk sampai larut, tujuan penambahna H2O2 untuk
memberikan suasana asam pada ekstrak. Setelah itu tabung reaksi yang sudah
dicampurkan dengan KOH 0,5 N dan H2O2 dipanaskan di dalam beaker glass
yang berisi air kemudian diletakkan diatas hotplate, tujuan dari pemanasan ini
yaitu untuk melarutkan antrakinon agar terpisah dari bagian serbuk simplex,
kemudian disaring dengan kertas saring dan corong gelas yang bertujuan untuk
memisahkan filtrat dengan ampas pengotornya yang terdapat pada larutan. Filtrat
ditambahkan asam asetat glasial, yang bertujuan untuk melarutkan senyawa
antrakinon dan ditambahkan toluen untuk membentuk dua lapisan, lapisan atas
dan lapisan bawah, yang terbentuk sesuai dengan kepolarannya. Proses ini
dinamakan ekstraksi, ekstraksi bertujuan untuk menghidrolisis antrakinon yaitu
memisahkan antara glikon dan aglikonnya. Kocok tabung rekasi lalu lapisan
bawah dibuang dan lapisan toluena yang akan digunakan untuk pengujian,
digunakan lapisan yang atas yaitu toluena karena antrakinon larut dalam lapisan
tersebut. Setelah itu bagi filtrat menjadi dua sama banyak di tabung rekasi dan
tandai dengan VIA dan VIB, ViA digunakan untuk blanko sedangkan VIB
digunakan untuk larutan uji.
Pada larutan VIB ditambahkan amonia pekat sebanyak 1 mL, alasan
ditambahkannya amonia karena amonia dapat merubah suasana menjadi basa
sehingga dapat menghidrolisis glikosida dan mengoksidasi antarnon menjadi
antrakinon setelah itu diamati perubahan warna yang terjadi pada lapisan
tersebut. Bandingkan blanko dnegan (VIA) dengan larutan (VIB) maka akan
terlihat perbedaannya, pada larutan VI B terjadi perubahan warna pada dasar
tabung reaksi menjadi warna pink, itu menunjukkan adanya antrakinon pada
ekstrak tersebut.

Uji KLT (Kromatografi Lapis Tipis) Antrakuinon


KLT adalah kromatografi serapan, dimana sebagai fasa tetap (diam) berupa
zat padat yang disebut adsorben (penyerap) dan fasa gerak adalah zat cair yang
disebut larutan pengembang (Gritter, 1991).
Kromatografi Lapis Tipis Dalam kromatografi lapis tipis (KLT), adsorben
diletakkan tepat pada satu sisi plat atau kaca atau saluran plastik ataupun
aluminium. Adsorben yang paling sering digunakan adalah silika gel dan alumina.
Beberapa mikroliter larutan sampel yang akan dianalisa ditotolkan pada plat
sebagai titik kecil yang tunggal dengan menggunakan pipa mikrokapilaritas. Plat
dikembangkan dengan meletakkannya didalam botol ataupun chamber
pengembang yang berisi sejumlah kecil pelarut. Pelarut akan menaiki plat dengan
adanya gaya kapilar, dan membawa senyawa dari sampel dengan itu. Senyawa
yang berbeda dipisahkan dari dasarnya pada saat interaksi mereka dengan lapisan
adsorben. Plat KLT yang biasa digunakan adalah plat dengan ukuran pori silika
60 Å dan ketebalan lapisan 25 µm dalam penyangga poliester atau aluminium,
beberapa dengan menggunakan atau tanpa menggunakan indikator fluorosensi
yang sesuai untuk analisa cepat dari ekstrak kasar tanaman dan digunakan sebagai
dasar dari langkah preparatif. Plat biasa dapat digunting dengan menggunakan
gunting atau kertas cutter untuk mengambil ukuran yang diinginkan. Deteksi noda
yang dihasilkan dapat menggunakan lampu ultraviolet ataupun dengan
menyemprot dengan menggunakan reagen yang sesuai.
Blanko pada tabung reaksi VA dan tabung reaksi VIAyang akan ditotolkan
kedalam plat KLT, dipastikan untuk hasil totolan di plat KL terbentuk bulat, tidak
lebar, dan pekat. Untuk melihat kepekatannya diamati pada UV 254 terlebih
dahulu. Selanjutnya dilakukan eluasi dengan fase gerak berupa toluena-etil asetat-
asam asetat glasial dengan perbandingan 75:24:1, ditunggu hingga plat KLT
sampai batas, lalu diambil dari dalam chamber dan diamati kembali di UV 254
dan UV 365. Setelah itu diberikan penampak noda yaitu larutan KOH 10% dalam
metanol dengan cara diletakkan diloyang di masukkan plat yang sudah dieluasi
kedalam penampak noda dan diamati noda yang terbentuk pada plat KLT,
timbulnya noda yang berwarna kuning, kuning coklat, merah ungu atau hijau
ungu menunjukkan adanya senyawa antrakinon, setelah itu hitung nilai Rfnya.
Hasil yang didapatkan

Pehitungan Rf Polifenol dan Tanin


1,8
1. = 0,15
12
3,5
2. = 0,292
12
3,9
3. = 0,325
12
Perhitungan Rf Antrakuinon
2,1
1. = 0,175
12
8 ,1
2. = 0,675
12
8 ,5
3. = 0,7083
12

5,3
A. = 0,4417
12
1,8
B. = 0,675
12
8 ,5
C. = 0,7083
12
11,2
D. = 0,933
12
Pembahasan
1. Nilai Rf yang di dapatkan pada simulasi praktikum terhadap ekstrak
psidium guajava yang di tunjukkan secara online memperlihatkan hasil
rf dengan nilai 0,15 sampai dengan 0,33 sehingga hasil Rf Psidium
guajava secara praktis masuk kedalam rentang teoritis yang tercantum
pada farmakope herbal Indonesia sehingga dapat di katakan bahwa
dalam ekstrak yang di lakukan uji kromatografi lapis tipis positif
mengandung senyawa golongan polifenol.
2. Pada simulasi praktikum ada dua blanko yang ditotolkan yaitu blanko
dari uji Bontrager dan blanko dari uji Bontrager termodifikasi dan
menunjukkan hasil yang di tunjukkan untuk uji kromatografi lapis tipis
menghasilkan Noda kuning, kuning coklatan, dan merah keunguan
sehingga pada keduanya menujukkan hasil yang sama yaitu dapat di
simpulkan larutan uji mengangdung antrakinon.

Anda mungkin juga menyukai