Anda di halaman 1dari 29

MAKALAH EKOLOGI LAUT

“HUBUNGAN KETERKAITAN EKOLOGI DARI EKOSISTEM


MANGROVE, TERUMBU KARANG, DAN LAMUN”

Disusun Oleh :

Nama : MEITA EKA FARA

NIM : 140341100046

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN


FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS TRUNOJOYO MADURA

2015
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya, sehingga penulis berhasil menyelesaikan makalah Ekologi
Laut ini yang alhamdulillah dapat selesai tepat waktu dengan judul “Hubungan
Keterkaitan Ekologi dari Ekosistem Mangrove, Terumbu Karang, dan Lamun”.
Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada Ibu Maulinna Kusumo Wardhani,
S.Kel, M.Si selaku dosen pengampu yang membimbing penulis dalam pengerjaan
tugas makalah ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang
selalu setia membantu dalam hal pencarian dan pengumpulan jurnal dalam pembuatan
makalah.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena
itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu penulis harapkan
demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, penulis sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah
SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amiin.

Bangkalan, 16 Oktober 2015

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................... i

KATA PENGANTAR ........................................................................................ ii

DAFTAR ISI ....................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... iv

1.1 Latar Belakang .............................................................................................. iv

1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... v

1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................................... v

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................... 1

2.1 Ekosistem Mangrove ..................................................................................... 1

2.2 Ekosistem Lamun .......................................................................................... 3

2.3 Ekosistem Terumbu Karang .......................................................................... 5

2.4 Ciri Ekosistem Laut Tropis ........................................................................... 6

2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekologi Laut Tropis ............................. 8

2.5.1 Faktor Kimia ....................................................................................... 8

2.5.2 Faktor Fisika ....................................................................................... 9

2.5.3 Faktor Aktivitas Manusia .................................................................... 11

2.6 Manfaat Ekosistem Mangrove, Terumbu Karang, dan Lamun ..................... 12

2.7 Hubungan Keterkaitan Ekologi dari Ekosistem Mangrove, Terumbu

Karang, dan Lamun ...................................................................................... 14

BAB III PENUTUP ............................................................................................ 22

3.1 Kesimpulan ................................................................................................... 22

3.2 Saran .............................................................................................................. 22

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 23

iii
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan Negara kepulauan. Luas pantai di Indonesia berpotensi


untuk membentuk ekosistem dengan keragamannya. Ekosistem merupakan satu
kesatuan antara komunitas dengan lingkungannya. Didalam ekosistem terjadi interaksi
antara komunitas dengan lingkungannya sebagai komponen biotic (makhluk hidup)
dengan lingkungannya sebagai komponen abiotik (makhluk tak hidup). Ekosistem
adalah suatu unit ekologi yang di dalamnya terdapat hubungan antara struktur dan
fungsi. Struktur yang dimaksudkan dalam definisi ekosistem tersebut adalah
berhubungan dengan keanekaragaman spesies (species diversity). Ekosistem yang
mempunyai struktur yang kompleks, memiliki keanekaragaman spesies yang tinggi
(Tansley 1935).
Ekosistem pantai mempunyai berbagai sumber daya alam yang berpotensi
untuk dikembangkan. Salah satu potensinya yang merupakan ekosistem terpenting
yang ada diperairan laut meliputi keanekaragaman hayati ekosistem terumbu karang,
padang lamun, dan mangrove. Keberadaan ketiga ekosistem tersebut merupakan
habitat nursery ground bagi berbagaia macam spesies ikan karang (Epinephelus sp),
gastropoda (Thrombus sp), bivalvia (Anadara sp), dan kepiting bakau (Scylla serrata).
Biota laut yang ada didalamnya merupakan kekayaan laut pesisir (Vatria 2010).

Ekosistem di perairan laut dipengaruhi oleh berbagai aspek yang berkaitan


dengan kehidupannya dimana ekosistem laut berbeda dengan ekosistem darat.
Ekosistem laut akan dapat beradaptasi dengan lingkungan hidup yang ekstrim, suhu
yang rendah serta tekanan yang tinggi. Banyak terdapat aktivitas thermal vents pada
laut dalam yang lingkungannya ekstrim dikarenakan cahaya matahari tidak dapat
menembus perairan. Oleh karena itu, di perairan dalam proses fotosintesis tidak terjadi
secara optimal. Segala aktivitas yang terjadi juga dipengaruhi beberapa faktor yaitu
faktor kimia,fisika dan biologi. Hubungan yang terjadi di dalam ekosistem merupakan
satu kesatuan komunitas perairan. Komponen tersebut terdiri atas komponen biotik

iv
(mahluk hidup) dan abiotik(mahluk tak hidup). Keanekaragaman hayati ekosistem
terumbu karang, padang lamun, dan mangrove memiliki peranan positif yaitu ekologis
terumbu karang-padang lamun-mangrove bermanfaat sebagai penyeimbang faktor
biologis, fisis dan kemis (Nybakken 1992 dalam Vatria 2010). Misalnya: akar
mangrove, khususnya Rhizophora apicullata dan R. mucronata berperan sebagai
perangkap sedimen terhadap komunitas padang lamun dan terumbu. Demikian juga
peranan terumbu karang sebagai penghalang empasan gelombang terhadap komunitas
padang lamun. Perubahan suatu ekosistem seringkali menyebabkan ekosistem menjadi
tidak stabil, yang kemudian seluruh aktivitas di dalam ekosistem menjadi terganggu.
Hubungan interaksi antara ketiga komunitas dari ekosistem mangrove, ekosistem
terumbu karang, dan ekosistem lamun dapat digunakan untuk menentukan baik
buruknya parameter lingkungan perairan pantai (Vatria 2010).

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah yang dapat diambil dari latar belakang antara lain :
1. Ekosistem Mangrove, Lamun, dan Terumbu Karang secara umum
2. Manfaat dari Ekosistem Mangrove, Lamun, dan Terumbu Karang
3. Hubungan keterkaitan ekologi dari Ekosistem Mangrove, Lamun, dan Terumbu
Karang.

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan Penulisan yang dapat diambil dari Rumusan Masalah antara lain :
1. Untuk mengetahui Ekosistem Mangrove, Lamun, dan Terumbu Karang secara
umum
2. Untuk mengetahui manfaat dari Ekosistem Mangrove, Lamun, dan Terumbu
Karang
3. Untuk Mengetahui Hubungan keterkaitan ekologi dari Ekosistem Mangrove,
Lamun, dan Terumbu Karan

v
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Ekosistem Mangrove

Gambar 1. Ekosistem Mangrove

Ekosistem hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi yang tumbuh di


laguna pesisir dangkal dan estuaria tropis dan subtropis, didominasi oleh beberapa
spesies pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah yang
pasang surut pantai berlumpur. Mangrove merupakan salah satu ekosistem yang
memiliki produktivitas tinggi dibandingkan ekosistem lain dengan dekomposisi bahan
organik yang tinggi, dan menjadikannya sebagai mata rantai ekologis yang sangat
penting bagi kehidupan mahluk hidup yang berada di perairan sekitarnya. . Mangrove
adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu komunitas
pantai tropik yang didominasi oleh beberapa spesies pohon yang khas atau semak-
semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. Materi
organik menjadikan hutan mangrove sebagai tempat sumber makanan dan tempat
asuhan berbagai biota seperti ikan, udang dan kepiting. Produksi ikan dan udang di
perairan laut sangat bergantung dengan produksi serasah yang dihasilkan oleh hutan
mangrove. Berbagai kelompok moluska ekonomis juga sering ditemukan berasosiasi
dengan tumbuhan penyusun hutan mangrove. Selain ikan, udang, dan moluska, biota

1
yang juga banyak ditemukan di perairan pantai mangrove seperti cacing laut
(polychaeta).
a. Sistem Akar Mangrove
Beberapa spesies mangrove
mengembangkan sistem perakaran khusus yang
dikenal sebagai akar udara (aerial roots) yang
sangat cocok untuk kondisi tanah yang anaerob.
Akar udara ini dapat berupa akar tunjang, akar
napas, akar lutut dan akar papan.

Akar napas dan akar tunjang yang muda berisi zat hijau daun (klorofil) di bawah
lapisan kulit akar (epidermis) dan mampu untuk berfotosintesis. Akar udara memiliki
fungsi untuk pertukaran gas dan menyimpan udara selama akar terendam.
b. Buah Mangrove
Semua spesies mangrove menghasilkan
buah yang biasanya disebarkan oleh air.Buah
yang dihasilkan oleh spesies mangrove memiliki
bentuk silindris, bola, kacang, dan lain-lain.

c. Kelenjar Garam
Beberapa spesies mangrove dapat
menyesuaikan diri terhadap kadar garam tinggi,
yaitu antara lain dengan cara membentuk
kelenjar garam (salt glands) yang berfungsi
untuk membuang kelebihan garam.

2
2.2 Ekosistem Lamun

Gambar 2. Ekosistem Lamun

Padang lamun adalah hamparan vegetasi lamun yang menutupi suatu area
yang tumbuh bergerombol membentuk rumpun. Ekosistem lamun merupakan satu
sistem ekologi padang lamun dimana didalamnya terjadi hubungan timbal balik antara
komponen abiotik, tumbuhan dan hewan. Lamun merupakan salah satu ekosistem yang
paling produktif, selain hutan mangrove dan terumbu karang pada perairan pesisir
pantai. Salah satu sumber daya laut yang cukup potensial untuk dapat dimanfaatkan
adalah lamun, dimana secara ekologi, lamun mempunyai beberapa fungsi penting di
daerah pesisir. Lamun mempunyai produktifitas primer yang tinggi dan merupakan
sumber makanan penting bagi banyak organisme. Menurut Nybakken (1988) biomassa
padang lamun secara kasar berjumlah 700 gbk/m2, sedangkan produktifitasnya adalah
700 g C/m2/hari. Oleh karenanya padang lamun merupakan lingkungan laut dengan
produktivitas tinggi. Komunitas lamun merupakan komponen kunci dalam ekosistem
pesisir di seluruh dunia (Hutomo dan Peristiwadi 1990). Namun keberadaan komunitas
lamun hampir di setiap pesisir bervariasi, hal ini diduga karena perbedaan karakteristik
lingkungan perairan ( Supriyadi 2010 ).

Lamun merupakan tumbuhan yang beradaptasi penuh untuk dapat hidup di


lingkungan laut. Eksistensi lamun di laut merupakan hasil dari beberapa adaptasi yang
dilakukan termasuk toleransi terhadap salinitas yang tinggi, kemampuan untuk

3
menancapkan akar di substrat sebagai jangkar, dan juga kemampuan untuk tumbuh dan
melakukan reproduksi pada saat terbenam. Lamun juga memiliki karakteristik tidak
memiliki stomata, mempertahankan kutikel yang tipis, perkembangan shrizogenous
pada sistem lakunar dan keberadaan diafragma pada sistem lakunar.Salah satu hal yang
paling penting dalam adaptasi reproduksi lamun adalah hidrophilus yaitu
kemampuannya untuk melakukan polinasi di bawah air.Lamun adalah tumbuhan
berbunga yang sudah sepenuhnya menyesuaikan diri untuk hidup terbenam dalam laut.
Tumbuhan ini terdiri dari rhizome, daun, akar. Rhizome merupakan batang yang
terbenam dan merayap secara mendatar,serta berbuku-buku. Pada buku-buku tersebut
tumbuh pula akar. Dengan rhizome dan akarnya inilah tumbuhan tersebut dapat
menancapkan diri dengan kokoh di dasar laut (Nontji 2007).
a. Sistem Akar Lamun
Lamun mampu untuk menyerap nutrien
dari dalam substrat (interstitial) melalui sistem
akar-rhizoma. Selanjutnya, fiksasi nitrogen yang
dilakukan oleh bakteri heterotropik di dalam
rhizosper Halophila ovalis, Enhalus acoroides,
Syringodium isoetifolium dan Thalassia
hemprichii cukup tinggi lebih dari 40 mg N.m-
2.day-1.
Fiksasi nitrogen merupakan proses yang penting karena nitrogen merupakan
unsur dasar yang penting dalam metabolisme untuk menyusun struktur komponen sel.
Akar lamun merupakan tempat menyimpan oksigen untuk proses fotosintesis yang
dialirkan dari lapisan epidermal daun melalui difusi sepanjang sistem lakunal (udara)
yang berliku-liku. Sebagian besar oksigen yang disimpan di akar dan rhizoma
digunakan untuk metabolisme dasar sel kortikal dan epidermis seperti yang dilakukan
oleh mikroflora di rhizospher.
b. Rhizoma
Semua lamun memiliki lebih atau kurang rhizoma yang utamanya adalah
herbaceous, walaupun pada Thallasodendron ciliatum (percabangan simpodial) yang

4
memiliki rhizoma berkayu yang memungkinkan spesies ini hidup pada habitat karang
yang bervariasi dimana spesies lain tidak bisa hidup.
c. Daun
Daun lamun terdiri dari dua bagian yang berbeda yaitu pelepah dan daun.
Pelepah daun menutupi rhizoma yang baru tumbuh dan melindungi daun muda. Tetapi
genus Halophila yang memiliki bentuk daun petiolate tidak memiliki pelepah.

2.3 Ekosistem Terumbu Karang

Gambar 3. Ekosistem Terumbu Karang

Ekosistem terumbu karang menempati barisan terdepan, disusul ekosistem


lamun dan mangrove. Terumbu karang membutuhkan perairan dengan kecerahan
tinggi dan intensitas cahaya yang memadai, yang biasanya berada pada daerah paparan
yang dangkal. Wilayah Indonesia memiliki perairan pantai sepanjang lebih dari 81.000
km. Perairan ini sebagian besar merupakan perairan dangkal yang sangat potensial
bagi berkembangnya ekosistem terumbu karang (Sunarto 2006).

Terumbu adalah deposit berbentuk masif dari kalsium karbonat yang


diproduksi oleh karang (phylum cnidaria, ordo scelaractinia) dengan tambahan utama
dari callacerous algae dan organisme lain yang mengeluarkan kalsium karbonat.

5
Karang adalah hewan tak bertulang belakang yang termasuk dalam Filum
Coelenterata (hewan berrongga) atau Cnidaria yang disebut sebagai karang (coral)
mencakup karang dari Ordo scleractinia dan Sub kelas Octocorallia (kelas Anthozoa
maupun kelas Hydrozoa).

Terumbu karang (Coral reef) merupakan masyarakat organisme yang hidup


didasar perairan dan berupa bentukan batuan kapur (CaCO3) yang cukup kuat menahan
gaya gelombang laut (Tomascik 1992). Setiap jenis karang memiliki bentuk koloni
yang khas, ada yang bercabang, pipih/lempengan, bulatan besar, dan lain sebagainya.
Bentuk- bentuk koloni yang dibangun oleh karang sangat dipengaruhi oleh faktor
genetik karang serta bebagai faktor lingkungan seperti arus, kedalaman, cahaya
matahari, dan lain-lain. Sehingga bentuk koloni saja tidak dapat dijadikan acuan dalam
mengidentifikasi jenis-jenis karang.

Terumbu karang merupakan salah satu ekosistem yang amat penting bagi
keberlanjutan sumberdaya yang terdapat di kawasan pesisir dan lautan, dan umumnya
tumbuh di daerah tropis, serta mempunyai produktivitas primer yang tinggi (10 kg
C/m2/tahun). Tingginya produktivitas primer di daerah terumbu karang ini
menyebabkan terjadinya pengumpulan hewan-hewan yang beranekaragam seperti;
ikan, udang, mollusca, dan lainnya. Dari hasil inventarisasi yang dilakukan ditemukan
kelompok karang hard coral dengan berbagai tipe yaitu : branching, tabulate, sub
massif, dan lainnya. Jenis ikan karang ditemukan sekitar 26 famili diantaranya famili
Chaetodontidae, Pomacentridae dan Labridae.

2.4 Ciri Ekosistem Laut Tropis

Menurut Regional (2008) dalam ekosistem pesisir dan laut, ekosistem laut
meliputi beberapa ekosistem khas seperti padang lamun, terumbu karang, laut dalam
dan samudra, dimana seluruh jenis organisme saling berhubungan dan ekosistem
pesisir dimana organisme penghuninya berbaur antara organisme dari darat dan dari

6
laut. Seperti pantai berbatu, pantai berpasir, hutan mangrove, padang lamun dan
terumbu karang.

Ekosistem laut tropis memiliki beberapa cirri yang berbeda dengan ekosistem
laut di daerah lain seperti :sinar matahari terus menerus sepanjang tahun (hanya ada
dua musim, hujan dan kemarau) hal ini merupakan kondisi optimal bagi produksi
fitoplankton, memiliki predator tertinggi, jaring-jaring makanan dan struktur trofik
komunitas pelagic, Secara umum terdiri dari algae, herbivora, penyaring, predator dan
predator tertinggi, serta memilki tingkat keragaman yang tinggi dengan jumlah sedikit
apabila dibandingkan dengan tipe daerah seperti subtropis dan kutub.

Menurut Satino (2011) ekosistem laut mempunyai ciri ciri yaitu :

1. Bersifat contimnental
2. Luas dan dalam
3. Asin
4. Memiliki arus dan gelombang
5. Pasang-surut dan dihuni oleh organisme baik plankton, neuston maupun bentos

Menurut Jimmy Kathler (2010) Ciri khas dari ekosistem laut tropis adalah

1. Tempreatur suhu tinggi


2. Salinitas atau kadar garam yang tinggi
3. Penetrasi cahaya matahari yang tinggi
4. Ekosistem tidak terpegaruh iklim dan cuaca alam sekitar
5. Aliran atau arus laut terus bergerak karena perbedaan iklim, temperatur dan rotasi
bumi
6. Habitat di laut saling berhubungan / berkaitan satu sama lain
7. Komunitas air asin terdiri dari produsen, konsumen, zooplankton dan
dekomposer.

7
Menurut Muhammad (2010) Laut tropic mempunyai karakteristik yang khas,
yaitu:

1. Variasi produktivitas yang berbeda dengan laut subtropik, laut kutub.Laut tropik
merupakan daerah dimana sinar matahari terus menerus sepanjang tahun (hanya ada
dua musim, hujan dan kemarau), kondisi optimal bagi produksi fitplankton dan
konstant sepanjang tahun.

2. Secara umum biota yang hidup pada laut tropik terdiri dari algae, herbivora,
penyaring, predator dan predator tertinggi.

3. Predator tertinggi pada laut tropic (tuna, lanset fish, setuhuk, hiu sedang dan hiu
besar), predator lainnya: cumi-cumi, lumba-lumba.

2.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekologi Laut Tropis

2.5.1 Faktor Kimia

Salinitas disamping suhu, adalah merupakan faktor abiotik yang sangat


menentukan penyebaran biota laut. Perairan dengan salinitas lebih rendah atau
lebihtinggi dari pada pergoyangan normal air laut merupakan faktor penghambat
(limiting factor) untuk penyebaran biota laut tertentu (Aziz 1994). Pergoyangan air laut
normal secara global berkisar antara 33 ppt sampai dengan 37 ppt dengan nilai tengah
sekitar 35 ppt. Walaupun demikian terdapat kodisi ekstrim alami, seperti di Laut Merah
pada saat tertentu salinitas air laut dapat mencapai 40 ppt ataupun seperti contoh di
Laut Baltik, terutama di sekitar Teluk Bothnia salinitas air laut dapat mencapai titik
terendah yaitu sekitar 2 ppt. Perairan muara sungai dan estuaria biasanya mempunyai
salinitas lebih rendah dari air laut normal dan disebut sebagai perairan payau (brackish
water). Batas pergoyangan air payau ini berkisar 0,5ppt sampai dengan 30 ppt (Aziz
2013).
Faktor kimia utama adalah ketersediaan nutrien atau zat anorganik. Sebagai
organisme autotrop maka fitoplankton mendapatkan sumber energinya dari bahan

8
anorganik yang akan dirubah menjadi bahan organik melalui proses fotosintesis dengan
bantuan cahaya. Sebagai organissme autotrop fitoplankton berperan sebagai produser
primer yang mampu mentransfer energi cahaya menjadi energi kimia berupa bahan
organik pada selnya yang dapat dimanfaatkan oleh organisme lain pada tingkat tropis
diatasnya. Fitoplankton merupakan produser terbesar pada ekosistem laut (Sunarto
2008).

Kondisi asam atau basa pada perairan ditentukan berdasarkan nilai pH (power
ofhydrogen). Nilai pH berkisar antara 0-14, yang mana pH 7 merupakan pH
normal.Kondisi pH kurang dari 7 menunjukkan air bersifat asam, sedangkan pH di atas
7menunjukkan kondisi air bersifat basa. Makhluk hidup atau biota perairan masing-
masing memiliki kondisi pH yangberbeda-beda. Pengaruh pH pada biota terletak pada
aktivitas enzim, misalnyadalam pH asam, enzim akan mengalami protonasi. Keasaman
juga berpengaruh pada tingkat kelarutan suatu nutrien dalam perairan, yang
menentukan keberadaansuatu organisme. Polusi juga bisa diindikasi dari pH yang
terkait dengan konsentrasioksigen (pH rendah pada konsentrasi oksigen rendah).

Nitrogen (N), posfor (P), dan silikon (Si) harus berada dalam kondisi
perbandingan16 : 1 : 1. Perubahan perbandingan akan memengaruhi proses suksesi
plankton .Nitrogen dan posfor merupakan dua unsur yang sangat berpengaruh terhadap
produktivitas primer ekosistem. Kedua senyawa tersebut juga memengaruhi adanya
blooming alga dan merupakan penyebab eutrofikasi. Eutrofikasi merupakan
serangkaian proses penumpukan unsur yang menyebabkan suburnya perairan.

2.5.2 Faktor Fisika

Faktor-faktor fisika yang berpengaruh antar lain seperti suhu, pergerakan air
dan cahaya. Akan tetapi faktor fisika utama yang menentukan produktivitas primer
adalah cahaya. Suhu merupakan faktor turunan dari keberadaan cahaya. Selain faktor
cahaya, suhu juga sangat mendukung pergerakannya secara vertikal. Hal ini sangat
berhubungan dengan densitas air laut yang mampu menahan plankton untuk tidak

9
tenggelam. Perpindahan secara vertikal ini juga dipengaruhi oleh kemampuannya
bergerak atau lebih tepat mengadakan adaptasi fisiologis sehingga terus melayang pada
kolom air. Perpaduan kondisi fisika air dan mekanisme mengapung menyebabkan
plankton mampu bermigrasi secara vertikal sehingga distribusinya berbeda (Sunarto
2008).

Kecerahan perairan adalah suatu kondisi yang menunjukkan kemampuan


cahaya untuk menembus lapisan air pada kedalaman tertentu. Pada perairan alami
kecerahan sangat penting karena erat kaitannya dengan aktifitas fotosintesa. Kecerahan
merupakan faktor penting bagi proses fotosintesa dan produksi primer dalam suatu
perairan. Cahaya matahari merupakan energi penggerak utama bagi seluruh ekosistem
termasuk di dalamnya ekosistem perairan. Cahaya matahari menghasilkan panas
sebesar 10 26 Kalori/detik, namun hanya sebagian kecil dari panas tersebut yang
mampu diserap dan masuk ekosistem perairan.Dari bagian kecil yang memasuki
ekosistem perairan hanya sebagian kecil yang mampu diserap oleh organisme autotrop
seperti fitoplankton.Cahaya adalah sumber energi dasar bagi pertumbuhan organisme
autotrop terutamafitoplankton yang pada gilirannya mensuplai makanan bagi seluruh
kehidupan di perairan. Proses produksi di laut dimulai dari oraganisme autotrop yang
mampu menyerap energi matahari. Tingkatan produksi di laut digambarkan dengan
bentuk piramida makanan yang menunjukan tingkatan tropic atau rantai makanan
antara produser dan consumer.Organisme autotrop menempati dasar piramida yang
menunjukkan bahwa organisme ini memiliki jumlah terbesar dan menjadi penopang
seluruh kehidupan pada tingkat tropic di atasnya (Sunarto 2008).

Udara dan permukaan laut saling berhubungan. Jika udara lebih panas dari
perairan, maka panas di transfer dari atmosfir ke perairan. Jika perairan lebih panas
dari udara, maka transfer akan terjadi sebaliknya. Kecenderungan ini selalu terjadi
untuk mencapai keseimbangan suhu Jika perbedaan suhu sangat besar, tentunya
transfer panas akan lebih cepat terjadi.

10
Adanya perpindahan panas antara udara dan perairan dengan sendirinya
berpengaruh terhadap distribusi dan pertumbuhan karang di lautan. Karang pembangun
terumbu terbatas hanya pada perairan tropik dan sub tropik, dengan suhu permukaan
perairan tidak berada di bawah 1800C. Meskipun batas toleransi karang terhadap suhu
bervariasi antarspesies atau antardaerah pada spesies yang sama, tetapi dapat
dinyatakan bahwa karang dan organisme-organisme terumbu hidup pada suhu dekat
dengan batas atas toleransinya, oleh karena itu dapat dinyatakan bahwa hewan karang
relatif sempit toleransinya terhadap suhu. Peningkatan suhu hanya beberapa derajat
sedikit di atas ambang batas (≈ 2 – 30C) dapat mengurangi laju pertumbuhan atau
kematian yang luas pada spesies-spesies karang secara umum (Rani 2013).

2.5.3 Faktor Aktivitas Manusia

Kegiatan manusia memiliki dampak yang bervariasi terhadap ekosistem laut


tropis, dari yang sifatnya sementara atau dapat diatasi secara alami oleh sistem ekologi
masing-masing ekosistem hingga yang bersifat merusak secara permanen hingga
ekosistem tersebut hilang. Khusus bagi komunitas mangrove dan lamun, gangguan
yang parah akibat kegiatan manusia berarti kerusakan dan musnahnya ekosistem. Bagi
komunitas terumbu karang, walau lebih sensitif terhadap gangguan, kerusakan yang
terjadi dapat mengakibatkan konversi habitat dasar dari komunitas karang batu yang
keras menjadi komunitas yang didominasi biota lunak seperti alga dan karang lunak.

Penyebab kerusakan lingkungan di wilayah pesisir tersebut lebih didominasi


oleh pencemaran minyak, sampah, abrasi pantai, kerusakan mangrove dan terumbu
karang. Dengan melihat penyebab kerusakan tersebut terlihat bahwa aktivitas manusia
lah yang menjadi penyebab utama kerusakan lingkungan di wilayah pesisir dan laut.
Padahal kalau dilihat dari dampak kerusakan tersebut sebagai besar akan berdampak
kepada aktivitas manusia dan lingkungan, seperti rusaknya biota laut, terancamnya
pemukiman nelayan, terancamnya mata pencaharian nelayan dan sebagainya. Oleh
sebab itu apabila hal ini tidak secepatnya ditanggulangi dengan optimal maka

11
dikhawatirkan sumber daya pesisir dan laut akan semakin terdegradasi. Selain itu juga
aktivitas masyarakat pesisir akan semakin terancam (Vitria 2010).

2.6 Manfaat Ekosistem Mangrove, Terumbu Karang, dan Lamun

Ditinjau dari daratan menuju ke arah laut lepas, tipologi umum dari perairan
laut tropis diawali oleh hutan mangrove yang kemudian diikuti oleh hamparan padang
lamun, dan bentang terumbu karang (Gambar 4). Masing-masing ekosistem laut tropis
tersebut memiliki beragam fungsi dan peran yang saling terkait satu sama lain.

Gambar 4. Fungsi dan Peran Ekosistem Mangrove, Ekosistem Lamun, dan


Ekosistem Terumbu Karang

1. Mangrove
Peranan Mangrove antara lain :
a. Pemerangkap/penjebak dan penyaring sedimen dan bahan pencemar, sehingga
sedimentasi dan pencemaran di perairan pesisir jauh berkurang.
b. Mengatur pasokan air tawar ke sistem perairan pesisir.
c. Pelindung daratan dari abrasi dan intrusi air laut.

12
d. Tempat berlindung bagi banyak organisme laut.
e. Menjaga keseimbangan ekosistem perairan pantai.
f. Melindungi pantai dan tebing sungai terhadap pengikisan atau erosi pantai.
g. menahan dan mengendapkan lumpur.
2. Padang Lamun
Menurut Tahril (2011) Padang lamun berperan ganda dalam mempengaruhi
kedua komunitas di sekitarnya, yaitu :
a. Pemerangkap dan penstabil sedimen
Pemerangkap dan penstabil sedimen karena mampu melindungi terumbu
karang dari proses sedimentasi yang bisa menutup permukaan hewan karang dan
mengahalangi proses fotosintesis zooxanthellae di dalamnya dengan ciri khas akar
rizomanya.
a. Pemroduksi sedimen
Pemroduksi sedimen dilakukan oleh alga berkapur, epifit, dan infauna yang
hasilnya diperlukan oleh komunitas lamun dan mangrove.
b. Mengurangi energi gelombang
c. Menstabilkan substrat sehingga mengurangi kekeruhan
d. Menjebak zat hara
e. Filtrasi air
f. Pendukung utama kehidupan perikanan dan unggas air di pesisir pantai
g. Menjadi tempat bertelur, memijah, mencari makan dan membesarkan juvenil bagi
organisme.
3. Terumbu Karang
Peranan Terumbu Karang antara lain :
a. Mengurangi energi gelombang
b. Memperkokoh daerah pesisir secara keseluruhan
c. Menjadi habitat bagi banyak jenis organisme laut.

13
2.7 Hubungan Keterkaitan Ekologi dari Ekosistem Mangrove, Lamun, dan
Terumbu Karang

Tingginya kompleksitas ekosistem laut tropis, baik di dalam maupun antar


ekosistem, membuat penelitian interaksi suatu kajian yang sangat rumit dan dinamis.
Oleh karena itu, mekanisme yang pasti dalam interaksi antara ketiga ekosistem ini
masih terus diteliti sampai saat ini. Menurut Ogden dan Gladfelter (1983) interaksi
rumit dalam ekosistem laut tropis ke dalam lima kategori, yaitu interaksi fisik, interaksi
bahan organik terlarut, interaksi bahan organik partikel, interaksi migrasi biota dan
interaksi dampak manusia (Gambar 5).

Gambar 5. Interaksi antara ekosistem mangrove, lamun, dan terumbu karang


a. Keterkaitan Ekosistem secara Fisik

Keterkaitan ekosistem secara fisik antara mangrove, lamun dan terumbu karang
berlangsung 2 arah, baik dari arah darat menuju ke laut maupun dari laut menuju ke
darat. Pergerakan massa air dari darat atau laut merupakan faktor fisik utama yang

14
mempengaruhi ekosistem di daerah pesisir. Menurut Hogarth (2007) mangrove
memiliki kemampuan untuk menjebak zat hara, memerangkap sedimen dan
melindungi pantai dari hempasan gelombang yang besar. Kemampuan ini berkaitan
erat dengan uniknya struktur akar yang dimiliki mengrove. Bentuk akar yang
bercabang-cabang dengan struktur yang rumit dan kompleks menyebabkan mangrove
memiliki kemampuan membentuk daratan baru dari sedimen yang masuk ke daerah
pesisir melalui sungai.

b. Keterkaitan Ekosistem secara Biologis


Hubungan keterkaitan ekosistem antara mangrove, lamun dan terumbu karang
sudah diduga sejak lama oleh para ahli ekologi. Namun kepastian tentang bentuk
keterkaitan antara ketiga ekosistem tersebut secara biologis masih belum banyak
dibuktikan. Salah satu penelitian yang dilakukan untuk membuktikan adanya
keterkaitan ekosistem antara mangrove, lamun dan terumbu karang tersebut
dilaksanakan oleh Nagelkerken et al (2000), di Pulau Curacao, Karibia.
Penelitian tersebut dilakukan untuk membuktikan apakah daerah mangrove dan
lamun benar-benar secara mutlak (obligat) dibutuhkan oleh ikan karang untuk
membesarkan ikan yang masih juvenil ataukah hanya sebagai tempat alternatif
(fakulatif) saja untuk memijah. Lokasi penelitian dibagi menjadi 4 jenis biotope
(habitat) yang berbeda, yaitu : daerah padang lamun di teluk yang ditumbuhi komunitas
mangrove, daerah padang lamun di teluk yang tidak ditumbuhi mangrove (tanpa
mangrove), daerah berlumpur di teluk yang ditumbuhi lamun dan mangrove serta
daerah berlumpur di teluk yang tidak ditumbuhi lamun dan mangrove (daerah kosong
tanpa vegetasi).
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, Nagelkerken et al (2000)
melaporkan bahwa beberapa spesies ikan menggunakan daerah lamun dan mangrove
sebagai daerah asuhan tempat membesarkan juvenile (nursery ground). Kelimpahan
dan kekayaan jenis (species richness) tertinggi ditemukan di daerah padang lamun dan
daerah berlumpur yang sekelilingnya ditumbuhi oleh vegetasi mangrove.

15
Keterkaitan ekosistem antara mangrove, lamun dan terumbu karang
menciptakan suatu variasi habitat yang mempertinggi keanekaragaman jenis
organisme. Hal ini membuktikan adanya pengaruh tepi (edge effect) seperti tampak
pada penelitian Nagelkerken et al. (2000). Adanya variasi habitat menciptakan daerah
tepi yang saling tumpang tindih. Hal ini menimbulkan suatu daerah pertemuan antar
spesies sehingga meningkatkan keanekaragaman jenis organisme di daerah tersebut.
c. Keterkaitan Ekosistem secara Kimiawi
Proses-proses kimiawi yang terjadi dalam ekosistem mangrove juga
memberikan pengaruh bagi ekosistem lain di sekitarnya, seperti ekosistem lamun dan
terumbu karang. Sebagian besar proses kimiawi dalam ekosistem mangrove terjadi di
dalam substrat dan kolom air. Beberapa parameter yang penting dalam proses ini
diantaranya adalah kekeruhan (siltasi), konduktivitas elektrik dan kapasitas pertukaran
kation. Konsentrasi nutrien juga merupakan faktor yang penting. Dalam hal ini,
mangrove termasuk ekosistem yang seimbang karena sangat efektif dalam menyimpan
(sink) nutrien dengan menyerap nitrogen terlarut, fosfor dan silikon. Transfer unsur
hara (fluxes nutrien) terjadi melalui proses fotosintesis dan proses mineralisasi oleh
bakteri.
Faktor fisik dan kimiawi dari mangrove secara efisien dapat menjebak logam
berat yang tidak dapat diakumulasi secara biologis. Pengendapan yang cepat dari
logam sulfida yang stabil dalam kondisi anoksik mengurangi bioavailabilitas dari
logam trace dalam sedimen. Elemen yang paling aktif seperti Mn dan Zn akan terendap
dalam ikatan fraksi yang kuat. Dengan demikian, komunitas mangrove mampu
mengontrol polusi logam berat di daerah tropis.

Kemampuan mangrove untuk mengabsorbsi logam berat dalam sedimen


merupakan salah satu contoh dari bentuk keterkaitan ekosistem di daerah pesisir.
Logam berat merupakan substansi yang bersifat toksik sehingga sangat berbahaya bagi
organisme laut. Adanya reduksi logam berat yang terbawa oleh aliran air dan partikel
tersuspensi oleh mangrove akan menjamin sehatnya ekosistem lamun dan terumbu
karang. Namun, jika ekosistem mangrove menghilang, maka keberadaan ekosistem

16
lamun dan terumbu karang juga akan terancam. Meningkatnya konsentrasi logam berat
yang bersifat toksik dalam kolom air akan menimbulkan gangguan fisiologis dalam
jaringan tubuh organisme laut. Hal ini akan mendorong munculnya penyakit yang
cepat atau lambat dapat memusnahkan komunitas lamun dan terumbu karang. Para
peneliti biologi laut memperkirakan bahwa komunitas lamun yang hilang dari pesisir
pantai tersebut tidak akan pernah dapat kembali lagi (Harald Asmus dan Raghnild
Asmus 2006).

Proses transfer nutrien dari daratan menuju daerah mangrove, lamun dan
terumbu karang sangat kompleks dan menarik untuk dipelajari karena menunjukkan
adanya hubungan keterkaitan di antara ekosistem yang ada di daerah pesisir. Bahan
organik yang dibawa oleh aliran sungai dan serasah mangrove mengalami proses
dekomposisi terlebih dahulu sebelum dapat dimanfaatkan lebih lanjut sebagai unsur
hara. Saat daun mangrove gugur dari pohon dan jatuh di permukaan air, maka
dimulailah proses dekomposisi bahan organik. Daun mangrove yang jatuh di air atau
lumpur yang becek dan lembab akan membusuk perlahan-lahan akibat proses
dekomposisi oleh bakteri dan jamur. Proses dekomposisi ini sangat penting karena
mengubah serat daun mangrove yang tidak dapat dicerna menjadi menjadi serat yang
lebih mudah dicerna. Serasah mangrove yang sudah membusuk tadi kemudian akan
dirobek, dicabik-cabik menjadi potongan-potongan yang lebih kecil dan dicerna oleh
kepiting dan hewan invertebrata lainnya. Potongan-potongan ini dikenal sebagai POM
(Particulate Organic Matter). Setelah dicerna, terbentuk partikel organik yang lebih
halus dan lebih sederhana dalam bentuk feses (kotoran). Feses ini akan dicerna lebih
lanjut oleh organisme pemakan deposit (deposit feeder) menghasilkan feses yang lebih
halus lagi dan kemudian dimanfaatkan oleh organisme penyaring makanan (filter
feeder).

d. Keterkaitan Ekosistem secara Ekologis


Terumbu karang secara ekologis mempunyai keterkaitan dengan daratan dan
lautan serta ekosistem lain, seperti hutan mangrove dan lamun. Hal ini disebabkan
karena terumbu karang berada dekat dengan ekosistem tersebut serta daratan dan

17
lautan. Berbagai dampak kegiatan pembangunan yang dilakukan di lahan atas atau di
sekitar padang lamun atau hutan mangrove akan menimbulkan dampak pula pada
ekosistem terumbu karang. Demikian pula dengan kegiatan yang dilakukan di laut
lepas, seperti: kegiatan pengeboran minyak lepas pantai, pembuangan limbah dan
perhubungan laut.
Ekosistem mangrove, terumbu karang, dan lamun mempunyai keterkaitan
ekologis (hubungan fungsional), baik dalam nutrisi terlarut, sifat fisik air, partikel
organik, maupun migrasi satwa, dan dampak kegitan manusia. Oleh karena itu apabila
salah satu ekosistem tersebut terganggu, maka ekosistem yang lain juga ikut terganggu.
Yang jelas interaksi yang harmonis antara ketiga ekosistem ini harus dipertahankan
agar tercipta sebentuk sinergi keseimbangan lingkungan.
1. Sifat fisik air
Hutan mangrove sejati biasanya tumbuh di daerah yang terlindung dari
pengaruh ombak dan arus yang kuat. Terumbu karang dan lamun disini berfungsi
sebagai penahan ombak dan arus yang kuat untuk memperlambat pergerakannya. Ini
merupakan salah satu interaksi fisik dari terumbu karang dan lamun terhadap
mangrove sehingga mangrove terlindungi dari ombak dan arus yang kuat.
Hutan mangrove kaya akan sedimen yang mengendap di dasar perairan.
Apabila sedimen ini masuk ke ekosistem lamun maupun terumbu karang dengan
jumlah yang sangat banyak dan terus menerus oleh pengaruh hujan lebat, penebangan
hutan mangrove maupun pasang surut dapat mengeruhkan perairan, maka ini akan
mempengaruhi fotosintesis dari lamun dan zooxanthella yang hidup pada karang.
Sedimen yang membuat perairan keruh akan berdampak pada berkurangnya penetrasi
cahaya matahari (kecerahan). Tanpa cahaya yang cukup, laju fotosintesis akan
berkurang yang akan mempengaruhi persebaran dan kelimpahan lamun serta terumbu
karang.
Ekosistem mangrove merupakan ekosistem yang sangat produktif dengan
produktivitas primernya yang sangat tinggi daripada ekosistem lainnya di perairan.
Hutan mangrove mempunyai fungsi ekologis yang sangat penting yaitu sebagai salah
satu penyerap karbondioksida di udara. Peningkatan kandungan karbondioksida di

18
udara dapat menyebabkan dampak pemanasan global. Jika terjadi pemanasan global
oleh penebangan hutan mangrove besar-besaran maka ini akan berpengaruh terhadap
ekosistem terumbu karang dan lamun. Misalnya zooxanthela pada terumbu karang
akan keluar dari karang akibat meningkatnya suhu perairan. Karang yang
membutuhkan zooxanthella dalam memproduksi zat-zat penting bagi pertumbuhannya
akan mati sehingga terjadi pemutihan karang. Terumbu karang dapat hidup pada suhu
antara 25-290̊ C.
2. Partikel Organik
Partikel organik yang berasal dari serasah lamun dan mangrove dapat
mempengaruhi pertumbuhan dari terumbu karang. Tingginya partikel organik yang
tersuspensi diperairan dapat menurunkan fotosintesis dari lamun dan zooxanthela di
perairan. Partikel organik ini akan mengurangi intensitas cahaya matahari yang
dibutuhkan lamun dan zooxanthella untuk proses fotosintesis. Selain itu partikel
organik yang terbawa dari ekosistem mangrove ke ekosistem lamun dan terumbu
karang merupakan makanan bagi biota-biota perairan seperti filter feeder dan detritus
feeder. Khusunya ekosistem mangrove, arus dan gelombang disekitarnya cukup kuat
sehingga berfungsi menjernihkan perairan. Sedangkan ekosistem lamun yang
berdekatan dengan ekosistem mangrove yang kaya sedimen, mempunyai rhizoma yang
saling menyilang untuk menahan substrat dasar.
Penebangan hutan, pembukaan jalan, pembukaan lahan pertanian dapat
meningkatkan partikel organik diperiaran. Partikel yang tersuspensi terutama dalam
bentuk partikel halus maupun kasar, akan menimbulkan dampak negatif terhadap biota
perairan pesisir dan lautan. Misalnya partikel tersebut menutupi sistem pernafasan yang
mengakibatkan biota tersebut susah bernafas.
3. Nutrien Terlarut
Nutrien diperiaran penting bagi produsen primer untuk proses fotosintesis.
Nutrien di perairan dapat berasal dari batuan-batuan maupun serasah tumbuhan dan
organisme-organisme yang mati, dan kemudian didekomposisi oleh bakteri menjadi
zat anorganik yang diserap oleh produsen primer. Mangrove kaya akan nutrien yang
biasanya terbawa ke ekosistem lamun dan terumbu karang melalui aliran sungai

19
maupun efek pasang surut. Nutrien ini diserap langsung oleh lamun melalui
perakarannya, dimana zooxanthella juga memperoleh nutrient tersebut.
Batuan-batuan karang yang pecah juga merupakan nutrien yang dibutuhkan
bagi organisme yang ada disekitar mangrove yang bisanya membentuk cangkang.
Nutrien ini juga dapat dibawa oleh arus dan ombak untuk diserap oleh lamun.
4. Migrasi Fauna
Migrasi fauna dapat disebabkan oleh meningkatnya predator pada suatu
ekosistem, berkurangnya makanan, reproduksi, meningkatnya persaingan dalam
memperbutkan makanan, tempat persembunyian yang aman, dll. Ketika ekosistem
mangrove dalam keadaan rusak atau terganggu oleh aktivitas manusia maupun oleh
pengaruh alam, maka biota-biota atau fauna yang hidupnya disekitar mangrove akan
beralih tempat ke ekositem lamun maupun terumbu karang untuk memperoleh
perlindungan.
Apabila dalam ekosistem lamun, terjadi persaingan yang ketat dalam
memperbutkan makanan, maka fauna-fauna disekitarnya akan bermigrasi ke darerah
mangrove untuk memperoleh makanan yang banyak. Ketika terjadi kekeruhan di
ekosistem lamun oleh pengaruh sedimentasi, maka fauna-fauna yang hidup
disekitarnya khususnya ikan akan menghindari daerah tersebut dan menempati
ekosistem terumbu karang yang tidak kecerahan lebih baik.
5. Dampak Manusia
Penebangan hutan mangrove untuk pemukiman, pebukaan lahan pertanian dan
pertambakan dapat mengakibatkan erosi sehingga mengeruhkan perairan. Pengaruhnya
ini akan berdampak pada ekosistem lamun dan terumbu karang yang ada disekitarnya.
Proses fotosintesis yang berjalan akan terhambat. Selain pemanfaatan mangrove yang
merusak lingkungan, pemanfaatan lamun dengan cara yang sama akan menyebabkan
sedimentasi, mengingat bahwa lamun mempunyai rhizoma yang saling mentilang yang
berfungsi untuk mengikat sedimen di dasar.
Pengambilan terumbu karang sebagai bahan bangunan akan mengancam
ekosistem mangrove. Mengingat bahwa secara ekologis terumbu karang berfungsi
untuk menahan gelombang dan arus yang kuat, sehingga tanpa keberadaannya akan

20
mengamcam ekosistem mangrove yang biasanya terlindung dari ombak dan arus yang
kuat. Ikan di daerah terumbu karang yang memakan suatu spesies ikan di sekitar daerah
lamun lama kelamaan akan habis apabila terus menerus dieksploitasi secara besar-
besaran oleh manusia. Ikan di daerah terumbu karang berkurang jumlahnya sedangkan
ikan di daerah lamun meningkat jumlahnya.
Dari hal tersebut kita dapat melihat bahwa dampak manusia dan alam akan
mempengaruhi ketiga ekosistem, yaitu ekosistem mangrove, lamun, dan terumbu
karang. Ketiga ekosistem tersebut saling terkait satu sama lain dan biasanya ke tiga
ekosistem tersebut bersama-sama terdapat di sekitar pesisir. Untuk itu penting bagi
ketiga ekosistem tersebut untuk dilestarikan dan dijaga secara sinergis sehingga
terhindar dari kerusakan.

21
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Ekosistem hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi yang tumbuh


dilaguna pesisir dangkal dan estuaria tropis dan subtropis, didominasi oleh beberapa
spesies pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah yang
pasang surut pantai berlumpur. Padang lamun adalah hamparan vegetasi lamun yang
menutupi suatu area yang tumbuh bergerombol membentuk rumpun. Ekosistem lamun
merupakan satu sistem ekologi padang lamun dimana didalamnya terjadi hubungan
timbal balik antara komponen abiotik, tumbuhan dan hewan. Ekosistem yang
menempati barisan terdepan yaitu ekosistem terumbu karang. Terumbu karang (Coral
reef) merupakan masyarakat organisme yang hidup didasar perairan dan berupa
bentukan batuan kapur (CaCO3) yang cukup kuat menahan gaya gelombang laut.
Terumbu yang berarti masivenya/batu/tempatnya dan Karang yang berarti hewannya.

Hubungan keterkaitan ekologi dari ekosistem mangrove, lamun, dan terumbu


karang dapat dilihat secara fisik, biologis, kimiawi, dan secara ekologis. Terumbu
karang mempunyai keterkaitan dengan daratan dan lautan serta ekosistem lain, seperti
hutan mangrove dan lamun. Keterkaitan ekosistem antara mangrove, lamun dan
terumbu karang menciptakan suatu variasi habitat yang mempertinggi keanekaragaman
jenis organisme.

3.2 Saran

Berdasarkan pembahasan diatas kita dapat melihat bahwa dampak manusia


dan alam akan mempengaruhi ketiga ekosistem yaitu ekosistem mangrove, lamun, dan
terumbu karang. Ketiga ekosistem tersebut saling terkait satu sama lain dan biasanya
ke tiga ekosistem tersebut bersama-sama terdapat di sekitar pesisir. Untuk itu penting
bagi ketiga ekosistem tersebut untuk dilestarikan dan dijaga secara sinergis sehingga
terhindar dari kerusakan.

22
DAFTAR PUSTAKA

Aziz, Aznam.1994.Pengaruh Salinitas terhadap Sebaran Fauna Echinodermata.


Jurnal Oseana. 19 (2) : 23 – 32.
Hogarth, P.J. 1999. The Biology of Mangroves. Oxford: Oxford University Press.
Hutomo, M. dan T. Peristiwady. 1990. Diversity, Abundance and Diet of Fish in
the Seagrass Beds of Lombok Island, Indonesia.
Jeffri.2014.Parameter Kimia dan Fisika Perairan.
(http://jeffri022.student.umm.ac.id/download-as.
pdf/umm_blog_article_241.pdf) diakses pada tanggal 16 Oktober 2014
Nagelkerken, I., S. Kleijnen, T. Klop, R. A. C. J. Van den Brand., E. Cocheret de
la Moriniere., G. Van der Velde. 2000. Dependence of Carribean Reef
Fishes On Mangroves and Seagrass Beds As Nursery Habitats : A
Comparison of Fish Faunas between Bays with and without
Mangroves/Seagrass Beds. Marine Ecology Progress Series. 214 : 225-
235.
Nontji, Anugerah. 2007. Laut Nusantara. Jakarta: Djambatan.
Nybakken, J.W. 1992. Biologi Laut: Suatu Pendekatan Ekologis. Jakarta : PT.
Gramedia.
Regional. 2008. Ekosistem Pesisir dan Laut dalam regional.coramap.or.id
Satino. 2011. Materi Kuliah Biologi Luat. http://staff.uny.ac.id.
Sunarto.2006.Keanekaragaman Hayatidan Degradasi Ekosistem Terumbu
Karang.Bandung : Universitas Pajajaran Press.
Supriyadi, Indarto Happy.2010.Pemetaan Padang Lamun di Perairan Teluk Toli
Toli dan Pulau Sekitarnya, Sulawesi Barat. Pusat Penelitian Oceanografi.
Tahril., Paulina Taba., Nursiah La Nafie., dan Alfian Noor.2011.Analisis Besi
Dalam Ekosistem Lamun Dan Hubungannya Dengan Sifat Fisikokimia
Perairan Pantai kabupaten Donggala.Jurnal natur Indonesia. 13 (2) : 105-
111.

23
Tansley, A.G. 1935. The use and abuse of vegetational concepts and terms.
Ecology. 16 : 284-307.
Tomascik, T, AJ Mah, A Nontji, and MK Moosa. 1997. The Ecology of
Indonesian Seas Part Two. Periplus Edition.
Vatria, Belvi.2010.Berbagai Kegiatan Manusia Yang Dapat Menyebabkan
Terjadinya Degradasi Ekosistem Pantai Serta Dampak Yang
Ditimbulkannya.Jurnal Belian. 9 (1) : 47-54.

24

Anda mungkin juga menyukai