Anda di halaman 1dari 8

Banyak sekali makhluk hidup didunia ini mulai dari yang besar sampai berukuran sangat kecil

yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Salahsatu contoh makhluk kecil yang tidak dapat
dilihat oleh mata telanjang adalah bakteri, bakteri termasuk dalam golongan mikroorganisme.
Mikroorganisme adalah jenis makhluk hidup yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang
sehingga jika ingin mengamatinya dibutuhkan alat bantu seperti mikroskop, oleh karena itu
mikroorganisme sering juga disebut organisme mikroskopis. Salahsatu contohnya yaitu bakteri
Staphylococcus aureus. Bakteri Staphylococcus aureus dapat menyebabkan penyakit bisul, jerawat,
impetigo, infeksi luka dan dapat menyebabkan infeksi yang lebih berat yaitu pneumonia, mastitis,
plebitis, miningitis, infeksi saluran kemih, osteomielitis, dan endokarditis. Staphylococcus aureus
dapat dihambat atau dibunuh pertumbuhannya dengan memberi obat antibiotik penicillin atau
dengan obat antibiotik golongan betalaktam. Seiring berjalannya waktu anti biotik yang dapat
menghambat atau membunuh bakteri Staphylococcus aureus terus berkurang atau bakteri semakin
resisten terhadap obat antibiotik penicillin dan antibiotik golongan betalaktam.

Besar tingkat resistensi bakteri Staphylococcus aureus terhadap antibiotik penicilin dan
golongan betalaktam dapat dari berbagai faktor, salah satunya yaitu dikarenakan Methicillin-
resistant Staphylococcus aureus biasa disebut (MRSA). MRSA berupa galur multiresisten, galur
multiresisten ialah bakteri yang tidak sensitif terhadap seluruh antibiotik golongan betalaktam, dan
lebih dari dua antibakteri non betalaktam. Resistensi bakteri ini dapat terjadi dikarenakan bakteri ini
memiliki protein mutan penicillin-binding protein 2a biasa disingkat (PBP2a atau PBP 2’) yang dikunci
dengan gen mecA. PBP merupakan enzim yang terdapat pada membran sel bakteri Staphylococcus
aureus dapat mengkatalisis proses transpeptidasi yang berguna untuk pembentukan anyaman
rantai peptidoglikan (cross-link). Hal ini menyebabkan bakteri lebih kuat dan tahan terhadap
antibakteri penicillin dan golongan betalaktam meskipun dengan konsentrasi yang tinggi. Resistensi
terhadap antibiotik ini dapat disebabkan oleh antibiotik yang terlalu sering digunakan dan
pemakaiannya yang kurang rasional atau tidak diuji sensivitasnya terlebih dahulu, dan adanya
kemungkinan pengeluaran atau pompa yang mengeluarkan produksi beta-laktamase yang
merupakan mekanisme resisten yang paling umum, selain hal tersebut lamanya rawat inap dapat
juga menyebabkan peningkatan resistensi suatu bakteri karena beresiko dapat terkena bakteri
resisten makin tinggi. Selain hal tersebut ada gen PVL (Panton-Valentine Leukocidin), PVL dapat
menyebabkan gejala klinis yang cukup besar, karena PVL dapat menyebabkan lisis dan apoptosis
terhadap polymorphonuclear leucocytes (PMNs). Dengan adanya penyebab resistensi suatu bakteri
yang sudah di sebutkan di atas bakteri Staphylococcus aureus semakin resisten atau sulit untuk di
hambat maupun di bunuh pertubuhannya dengan obat antibiotik yang biasa digunakan sebelumnya
yaitu penisilin dan beta-laktam.
Obat antibiotik merupakan suatu zat yang berasal dari mikroba terutama jamur yang dapat
berfungsi untuk menghambat pertumbuhan dari mikroba jenis lainnya, dan memiliki efek toksisitas
yang kecil terhadap manusia, oleh karena itu antibiotik ampuh dan aman untuk mengatasi penyakit
yang disebabkan oleh mikroorganisme. Dr. Alexander Fleming (Penisilin) merupakan orang yang
pertama kali menemukan antibakteri di tahun 1928 dan terus dikembangkan oleh peneliti lainnya
hingga dapat digunakan sebagai obat yang ampuh untuk meredakan penyakit yang disebabkan oleh
mikroorganisme.

Setiap antibiotik memiliki mekanisme tersendiri dalam menghambat pertumbuhan atau


membunuh bakteri, diantaranya yaitu

1. Antimetabolit. Antibiotik ini berfungsi untuk memblok tahap metabolik mikroba.


Contohnya Sulfonamida. Sulfonamida bekerja dengan menghambat sintesis asam folat
oleh bakteri. Sulfonamida memiliki struktur yang hamper sama dengan asam folat, PABA
(para-amino asam benzoate), dan memiliki efek penghambat kompetitif pada enzim-
enzim yang mempersatukan PABA dan menjadi asam dihidropteroat sebagai pteridine.
2. Menghambat sintesis dinding sel. Antibakteri yang memiliki fungsi atau mekanisme
dengan menghambat sintesis dinding sel bakteri atau mengaktivasi enzim yang berfungsi
merusak dinding sel bakteri tersebut. Salah satu contohnya ialah Penisilin, Penisilin
memiliki fungsi sebagai analog enzim struktur D-alanil-D-alanin yang bertempat di enzim
transpeptidase yang dapat berefek atau munculnya cross-link di antara dinding sel
bakteri. Penisilin dapat bekerja untuk menghambat adanya cross-link.
3. Menghambat fungsi membrane sel. Antibakteri ini dapat mempengaruhi permeabilitas
dan dapat terjadi keluarnya senyawa intraselular bakteri yang ada pada membrane sel.
Contohnya ialah, amfoterisin B dan nystatin yang dapat berinteraksi dengan sterol
membrane sel pada jamur, dan Polimiksin, Kolistin yang dapat bekerja untuk merusak
membrane sel dari bakteri gram negatif.
4. Menghambat sintesis protein. Sistesis protein dapat dihambat dikarenakan anti bakteri
dapat bekerja atau mempengaruhi fungsi dari ribosom baketi itu sendiri.

Antibakteri ada yang hanya dapat berfungsi pada mikroorganisme tertentu (Zat dengan
aktivitas sempit) dan juga ada yang dapat berfungsi pada berbagai macam mikroorganisme (zat
dengan aktivitas luas) hingga dapat digolongkan sebagai berikut :

1. Narrow spektrum (Zat beraktivitas sempit). Suatu zat aktif yang dapat berfungsi pada
beberapa bakteri saja (bakteri gram negatif atau bakteri gram positif). Contoh :
klindamisisn, kanamisin, dan eritromisin yang hanya berefek pada gram positif. Contoh
lainnya ialah antibakteri yang hanya dapat berefek pada bakteri gram negatif yaitu
gentamisin, dan streptomisin
2. Broad spectrum (Zat dengan aktivitas luas). Suatu zat aktif yang dapat berfungsi pada
berbagai jenis bakteri (bakteri gram negatif maupun bakteri gram positif). Contoh
kloramfenicol, ampisilin, dan sefalosporin.

Antibakteri memiliki sifat toksisitas yan berbeda ada yang bersifat bakteriostatik yang
berkerja dengan menghampat peertumbuhan dari bakteri, dan ada juga yang bersifat bakterisid
yang bekerja untuk membunuh bakteri, setiap penanganan penyakit yang disebabkan oleh bakteri
pemberian antibakteri harus sesuai (tidak berlebih atau kurang) karena jika antibiotik diberikan tidak
sesuai dengan porsinya, bakteri akan megalami mutasi hinga terjadi resistensi bakteri terhadap
antibakteri yang sudah pernah diberikan tersebut, hal ini biasa disebut dengan KHM (kadar hambat
minimal dan KBM (kadar bunuh minimal), terkadang antibakteri dapat menjadi bakterisid ketika
kadar yang diberikan melebihi KHM (kadar hambat minimal). Meskipun suatu bakteri memiliki
spektum yang sangat luas, tidak menutup kemungkinan antibakteri tersebut memiliki efek klinis
yang tidak luas, hal ini bisa terjadi karena setiap penyakit infeksi yang dialami dapat dilawan dengan
obat antibakteri yang juga sesuai dengan infeksi yang dialami, dan antibakteri yang memiliki
spektrum yang luas sering terjadi infeksi yang lebih parah yang disebabkan karena bakteri sudah
resisten dengan antibiotik tersebut.

Selain memiliki manfaat antibakteri juga memiliki efek kerja obat yang tidak diinginkan atau
biasa disebut efek samping diantaranya yaitu reaksi alergi, metabolik pada hospes, reaksi toksik,
perubahan biologik, dan reaksi idiosinkras. 1. Reaksi alergi. Reaksi ini dapat terjadi kepada setiap
orang dan antibakteri reaksi ini sangat sulit untuk diketahui karena meskipun dilihat dari riwayat
alergi pasien pun sangat sulit diketahui. Reaksi alergi disebabkan oleh reaksi imun tubuh manusia
yang menolak benda asing yang masuk kedalam tubuh dikarenakan ketidak cocokan dengan obat
tersebut, sehingga diperlukan ter alergi terlebih dahulu sebelum diberikan obat tersebut. 2.
Perubahan biologik dan metabolik. Mikroorganisme ada di berbagai tempat, tidak terkecuali ada di
dalam setiap makhluk hidup, mikroorganisme ini tidak bersifat toksik atau patogen melainkan
bermanfaat bagi kehidupan makhluk hidup tersebut, flora normal ini dapat berubah menjadi
mikroorganisme yang patogen jika terkena penggunaan antibiotik dengan spektrum yang luas yang
dapat berefek pada flora normal yang bukan merupakan target dari antibiotik tersebut. 3. Reaksi
toksik. Setiap antibakteri memiliki sifat toksik yang selektif, sedangkan antibakteri penisilin yang
memiliki efek toksik yang paling rendah dari setiap antibiotik. Sedangkan untuk golongan tetrasiklin
dapat berefek menghambat pertumbuhan tulang, dikarenakan deposisi tetrasiklin kalsium ortofosfat
yang kompleks. Obat ini juga dapat berefek hepatotoksik kepada wanita hamil dan pasien
pielonefritis dengan dosis yang besar. 4. Reaksi idiosinkrasi. Reaksi ini merupakan reaksi yang
disebabkan oleh faktor keturunan yang diturunkan lewat genetik seseorang kepada beberapa obat
antibiotik. Contohnya 10% orang yang berkulit hitam kekurangan enzim G-6PD dapat mengalami
anemia hemolitik berat ketika orang tersebut diberikan primakuin.

Penggunaan bakteri yang tidak sesuai dengan pemberian yang sesuai dapat menimbulkan
hal yang berbahaya, diantaranya. 1. Super infeksi. Super infeksi dapat disebabkan ketika pengobatan
infeksi yang dialami menimbulkan infeksi yang baru dan menyebabkan infeksi yang berbeda dari
infeksi yang pertama. Hal tersebut menimbulkan mikroba yang lebih resisten dan kuat tidak memiliki
saingannya lagi dan menyebabkan timbulnya infeksi yang baru, misalnya Candida albicans. Selain
antibakteri obat yang menekan sistem imun tubuh juga dapat menimbulkan super infeksi, terutama
pada anak-anak dan orang tua. Penyebab super infeksi pada pasien yang kondisi tubuhnya lemah
biasanya adalah bakteri yang memiliki multi-resisten pada obat antibakteri dan sangat kuat dengan
bakteri golongan gram negatif dan stafilokokus. Kejadian resistensi pada obat ini dapat menimbulkan
efek sukar sembuh pada pasien yang mengalami super infeksi. Luasnya spektrum suatu obat
antibiotik semakin floranormal menjadi dominan. Penisilin G merupakan obat antibiotik yang
memiliki frekuensi super infeksi yang paling rendah. salah satu cara untuk mengatasi terjadinya
super infeksi ialah dengan menghentikan pemberian obat antibiotik yang digunakan, melakukan
tesantibakteri terhadap bakteri penyebab superinfeksi tersebut, dan memberikan obat antibiotik
yang lebih sesuai dengan bakteri penyebab super infeksi selain dapat menimbulkan super infeksi
beberapa antibiotik dapat menyebabkan gangguan pada nutrisi tubuh dan metabolik tubuh,
contohnya neomisin yang menyebabkan absorbsi zat makanan terganggu. 2. Sensitasi/hipersensitif.
Suatu kepekaan tertentu yang berlebihan dan diakibatkan oleh obat yang digunakan dan obat
tersebut digunakan kembali dengan penggunaan oral atau suntikan memungkinkan untuk
menimbulkan reaksi alergi atau hipersensitif berupa kemerah-merahan, gatal-gatal, bentol-bentol,
dan yang lebih parah lagi yaitu dapat menyebabkan syok pada pasien, Kloramfenikol dan Penisilin
contohnya. Untuk dapat mencegah hal tersebut sebaiknya obat antibiotik digunakan dengan sediaan
salep-salep, bagi antibiotik yang tidak akan diberikan dengan oral dan suntikan. 3. Resistensi.
Resistensi dapat terjadi jika pasien infeksi yang menggunakan obat antibiotik dengan dosis yang
terlalu rendah atau waktu terapi yang kurang lama, hal ini dapat menyebabkan bakteri tidak sensitif
lagi terhadap antibiotik yang sudah digunakan sebelumnya. Untuk mencegah terjadinya resistensi ini
dapat digunakan obat yang dikombinasikan dan dapat juga menggunakan kemoterapi dengan dosis
yang tepat.

Pada tahun 1942 Penicilin digunakan sebagai aktifitas klinik untuk pertama kalinya. Penisilin
termasuk kedalam obat antibiotik, Penisilin digunakan karena memiliki spectrum yang luas, dapat
bereaksi atau aktif pada bakteri gram positif, dan memiliki efek toksisitas yang rendah sehingga
aman digunakan dan tidak menyebabkan alergi. Penisilin bisa didapatkan dari jamur yang sangat
dikenal luas dapat menghasilkan penisilin yaitu jamur Penicillium chrysogenum. Ada banyak macam
penisilin sehingga dapat digolongkan berdasar aktivitas antibakteri itu sendiri, :

1. Penisilin G dan pennisilin V, yang sangat aktif terhadap kokus gram positif, akantetapi
dapat dengan mudah terhidrolisis denan penisilinase, sehingga obat ini dapat tidak aktif
terhadap beberapa strain stafilokokus.
2. Metisilin, naafsilin, oksasilin, kloksasilin, dikloksasilin, flukloksasilin merupakan penisilin
yang resisten kepadda penisilinase dan kurang sensitif kepada mikroorganisme yang
sensitif terhadap penisilin G, akan tetapi juga berguna sebagai obat pilihan untuk bakteri
Staphylococcus aureus yang menghasilkan penisilinase.
3. Ampisilin, amoksisilin, dan hetasilin merupakan penisilin yang memiliki aktivitas
antimikroba yang lebih luas, dan termasuk ke dalam bakteri gram negatif, seperti
Haemophilus influenzae, Escherichia coli, dan Proteus mirabilis. Obat ini dapat
dihidrolisis oleh stafilokokus penghasil penisilinase, dan juga dapat berguna untuk infeksi
salmonela yang menyebabkan tifus abnominalis.
4. Karbenisilin, tikarsilin, dan azlosilin digunakan pada spesies pseudomonas,
enterobakter, dan proteus.
5. Mezlosilin dan piperasilin, yang berfungsi pada klebsiela dan mikroorganisme gram
negatif tertentu, anti bakteri ini termasuk golongan yang baru.

Kasus resistensi bakteri terhadap antibakteri ini kerap kali ditemukan, salah satu contohnya
ialah bakteri Staphylococcus aureus yang sekarang menjadi resisten terhadap Methicillin dan
antibakteri golongan beta-laktam, dan biasa disebut dengan Methicillin Resistant Staphylococcus
aureus (MRSA). Adanya resisten bakteri tersebut diperlukan penelitian yang lebih lanjut tentang
kecocokan antibakteri dengan bakteri itu sendiri. Reisitensi terhadap suatu obat dapat terjadi
dengan adanya perubahan target dan sirkulasi enzim, menginaktifasi kerja antibiotic. MRSA disebut
resisten terhadap antibakteri methicillin dan antibakteri beta-laktam. Oleh karena terjadinya hal
tersebut perlu diberikan pemberian antibiotic yang berbeda, misalnya Cefoxitin (Fox) 30 mikrogram.
Berdasarkan penelitian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa Staphylococcus aureus (MRSA)
resisten tehadap oxacillin (100%), penisilin (100%), dan cefoxitin (100%). Dengan banyaknya bakteri
yang resisten terhadap beberapa antibakteri tersebut perlu diadakannya penelitian lebih lanjut.

Dari penelitian yang dilakukan hasil yang didapat, sebanyak 136 isolat Staphylococcus aureus
yang ditumbuhkan ada sekitar 133 sampel yang menunjukkan positif terhadap antibakteri beta-
hemolisis karena ditemukannya zona berupa bening di sekitar koloni, dan 3 sisa dari sampel
menunjukkan negatif atau tidak memiliki efek pada beta-hemolisis. Setelah itu 133 sampel yang
bersifat positif terhadap beta-hemolisis ditanam kembali pada (Tryptone Soya Agar) TSA agar
mendapatkan bakteri yang murni. Sedangkan untuk 3 sampel yang menunjukkan negatif kepada
beta-hemolisis ditumbuhkan kembali dan di identifikasi dengan MALDI-TOF MS. Koloni S. aureus
akan berwarna kekuningan dan menunjukkan reaksi beta-hemolisis yang ditandai dengan
terbentunya zona bening disekitar koloni (Madigan, 2012). Sekresi alfa-toksin yang dapat merusak
ikatan lipid bilayer kepada membran plasma yang rusak dan lisis sel hal ini yang menyebabkan reaksi

beta-hemolisis dapat terjadi

Gambar reaksi positif uji beta-hemolisis S. aureus pada medium blood agar

Sampel yang diidentifikasi dengan MALDI - TOF (Matrix Assisted Laser Desorption Ionization-
Time of Flight). MALDI - TOF merupakan salah satu jenis spektrometri yang sering digunakan saat ini.
MALDI-TOF menggunakan prinsip metode soft ionization. Dengan metode ini biomolekul nonvolatil
yang berukuran besar seperti protein mengalami penguapan dan terjadi ionisasi yang nantinya dapat
dideteksi dengan detektor. Proses yang menggunakan alat MALDI-TOF MS berdasar dengan
kesamaan logaritma antar spektrum protein yang dihasilkan dari sel dan ekstra sel. Hasil yang akan
didapat nantinya berupa skor. Skor dengan angka dibawah 1.700 berarti bahwa sampel tidak
sempurna teridentifikasi. Sampel yang memiliki Skor dengan nilai berkisaran 1.700 - 1.999
menandakan identifikasi sampai pada tingkat genus, dan untuk sampel yang memiliki skor yang
berkisaran 2.000 – 3.000 menandakan sampel teridentifikasi ke tingkat spesies (Werno et al., 2012).
Setelah dilakukannya identifikasi 136 (100%) isolat menggunakan MALDI - TOF hasil yang
diperoleh ialah terlihat pada semua isolat memiliki genus Staphylococcus yang sama , 20% (27 isolat)
memiliki skor yang rendah yaitu sekitar 1.700 – 1.999. sedang untuk sisanya 80% (109 isolat)
memiliki skor yang cukup tinggi yaitu sekitar di atas 2.000. skor yang tinggi ini menunjukkan tinggi
kepercayaan hingga sampai spesies, sedangkan untuk yang memiliki skor yang rendah menunjukkan
kepercayaan hanya sampai genus, hasil identifikasi ini dapat dilihat pada gambar dibawah ini

Dari penelitian ini dapat menunjukkan antibiotik golongan beta-laktam masih memiliki efek
menghambat atau membunuh bakteri Staphylococcus aureus, akan tetapi untuk sekarang kurang
efektif karena banyak dari bakteri yang mengalami mutasi sehingga resisten terhadap antibiotik yang
digunakan sebelumnya, contohnya yaitu MRSA (Methicillin Resistant Staphylococcus aureus). MRSA
resisten terhadap Methicillin, Penisilin, dan antibiotik golongan beta-laktam, oleh karena itu
dilakukan penelitian dengan screening MRSA (Methicillin Resistant Staphylococcus aureus).
Penelitian dilakukan dengan mengambil sampel identifikasi dari pasien yang menderita abses gigi
dengan menggunakan sensitivitas difusi agar dengan 10 sampel swab metode cakram disk. Dari
sepuluh sampel yang sudah teridentifikasi dapat diperoleh 3 sampel yang positif bakteri
Staphylococcus aureus, kemudian diidentifikasi dengan uji sensivitas antibiotik agar dapat
mengetahui adanya MRSA (Methicillin Resistant Staphylococcus aureus), dari ditemukannya MRSA
dapat disimpulkan bahwa Cefoxitin (fox) 30 mikrogram dapat menghambat atau membunuh bakteri
MRSA (Methicillin Resistant Staphylococcus aureus).

Tabel dibawah menunjukkan hasil dari uji sensivitas MRSA cefoxitin (fox) 30 mikrogram
No. Kode sampel Diameter zona hambat keterangan

1 X3 31 mm sensitif

2 X5 30 mm sensitif
3 X8 29 mm sensitif
Keterangan :

R : krang dari samadengan 14 masuk dalam kategori resistant

I : 15 – 17 intermediet

S : lebih dari sama dengan 18 sensitif

Anda mungkin juga menyukai