Anda di halaman 1dari 4

Pers Release Perhimpunan Dokter Paru Indonesia dalam rangka WORLD PNEUMONIA

DAY 2018
PP-PDPI, 12 Nov 2018 00:00:00
PRESS RELEASE
PERHIMPUNAN DOKTER PARU INDONESIA
WORLD PNEUMONIA DAY 2018

Tanggal 12 November telah ditetapkan oleh World Health Organization atau WHO sebagai
hari pneumonia sedunia atau world pneumonia day. Tujuan diperingati hari pneumonia
adalah untuk:
1. Meningkatkan kewaspadaan tentang pneumonia, penyebab kematian pada anak < 5 tahun
akibat penyakit infeksi
2. Meningkatkan intervensi untuk melindungi, preventif dan mengobati pneumonia. Mencari
cara pendekatan terbaik beserta solusinya berdasarkan sumber daya
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) merupakan organisasi yang selalu terdepan
dalam pencegahan dan mengobati penyakit paru serta meningkatkan derajat kesehatan paru
masyarakat dan penduduk Indonesia. PDPI menjadi leader dalam kesehatan respirasi dan
senantiasa mendukung program kesehatan di Indonesia. Wujud nyata PDPI antara lain
membantu pemerintah dalam pembuatan panduan atau pedoman pencegahan dan
pengendalian penyakit respirasi, menyediakan info-info kesehatan respirasi terbaru kepada
masyarakat dan lainnya.
Pneumonia adalah infeksi atau peradangan akut pada parenkim atau jaringan paru yang
diakibatkan bakteri, virus, jamur atau parasit. Pneumonia dapat menyerang siapa saja, baik
anak, dewasa muda atau orang tua. Pneumonia menyerang manusia dan sekitar 450 juta kasus
tiap tahunnya. Pneumonia dibagi menjadi 3 yaitu community acquired pneumonia (CAP) atau
pneumonia komunitas, hospital acquired pneumonia (HAP) dan ventilator associated
pneumonia (VAP). Pneumonia yang sering terjadi dan bersifat serius adalah pneumonia
komunitas, berkaitan dengan penyebab kematian dan kesakitan terbayak di dunia. Angka
kematian sekitar 1.3 juta pertahunnya secara global (7% penyebab kematian didunia). Angka
kematian terbanyak pada usia anak-anak dan orang tua (> 75 tahun). Angka kejadian
pneumonia lebih sering terjadi negara berkembang dibandingkan negara maju. Di Indonesia
pada tahun 2010, pneumonia termasuk dalam 10 besar penyakit rawat inap di rumah sakit
dengan proporsi kasus 53.95% untuk laki-laki dan 46.05% untuk perempuan, dengan crude
fatality rate (CFR) 7.6%, paling tinggi bila dibandingkan penyakit lainnya. Berdasarkan data
RISKESDAS 2018 prevalensi pneumonia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan (nakes)
adalah sekitar 2,0% sedangkan pada tahun 2013 adalah 1.8%. Penyebab pneumonia
komunitas terbanyak di Indonesia adalah kuman Gram negatif yaitu Klebsiella pneumoniae,
Acinetobacter baumanii, Pseudomonas aeruginosa sedangkan penyebab pneumonia
komunitas di negara lainnya adalah Gram positif yaitu Streptococcus pneumoniae,
Mycoplasma pneumonia, Haemophilus influenza dll.
Apabila seseorang dicurigai sebagai pneumonia maka dilakukan wawancara medis atau
anamnesis, pemeriksaan fisis umum dan paru serta pemeriksaan penunjang yaitu foto ronsen
dada, pemeriksaan darah dan pemeriksaan bakteri penyebab dari dahak (pemeriksaan Gram
dan kultur mikroorganisme). Diagnosis pneumonia komunitas adalah berdasarkan foto ronsen
dada dan berdasarkan gejala klinis yaitu batuk, perubahan warna dahak, suhu tubuh � 38 C,
nyeri dada, sesak napas. Dari pemeriksaan fisik paru ditemukan tanda konsolidasi atau
perubahan bunyi napas dan dari pemeriksaan penunjang laboratorium darah ditemukan
jumlah sel darah putih � 10.000 uL atau < 4.500 uL. Apabila sseorang didiagnosis sebagai
pneumonia maka tindak lanjut berikutnya adalah menentukan apakah pasien dirawat inap
atau dapat rawat jalan.

Pneumonia dapat menyebabkan kematian sehingga diagnosis harus dengan segera ditegakkan
sehingga dapat diberikan tatalaksana yang adekuat. Tatalaksana adekuat meliputi pemberian
antibiotik dan tatalaksana non-farmakologis lainnya seperti nutrisi, resusitasi cairan,
pemberian antipiretik bila demam dan lainnya. Pemberian antibiotik awal adalah bersifat
empiris artinya antibiotik diberikan berdasarkan pola kuman penyebab terbanyak dan
tersering. Sebelum antibiotik diberikan specimen dahak harus diambil untuk ditumbuhkan
dan menjadi panduan antibiotik selanjutnya apabila pasien mengalami perburukan.
Pemberian antibiotik empiris berdasarkan riwayat pemakaian antibiotik dalam 3 bulan
sebelumnya dan pasien dengan penyakit peserta atau komorbid. Apabila pasien mengalami
pneumonia berat atau perburukan sehingga memerlukan pengawasan lebih ketat atau
memerlukan alat bantu napas maka pasien memerlukan perawatan intensif di RICU atau ICU.
Pada umumnya prognosis adalah baik, tergantung dari faktor pasien, bakteri penyebab dan
penggunaan antibiotik yang tepat serta adekuat. Perawatan yang baik dan intensif sangat
mempengaruhi prognosis penyakit pada pasien yang dirawat. Angka kematian pasien
pneumonia komunitas kurang dari 5% pada pasien rawat jalan dan 20% pada pasien rawat
inap

Faktor risiko terjadinya pneumonia:


A. Kelompok imunokompeten (daya tahan tubuh menurun):
1. Usia
2. Gaya hidup: alkoholimse, merokok
3. Penyakit dasar: penyakit jantung kronik, penyakit ginjal kronik, penyakit hati kronik,
penyakit paru kronik, penyakit metabolik, penyakit susunan safaf
4. Riwayat penyakit pneumokokus invasif
5. Riwayat penyakit pneumonia
6. Lainnya: apirasi dan obat-obatan�
B. Kelompok immunokompromais (daya tahan tubuh normal)
1. Pasien dengan keadaan immunosupresi: pneyakit autoimun yang mendapatkan steroid atau
terapi immunosupresif atau pengobatan biologis
2. Kanker dengan pengobatan imunosupresi
3. Calon transplantasi organ (dengan atau tanpa pengobatan imunosupresi)
4. Status imunokompromais: disfungsi limpa atau asplenia
5. HIV

Rekomendasi intervensi gaya hidup untuk mengurangi risiko


1. Berhenti merokok
2. Mengurangi atau berhenti konsumsi alkohol
3. Gizi seimbang dan adekuat
4. Memeriksakan kesehatan gigi secara regular
5. Vaksinasi
Pencegahan dengan vaksin. Terdapat tiga jenis vaksin untu pencengahan pneumonia yaitu
pneumococcal polysaccharide vaccine, inactivated influenza vaccine dan live attenuated
influenza vaccine
Pencegahan pneumonia
1. Pemberian vaksinasi sebagai usaha pencegahan pada orang usia � 50 tahun, berisiko
terjadi komplikasi akibat pneumonia, kontak erat dengan pasien risiko tinggi pneumonia dan
petugas kesehatan, terutama yang bekerja di pelayanan rawat jalan, rawat inap dan fasilitas
kesehatan perawatan kronik sebaiknya rutin mendapatkan vaksinasi influenza tahunan
2. Vaksin pneumococcal polyscchasaride direkomendasikan untuk orang usia � 65 tahun,
usia 2-64 tahun dengan risiko tinggi pneumonia dan perokok. Kelompok risiko tinggi
dimaksud adalah penyakit kardiovaskular kronik, penyakit paru kronik, diabetes mellitus,
alkoholisme, aspkenia, kondisi atau status imunokompromais dan penghuni panti (fasilitas
pelayanan jangka Panjang)
3. Vaksin inactivated influenza direkomendasikan pada usia � 50 tahun, orang dengan
penyakit kardiovaskular kronik, penyakit paru kronik (termasuk asma), penyakit metabolik
termasuk DM, gangguan fungsi ginjal, hemoglobulinopati, keadaan atau status
imunokompromias, gangguan fungsi paru termasuk peningkatan risiko aspirasi, kehamilan,
penghuni panti
4. Vaksin live attenuated influenza direkomendasikan untuk orang usia 5-49 tahun dan tidak
diberikan pada kelompok risiko tinggi
5. Pasien pneumonia yang masih merokok harus berhenti merokok
6. Perokok sebaiknya dilakukan vaksinasi baik pneumokokal maupun influenza
7. Memperhatikan pencegahan dan pengendalian infeksi � kebersihan pernapasan yaitu: cuci
tangan dengan handrub atau air mengalir setelah kontak dengan pasien influenza, pasien
menggunakan masker

Jakarta, 12 November 2018


Pengurus Pusat
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia
DR. Dr. Agus Dwi Susanto, Sp.P(K), FISR, FAPSR
Ketua Umum
Sumber : www.klikpdpi.com

Anda mungkin juga menyukai