net/publication/334050209
CITATIONS READS
0 1,113
1 author:
SEE PROFILE
All content following this page was uploaded by Galang Surya Gumilang on 27 June 2019.
Diterbitkan oleh:
CV. Azizah Publishing
azizahpublishing@gmail.com
www.azizahpublishing.com
Redaksi:
Jl. Raya Kucur Krajan RT 10 RW 05/ Kec. Dau / Kab. Malang.
Jawa Timur
Page | 2
KATA PENGANTAR
Page | 3
9. Serta pihak lain yang tidak bisa saya sebutkan satu per
satu.
Harapan penulis, buku ini dapat memberikan manfaat
bagi konselor atau guru BK dan calon konselor atau Guru BK
(mahasiswa) kaitannya dalam pengembangan dan evaluasi
program layanan bimbingan dan konseling.
Penulis menyadari bahwa masih terdapat banyak
kekurangan pada buku ini. Karena itu, penulis mengharapkan
kritik dan saran dari berbagai pihak untuk perbaikan dan
penyempurnaan buku ini.
Penulis
Page | 4
DAFTAR ISI
C. Bagaimana Mengembangkan
Program BK Komprehensif? ____ 17
1. Strategi Pelaksanaan Program BK ____ 18
2. Pelayanan Dasar ____ 18
3. Pelayanan Responsif ____ 19
4. Perencanaan Individual ____ 23
5. Dukungan Sistem ____ 24
Page | 5
5. Evaluasi Program BK ____ 33
Page | 6
3. Model Evaluasi CIPP (Context, Input, Process,
Product) ____50
4. Model Evaluasi Berorientasi Konsumer ____ 52
5. Model Evaluasi Berorientasi Keahlian ____ 52
6. Model Evaluasi Berorientasi Partisipan ____ 53
K. Latihan ____ 63
Page | 7
Page | 8
BAB I
PENGEMBANGAN PROGRAM BIMBINGAN
DAN KONSELING
Page | 9
Untuk menjawab tantangan di lapangan, pastikan
konselor memulai kinerjanya dengan paradigma baru, yaitu
program yang memfasilitasi perkembangan siswa di segala
aspek kehidupan dengan bimbingan dan konseling yang
memandirikan, yang dirancang dalam program bimbingan
yang komprehensif, digambarkan secara utuh keseluruhan
proses kerja bimbingan dan konseling dalam jalur pendidikan
formal sebagai berikut:
Page | 10
Perencanaan individual, dan (4) Dukungan sistem (ASCA,
2012; Gysbers & Henderson, 2004; Gysbers & Henderson,
2006; Muro & Kottman, 1995). Keempat komponen program
tersebut dapat digambarkan sebagai berikut (Depdiknas, 2007;
Depdiknas, 2008).
1. Pelayanan Dasar
a. Pengertian
Pelayanan dasar diartikan sebagai proses pemberian
bantuan kepada siswa melalui kegiatan penyiapan
pengalaman terstruktur secara klasikal atau kelompok yang
disajikan secara sistematis dalam rangka mengembangkan
perilaku jangka panjang sesuai dengan tahap dan tugas-
tugas perkembangan (yang dituangkan sebagai standar
Page | 11
kompetensi kemandirian) yang diperlukan dalam
pengembangan kemampuan memilih dan mengambil
keputusan dalam menjalani kehidupannya.
Penggunaan instrumen asesmen perkembangan dan
kegiatan tatap muka terjadwal di kelas sangat diperlukan
untuk mendukung implementasi komponen ini. Asesmen
kebutuhan diperlukan untuk dijadikan landasan
pengembangan pengalaman terstruktur yang disebutkan.
b. Tujuan
Pelayanan ini bertujuan untuk membantu semua
siswa agar memperoleh perkembangan yang normal,
memiliki mental yang sehat, dan memperoleh keterampilan
dasar hidupnya. Secara rinci tujuannya dapat dirumuskan
sebagai upaya untuk membantu siswa agar (1) Memiliki
kesadaran (pemahaman) tentang diri dan lingkungannya,
(2) Mampu mengembangkan keterampilan untuk
mengidentifikasi tanggung jawab atau seperangkat tingkah
laku yang layak bagi penyesuaian diri dengan
lingkungannya, (3) Mampu menangani atau memenuhi
kebutuhan dan masalahnya, dan (4) Mampu
mengembangkan dirinya dalam rangka mencapai tujuan
hidupnya.
c. Fokus pengembangan
Fokus perilaku yang dikembangkan menyangkut
aspek-aspek pribadi, sosial, belajar dan karier. Semua ini
berkaitan erat dengan upaya membantu siswa dalam
mencapai tugas-tugas perkembangannya. Materi pelayanan
dasar dirumuskan atas dasar standar kompetensi
kemandirian antara lain mencakup pengembangan: (1) Self-
esteem, (2) Motivasi berprestasi, (3) Keterampilan
Page | 12
pengambilan keputusan, (4) Keterampilan pemecahan
masalah, (5) Keterampilan hubungan antar pribadi atau
berkomunikasi, (6) Penyadaran keragaman budaya, (7)
Perilaku bertanggungjawab.
2. Pelayanan Responsif
a. Pengertian
Pelayanan responsif merupakan pemberian bantuan
kepada konseli yang menghadapi kebutuhan dan masalah
yang memerlukan pertolongan dengan segera. Konseling
individual, konseling krisis, konsultasi dengan orangtua,
guru, dan alih tangan kepada ahli lain adalah ragam bantuan
yang dapat dilakukan dalam pelayanan responsif.
b. Tujuan
Tujuan pelayanan responsif adalah membantu konseli
agar dapat memenuhi kebutuhannya dan memecahkan
masalah yang dialaminya atau yang mengalami hambatan,
kegagalan dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya.
Tujuan pelayanan ini dapat juga dikemukakan sebagai
upaya untuk mengintervensi masalah-masalah atau
kepedulian pribadi konseli yang muncul segera dan
dirasakan saat itu, berkenaan dengan masalah sosial-
pribadi, karier, dan atau masalah pengembangan
pendidikan.
c. Fokus pengembangan
Fokus pelayanan responsif bergantung kepada masalah
atau kebutuhan konseli. Masalah dan kebutuhan konseli
berkaitan dengan keinginan untuk memahami sesuatu hal
karena dipandang penting bagi perkembangan dirinya
secara positif. Kebutuhan ini seperti kebutuhan untuk
Page | 13
memperoleh informasi antara lain tentang pilihan karier
dan program studi, sumber-sumber belajar, bahaya obat
terlarang, minuman keras, narkotika, pergaulan bebas.
Masalah lainnya adalah yang berkaitan dengan berbagai hal
yang dirasakan mengganggu kenyamanan hidup atau
menghambat perkembangan diri konseli, karena tidak
terpenuhi kebutuhannya, atau gagal dalam mencapai tugas-
tugas perkembangan. Masalah konseli pada umumnya tidak
mudah diketahui secara langsung tetapi dapat dipahami
melalui gejala-gejala perilaku yang ditampilkannya.
Masalah (gejala perilaku bermasalah) yang mungkin
dialami konseli di antaranya:
1. Merasa cemas tentang masa depan.
2. Merasa rendah diri.
3. Berperilaku impulsif (kekanak-kanakan atau melakukan
sesuatu tanpa mempertimbangkannya secara matang).
4. Membolos dari sekolah.
5. Malas belajar.
6. Kurang memiliki kebiasaan belajar yang positif.
7. Kurang bisa bergaul.
8. Prestasi belajar rendah.
9. Malas beribadah.
10. Masalah pergaulan bebas (freesex).
11. Masalah tawuran.
12. Manajemen stress.
13. Masalah dalam keluarga.
3. Perencanaan Individual
a. Pengertian
Perencanaan individual diartikan sebagai bantuan
kepada siswa agar mampu merumuskan dan melakukan
aktivitas yang berkaitan dengan perencanaan masa depan
Page | 14
berdasarkan pemahaman akan kelebihan dan keterbatasan
dirinya, serta pemahaman akan peluang dan kesempatan
yang tersedia di lingkungannya. Pemahaman siswa secara
mendalam dengan segala karakteristiknya, penafsiran hasil
asesmen, dan penyediaan informasi yang akurat sesuai
dengan peluang dan potensi yang dimiliki siswa amat
diperlukan sehingga konseli mampu memilih dan
mengambil keputusan yang tepat di dalam mengembangkan
potensinya secara optimal, termasuk keberbakatan dan
kebutuhan khusus siswa. Kegiatan orientasi, informasi,
konseling individual, rujukan, kolaborasi, dan advokasi
diperlukan di dalam implementasi pelayanan ini.
b. Tujuan
Perencanaan individual bertujuan untuk membantu
siswa agar (1) Memiliki pemahaman tentang diri dan
lingkungannya, (2) Mampu merumuskan tujuan,
perencanaan, atau pengelolaan terhadap perkembangan
dirinya, baik menyangkut aspek pribadi, sosial, belajar,
maupun karier, dan (3) Dapat melakukan kegiatan
berdasarkan pemahaman, tujuan, dan rencana yang telah
dirumuskannya. Tujuan perencanaan individual ini dapat
juga dirumuskan sebagai upaya memfasilitasi siswa untuk
merencanakan, memonitor, dan mengelola rencana
pendidikan, karier, dan pengembangan sosial-pribadi oleh
dirinya sendiri. Isi layanan perencanaan individual adalah
hal-hal yang menjadi kebutuhan siswa untuk memahami
secara khusus tentang perkembangan dirinya sendiri.
c. Fokus pengembangan
Fokus pelayanan perencanaan individual berkaitan
erat dengan pengembangan aspek akademik, karier, dan
Page | 15
sosial-pribadi. Secara rinci cakupan fokus tersebut antara
lain pengembangan aspek (1) Akademik meliputi
memanfaatkan keterampilan belajar, melakukan pemilihan
pendidikan lanjutan atau pilihan jurusan, memilih kursus
atau pelajaran tambahan yang tepat, dan memahami nilai
belajar sepanjang hayat; (2) Karier meliputi
mengeksplorasi peluang-peluang karier, mengeksplorasi
latihan-latihan pekerjaan, memahami kebutuhan untuk
kebiasaan bekerja yang positif; dan (3) Sosial-pribadi
meliputi pengembangan konsep diri yang positif, dan
pengembangan keterampilan sosial yang efektif.
4. Dukungan Sistem
Ketiga komponen yang tersebut di atas, merupakan
pemberian bimbingan dan konseling kepada siswa secara
langsung, sedangkan dukungan sistem merupakan
komponen pelayanan dan kegiatan manajemen, tata kerja,
infrastruktur (misalnya Teknologi Informasi dan
Komunikasi), dan pengembangan kemampuan profesional
konselor secara berkelanjutan, yang secara tidak langsung
memberikan bantuan kepada konseli atau memfasilitasi
kelancaran perkembangan siswa. Program ini memberikan
dukungan kepada konselor dalam memperlancar
penyelenggaraan pelayanan di atas. Bagi personel pendidik
lainnya adalah untuk memperlancar penyelenggaraan
program pendidikan di sekolah. Dukungan sistem ini
meliputi aspek-aspek:
Page | 16
atau masyarakat, (3) Berpartisipasi dalam merencanakan
dan melaksanakan kegiatan-kegiatan sekolah, (4)
Bekerjasama dengan personel sekolah, (5) Melakukan
penelitian dan (6) Melakukan kerjasama atau kolaborasi
dengan ahli lain yang terkait dengan pelayanan bimbingan
dan konseling.
b. Kegiatan Manajemen
Kegiatan manajemen merupakan berbagai upaya untuk
memantapkan, memelihara, dan meningkatkan mutu
program bimbingan dan konseling melalui kegiatan-
kegiatan (1) Pengembangan program, (2) Pengembangan
staf, (3) Pemanfaatan sumber daya, dan (4) Pengembangan
penataan kebijakan.
Page | 17
semua komponen program dan semua aspek
perkembangan.
2) Pelayanan Orientasi
Pelayanan ini merupakan suatu kegiatan yang
memungkinkan siswa dapat memahami dan
menyesuaikan diri dengan lingkungan baru, terutama
lingkungan sekolah, untuk mempermudah berperannya
siswa di lingkungan baru tersebut. Pelayanan orientasi ini
biasanya dilaksanakan pada awal program pelajaran baru.
Materi orientasi di sekolah biasanya mencakup organisasi
Page | 18
sekolah, staf dan guru-guru, kurikulum, program
bimbingan dan konseling, program ekstrakurikuler,
fasilitas atau sarana prasarana, dan tata tertib sekolah.
3) Pelayanan Informasi
Pemberian informasi tentang berbagai hal yang
dipandang bermanfaat bagi siswa melalui komunikasi
langsung, maupun tidak langsung (melalui media cetak
maupun elektronik, seperti: buku, paket, modul, brosur,
leaflet, majalah, dan internet).
4) Bimbingan Kelompok
Konselor memberikan pelayanan bimbingan
kepada siswa melalui kelompok-kelompok kecil (5 s.d. 10
orang). Bimbingan ini ditujukan untuk merespon
kebutuhan dan minat siswa. Topik yang didiskusikan
dalam bimbingan kelompok adalah masalah yang bersifat
umum (common problem) dan tidak rahasia, seperti: cara-
cara belajar yang efektif, kiat-kiat menghadapi ujian, dan
mengelola stress.
b. Pelayanan Responsif
1) Konseling Individual dan Kelompok
Pemberian layanan konseling ini ditujukan untuk
membantu konseli yang mengalami kesulitan, mengalami
hambatan dalam mencapai tugas-tugas perkembangannya.
Page | 19
Melalui konseling, konseli dibantu untuk mengidentifikasi
masalah, penyebab masalah, penemuan alternatif
pemecahan masalah, dan pengambilan keputusan secara
lebih tepat. Konseling ini dapat dilakukan secara
individual maupun kelompok.
Page | 20
industri atau perusahaan, sehingga dapat memberikan
informasi yang luas kepada konseli tentang dunia kerja
(tuntutan keahlian kerja, suasana kerja, persyaratan kerja,
dan prospek kerja); (8) Menampilkan pribadi yang
matang, baik dalam aspek emosional, sosial, maupun
moral-spiritual (hal ini penting, karena guru merupakan
“figur sentral” bagi peserta didik); dan (9) Memberikan
informasi tentang cara-cara mempelajari mata pelajaran
yang diberikannya secara efektif.
Page | 21
5) Kolaborasi dengan pihak-pihak terkait di luar sekolah
Berkaitan dengan upaya sekolah untuk menjalin
kerjasama dengan unsur-unsur masyarakat yang
dipandang relevan dengan peningkatan mutu pelayanan
bimbingan. Jalinan kerjasama ini seperti dengan pihak-
pihak (1) Instansi pemerintah, (2) Instansi swasta, (3)
Organisasi profesi, seperti Depdiknas (Asosiasi Bimbingan
dan Konseling Indonesia), (4) Para ahli dalam bidang
tertentu yang terkait, seperti psikolog, psikiater, dan
dokter, (5) MGBK (Musyawarah Guru Bimbingan dan
Konseling), dan (6) Depnaker (dalam rangka analisis bursa
kerja/lapangan pekerjaan).
6) Konsultasi
Konselor memberikan layanan konsultasi bagi guru,
orang tua, atau pihak pimpinan sekolah yang terkait
dengan upaya membangun kesamaan persepsi dalam
memberikan bimbingan kepada konseli, menciptakan
lingkungan sekolah yang kondusif bagi perkembangan
konseli, melakukan referal, dan meningkatkan kualitas
program bimbingan dan konseling.
Page | 22
membantu konselor dengan cara memberikan informasi
tentang kondisi perkembangan, atau masalah peserta
didik yang perlu mendapat pelayanan bantuan bimbingan
atau konseling.
8) Konferensi Kasus
Kegiatan untuk membahas permasalahan konseli
dalam suatu pertemuan yang dihadiri oleh pihak-pihak
yang dapat memberikan keterangan, kemudahan dan
komitmen bagi terselesaikannya permasalahan konseli itu.
Pertemuan kasus ini bersifat terbatas dan tertutup.
9) Kunjungan Rumah
Kunjungan rumah adalah kegiatan untuk
memperoleh data atau keterangan tentang konseli
tertentu yang sedang dibantu dalam penyelesaian
masalahnya melalui kunjungan ke rumahnya.
c. Perencanaan Individual
1) Asesmen individual atau kelompok
Konselor membantu konseli secara perseorangan
atau kelompok untuk menganalisis kekuatan dan
kelemahan dirinya yang menyangkut pencapaian tugas-
tugas perkembangan, atau aspek-aspek pribadi, sosial,
belajar, dan karier. Melalui kegiatan asesmen diri ini,
konseli akan memiliki pemahaman, penerimaan, dan
pengarahan dirinya secara positif dan konstruktif.
Page | 23
kegiatan (alternatif kegiatan) yang menunjang
pengembangan dirinya, atau kegiatan yang berfungsi
untuk memperbaiki kelemahan dirinya; (2) Melakukan
kegiatan yang sesuai dengan tujuan atau perencanaan
yang telah ditetapkan, dan (3) Mengevaluasi kegiatan yang
telah dilakukannya.
3) Penempatan
Konselor membantu konseli menyalurkan potensi
dirinya dalam kegiatan ekstrakurikuler, pemilihan
program studi, kegiatan belajar, dan/atau karier sesuai
dengan bakat, minat, dan kemampuannya.
d. Dukungan Sistem
1) Pengembangan Profesi
Konselor secara terus menerus berusaha untuk
“mengupdate” pengetahuan dan keterampilannya melalui
(1) In-service training, (2) Aktif dalam organisasi profesi,
(3) Aktif dalam kegiatan-kegiatan ilmiah, seperti seminar
dan workshop (lokakarya), atau (4) Melanjutkan studi ke
program yang lebih tinggi (Pascasarjana).
2) Manajemen Program
Program pelayanan bimbingan dan konseling tidak
mungkin terselenggara dan tercapai bila tidak memiliki
suatu sistem manajemen yang bermutu, dalam arti
dilakukan secara jelas, sistematis, dan terarah. Oleh karena
itu, bimbingan dan konseling harus ditempatkan sebagai
bagian terpadu dari seluruh program sekolah.
Page | 24
3) Riset dan Pengembangan
Strategi: melakukan penelitian, mengikuti kegiatan
profesi dan mengikuti aktivitas peningkatan profesi.
2) Perumusan Tujuan BK
Secara umum, layanan BK diselenggarakan di sekolah
dengan tujuan untuk membantu siswa agar dapat
melaksanakan tugas-tugas perkembangan secara optimal
sehingga mencapai perkembangan optimal dalam bidang
kehidupan pribadi-sosial, belajar, dan karier. Perumusan
tujuan layanan BK dapat merujuk Standar Kompetensi
Kemandirian.
Page | 25
b. Perancangan Program BK
Berdasarkan hasil asesmen kebutuhan siswa dan
lingkungannya serta pencermatan tujuan program BK maka
dilakukan perancangan program BK dengan menetapkan
elemen dan komponen program sebagai berikut:
1) Rasional
Pada bagian ini, konselor mengemukakan (1) Dasar
pikiran tentang pentingnya program BK dalam keseluruhan
program pendidikan di sekolah, (2) Alasan-alasan pentingnya
siswa mencapai penguasaan kompetensi sebagaimana yang
dihasilkan program BK, (3) Kesimpulan hasil analisis
kebutuhan siswa dan lingkungannya serta dukungan teori
terkini dan kecenderungan profesi terhadap program dan
rancangannya, dan (4) Dan hal-hal lain yang dianggap
relevan.
Page | 26
(1) Perkembangan pribadi-sosial, (2) Akademik, dan (3)
Karier.
3) Deskripsi Kebutuhan
Pada deskripsi kebutuhan dikemukakan rumusan hasil
asesmen kebutuhan siswa dan lingkungannya ke dalam
rumusan perilaku yang diharapkan dikuasai siswa. Rumusan
ini pada dasarnya merupakan rumusan tugas-tugas
perkembangan, yaitu standar kompetensi kemandirian yang
disepakati bersama. Aspek perkembangan yang merupakan isi
standar kompetensi kemandirian terdiri atas landasan perilaku
etis, landasan hidup religius, kematangan emosi, kematangan
intelektual, kesadaran tanggung jawab sosial, kesadaran
gender, pengembangan pribadi, perilaku kewirausahaan
(kemandirian perilaku ekonomis), wawasan dan kesiapan
karier, kematangan hubungan dengan teman sebaya, dan
kesiapan diri untuk menikah dan berkeluarga.
4) Tujuan
Berdasarkan rumusan hasil asesmen kebutuhan, kemudian
dirumuskan tujuan umum dan khusus yang akan dicapai dalam
bentuk perilaku yang harus dikuasai siswa setelah
memperoleh pelayanan bimbingan dan konseling. Tujuan
hendaknya dirumuskan ke dalam tataran tujuan:
a) Penyadaran, untuk membangun pengetahuan dan
pemahaman konseli terhadap perilaku atau standar
kompetensi yang harus dipelajari dan dikuasai.
b) Akomodasi, untuk membangun pemaknaan,
internalisasi dan menjadikan perilaku atau kompetensi
baru sebagai bagian dari kemampuan dirinya.
Page | 27
c) Tindakan, yaitu mendorong siswa untuk mewujudkan
perilaku dan kompetensi baru itu dalam tindakan nyata
sehari-hari.
5) Komponen Program
Tujuan program BK menentukan topik layanan/aktivitas
yang perlu diprogramkan pada setiap komponen program yang
meliputi: (a) Komponen pelayanan dasar, (b) Komponen
pelayanan responsif, (c) Komponen perencanaan individual,
dan d) Komponen dukungan sistem (manajemen).
Page | 28
yang diharapkan dicapai.
e) Menetapkan prosedur dan kriteria evaluasi keberhasilan
layanan BK.
f) Menyusun rancangan kegiatan BK dalam bentuk matrik
atau lainnya sebagai program layanan BK selama satu
tahun atau satu semester. Rancangan tersebut sebagai
program tahunan atau program semesteran.
g) Menjabarkan program BK sekolah yang telah dituangkan
dalam rancangan program tahunan/semesteran ke dalam
bentuk program kegiatan yang lebih rinci. Program
kegiatan tersebut mencakup program bulanan, dan
mingguan.
h) Menuliskan rancangan program BK yang telah ditetapkan,
kemudian mengirimkan rancangan program tersebut
kepada pihak-pihak yang berkepentingan untuk
memperoleh masukan dan partisipasi mereka dalam
pelaksanaannya. Contoh rancangan program tersebut
adalah sebagai berikut.
A. RASIONAL
C. TUJUAN
Page | 29
Dalam upaya memudahkan pelaksanaan program BK,
maka rencana program tahunan yang telah dibuat perlu
dijabarkan menjadi program semesteran, program bulanan,
dan program mingguan. Selanjutnya dikembangkan silabus dan
rencana pelayanan bimbingan dan konseling (RPBK).
Secara garis besar langkah-langkah pengembangan
Silabus sebagai berikut:
a) Mengkaji Standar Kompetensi Kemandirian Peserta
Didik dan Kompetensi Dasar.
b) Mengkaji hasil need assessment, kemudian menentukan
prioritas kebutuhan yang akan dijawab dengan
program.
c) Mengidentifikasi materi pokok pelayanan yang
menunjang pencapaian kompetensi.
a) Mengembangkan kegiatan pelayanan untuk memberikan
pengalaman belajar yang melibatkan proses mental dan
fisik
e) Merumuskan indikator pencapaian kompetensi.
Page | 30
f) Menentukan jenis penilaian, bisa menggunakan tes
maupun non tes.
g) Menentukan alokasi waktu.
h) Menentukan sumber belajar.
Format silabus minimal memuat: (1) Identitas silabus,
meliputi nama sekolah, kelas, semester, alokasi waktu dan
standar kompetensi kemandirian konseli, (2) Komponen isi
dipaparkan dalam bentuk tabel, minimal berisi tentang sub
kompetensi/kompetensi dasar, materi pokok, kegiatan
pelayanan bimbingan (strategi pelayanan), alokasi waktu dan
sumber belajar.
Selanjutnya dikembangkan Rencana Pelayanan
Bimbingan dan Konseling (RPBK), dengan memperhatikan
komponennya yang meliputi:
a) Identitas, berisi: bidang bimbingan, topik layanan,
sasaran (kelas), semester, waktu pertemuan.
b) Rumusan kompetensi.
c) Indikator pencapaian kompetensi, berupa rumusan
perilaku yang dapat diukur dan/atau diobservasi.
d) Tujuan pelayanan, menggambarkan proses dan hasil
belajar yang diharapkan.
e) Materi, memuat fakta dan atau konsep, prinsip,
prosedur yang relevan, ditulis dalam bentuk butir-butir
sesuai dengan rumusan indikator pencapaian
kompetensi.
f) Metode/teknik, memuat metode/teknik yang akan
digunakan dalam proses pelayanan.
g) Kegiatan pelayanan, meliputi: pendahuluan, kegiatan
inti, dan penutup.
h) Penilaian hasil pelayanan BK.
i) Sumber, berisi sumber-sumber yang digunakan dalam
proses pelayanan BK.
Page | 31
Adapun langkah-langkah dalam mengembangkan
RPBK adalah sebagai berikut:
a) Merumuskan identitas RPBK, minimal berisi: Nama
sekolah, Bidang Bimbingan, Kelas, Semester, Alokasi
Waktu
b) Merumuskan kompetensi, terdiri standar kompetensi
dan kompetensi dasar. Diambil dari silabus.
c) Merumuskan indikator keberhasilan dan tujuan
pelayanan.
d) Menentukan alokasi waktu, dinyatakan dalam jam
pelajaran dan banyaknya pertemuan (misalnya, 2 x 45
menit).
e) Menentukan materi layanan BK.
f) Menentukan metode/teknik/model/pendektan
pelayanan BK.
g) Menetapkan pelaksanaan kegiatan, dalam bentuk
langkah-langkah kegiatan pada setiap pertemuan.
h) Menentukan sumber belajar.
i) Merencanakan penilaian yang akan dilaksanakan.
d. Pelaksanaan Program BK
Rancangan aktivitas bimbingan dan konseling yang
disepakati pihak-pihak yang berkepentingan sebagai program
BK perkembangan yang komprehensif merupakan instrumen
yang digunakan konselor melaksanakan layanan bimbingan
dan konseling untuk membantu konseli mencapai kompetensi
yang diharapkan. Dalam pelaksanaannya, konselor perlu
bekerjasama dengan berbagai pihak baik personalia sekolah
maupun pihak-pihak lain di luar sekolah sehingga keberhasilan
layanan bimbingan dan konseling tersebut dapat dicapai
secara optimal. Pelaksanaan program BK pada dasarnya adalah
penyelenggaraan semua aktivitas dan strategi layanan yang
Page | 32
dirancang dalam empat komponen program BK, yaitu layanan
dasar BK, perencanaan individual konseli, layanan responsif,
dan dukungan sistem.
e. Evaluasi Program BK
Astramovich & Coker (2007) evaluasi merupakan
prosedur yang memungkinkan konselor menentukan
keberhasilan program BK. Informasi tentang hasil evaluasi
merupakan balikan berharga bagi perbaikan dan peningkatan
kualitas layanan BK sehingga konseli memperoleh layanan
yang lebih bermutu. Di samping itu, hasil evaluasi berguna
sebagai bukti pertanggungjawaban kinerja konselor bagi
berbagai pihak. Evaluasi dilakukan terhadap aspek proses dan
hasil pelaksanaan layanan BK atau evaluasi terhadap aspek
program, personalia, dan hasil pelayanan BK.
Page | 33
surat (panggilan, referal), format pelaksanaan
pelayanan, dan format evaluasi.
3) Perlengkapan Teknis
Kelengkapan penunjang teknis, seperti data
informasi, paket bimbingan, kartu konsultasi, kartu kasus,
blanko konferensi kasus, dan agenda surat, buku-buku
panduan, buku informasi tentang studi lanjutan atau
kursus-kursus, modul bimbingan, atau buku materi
pelayanan bimbingan, buku hasil wawancara, laporan
kegiatan pelayanan, data kehadiran konseli, leger
bimbingan dan konseling, buku realisasi kegiatan
bimbingan dan konseling, bahan-bahan informasi
pengembangan keterampilan pribadi, sosial, belajar
maupun karier, dan buku/bahan informasi pengembangan
keterampilan hidup, perangkat elektronik (seperti
komputer, tape recorder, film, dan CD interaktif, CD
pembelajaran, OHP, LCD, TV); filing kabinet/lemari data
(tempat penyimpanan dokumentasi dan data konseli), dan
papan informasi bimbingan dan konseling.
4) Perlengkapan Administratif
Alat bantu bimbingan perlengkapan administrasi,
seperti alat tulis menulis, blanko surat, agenda surat.
Page | 34
b. Prasarana Bimbingan dan Konseling
Prasarana penunjang layanan bimbingan dan konseling
meliputi ruang bimbingan dan anggaran biaya.
1) Ruang Bimbingan dan Konseling
Jenis ruangan yang diperlukan meliputi: (1) Ruang
kerja, (2), Ruang administrasi/data, (3) Ruang konseling
individual, (4) Ruang bimbingan dan konseling kelompok,
(5) Ruang biblioterapi, (6) Ruang relaksasi/desensitisasi,
dan (7) Ruang tamu.
2) Pembiayaan
a) Anggaran untuk semua aktivitas yang tercantum pada
program.
b) Anggaran untuk aktivitas pendukung (seperti untuk
home visit, pembelian buku pendukung/sumber
bacaan, mengikuti seminar/workshop atau kegiatan
profesi dan organisasi profesi, pengembangan staf,
penyelenggaraan MGBK, pembelian alat/media untuk
pelayanan bimbingan dan konseling).
c) Anggaran untuk pengembangan dan peningkatan
kenyamanan ruang atau pelayanan bimbingan dan
konseling (seperti pembenahan ruangan, pengadaan
buku-buku untuk terapi pustaka, penyiapan perangkat
konseling kelompok).
c. Latihan
Berdasarkan hasil asesmen kebutuhan siswa dan
lingkungannya, rancangan program BK tahunan dan
semesteran dengan mengisi borang berikut:
Page | 35
PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING
SMA/SMK/MA/SMP/MTs ....................................
TAHUN PELAJARAN............../...............
A. RASIONAL
C. TUJUAN
Page | 36
PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING
SMA/SMK/MA/SMP/MTs ....................................
SEMESTER…………TAHUN PELAJARAN............../...............
A. RASIONEL
C. TUJUAN
Page | 37
BAGIAN II
EVALUASI PROSES DAN HASIL LAYANAN
BIMBINGAN DAN KONSELING
Page | 38
untuk dilaksanakan sebagai bagian dalam penyusunan dan
pengembangan program bimbingan dan konseling.
Page | 39
B. Kesulitan dalam Melaksanakan Evaluasi program
Bimbingan dan Konseling
Dalam banyak kasus, evaluasi terhadap program jarang
dilakukan, termasuk program Bimbingan dan Konseling di
sekolah. Dalam bidang bimbingan dan konseling, konselor
seringkali tidak melakukan evaluasi, walaupun mengetahui
bahwa evaluasi merupakan bagian penting dalam program
pelayanan bimbingan dan konseling (Gysbers, 2003). Ada
beberapa alasan yang diajukan guru bimbingan dan konseling
atau konselor, mengapa mereka tidak melakukan evaluasi,
antara lain:
a. Banyak praktisi bimbingan dan konseling menyatakan
merasa tidak memiliki waktu untuk mengevaluasi, karena
merasa kekurangan personil dalam memberilakan layanan.
b. Materi yang diperoleh pada saat perkuliahan belum
memberikan pengalaman praktis dalam evaluasi program.
c. Program bimbingan dan konseling dipandang unik, dan
kompleks sehingga sulit untuk diberikan penilaian.
d. Guru bimbingan dan konseling merasa kesulitan untuk
merumuskan kriteria keberhasilan layanan, karena standar
keberhasilannya belum konkrit sehingga sulit untuk
menemukan indikatornya.
e. Tidak terbiasa mencatat dan mendokumentasikan layanan
yang telah diberikan serta hasilnya, sehingga kesulitan
dalam mengumpulkan data.
f. Pihak pimpinan dipandang tidak meminta hasil evaluasi
yang terprogram dan terencana, sehingga merasa tidak ada
tuntutan.
g. Evaluasi terhadap hasil layanan bimbingan dan konseling
hanya dilakukan apabila ada kepentingan sekolah dalam
memenuhi program tertentu, misalnya untuk kepentingan
akreditasi atau usulan bloggrant.
Page | 40
h. Belum ada contoh yang jelas.
i. Guru bimbingan dan konseling melakukan evaluasi dengan
cara menunjukkan program BK yang terlaksana dan
program yang belum terlaksana.
j. Kurang mendapat dukungan dari para administrasi
sekolah.
Kesulitan yang dihadapi guru bimbingan dan konseling
seperti disebutkan di atas, memberikan alasan untuk tidak
melakukan evaluasi yang semestinya dilakukan. Kesulitan ini
akan bertambah, manakala pihak sekolah tidak menunjukkan
kepedulian terhadap proses maupun hasil layanan bimbingan
dan konseling. Melihat pentingnya evaluasi terhadap layanan
bimbingan dan konseling, diharapkan guru bimbingan dan
konseling dapat memiliki pemahaman dan kemampuan untuk
melaksanakan evaluasi program bimbingan dan konseling,
sehingga kondisi yang ada di sekolahnya menjadi bagian yang
dievaluasi dan memberikan alasan yang kuat untuk berupaya
melakukan peningkatan, sehingga kinerja guru bimbingan dan
konseling dapat menunjukkan akuntabilitasnya yang dipercaya
oleh pimpinan, guru mata pelajaran, dan personil lainnya yang
menjadi bagian dukungan sistem terhadap pelaksanaan
layanan bimbingan dan konseling.
Page | 41
melakukan evaluasi. Kesiapan untuk melaksanakan evaluasi
hendaknya disadari sebagai suatu tahap atau kegiatan dalam
penyusunan program bimbingan dan konseling seperti halnya
dalam penyusunan program pada umumnya. Selain itu guru
bimbingan dan konseling perlu memiliki sikap yang positif
tentang perlunya evaluasi terhadap aktivitas dan layanan
bimbingan dan konseling yang telah diberikannya, baik
terhadap kondisi-kondisi yang memungkinkan terlaksananya
program, proses yang terjadi serta hasil atau produk yang
diperoleh. Sikap yang dimaksud antara lain:
a. Memahami bahwa dalam pelaksanaan suatu program
dimungkinkan ada kondisi-kondisi yang dapat
menyebabkan belum tercapainya tujuan yang telah
ditetapkan.
b. Memiliki keinginan dan kebutuhan untuk mengetahui
kekurangan atau kelemahan sebagai bahan untuk
meningkatkan kinerja yang lebih baik.
c. Memaknai kekurangan sebagai bagian dari proses untuk
mengembangkan diri.
d. Menerima masukan dan kritikan dari pihak lain baik
pimpinan, kolega (guru mata pelajaran), personil lain di
sekolah serta pihak orang tua maupun siswa.
e. Membuka pikiran untuk belajar dari kegagalan yang
dialami.
f. Berusaha untuk memaknai masukan sebagai kesempatan
meningkatkan diri.
g. Membandingkan apa yang sudah dilakukan dengan hasil
yang diperoleh.
h. Menyediakan diri untuk berdialog dengan pihak-pihak
yang memberikan penilaian.
Winkel (1991) sikap terbuka atas masukan dan
menerima kekurangan serta keinginan untuk meningkatkan
Page | 42
diri merupakan kunci pembuka untuk melakukan evaluasi
berkelanjutan, sehingga dapat mengantarkan bagi
pengembangan program selanjutnya dan kesempatan
mengembangkan diri bagi guru bimbingan dan konseling
(konselor).
Uraian di atas diharapkan dapat menjawab alasan
para konselor yang tidak melakukan need asesmen dan evaluasi
program dan pelayanannya. Berbicara tentang asesmen tidak
dapat dilepaskan dengan istilah evaluasi. Ada beberapa istilah
evaluasi yang bersifat aplikatif atau sering digunakan dalam
kehidupan sehari-hari. Berdasarkan kajian definisi aplikatif itu
akhirnya dapat disimpulkan bahwa evaluasi mengandung
keputusan substansial tentang kebermanfaatan atau
keuntungan bagi keberlanjutan suatu program.
D. Tujuan Evaluasi
Evaluasi digunakan sebagai metode untuk penelitian
dan pengambilan keputusan. Langkah pertama yang dilakukan
adalah menentukan standar kualitas dan tingkat relativitas
dari standar layanan Bimbingan dan Konseling yakni standar
kemandirian peserta didik yang menjadi arus utama seluruh
hasil pelayanan bimbingan dan konseling. Kedua,
mengumpulkan informasi yang relevan dengan pelayanan
bimbingan dan konseling; dan ketiga, mengaplikasikan standar
untuk menentukan nilai, kualitas, utilitas, dan efektifitasnya
(Cronbach & Shapiro, 1983).
Tujuan dasar evaluasi adalah menyampaikan
keputusan tentang nilai dari obyek yang dievaluasi. Tujuan
lainnya adalah memberikan informasi sebagai dasar perbaikan
program, mendorong dialog yang bermanfaat dan memberikan
wawasan terhadap kesempurnaan program dan hasil
pelayanan bimbingan dan konseling.
Page | 43
Evaluasi bisa berbentuk sumatif dan formatif
(Cronbach & Shapiro, 1983; Gysbers, 2004). Evaluasi formatif
dirancang untuk perbaikan program dan kinerja orang-orang
yang terkait program, sedangkan evaluasi sumatif berfungsi
sebagai dasar pengambilan keputusan tentang proses
melaksanakan program, melanjutkan program atau melakukan
ekspansi program. Pihak-pihak yang dilibatkan untuk
mengevalusi dalam hal ini evaluator mempunyai banyak peran
termasuk sebagai ahli, fasilitator, perencana, kolaborator,
pengambil keputusan dan sebagai kritikus. Evaluator dapat
diambil secara internal dan eksternal organisasi/lembaga,
artinya bisa dari lingkungan sekolah atau dari lingkungan di
luar sekolah, seperti dari perguruan tinggi. Keduanya memiliki
arti penting, misalnya evaluator internal lebih mengetahui
lingkungan organisasional sekolah, dapat memfasilitasi
komunikasi dan penggunaan hasil evaluasi, sedangkan
evaluator eksternal dapat memberikan kredibilitas yang lebih
tinggi dalam evaluasi dan membawa perspektif segar terhadap
evaluasi (Cronbach & Shapiro, 1983; Gysbers, 2004).
Berdasarkan pengertian etis, evaluasi penting dalam
kegunaannya sebagai alat kunci dalam melayani secara adil.
Dalam konteks pengertian pelayanan pendidikan di sekolah
termasuk bimbingan dan konseling, berarti mengarahkan
usaha pendidikan yang paling dibutuhkan saat ini dan yang
akan datang. Sedangkan dalam pengertian intelektualnya
berarti memperbaiki konsep-konsep pemikiran sistem
pendidikan yang mutakhir. Menurut konteks pengertian
pribadi, evaluasi penting untuk memberikan dasar bagi
penghargaan diri konselor, sehingga akuntabilitasnya dapat
dipertanggungjawabkan oleh bimbingan dan konseling
(Cronbach & Shapiro, 1983; Gysbers, 2004).
Page | 44
E. Obyek Utama Evaluasi Bimbingan dan Konseling
Sebuah pertanyaan yang tidak mudah dijawab adalah
“Bagaimana Konselor menunjukkan bukti bahwa program
bimbingan dan konseling telah memberikan perubahan di
sekolah?” Evaluasi program adalah salah satu proses yang
dapat digunakan untuk membantu konselor sekolah dalam
memberikan bukti ini. Evaluasi program merupakan penelitian
terapan, didefinisikan sebagai proses sistematis dalam
mengumpulkan dan menganalisis informasi tentang efisiensi,
efektivitas, dan dampak dari program dan layanan (Boulmetis
& Dutwin, 2000). Salah satu alasan bahwa evaluasi program
dipandang sebagai alat berharga bagi konselor, karena evaluasi
dapat dianggap sebagai suatu jenis penelitian tindakan yang
dimaksudkan untuk memantau dan meningkatkan program
atau layanan bimbingan dan konseling yang diselenggarakan.
Evaluasi dapat dilakukan pada skala yang lebih kecil, dapat
direncanakan dan diimplementasikan oleh para praktisi
bimbingan dan konseling, serta dapat digunakan untuk
mengkomunikan dampak program dan pelayanan bimbingan
dan konseling terhadap pencapaian prestasi siswa dalam
bidang akademik/belajar, pribadi dan sosial serta karir juga
variabel penting lainnya, terutama pengarusutamaan
(mainstraim) perkembangan kemandirian siswa. Ada beberapa
pertanyaan kunci evaluasi program bimbingan dan konseling
yang dapat membantu konselor, seperti:
a. Bagaimana pengelolaan program?
b. Bagaimana program bimbingan dilaksanakan?
c. Bagaimana program konseling dilaksanakan?
d. Bagaimana konsultasi oleh guru bimbingan dan
konseling?
e. Bagaimana koordinasi dilakukan dengan pihak lain?
Page | 45
f. Bagaimana penilaian kebutuhan (need assessment)
dilakukan?
g. Bagaimana sikap profesional guru bimbingan dan
konseling?
h. Bagaimana standar profesional guru bimbingan dan
konseling?
Evaluasi kinerja guru bimbingan dan konseling menjadi
bagian penting dari evaluasi program bimbingan dan konseling
komprehensif. Konselor semakin dituntut untuk menunjukkan
bahwa pekerjaan mereka memberikan kontribusi atas
keberhasilan siswa, baik di bidang akademik, pribadi, sosial,
dan karir (Dimmitt, 2010). Tiga jenis evaluasi diperlukan
konselor untuk menunjukkan bahwa pekerjaan mereka dalam
kerangka program bimbingan dan konseling komprehensif
serta memberikan kontribusi untuk keberhasilan siswa secara
keseluruhan (Missouri Department of Elementary and
Secondary Education, 2000). Pertama, evaluasi personil,
menggambarkan cara konselor disupervisi dan dievaluasi.
Kedua, evaluasi proses lazim disebut evaluasi program, review
terhadap status program kaitannya dengan standar program
yang ditetapkan untuk memastikan sejauh mana program
dilaksanakan. Terakhir, ketiga adalah evaluasi hasil, berfokus
pada dampak kegiatan dan pelayanan bimbingan dan konseling
bagi siswa, sekolah, dan masyarakat. Setiap jenis evaluasi itu
penting, bagaimana mereka berhubungan dan berinteraksi
satu sama lain akan menjadi lebih penting lagi. Evaluasi
personil ditambah evaluasi program sama dengan evaluasi
hasil (personel + program = hasil). Personel sebuah program
harus melakukan pekerjaan program, dan program tersebut
harus berfungsi penuh untuk mencapai hasil yang diinginkan
(Missouri Department of Elementary and Secondary Education,
2000).
Page | 46
F. Model-Model Evaluasi dalam Bimbingan dan
Konseling
Model evaluasi yang akan dibahas adalah sebagai
berikut.
1) Model Evaluasi Berorientasi Tujuan
Peserta dilatih untuk terampil mengevaluasi dengan
satu model yang relatif mudah untuk dilakukan di lapangan
yaitu model berorientasi tujuan yang dikembangkan oleh
Ralph W Tyler. Ia memahami bahwa evaluasi sebagai sebuah
proses yang cukup mudah menentukan tujuan-tujuan program
mana yang telah tercapai dan mana yang belum dapat dicapai.
Oleh karena program bimbingan dan konseling berdasarkan
pada standar dan kriteria keberhasilan yang telah ditetapkan,
maka untuk mengukur keberhasilannya bisa membandingkan
hasil yang dicapai dengan kriteria yang ditetapkan.
Madaus & Stufflebeam (1989) tahap-tahap evaluasi
model berorientasi tujuan secara umum (1) Menentukan
tujuan umum, (2) Mengklasifikasikan tujuan umum dan tujuan
khusus (goal and objective), (3) Merumuskan tujuan dalam
tingkah laku nyata, (4) Menemukan situasi di mana capaian
target tersebut dapat ditunjukkan, (5) Mengembangkan atau
memilih teknik-teknik pengukuran, (6) Mengumpulkan data
performansi, dan (7) Membandingkan data performansi
dengan tingkah laku yang telah ditentukan dalam tujuan.
Page | 47
Kesepakatan tentang standar-standar dan kriteria-kriteria
tertentu (kata lain dari sasaran/objective), 2) Menentukan
ada/tidak ada kesenjangan yang muncul antara performansi
dan sejumlah aspek program dan perangkat standar untuk
performansi tersebut, 3) Menggunakan informasi tentang
kesenjangan dalam memutuskan untuk mengembangkan atau
melanjutkan atau menghentikan program keseluruhan
ataupun salah satu aspek dari program tersebut.
Provus (1969) menggunakan model kesenjangan ini
hanya perlu menempuh empat tahap yaitu:
1) Tahap pertama: Perencanaan
Tahap perencanaan difokuskan pada penentuan tujuan,
proses atau aktivitas dan memaparkan sumber-sumber
kekuatan yang diperlukan serta partisipan yang dilibatkan
dalam pelaksanaan dan menyelesaikan tujuan-tujuan.
Provus menganggap bahwa program adalah sebuah
sistem dinamik yang meliputi input (antecedents), proses,
dan output (outcomes).
Page | 48
untuk kemudian diputuskan apakah program tersebut
diberlakukan ulang atau dihentikan.
Page | 49
menetapkan prosedur pengukuran yang sesuai dengan
tujuan. Namun demikian, ada beberapa kritik terhadap
model evaluasi ini, antara lain: adanya kekurangan
komponen evaluatif yang riil, adanya kekurangan standar
untuk menilai tentang kesenjangan antara tujuan dan
tingkat pencapaiannya, mengabaikan nilai-nilai dari tujuan
itu sendiri, mengabaikan alternatif-alternatif penting yang
seharusnya diperhatikan dalam perencanaan program,
mengabaikan konteks di mana evaluasi dilaksanakan,
mengabaikan hasil-hasil penting lainnya yang nampak dari
tujuan (hasil yang tidak dinyatakan), mengabaikan bukti
tentang nilai-nilai program tidak direfleksikan pada tujuan
itu sendiri, dan mempertimbangkan sesuatu secara linier
saja, dan tidak fleksibel untuk melakukan evaluasi.
Page | 50
b. Evaluasi Input
Pendekatan input diarahkan pada masukan-masukan
yang direncanakan dalam mencapai tujuan keberhasilan
suatu program, biaya yang diperlukan, kuantitas dan
kualitas tenaga personel, fasilitas yang dibutuhkan dan
waktu yang disediakan untuk mencapai tujuan yang
sebelumnya telah ditetapkan, serta bagaimana interaksi
berbagai masukan/komponen dalam meningkatkan
efektivitas dan efisiensi programnya.
c. Evaluasi proses
Evaluasi proses diarahkan pada pengumpulan data
atau informasi mengenai interaksi komponen-komponen
masukan dalam suatu program. Terkadang komponen
masukan sangat lengkap baik dalam segi jumlah maupun
urutannya, tetapi apabila komponen-komponen itu tidak
dapat berfungsi sebagaimana mestinya dan tidak terjalin
suatu interaksi dalam pencapaian tujuannya, maka tujuan
yang telah ditetapkan sebelumnya banyak tergantung pada
proses pengelolaan komponen-komponen masukan.
d. Evaluasi produk
Untuk melihat hasil, tidak saja pada akhir kegiatan,
tetapi juga pada saat kegiatan berlangsung. Metode umum
yang ditempuh (1) Merencanakan tujuan, (2) Mengukur
kriteria sehubungan dengan tujuan, (3) Membandingkan
hasil pengukuran dengan kriteria, membuat interpretasi
yang rasional atas hasil yang dicapai dengan berdasar pada
seluruh hasil penilaian.
Stufflebeam & Shinkfield (1985) dan Stufflebeam &
Zhang (2017) beberapa butir pokok yang harus
diperhatikan dalam evaluasi CIPP, berikut:
Page | 51
a. Evaluasi dilakukan untuk keperluan pengambilan
keputusan, oleh karena itu harus memberikan
informasi yang berguna bagi pengambil keputusan.
b. Evaluasi merupakan proses yang berkesinambungan
dan bagai gelang spiral dan oleh karena itu harus
dilakukan secara sistematis.
c. Proses evaluasi mencakup tiga langkah pokok, yakni
(1) Menggambarkan, (2) Memperoleh, dan (3)
Memberikan. Langkah-langkah tersebut menjadi dasar
bagi metode evaluasi.
d. Tahap penggambaran dan memberikan informasi
dalam proses evaluasi merupakan aktivitas bak koin
(uang logam) dan merupakan proses kolaborasi antara
evaluator dan pengambil keputusan.
Page | 52
6) Model Evaluasi Berorientasi Partisipan
Model evaluasi ini adalah memahami kompleksitas
aktivitas program, merespon kebutuhan informasi para
audien. (Fitzpatrick, Sanders, & Wrothen, 2004).
Tokohnya: Stake, Patton, Guba dan Lincolin, MacDonald,
Parlett dan Hemilton, Cousins dan Earl.
Page | 53
Delapan bidang berikut merupakan tanggung jawab
seorang guru bimbingan dan konseling profesional.
a. Bidang manajemen (pengelolaan) program,
konselor merencanakan, mengimplementasikan,
mengevaluasi dan mengadvokasi program bimbingan
perkembangan komprehensif termasuk 4 komponen
berikut (1) kKurikulum bimbingan (layanan dasar), (2)
Layanan responsif, (3) Perencanaan individual (4)
Dukungan sistem. Konselor berkolaborasi dengan yang
lainnya untuk menentukan keseimbangan di antara
empat komponen tersebut untuk memenuhi kebutuhan
siswa dan komunitas sekolah. Managemen program
menuntut personel yang terorganisir, sumber daya
fisik, dan aktivitas dalam rangka memenuhi kebutuhan,
prioritas dan objektivitas dalam rangka menjaga
kontribusi program bimbingan dan konseling terhadap
program pendidikan secara keseluruhan. Guru
bimbingan dan konseling menggunakan kompetensi
managemen program dalam komponen dukungan
sistem pada program bimbingan dan konseling
komprehensif.
Page | 54
c. Bidang Konseling, konseling adalah intervensi yang
diberikan kepada seluruh siswa yang
membutuhkannnya, berfokus pada pribadi, atau pada
masalah yang mengganggu perkembangan akademis,
karir, pribadi dan sosial. Guru bimbingan dan konseling
menggunakan kompetensi konselingnya dalam
komponen layanan responsif pada program bimbingan
dan konseling komprehensif.
Page | 55
melalui usaha yang berkelanjutan untuk meningkatkan
kompetensinya.
Page | 56
Kapan dan seberapa sering kita harus melakukan
evaluasi program bergantung pada tujuan yang ingin dicapai.
Kita dapat menggunakan evaluasi program untuk menentukan
apakah program bimbingan dan konseling sekolah kita telah
memenuhi standar dan kriteria sebagaimana telah ditetapkan.
Apakah evaluasi program dilakukan tahunan atau berkala,
akan mampu melihat apakah program yang telah ditetapkan
mampu dilaksanakan dengan baik. Hasil evaluasi program
menunjukkan di mana kemajuan telah dibuat atau aspek
apakah yang kurang menunjukkan kemajuan dari keseluruhan
program dan pelaksanaan bimbingan dan konseling
komprehensif.
Page | 57
Dokumen-dokumen ini berisi hasil yang direncanakan untuk
mencapai tujuan.
Sebuah rencana evaluasi hasil dapat difokuskan pada
bimbingan khusus dan kegiatan konseling atau layanan yang
dipilih sehingga hasil yang spesifik dapat diidentifikasi dalam
rencana perbaikan komprehensif atas segala layanan
bimbingan dan konseling. Jika pendekatan ini yang dipilih,
maka rencana perlu menyertakan hasil spesifik yang
diinginkan, kegiatan atau layanan yang akan digunakan untuk
mencapai hasil yang diinginkan, bagaimana kegiatan atau
layanan akan diberikan dan diberikan oleh siapa, bagaimana
desain evaluasi yang akan digunakan, bagaimana data akan
dikumpulkan dan dianalisis, dan jenis laporan yang bagaimana
yang akan disiapkan dan kepada siapa akan disajikan. Sebuah
rencana evaluasi hasil juga dapat lebih fokus pada dampak luas
bimbingan dan konseling ke seluruh program pendidikan
sekolah.
Dalam merancang rencana evaluasi hasil, beberapa
jenis data dapat digunakan. Jenis pertama adalah data proses
yang menggambarkan kegiatan bimbingan dan konseling dan
layanan apa, kapan diberikan, dan untuk siapa diberikan. Data
proses memberikan bukti bahwa kegiatan dan layanan
bimbingan dan konseling benar-benar disediakan. Jenis yang
kedua adalah data persepsi, yang memberitahu kita apa yang
siswa, orang tua, guru, kepala sekolah, atau orang lain pikirkan
atau rasakan tentang kegiatan dan layanan serta pekerjaan
konselor. Data hasil merupakan jenis ketiga, yaitu perilaku
sebenarnya dari siswa yang diukur dengan tingkat kehadiran,
tingkat kedisiplinan, nilai rata-rata di kelas, dan skor tes
prestasi. Semua jenis data berguna dalam memastikan dampak
program bimbingan dan konseling komprehensif terhadap
perilaku siswa.
Page | 58
Rincian data merupakan langkah penting dalam
analisis data karena memungkinkan kita untuk melihat jika ada
siswa yang tidak melakukan sesuatu sebagaimana siswa
lainnya. Bidang umum yang perlu dirinci adalah sebagai
berikut:
1. Jenis kelamin,
2. Etnis,
3. Status sosial ekonomi,
4. Pekerjaan (catatan program pekerjaan sepanjang sejarah
hidup anak),
5. Bahasa lisan di rumah,
6. Pendidikan khusus yang pernah diterima,
7. Tingkat kelas, dan
8. Guru-guru yang pernah mengajarnya.
Sebuah alat yang penting untuk analisis data hasil
adalah program pencatatan hasil seperti Microsoft Excel.
Program ini memungkinkan kita untuk memasukkan data hasil
dan melakukan berbagai prosedur statistik yang sesuai. Selain
itu, berbagai grafik dapat dibuat untuk menunjukkan
hubungan dari data hasil evaluasi dengan hasil lainnya,
misalkan data ainteligensi siswa, bakat, dan minat serta
kepribadian siswa.
Akhirnya, rencana evaluasi hasil perlu menekankan
bagaimana hasil data akan digunakan. Salah satu penggunaan
data tersebut untuk menunjukkan kontribusi Konselor
terhadap tujuan pendidikan seperti yang disajikan dalam
rencana perbaikan komprehensif sekolah. Yang kedua adalah
bagaimana data digunakan untuk meningkatkan program
bimbingan dan konseling komprehensif saat ini. Jadi asesmen
dan evaluasi terhadap program dan hasil bimbingan dan
konseling sangat berguna untuk membuat dan meningkakan
program bimbingan dan konseling sekolah.
Page | 59
J. Pengembangan Standar dan Kriteria Kinerja Konselor
Profesional
Seperti apa standar, kriteria, dan deskriptor kinerja
konselor dalam program bimbingan dan konseling
komprehensif? Menurut Permendiknas RI (2008) berikut ini
adalah standar dan kriteria kinerja konselor professional:
Standar 1: Konselor professional menerapkan komponen
layanan dasar dengan menggunakan
keterampilan pembelajaran dan perencanaan
sesi-sesi kelompok terstruktur bagi semua
siswa.
Kriteria 1: Konselor sekolah profesional
mengajarkan unit-unit bimbingan
secara efektif.
Kriteria 2: Konselor sekolah profesional
mendorong keterlibatan staf sekolah
untuk mengimplementasikan
layanan dasar secara efektif.
Standar 2: Konselor sekolah profesional
mengimplementasikan komponen
perencanaan individual melalui membimbing
siswa secara individual atau kelompok serta
orangtua mereka melalui pengembangan
perencanaan pendidikan dan karier.
Kriteria 3: Konselor sekolah profesional dalam
berkolaborasi dengan orangtua
membantu siswa-siswa untuk
merumuskan tujuan dan
mengembangkan keterampilan
perencanaan.
Page | 60
Kriteria 4: Konselor sekolah profesional
menunjukkan interpretasi yang
akurat dan tepat terhadap data
asesmen serta memberikan informasi
yang relevan dan tidak bias
Standar 3: Konselor sekolah profesional menerapkan
komponen pelayanan responsif melalui
menggunakan keterampilan konseling
individual dan kelompok, konsultasi, dan
referral.
Kriteria 5: Konselor sekolah profesional
mengkonseling siswa secara
individual dan kelompok yang
teridentifikasi memiliki kebutuhan
dan masalah yang memerlukan
bantuan.
Kriteria 6: Konselor sekolah profesional
berkonsultasi secara efektif
dengan orangtua, guru, wali
kelas, pimpinan sekolah, dan
individu lain yang relevan.
Kriteria 7: Konselor sekolah profesional
menerapkan proses alih tangan dalam
berkolaborasi dengan orangtua,
pimpinan sekolah, guru, dan personil
sekolah lainnya.
Standar 4: Konselor sekolah profesional
mengimplementasikan komponen dukungan
sistem melalui manajemen program
bimbingan efektif dan dukungan dari
program bimbingan lainnya.
Page | 61
Kriteria 8: Konselor sekolah profesional
memberikan program bimbingan
komprehensif dan seimbang
komponennya bersama dengan staf
sekolah lainnya.
Kriteria 9: Konselor sekolah profesional
memberikan dukungan terhadap
program sekolah lainnya.
Standar 5: Konselor sekolah profesional menggunakan
kemampuan komunikasi dan interaksi
profesional dengan masyarakat sekolah.
Kriteria 10: Konselor sekolah profesional
memperlihatkan hubungan
interpersonal positif dengan semua
siswa.
Kriteria 11: Konselor sekolah profesional
memperlihatkan hubungan interpersonal yang
positif dengan staf pendidikan.
Kriteria 12: Konselor sekolah professional
memperlihatkan hubungan interpersonal yang
positif dengan orangtua dan tokoh masyatakat
sekitar sekolah.
Standar 6: Konselor sekolah profesional memegang
tanggungjawab profesional.
Kriteria 13: Konselor sekolah profesional
menunjukkan komitmen untuk
selalu menumbuhkan
profesionalitasnya.
Kriteria 14: Konselor sekolah profesional
mengembangkan kebiasaan kerja
profesional dan penuh tanggung
jawab.
Page | 62
Kriteria 15: Konselor sekolah profesional
mengikuti standard dan pedoman
etis dan legal profesional,
meningkatkan hubungan
interpersonal dengan
memperhatikan ragam budaya dan
kebijakan sekolah.
K. Latihan
1. Kembangkan deskriptor dari indikator
2. Buatlah butir pernyataan berdasarkan deskriptor
3. Tetapkan skala penilaian
Page | 63
DAFTAR PUSTAKA
Page | 64
Fitzpatrick, J.L, James R. S., and Blaine R. W. 2004. Program
Evaluation: Alternative Approaches Practical Guidelines.
3rd Edition. San Francisco: Pearson Education, Inc.
Page | 65
Rossi, P. H., Lipsey, M. W., & Freeman, H. E. 2004. Evaluation: A
Systematic Approach. 7th edition. Thousand Oaks, CA:
Sage Publications.
Ross, M.E. 2010. Designing and Using Program Evaluation as a
Tool for Reform. Journal of Research on Leadership
Education. Vol. 5, No. 12, pp. 481-506.
Page | 66
PROFIL PENULIS
Page | 67
View publication stats
Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)