Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PRAKTIKUM

KUALITATIF DAN KUANTITATIF

“TITRASI ASAM BASA & TITRASI PENGENDAPAN”

Dosen : Junaidin, S.Farm., M.Si., Apt.

Kelompok 4A :

1. Defi Noorsofita 18040024


2. Endah Lathifah S. 18040026
3. Milatun Naqiyah 18040051
4. Miyah Syara 18040052
5. Wulan Nur Aini A. 17040068

LABORATORIUM FARMASI

SEKOLAH TINGGI FARMASI MUHAMMADIYAH

TANGERANG

2020
BAB I

PENDAHULUAN

I.I.1 Latar Belakang Titrasi Asam Basa

Berbicara masalah reaksi asam-basa atau yang biasa juga disebut


reaksi penetralan, maka tidak akan terlepas dari titrasi asam-basa. Perlu
dipahami terlebih dahulu bahwa reaksi asam-basa atau reaksi penetralan
dapat dilakukan dengan titrasi asam-basa. Adapun titrasi asam-basa ini
terdiri dari titrasi asam kuat-basa kuat, titrasi asam kuat-basa lemah, titrasi
basa lemah-asam kuat, dan titrasi asam lemah-basa lemah. Titrasi asam-
basa ini ditentukan oleh titik ekuivalen (equivalent point) dengan
menggunakan indikator asam-basa. (Anonim, 2008).
Setelah mengetahui hal tersebut, perlu juga kita ketahui bahwa
titrasi merupakan suatu metode untuk menentukan kadar suatu zat dengan
menggunakan zat lain yang sudah dikethaui konsentrasinya. Titrasi
biasanya dibedakan berdasarkan jenis reaksi yang terlibat di dalam proses
titrasi, sebagai contoh bila melibatan reaksi asam basa maka disebut
sebagai titrasi asam basa, titrasi redox untuk titrasi yang melibatkan reaksi
reduksi oksidasi, titrasi kompleksometri untuk titrasi yang melibatan
pembentukan reaksi kompleks dan lain sebagainya. (Goldberg, 2006).
Zat yang akan ditentukan kadarnya disebut sebagai “titrant” dan
biasanya diletakan di dalam Erlenmeyer, sedangkan zat yang telah
diketahui konsentrasinya disebut sebagai “titer” dan biasanya diletakkan di
dalam “buret”. Baik titer maupun titrant biasanya berupa larutan. Pada
laporan kali ini akan di jelaskan mengenai titrasi asam-basa. (Sukardjo,
2010).
Konsep paling mendasar dan praktis dalam kimia asam basa tidak
diragukan lagi adalah reaksi netralisasi. Netralisasi dapat didefinisikan
sebagai reaksi antara proton dan ion hidroksida membentuk air. (Chang
Raymond, 2010).
Titrasi merupakan suatu metode untuk menentukan kadar suatu zat
dengan menggunakan zat yang lain yang sudah diketahui konsentrasinya.
Titrasi biasanya dibedakan berdasarkan jenis reaksi asam basa maka
disebut sebagai titrasi asam basa, titrasi redox untuk titrasi yang
melibatkan reaksi reduksi oksidasi, titrasi kompleksometri untuk titrasi
yang melibatkan pembentukan reaksi kompleks dan lain sebagainya
(Gandjar, 2007).

Titran ditambahkan titer sedikit demi sedikit sampai mencapai titik


ekuivalen. Keadaan ini disebut sebagai “titik ekuivalen”. Untuk
memperoleh ketepatan hasil titrasi meka titik akhir titrasi dipilih sedikit
mungkin dengan titik ekuivalen, hal ini dapat dilakukan dengan memilih
indikator yang tepat dan sesuai dengan titrasi yang akan dilakukan
(Goldberg, 2006).

Keadaan dimana titrasi dihentikan dengan cara melihat perubahan


warna indikator disebut sebagai “titik akhir titrasi”. Titik akhir titrasi
adalah keadaan dimana reaksi telah berjalan dengan sempurna yang
biasanya ditandai dengan pengamatan visual melalui perubahan warna
indikator (Sukardjo, 2010).

Berdasarkan latar belakang diatas, untuk mengetahui lebih lanjut


tentang titrasi dengan cara menentukan kadar asam atau basa suatu sampel,
maka dilakukan percobaan titrasi asam basa berikut ini.

I.I.2 Latar belakang Titrasi Pengendapan

Titrasi pengendapan merupakan titrasi yang melibatkan


pembentukan endapan dari garam yang tidak mudah larut antara titran dan
analit. Hal dasar yang diperlukan dari titrasi  jenis ini adalah pencapaian
keseimbangan pembentukan yang cepat setiap kali titran ditambahkan
pada analit, tidak adanya interferensi yang mengganggu titrasi, dan titik
akhir titrasi yang mudah diamati. (Widiarto, 2011).
Salah satu jenis titrasi pengendapan yang sudah lama dikenal
adalah melibatkan reaksi pengendapan antara ion halida (Cl-, I-, Br-)
dengan ion perak Ag+. Titrasi ini biasanya disebut sebagai argentometri,
yaitu titrasi penentuan analit yang berupa ion halida dengan menggunakan
larutan standar perak nitrat AgNO3. Dasar titrasi argentometri adalah
pembentukan endapan yang tidak mudah larut antara titrant dan analit.
Sebagai contoh yang banyak dipakai adalah titrasi penentuan NaCl dimana
ion Ag+ dari titran akan bereaksi dengan ion Cl- dari analit membentuk
garam yang tidak mudah larut. (Anwar, 2005).

Banyak ion-ion terlarut yang kita temui disekitar kita misalnya


pada air laut, sungai, limbah, ataupun dalam bentuk padatannya seperti
pada tanah dan pupuk. Unsur logam dalam larutannya akan membentuk
ion positif atau kation, sedangkan unsur non logam akan membentuk ion
negative atau anion. Metode yang digunakan untuk menentukan
keberadaan kation dan anion tersebut dalam bidang kimia disebut analisis
kualitatif. (Erwati, 2008).

Banyak pendekatan yang dapat digunakan untuk melakukan


analisis kualitatif. Ion-ion dapat diidentifikasi berdasarkan sifat fisika dan
kimianya. Beberapa metode analisis kualitatif modern menggunakan sifat
fisika seperti warna, spectrum absorpsi, spektrumemisi, atau medan
magnet untuk mengidentifikasi ion pada tingkat konsetrasi yang rendah.
Namun demikian kita juga dapat menggunakan sifat fisika dan kimia untuk
mengembangkan suatu metode analisis kualitatif menggunakan alat-alat
yang sederhana yang dipunyai hampir semua laboratorium. Sifat fisika
yang dapat diamati langsung seperti warna, bau, terbentuknya gelembung
gas ataupun endapan merupakan informasi awal yang berguna untuk
analisis selanjutnya. (Rizal, 2007).

Untuk analisis kualitatif sistematik kation terhadap beberapa


reagen. Reagen yang dipakai untuk klasifikasi kation yang paling umum
adalah asam klorida, hygrogen sulfide, ammonium sulfide dan asam
karbonat. Anion merupakan ion yang muatan totalnya negative akibat
kenaikan jumlah elektron. Misalnya: atom klorin (CI) dapat memperoleh
tambahan satu electron untuk mendapat ion klorida (CI). Natrium klorida
(NaCI). Yang dikenal sebagai garam dapur, disebut senyawa ionik (ionic
compound) karena dibentuk dari kation dan anion. Berdasarkan penyataan-
penyataan diatas maka perlu dilakukan pengidentifikasian suatu larutan
untuk menguji adanya kanion dan anionnya. (Ernawati, 2008).

Dua langkah utama dalam analisis adalah identifikasi dan etimisi


komponen-komponen suatu senyawa. Langkah identifikasi dikenal sebagai
analisis kualitatif sedangkan langkah estimasinya adalah analisis
kuantitatif. Analisis kualitatif berkaitan dengan identifikasi zat-zat kimia,
mengenali unsure atau senyawa apa yang ada dalam satu sampel. Analisis
kuantitatif berkaitan dengan penetapan terkandung dalam satu sampel.
(Ernawati, 2008).

Berdasarkan latar belakang diatas, maka dilakukanlah praktikum


kimia farmasi analisis lanjut untuk mengetahui titrasi pengendapan.

I.II.1 Tujuan Titrasi Asam Basa


Menentukan kadar suatu senyawa asam atau basa yang terdapat
dalam suatu sampel.
I.II.2 Tujuan Titrasi Pengendapan
Menentukan kadar halogen atau pseudo halogen pada suatu
campuran.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.I.1 Dasar Teori Titrasi Asam Basa

Titrasi asam basa merupakan contoh analisis volumetri yaitu suatu


cara atau metode, yang menggunakan larutan yang disebut titran, dan
dilepaskan dari perangkat gelas yang disebut buret. Proses titrasi asam
basa sering dipantau dengan penggambaran pH larutan yang dianalisis
sebagai fungsi jumlah titran yang ditambahkan gambar yang diperoleh
tersebut disebut kurva pH atau kurva titrasi yang didalamnya terdapat
kurva ekivalen yaitu titik dimana titrasi dihentikan. (Syukuri, 2006).

Untuk mengetahui kapan penambahan larutan standar itu harus


dihentikan, digunakan suatu zat yang biasanya berupa larutan, yang
disebut larutan indikator yang ditambahkan dalam larutan yang diuji
sebelum penetesan larutan uji dilakukan. Larutan indikator ini menanggapi
munculnya kelebihan larutan uji dengan perubahan warna. Perubahan
warna ini dapat atau tidak dapat tepat pada titik kesetaraan. Titrasi asam-
basa pada saat indikator berubah warna disebut titik akhir. Tentu saja
diinginkan agar titik akhir ini sedekat mungkin ke titik kesataraan. Dengan
memilih indikator untuk menghimpitkan kedua titik itu (atau mengkoreksi
selisih diantara keduanya) merupakan salah satu aspek penting dari
analisis titrasi asam-basa. Umumnya larutan uji adalah larutan standar
elektrolit kuat, seperti natrium hidroksida dan asam klorida (Syukuri,
2006).

Sifat suatu larutan dapat ditunjukkan dengan menggunakan


indikator asam-basa, yaitu zat-zat warna yang warnanya berbeda dalam
larutan asam, basa dan garam. Untuk mengidentifikasi sifat dari asam,
basa dan garam dapat menggunakan kertas lakmus, larutan indikator atau
indikator alami. Secara sederhana, kertas lakmus dapat digunakan untuk
mengidentifikasi sifat dari larutan asam, basa dan garam (larutan netral)
adalah larutan indikator feniltalein, metil merah dan metil jingga (Susanti,
2012).

Indikator asam-basa ialah zat yang dapat berubah warna apabila pH


lingkungannya berubah. Apabila dalam suatu titrasi, asam maupun
basanya merupakan elektrolit kuat, larutan pada titik ekivalen akan
mempunyai pH=7. Tetapi bila asamnya ataupun basanya merupakan
elektrolit lemah, garam yang terjadi akan mengalami hidrolisis dan pada
titik ekivalien larutan akan mempunyai pH > 7 (bereaksi basa) atau pH >
(bereaksi asam). Harga pH yang tepat dapat dihitung dari tetapan ionisasi
dari asam atau basa lemah tersebut dan dari konsentrasi larutan yang
diperoleh. Titik akhir titrasi asam basa dapat ditentukan dengan indikator
asam basa. (Day, 2008).

Suatu indikator merupakan sam atau basa lemah yang berubah


warna diantara bentuk terionisasinya dan bentuk tidak terionisasinya.
Kisaran penggunaan indikator adalah 1 unit pH disekitar nilai pKa nya.
Sebagai contoh fenolflatein (PP), Mempunyai pKa 94, (perubahan warna
antara pH 8,4 -10,4). Struktur fenolftalein akan mengalami penataan ulang
pada kisaran pH ini karena proton dipindahkan dari struktur fenol dari PP
sehingga pH-nya meningkat akibatnya akan terjadi perubahan warna
(Sudjadi, 2007).

Dalam analisis kuantitatif, indikator digunakan untuk menentukan


titik ekuivalen dari titrasi asam-basa karena indikator mempunyai interval
pH yang berbeda-berbeda dan karena titik ekuivalen dari titrasi asam-basa
berubah-ubah sesuai dengan kekuatan relatif asam basanya. Maka
pemilihan indikator merupakan hal terpenting. Titrasi merupakan suatu
metode untuk menentukan kadar suatu zat dengan menggunakan zat lain
yang sudah diketahui konsentrasinya. Titrasi asam basa adalah titrasi yang
melibatkan asam maupun basa sebagai zat titer (zat yang telah diketahui
konsentrasinya maupun titrant (zat yang akan ditentukan kadar kadarnya)
dan berdasarkan reaksi penetralan asam-basa. Kadar larutan asam
ditentukan dengan menggunakan larutan basa yang telah diketahui
kadarnya, dan sebaliknya, kadar larutan basa dapat diketahui dengan
menggunakan larutan asam yang diketahui kadarnya. (Anonim, 2008).

Titik ekuivalen atau secara pH pada saat asam dan basa (titrant dan
titer) tepat ekuivalen atau seacara stoikiometri tepat habis bereaksi. Titik
ekuivalen titrasi ini dapat dicapai setelah penambahan 100 ml basa, pada
saat ini pH larutan basanya 7. Titik ekuivalen ini disebut titik akhir teoritis.
Problemnya sekarang adalah kita ingin menetapkan titik akhir ini dengan
pertolongan indikator. Titik akhir yang dinyatakan oleh indikator disebut
titik akhir titrasi. Indikator yang dipakai harus dipilih agar titik akhir titrasi
dan teoritis berhimpit atau sangat berdekatan. Untuk itu harus dipilih
indikator yang memiliki trayek perubahan warnanya disekitar titik akhir
teoritis. (Anwar, 2005).

Titrasi asidmetri dan alkalimetri menyangkat reaksi dengan asam


dan basa diantaranya :

1. Titrasi yang melibatkan asam kuat dan basa kuat


2. Titrasi yang melibatkan asam lemah dan basa kuat
3. Titrasi yang melibatkan asam kuat dan basa lemah.

Titrasi asam lemah dan basa lemah dirumitkan oleh


terhidrolisisnya kation dan anion dari garam yang terbentuk. Titik
ekuivalen, sebagaimana kita ketahui ialah titik pada saat sejumlah mol
ion OH yang ditambahkan ke larutan sama dengan jumlah mol ion H+
yang semula ada. Jadi untuk menentukan titik ekuivalen dalam suatu
titrasi, Kita harus mengetahui dengan tepat berapa volume basa yang
ditambahkan dari buret ke asam dalam labu. Salah satu cara untuk
mencapai tujuan ini adalah dengan menambahkan beberapa tetes
indikator asam-basa ke larutan asam saat awal tersebut. Indikator
biasanya ialah suatu asam atau basa organic lemah yang menunjukkan
warna yang sangat berbeda antara bentuk tidak terionisasi dan bentuk
terionisasinya . Kedua bentuk ini berikatan dengan pH larutan yang
melarutkan indikator tersebut. (Chang Raymond, 2010).

II.I.2 Dasar Teori Titrasi Pengendapan

Titrasi pengendapan adalah golongan titrasi dimana hasil reaksi


titrasinya merupakan endapan atau garam yang sukar larut.prinsip
dasarnya adalah reakisi pengendapan yang cepat mencapai kesetimbangan
pada setiap penambahan titran tidak ad pengotor yang mengganggu dan
diperlukan indikator untuk melihat titik akhir titrasi. Hanya reaksi
pengendapan yang dapat digunakan pada titrasi. Akan tetapi metode tua
seperti penentuan Clˉ, Brˉ, lˉ dengan Ag(l) (disebut juga metode
argentometri) adalah sangat penting, alasan utama kurang digunakannya
metode tersebut adalah sulitnya memperoleh indikator yang sesuai untuk
mentukan titik akhir pengendapan kedua, komposisi endapan tidak selalu
diketahui. (Khopkar, 2008).

Argentometi merupakam titrasi yang melibatkan pembentukan


endapan dari garam yang tidak mudah larut antara titrant dan analit. Hal
dasar yang diperlukan dari titrasi jenis ini adalah pencapaian
keseimbangan pembentukan yang cepat setiap kali titran ditambahkan
pada analit, tidak adanya interfensi yang menganggu titrasi, dan titik akhir
titrasi yang mudah diamati. (Mulyono, 2005).

Argentometri merupakan metode umum untuk menetapkan kadar


halogenida dan senyawa-seyawa lain yang membentuk endapan dengan
perak nitrat (AgNO₃) pada suasan tertentu. Metode argentometri
memerlukan pembentukan senyawa yang relatif tidak larut atau endapan.
Reaksi yang mendasari titrasi argentometri adalah :
AgNO₃+Cl→AgCl+NO₃ sebagai indikator kalium kromat yang
menghasilkan warna merah dengan adanya kelebihan ion Ag+ (Gandjar,
2007).
Ada beberapa metode dalam titrasi argentometri yaitu :

1. Metode Fajans
Prinsip: pada titrasi argentometri dengan metode fajans ada dua
tahapan untuk menerangkan titik akhir titrasi dengan indikator
absorpsi (fluorescein). Indikator adsorbsi dapat dipakai untuk titrasi
argentometri. Titrasi argentometri yang menggunakan indikator
absorpsi ini dikenal dengan sebutan titrasi argentometri metode fajans.
Sebagai contoh marilah kita gunakan titrasi ion klorida dengan larutan
standart Ag+.
Endapan perak klorida membentuk endapan yang bersifat koloid.
Sebelum titik ekuivalen dicapai maka endapan akan bermuatan
negative disebabkan Cl ˉ diseluruh permukaan endapan. Dan terdapat
counter ion bermuatan positif dari Ag+ yang teradsorbsi dengan gaya
elektrostatis pada endapan. Setelah titik ekuivalen dicapai maka tidak
terdapat lagi ion Clˉ yang teradsorbsi pada endapan sehingga endapan
sekarang bersifat netral. (Mulyono, 2005).
2. Metode Volhard
Prinsip: pada metode ini, sejumlah volume larutan standar AgNO3
ditambahkan secara berlebih ke dalam larutan yang mengandung ion
halida. Konsentrasi ion klorida, iodide, bromide dan yang lainya dapat
ditentukan dengan menggunakan larutan standar perak nitrat. Larutan
perak nitrat ditambahkan secara berlebih kepada larutan analit dan
kemudian kelebihan konsentasi larutan Ag+ dititrasi dengan
menggunakan larutan standar tiosianida (SCN) dengan menggunakan
indikator ion Fe3+. Ion besi(III) ini akan bereaksi dengan ion tiosianat
membentuk kompleks yang berwarna merah. (Mulyono, 2005).
3. Metode Mohr
Salah satu jenis titrasi pengendapan adalah titrasi argentometri.
Argentometri merupakan titrasi yang melibatkan reaksi antara ion
halida (Clˉ, Br,I) atau anion lainnya (CN, CNS) dengan ion Ag+ dari
perak nitrat (AgNO₃) dan membentuk endapan perak halida (Agx).
Konsentasi ion klorida dalam suatu larutan dapat ditentukan dengan
cara titrasi dengan larutan standar perak nitrat. Endapan putih perak
klorida akan terbentuk selama proses titrasi berlangsung dan digunakan
indikator larutan kalium kromat encer. setelah semua ion klorida
mengendap maka kelebihan ion Ag+ pada saat titik akhir titrasi dicapai
akan bereaksi dengan indikator membentuk endapan coklat kemerahan
Ag2CrO4. (Mulyono, 2005).

  Penetapan Titik Akhir Dalam Reaksi Pengendapan


1. Pembentukan suatu endapan berwarna
Ini dapat diilustrasikan dengan prosedur mohr untuk penetapan
klorida dan bromide. Pada titrasi suatu larutan netral dari ion klorida
dengan larutan perak nitrat, sedikit larutan kalium kromat ditambahkan
untuk berfungsi sebagai indikator. Pada titik akhir, ion kromat ini
bergabung dengan ion perak untuk membentuk perak kromat merah
yang sangat sedikit sekali dapat larut. Titrasi ini hendaknya dilakukan
dalam suasana netral atau sangat sedikit sekali basa, yakni dalam
jangkauan pH 6,59. (Bassett, 2006).
2. Pembentukan suatu senyawaan berwarna yang dapat larut
Contoh prosedur ini adalah metode volhard untuk titrasi perak
dengan adanya asam nitrat bebas dengan larutan kalium atau
ammonium tiosianat standar. Indikatornya adalah larutan besi(III)
ammonium sulfat. Penambahan larutan tiosianat menghasilkan mula-
mula endapan perak klorida. Kelebihan tiosianat yang paling
sedikitpun akan menghasilkan pewarnaan coklat kemerahan,
disebabkan oleh terbentuknya suatu ion kompleks.
Ag+  +  SCN-  Û  AgSCN
Fe3+  + SCN-  Û [FeSCN]2+
Metode ini dapat diterapkan untuk penetapan klorida, bromide dan
iodide dalam larutan asam. Larutan perak nitrat standar berlebih
ditambahkan dan kelebihannya dititrasi balik dengan larutan tiosianat
standar. (Bassett, 2006)
Ag+  +  Cl-  Û  AgCl
Ag+  +  SCN-  Û  AgSCN
3. Penggunaan indikator adsorpsi
Aksi dari indikator-indikator ini disebabkan oleh fakta bahwa pada
titik ekuivalen, indikator itu diadsorpsi oleh endapan dan selama proses
adsorpsi terjadi suatu perubahan dalam indikator yang menimbulkan
suatu zat dengan warna berbeda, maka dinamakan indikator adsorpsi.
Zat-zat yang digunakan adalah zat-zat warna asam, seperti warna
deret flouresein misalnya flouresein an eosin yang digunakan sebagai
garam natriumnya.Untuk titrasi klorida, boleh dipakai flouresein. Suatu
larutan perak klorida dititrasi dengan larutan perak nitrat, perak klorida
yang mengendap mengadsorpsi ion-ion klorida. Ion flouresein akan
membentuk suatu kompleks dari perak yang merah jambu. (Bassett,
2006).
BAB III

METODOLOGI

III.I.1 Alat dan Bahan Titrasi Asam dan Basa

1. Larutan baku primer H2CO4.2H2O 0.1 N


2. Larutan baku sekunder NaOH 0,1 N
3. Larutan baku sampel asam salisilat

III.I.2 Alat dan Bahan Titrasi Pengendapan

1. NaCl 0,03 N
2. AgNO3 N
3. Indicator K2CrO4

III.II.1Cara Kerja Titrasi Asam dan Basa

1. Pembuatan Larutan
a. Pembuatan larutan baku primer H2CO4.5H2O 0.1 N

Timbang dengan teliti H2CO4.5H2O 0.1 N yang dibutuhkan.

Kemudian masukkan kedalam labu Ukur 100 ml.

Larutkan dengan aquades sampai tepat tanda batas.

Tutup labu ukur dan kocok sampai homogen.

b. Pembuatan larutan baku sekunder NaOH 0,1 N

Larutkan kurang lebih 25 gram NaOH kedalam 25 ml aquades dalam botol


tertutup gabus dilapisi plastik, jika perlu dekantasi.
Sementara itu panaskan 1 L aquades didihkan 5-10 menit (sejak mendidih).

Kemudian dinginkan dan masukkan kedalam botol yang tertutup plastik.

Dengan menggunakan pipet ukur ambil 6,5 ml larutan NaOH tersebut (bagian
yang jernih) masukkan kedalam botol yang berisi aquades yang telah didihkan
tadi.

Beri etiket setelah botol dikocok.

Bakukan NaOH ini dengan larutan asam.

c. Pembuatan indicator
Phenolphthalein 1 g phenolphthalein dilarutkan dalam 100 ml etanol 70%.

2. Pembakuan larutan NaOH dengan H2CO4.2H2O 0.1 N


Masukkan larutan NaOH kedalam buret, sebelumnya dibilas dulu dengan
larutan NaOH tersebut.

Pipet 10 ml asam oksalat dengan volume pipet dimasukkan kedalam


Erlenmeyer, kemudian tambahkan 1-2 tetes phenolphthalein.

Titrasi larutan asam oksalat dengan NaOH sampai terjadi perubahan warna
dari tidak berwarna menjadi rose muda. Catat volume NaOH yang
dikeluarkan.

3. Penetapan
LakukanSampel
titrasi minimal duplo (dua kali).
a. Penetapan kadar HCL

Sampel yang mengadung HCL, masukkan kedalam erlenmeyer, tambahkan 1-


2 tetes indicator phenolphthalein.
Titrasi larutan tersebut dengan NaOH, sampai terjadi perubahan warna
menjadi rose muda dan catat volume NaOH yang dikeluarkan.

Lakukan titrasi minimal duplo.

Hitunglah kadar HCL dari sampel.

b. Penetapan kadar asam salisilat


Lebih kurang 250 mg sampel yang ditimbang seksama.

Larutkan dalam 15 ml etanol 95% netral.

Tambahkan 20 ml air

Titrasi dengan NaOH 0,1 N menggunakan indicator PP, hingga larutan


berubah menjadi merah muda.

Catatan: pembuatan etanol netral: kedalam 15 ml etanol 95%


ditambahkan 1 tetes merah fenol kemudian tambahkan bertetes-
tetes NaOH 0,1 N hingga larutan berwarna merah.

III.II.2Cara Kerja Titrasi Pengendapan

1. Pembuatan Larutan-larutan
Larutan baku primer NaCl 0,03 N NaCl dikeringkan dahulu dalam oven pada
temperature 500-600oC, kemudian simpan dalam desikator. Setelah dingin
timbang sebanyak yang dibutuhkan dan larutkan aquades sesuai yang
dibutuhkan.
Larutan baku sekunder, larutkan AgNO3 dengan aquadest, simpan dalam botol
coklat.

Indicator K2CrO4 larutan 5% b/v, diambil 1 ml untuk volume air 50-100 ml.
apabila padatan buatan larutan K2CrO4 0,1 % dengan melarutkan K2CrO4
dengan aquadest.
2. Pembakuan
Pipet 10 ml NaCl, masukkan kedalam Erlenmeyer tambahkan 4-5 tetes
indicator K2CrO4 kemudian dititrasi dengan larutan AgNO3 (dikocok cepat
terutama menjelang titik akhir titrasi), sampai terbentuk endapan merah bata.
Catat volume AgNO3, lakukan titrasi minimal duplo.

3. Penetapan Sampel

Catat
Pipetvolume
10 mlAgNO
larutan3, lakukan
sampel, titrasi
masukkanminimal duplo.Erlenmeyer, tambahkan 4-5
kedalam
tetes larutan indicator K2CrO4, kemudian titrasi dengan larutan AgNO3 sampai
terbentuk endapan merah bata. Catat volume AgNO3, lakukan titrasi minimal
duplo.

BAB IV

HASIL & PEMBAHASAN


IV.I.1 Hasil Pengamatan Titrasi Asam dan Basa

mg as . salisilat=V NaOH . N NaOH . Berat as . salisilat

mg as . salisilat I =38 X 0,1 X 138 mg

mg as . salisilat=524,4

mg as . salisilat
kadar as . salisilat= x 100 %
BE as . salisilat (500 mg)

524,4
kadar as . salisilat= x 100 %
500 mg

kadar as . salisilat=104,88 %

mg as . salisilat=V NaOH . N NaOH . Berat as . salisilat

mg as . salisilat II =16 X 0,1 X 138 mg

mg as . salisilat=220,8

mg as . salisilat
kadar as . salisilat= x 100 %
BE as . salisilat (500 mg)

220,8
kadar as . salisilat= x 100 %
500 mg

kadar as . salisilat=44,16 %

IV.I.2 Hasil Pengamatan Titrasi Pengendapan

Percobaan 1 Pentitran Indikator Hasil


AgNO₃ K₂CrO₄
No. 1 35,5 ml 10 tetes 75 ml
No. 2 17,2 ml 6 tetes 40 ml

Percobaan 2 Pentitran Indikator Hasil


AgNO₃ K₂CrO₄
No. 1 9,8 ml 5 tetes 19,3 ml
No. 2 9,2 ml 5 tetes 19,3 ml

Perhitungan AgNO₃

Percobaan 1

1. VAgNO₃ X NAgNO₃= VNaCl X NNaCl


5,5 ml X NAgNO₃= 10 ml X 0,03 N
5,5 ml X NAgNO₃ = 0,3 N
0,3
NAgNO₃=
35,5
NAgNO₃= 0,0084
2. VAgNO₃ X NAgNO₃= VNaCl X NNaCl
17,2 ml XNAgNO₃= 10 ml X 0,03 N
17,2 ml X NAgNO₃= 10 ml X 0,03 N
0,3
NAgNO₃=
17,2
NAgNO₃= 0,0174

Perhitungan Kadar Klorin

( A−B) X N X 35,45 X 1000


Cl ₂( Mg / L)=
ml sampel

( 9,8−10 ml ) X 0,008 X 35,45 X 1000


Cl ₂( Mg / L)=
73 ml
−56,72
Cl ₂( Mg / L)=
73 ml

Cl 2 ( MgL )=−0,776

Percobaan 1

( A−B) X N X 35,45 X 1000


Cl ₂( Mg / L)=
ml sampel

(11,8−10 ml) X 0,008 X 35,45 X 1000


Cl ₂( Mg / L)=
73 ml

( 1,8 ml ) X 283,6
Cl ₂( Mg / L)=
73 ml

510,48
Cl ₂( Mg / L)=
73 ml

Cl 2 ( MgL )=6,992 mg/ L


Percobaan 2

( A−B) X N X 35,45 X 1000


Cl ₂( Mg / L)=
ml sampel

(11,2−10 ml ) X 0,008 X 35,45 X 1000


Cl ₂( Mg / L)=
73 ml

( 1,2 ml ) X 283,6
Cl ₂( Mg / L)=
73 ml

34,32
Cl ₂( Mg / L)=
73 ml
Cl 2 ( MgL )=0,4701mg/ L
IV.II.1 Pembahasan Titrasi Asam Basa

Pada praktikum kali ini kami akan menentukan kadar suatu


senyawa asam atau basa yang terdapat dalam suatu sampel. Kami
melakukan uji coba atau penentuan kadar pada senyawa yaitu alkalimetri,
menggunakan larutan sampel asam salisilat dan larutan bakunya adalah
NaOH. Mulanya larutan sampel berwarna merah muda, setelah dilakukan
titrasi dengan menghabiskan 38 mL larutan baku NaOH warna berubah
menjadi kuning terang, warna tersebut menunjukkan titik ekuivalen yang
sudah tercapai. Uji coba kali ini dilakukan sebanyak dua kali (duplo).
Pada percobaan yang kedua larutan baku NaOH yang dihabiskan
sebanyak 16 ml, dan mencapai titik ekuivalen pada volume larutan baku
tersebut. Reaksi yang diperoleh pada percobaan kali ini antara asam
salisilat dengan NaOH adalah : C7H6O3 + NaOH → C7H5O3 Na + H2O

Setelah dilakukannya titrasi, kami dapat menentukan kadar yang


telah dihasilkan dari percobaan kali ini. Pada percobaan yang pertama,
didapatkan kadarnya sebanyak 104,88 % dan pada percobaan yang
kedua, didapatkan kadarnya sebanyak 44,16 %. Dan kadar standar pada
senyawa alkalimetri berkisar 99-105 %. Itu berarti, pada percobaan kali
ini, hasil kadar antara asam salisilat dengan NaOH yang didapatkan
memenuhi standar.

IV.II.2 Pembahasan Titrasi Pengendapan

Argentometri merupakan analisis volumetric berdasarkan atas


reaksi pengendapan dengan menggunakan larutan standar argentums.
Atau dapat juga diartikan sebagai cara pengendapan atau pengendapan
kadar ion halide atau kadar Ag+ itu sendiri dari reaksi terbentuknya
endapan dan zat uji dengan titran AgNO3. Titrasi argentometri dengan
menggunakan K2CrO4 biasa disebut sebagai argentometri dengan
metode mohr. Ini merupakan titrasi langsung titrant dengan
menggunakan larutan standar AgNO3. Titik akhir titrasi diamati dengan
terbentuknya endapan Ag2CrO4 yang berwarna merah bata.

Namun pada percobaan pertama dengan menggunakan larutan


baku NaCl sebanyak 10 mL dengan menggunakan larutan indikator
K2CrO4 dan menggunakan larutan standar AgNO3, telah dilakukan
percobaan secara duplo (dua kali). Setelah dititrasi dan mencapai titik
ekuivalen dengan menghabiskan larutan AgNO3 sebanyak 35,5 ml dan
indikator K2CrO4 sebanyak 10 tetes, larutan berubah warna menjadi
merah bata dan endapan yang terbentuk berwarna merah bata. Dan pada
percobaan yang kedua, larutan AgNO3 yang dihabiskan sebanyak 17,2
mL dengan indikator K2CrO4 sebanyak 6 tetes, larutan berubah warna
menjadi warna merah bata, begitupun dengan endapan yang dihasilkan
berwarna merah bata.

Dengan demikian hasil diatas menunjukkan bahwa titrasi


argentometri pada larutan NaCl dengan AgNO3 telah berhasil karena
perubahan warna yang dihasilkan adalah merah bata. Kemudian pada
percobaan penentuan kadar klorin pada beras yang telah kami lakukan,
dengan menggunakan hasil filtrat beras sebayanyak 10 mL dan
ditambahkan indikator K2CrO4 sebanyak 5 tetes dan mentitrasinya
dengan larutan AgNO3 sebanyak 9,8 mL terjadi perubahan warna dari
putih keruh menjadi warna merah bata, yang menandakan adanya
kandungan klorin pada beras tersebut, dengan kadar klorin sebanyak
6,992 mg/ L . Namun kita melakukan percobaan ini sebanyak dua kali
(duplo).

Pada percobaan yang kedua, kami menambahkan indikator


K2CrO4 sebanyak 5 tetes pada hasil filtrat dan mentitrasinya dengan
larutan AgNO3 sebanyak 9,2 mL, kemudian terjadi perubahan warna dari
putih keruh menjadi warna merah bata, yang menandakan adanya
kandungan klorin pada beras tersebut, dengan kadar klorin pada
percobaan ini sebanyak 0,4701 mg/ L.
Klorin sendiri adalah bahan kimia yang pada umumnya digunakan
sebagai desinfektan. Zat klorin akan bereaksi dengan air membentuk
asam hipoklorus yang diketahui dapat merusak sel-sel dalam tubuh.
Klorin berwujud gas berwarna kuning kehijauan dengan bau cukup
menyengat. Penggunaan klorin saat ini tidak hanya digunakan sebagai
bahan pemutih pakaian dan kertas, tetapi telah digunakan sebagai bahan
pemutih atau pengkilat beras agar beras yang berkualitas rendah menjadi
beras berkualitas super. Zat klorin yang terdapat dalam beras akan
menggerus usus pada lambung (korosit) sehingga rentan terhadap
penyakit maag. Pengkonsumsian beras berpemutih dalam jangka panjang
akan mengakibatkan penyakit kanker hati dan ginjal.

BAB V

PENUTUP
V.I Kesimpulan

Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dari judul praktikum Titrasi


Asam Basa dan Titrasi pengendapan yakni, Titrasi merupakan suatu
metode yang bertujuan untuk menentukan banyaknya suatu larutan dengan
konsentrasi yang telah diketahui agar tepat habis bereaksi dengan sejumlah
larutan yang dititrasi atau ingin diketahui kadarnya atau konsentrasinya.
Dari percobaan yang telah dilakukan, kita dapat mengetahui dan
menerapkan teknik titrasi yang benar untuk metitrasinya contoh yang
mengandung asam. Dengan menggunakan teknik titrasi yang benar, kita
dapat menstandarisasi larutan yang di uji. Pada percobaan yang dilakukan,
latutan yang distandarisasi yaitu larutan NaOH, Asam Klorida, Asam
Salisilat, H2CO4, dan H202. Dan kesimpulan dari Titrasi Pengendapan
yakni, penentuan NaCl dalam garam dapur dapat ditentukan dengan cara
titrasi pengendapan dengan metode menggunakan mohr, dimana
digunakan larutan standard AgN03 sebagai titratnya, dan K2Cr04 sebagai
indikatornya. Kadar NaCl dalam garam yang di dapat pada praktikum.

V.II Saran

Sebaiknya dalam melakukan percobaan tentang titrasi asam basa


harus diperhatikan sungguh-sungguh saat asprak menjelaskan tentang cara
melakukan percobaan tersebut, sehingga tidak terjadi kesalahan serta alat
yang akan digunakan dalam percobaan ini harus dikeringkan terlebih
dahulu sebab jika tidak maka akan mempengaruhi konsentrasi dari larutan
suatu larutan tersebut.

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2008. Kimia Dasar I. Makassar : Universitas Hasanuddin Makassar.
Anwar, M. 2005. Kimia Dasar II bagian kimia IPB : Bogor.

Bassett, J. 2006. Buku Ajar Vogel : Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Buku
Kedokteran : EGC, Jakarta.

Chang Raymond. 2010. Kimia Dasar Edisi Ketiga. Jakarta : Erlangga.

Day, R.A. dan S. Keman. 2008. Kimia Analisis Kuantitatif . Erlangga, Jakarta.

Ernawati, Rika. 2008. Studi Sifat-Sifat Kimia Tanah pada Tanah Timbunan Lahan
Bekas Penambangan Batubara jurnal teknologi technosiscientia.

Gandjar, I.G., dan Rohman, A. 2007. Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta:


Pustaka Pelajar. Hal. 419, 425.

Goldberg, David. 2006. Kimia Untuk Pemula. Jakarta, Erlangga.

HAM, Mulyono. 2005. Membuat Reagen Kimia di Laboratorium. Jakarta: Bumi


Aksara.

Khopkar, S.M. 2008. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : UI – Press.

Masterlon W.L. 2006. Analisis kualitatif. Vol. I No. I Hal 85.

Pujiastuti, Caecilia. 2008 Kajian Penurunan Ion Jurnal teknologi


technosiscientiavol.I No.I Hal.9.

Rizal, dkk. 2007. Sintesis dengan Metode Hidrometal dan karterisasi senyawa
Berstruktur Aurivillus.

Sukardjo. 2010. Kimia Organik. Jakarta : Rineka Cipta.


Susanti, S Analisis Kimia Farmasi Kualitatif. Lephas : Makassar.

Syukuri, 2006 Kimia Dasar Bandung ITB.

Anda mungkin juga menyukai

  • Cpne Dan Cippole
    Cpne Dan Cippole
    Dokumen5 halaman
    Cpne Dan Cippole
    Ezra Satrio
    100% (1)
  • CETIRIZINE
    CETIRIZINE
    Dokumen5 halaman
    CETIRIZINE
    Ezra Satrio
    Belum ada peringkat
  • Jarum Ose
    Jarum Ose
    Dokumen1 halaman
    Jarum Ose
    Ezra Satrio
    Belum ada peringkat
  • Fosfolipid
    Fosfolipid
    Dokumen6 halaman
    Fosfolipid
    Ezra Satrio
    Belum ada peringkat
  • SIMPLISIA
    SIMPLISIA
    Dokumen27 halaman
    SIMPLISIA
    Ezra Satrio
    Belum ada peringkat
  • Jarum Ose
    Jarum Ose
    Dokumen1 halaman
    Jarum Ose
    Ezra Satrio
    Belum ada peringkat
  • Jarum Ose
    Jarum Ose
    Dokumen1 halaman
    Jarum Ose
    Ezra Satrio
    Belum ada peringkat