Anda di halaman 1dari 10

TUGAS MIKROBIOLOGI DAN PARASITOLOGI

MAKALAH
ESCHERICHIA COLI

Disusun Oleh

Nama : Dini Rizki Andjani

NIM : 1031931015

PROGRAM STUDI D – 3 FARMASI


STIFAR ”YAYASAN PHARMASI SEMARANG”
TAHUN AKADEMIK 2019/2020
 

BAB I

PENDAHULUAN

Bakteri merupakan salah satu organism uniseluler berukuran kecilyang terdapat hampir


diseluruh ekosistem. Bakteri berfungsi untukmendegradasi dan mendaur ulang unsur atau
elemen esensial,sehingga menjadi salah satu organism utama dalam suatu
ekosistem.Perbedaan kelas dari bakteri Escherichia coli tersebut di atas dipengaruhi oleh
penyebaran protein yang terdapat pada selnya.Secara umum bakteri E.coli terdiri dari 45%
lipid dan 55% protein. Escherichia coli ialah bakteri yang berbentuk batang pendek (Basil)
tergolong dalam Gram negatif dan hidup dalam saluran pencernaanatau usus baik pada hewan
dan manusia.Escherichia coli yang mencemari bahan makanan berasal dari tinja manusia,
sehingga keberadaannya pada bahan Makanan atau ikan segar menunjukkan adanya ancaman
kesehatan pada konsumen (manusia), sebab dapatdiartikan bahwa bahan makanan telah
tercemar oleh tinja manusia.

Oleh karena itu maka,Escherichia coli dipakai sebagai indikator cemaran yang berbahaya
bagi manusia dan hewan. Ancaman yang dapat membahayakan kesehatan konsumen,sebab
beberapa strain Escherichia coli bersifat patogen yang dapat menyerang manusia maupun
hewan. Hal ini disebabkan olehkemampuan bakteri Escherichia coli memproduksi toxin yang
dapatmenyebabkan timbulnya gastro enteritis pada manusia dan hewanyang ditandai dengan
gejala diare, demam kadang disertai muntah bahkan kematianBinatang ternak terutama sapi,
domba, dan kambing,merupakan reservoar bakteri EHEC. Kotoran hewan yangmengandung
bakteri ini dapat mengontaminasi daging atau susu, yangkemudian diolah kurang sempurna.

Escherichia coli merupakan bakteri Gram negatif berbentuk batang pendek yang memiliki
panjang sekitar 2 µm, diameter 0,7 µm, lebar 0,4-0,7µm dan bersifat anaerob fakultatif. E. coli
membentuk koloni yang bundar, cembung, dan halus dengan tepi yang nyata (Smith-Keary,
1988 ; Jawetz et al., 1995). E. coli dapat dilihat pada gambar 1.

Gambar 1. E. Coli (Smith-Keary,1988)


BAB II
PEMBAHASAN

E. coli adalah anggota flora normal usus. E. coli berperan penting dalam sintesis vitamin K,
konversi pigmen-pigmen empedu, asam-asam empedu dan penyerapan zat-zat makanan. E.
coli termasuk ke dalam bakteri heterotrof yang memperoleh makanan berupa zat oganik dari
lingkungannya karena tidak dapat menyusun sendiri zat organik yang dibutuhkannya. Zat
organik diperoleh dari sisa organisme lain. Bakteri ini menguraikan zat organik dalam makanan
menjadi zat anorganik, yaitu CO2, H2O, energi, dan mineral. Di dalam lingkungan, bakteri
pembusuk ini berfungsi sebagai pengurai dan penyedia nutrisi bagi tumbuhan (Ganiswarna,
1995).

E. coli menjadi patogen jika jumlah bakteri ini dalam saluran pencernaan meningkat atau
berada di luar usus. E. coli menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan beberapa kasus
diare. E. coli berasosiasi dengan enteropatogenik menghasilkan enterotoksin pada sel epitel
(jawetz et al., 1995).

Manifestasi klinik infeksi oleh E. coli bergantung pada tempat infeksi dan tidak dapat
dibedakan dengan gejala infeksi yang disebabkan oleh bakteri lain (jawetz et al., 1995).
Penyakit yang disebabkan oleh E. coli yaitu :
1. Infeksi saluran kemih E. coli merupakan penyebab infeksi saluran kemih pada kira-
kira 90 % wanita muda. Gejala dan tanda-tandanya antara lain sering kencing, disuria,
hematuria, dan piuria. Nyeri pinggang berhubungan dengan infeksi saluran kemih
bagian atas.
2. Diare E. coli yang menyebabkan diare banyak ditemukan di seluruh dunia. E.
Colidiklasifikasikan oleh ciri khas sifat-sifat virulensinya, dan setiap kelompok
menimbulkan penyakit melalui mekanisme yang berbeda. Ada lima kelompok galur E.
coli yang patogen, yaitu :
a. E. coli Enteropatogenik (EPEC) EPEC penyebab penting diare pada bayi,
khususnya di negara berkembang. EPEC sebelumnya dikaitkan dengan
wabah diare pada anak-anak di negara maju. EPEC melekat pada sel
mukosa usus kecil.
b. E. coli Enterotoksigenik (ETEC) ETEC penyebab yang sering dari “diare
wisatawan” dan penyebab diare pada bayi di negara berkembang. Faktor
kolonisasi ETEC yang spesifik untuk manusia menimbulkan pelekatan
ETEC pada sel epitel usus kecil.
c. E. coli Enteroinvasif (EIEC) EIEC menimbulkan penyakit yang sangat mirip
dengan shigelosis. Penyakit yang paling sering pada anak-anak di negara
berkembang dan para wisatawan yang menuju negara tersebut. Galur
EIEC bersifat non-laktosa atau melakukan fermentasi laktosa dengan
lambat serta bersifat tidak dapat bergerak. EIEC menimbulkan penyakit
melalui invasinya ke sel epitel mukosa usus.
d. E. coli Enterohemoragik (EHEK) EHEK menghasilkan verotoksin, dinamai
sesuai efek sitotoksisnya pada sel Vero, suatu ginjal dari monyet hijau
Afrika.
e. E. coli Enteroagregatif (EAEC) EAEC menyebabkan diare akut dan kronik
pada masyarakat di negara berkembang.

3. Sepsis Bila pertahanan inang normal tidak mencukupi, E. coli dapat memasuki aliran
darah dan menyebabkan sepsis.

4. Meningitis E. coli dan Streptokokus adalah penyebab utama meningitis pada bayi. E.
coli merupakan penyebab pada sekitar 40% kasus meningitis neonatal (Jawetz et al.,
1996).

 
 3. Pengobatan

Infeksi oleh E. coli dapat diobati menggunakan sulfonamida, ampisilin,


sefalosporin, kloramfenikol, tetrasiklin dan aminoglikosida. Aminoglikosida kurang baik
diserap oleh gastrointestinal, dan mempunyai efek beracun pada ginjal. Jenis antibiotik
yang paling sering digunakan adalah ampisilin. Ampisilin adalah asam organik yang
terdiri dari satu inti siklik dengan satu rantai samping. Inti siklik terdiri dari cincin
tiazolidin dan cincin betalaktam, sedangkan rantai sampingnya merupakan gugus amino
bebas yang mengikat satu atom H (Ganiswarna, 1995). Struktur ampisilin dapat dilihat
pada gambar 2.

Gambar 2. Struktur kimia ampisilin


Ampisilin memiliki spektrum kerja yang luas terhadap bakteri Gram negatif,
misalnya E. coli, H. Influenzae, Salmonella, dan beberapa genus Proteus. Namun
ampisilin tidak aktif terhadap Pseudomonas, Klebsiella, dan Enterococci (Setiabudy
dalam Ganiswarna, 1995). Ampisilin banyak digunakan untuk mengatasi berbagai infeksi
saluran pernafasan, saluran cerna dan saluran kemih (Tan Hoan Tjay dan Raharja, 2002).

3.1. Mekanisme Kerja Ampisilin

Mekanisme kerja dari antibiotik ampisilin adalah dengan menghambat


pembentukan ikatan silang pada biosintesis peptidoglikan yang melibatkan 5 penicillin-
binding protein (PBP). Pada E. coli, PBP penicillin-binding protein (PBP). Pada E. coli,
PBP1-3 merupakan enzim bifungsi yang mengkatalisis reaksi transglikosilase dan
transpeptidase serta PBP3-6 mengkatalisis reaksi karboksipeptidasi (Chopra dalam D. S.
Retnoningrum, 1998). Mekanisme kerja ampisilin dapat dilihat pada gambar 2.

Gambar 2. Mekanisme kerja ampisilin (Salyers et al., 1994)

3.2. Resistensi Terhadap Ampisilin

Salah satu obat pilihan yang digunakan untuk mengobati infeksi saluran urin
yang disebabkan oleh E. coli adalah ampisilin. Namun E. coli dilaporkan telah resisten
terhadap ampisilin sehingga tidak digunakan lagi. Untuk menanggulangi terjadinya
resistensi pada ampisilin maka diperlukan pengobatan antimikroba yang lain seperti
trimethoprim-sulfamethoxazol (TMP-SMZ), siprofloxacin, norfloxacin, nitrofurantoin,
dan fluoroquinolon. Dilaporkan pada tahun 1995 sampai 2001 terjadi kecenderungan
resistensi antimikroba terhadap isolat E. coli dalam infeksi saluran urin pada pasien
wanita di Amerika Serikat, 14,8-17% pertahun resisten terhadap trimethoprim-
sulfametoxazol, 0,7-2,5% pertahun resisten terhadap siprofloxacin, 0,4-0,8% pertahun
resisten terhadap nitrofurantoin, dan 36–37,4% per tahun resisten terhadap ampisilin,
nilai presentase tersebut bervariasi dalam setiap tahunnya (Karlowsky et al., 2002).
Resistensi intrinsik pada ampisilin disebabkan oleh ekspresi gen, yaitu gen
pengkode betalaktamase yang berlokasi pada kromosom bakteri gram negatif. Gen ini
mengkode enzim betalaktamase yang menginaktivasi cincin betalaktam ampisilin
dengan cara menghidrolisis cincin betalaktam tersebut, sehingga menjadi resisten
terhadap ampisilin (Russel and Chopra, 1990).

Resistensi ampisilin dapat juga disebabkan oleh ekspresi gen pengkode


betalaktamase yang terdapat pada plasmid. Plasmid adalah elemen genetik
ekstrakromosom yang bereplikasi secara otonom. Plasmid membawa gen pengkode
resisten antibiotik, salah satunya adalah ampisilin. Resistensi yang diperantai oleh
plasmid adalah resistensi yang umum ditemukan pada isolat klinik. Gen yang berlokasi
pada plasmid lebih mudah pindah jika dibandingkan dengan gen yang berlokasi pada
kromosom, sehingga gen resistensi yang berlokasi pada plasmid dapat ditransfer dari
satu bakteri ke bakteri yang lain (Ganiswarna, 1995 ; Tjay dan Rahardja, 2002).
Resistensi menghasilkan perubahan bentuk pada gen bakteri yang disebabkan oleh 2
proses genetik dalam bakteri :

1. Mutasi dan seleksi (evolusi vertikal)

Evolusi vertikal didorong oleh prinsip seleksi alam. Mutasi spontan pada
kromosom bakteri memberikan resistensi terhadap suatu populasi bakteri. Pada
lingkungan tertentu bakteri yang tidak termutasi (nonmutan) mati, sedangkan
bakteri yang termutasi (mutan) menjadi resisten, kemudian tumbuh dan
berkembang biak.

2. Perubahan gen antar galur dan spesies (evolusi horizontal)

Evolusi horizontal yaitu pengambilalihan gen resistensi dari organisme lain.


Contohnya, streptomices mempunyai gen resistensi terhadap streptomisin.
Tetapi kemudian gen ini lepas dan masuk ke dalam E. coli atau Shighella sp.
Beberapa bakteri mengembangkan resistensi genetik melalui proses mutasi dan
seleksi, kemudian memberikan gen ini kepada beberapa bakteri lain melalui
salah satu proses perubahan genetik pada bakteri.
Penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri patogen merupakan
permasalahan kesehatan yang pernah dihadapi oleh hampir setiap orang.
Hingga saat ini, cara yang dilakukan untuk pengobatan berbagai jenis
penyakit infeksi adalah dengan pemberian antibiotik. Jenis antibiotik yang
paling banyak digunakan adalah betalaktam. Antibiotik ini dipilih karena
tingkat selektivitasnya tinggi, mudah diperoleh, dan analog sintetiknya
tersedia dalam jumlah banyak.
Meningkatnya penggunaan antibiotik betalaktam, memacu
meningkatnya resistensi bakteri terhadap antibiotik tersebut. Mekanisme
utama resistensi bakteri Gram-positif dan Gram-negatif terhadap antibiotik
betalaktam yakni dengan menghasilkan enzim betalaktamase, yang
berperan memotong cincin betalaktam, sehingga aktivitas antibakterinya
hilang. Enzim betalaktamase merupakan enzim perusak penisilin yang
dihasilkan oleh sejumlah bakteri gram negatif. Enzim ini membuka cincin
betalaktam dari pensilin dan sefalosporin serta menghilangkan daya
antimikrobanya. Klasifikasi betalaktamase sangat kompleks, didasarkan atas
sifat genetik, sifat-sifat biokimia, dan substrat yang berafinitas terhadap
inhibitor betalaktamase (Jawet et al., 1995).

4. Inhibitor Betalaktamase

Inhibitor betalaktamase adalah suatu zat yang dapat menghambat kerja enzim
betalaktamase. Inhibitor betalaktamase dalam keadaan tunggal tidak memberikan
aktivitas antibakteri sehingga perlu adanya kombinasi dengan antibiotik betalaktam
(Ganiswarna, 1995).
Inhibitor betalaktamase yang telah digunakan dalam pengobatan adalah asam
klavulanat, tazobaktam dan sulbaktam. Inhibitor tersebut tidak memperlihatkan
aktivitas antibakteri, sehingga tidak dapat digunakan sebagai obat tunggal untuk
menanggulangi penyakit infeksi. Bila dikombinasi dengan antibiotik betalaktam, inhibitor
ini akan mengikat enzim betalaktamase, sehingga antibiotika pasangannya bebas dari
pengrusakan oleh enzim betalaktamase dan dapat menghambat sintesis dinding sel
bakteri yang dituju. Sifat ikatan betalaktamase dengan penghambatnya umumnya
menetap, penghambatnya seringkali bekerja sebagai suicide inhibitor, karena ikut
hancur di dalam betalaktamase yang diikatnya (Ganiswarna,1995).
Enzim betalaktamase dalam bakteri gram negatif terdiri dari empat kelas, enzim
kelas A (TEM dan SHV), enzim kelas B, enzim kelas C biasanya disebut AmpC resisten,
dan enzim kelas D yaitu enzim OXA. Enzim kelas A merupakan enzim betalaktamase
yang banyak ditemukan, enzim kelas B merupakan enzim yang mengandung zink, enzim
kelas C mengandung betalaktamase yang terletak pada kromosom dari bakteri famili
Enterobacteriacea termasuk bakteri E. coli, dan enzim kelas D merupakan enzim yang
belum banyak diketahui (Teale, 1995).
Dilaporkan 90% patogen saluran urin menghasilkan betalaktamase, sebanyak
94,8% adalah E. coli (Orrett and Shurland., 1996). Dilaporkan pula bahwa sampel urin
pada pasien wanita penderita sistitis mengandung E. coli yang telah resisten terhadap
trimethoprim-sulfamethoxazole, ampisilin, dan siprofloxacin (Johnson et al., 2005).
BAB III

PENUTUP
 E.coli merupakan bakteri anaerob fakultatif, dimana bakteri yang dapat hidup tanpa
oksigen secara mutlak atau dapat hidup tanpa adanya oksigen, didalam kondisi ini bakteri
tersebut aktif. E. coli (Escherichia coli) adalah bakteri yang biasanya hidup diusus hewan,
termasuk manusia. Ada sekitar 100 strain E. coli, sebagian besar yang bermanfaat. Bakteri E.
Coli yang berada di dalam usus besar manusia berfungi untuk menekan pertumbuhan bakteri
jahat,dia juga membantu dalam proses pencernaan termasuk pembusukansisa-sisa makanan
dalam usus besar. Fungsi utama yang lain dari E.Coli adalah membantu memproduksi vitamin K
melalui proses pembusukan sisa makan. Vitamin K berfungsi untuk pembekuan darah misalkan
saat terjadi perdarahan seperti pada luka/mimisan vitamin K bisa membantu
menghentikannya.
DAFTAR PUSTAKA
Brown Alfred, E., 2005, Laboratory Manual in General Microbiology : Microbiological
Applications, McGraw-Hill Comp., US, p. 395-401

Cappucino, J.G., and N. Sherman. 1983. Microbiology A Laboratorium Manual. 6th ed. USA:
Pearson Education Inc.

Debbie S. Retnoningrum, 1998, Mekanisme dan Deteksi Molekul Resistensi Antibiotik pada
Bakteri, Jurusan Farmasi-ITB, Bandung, h. 1-5, 16-21

Ganiswarna S. G, 1995, Farmakologi dan Terapi, ed. 4, UI-Fakultas Kedokteran, Jakarta.

Holtj.G., Kreig, N.R., Sneath, P.H.A., Stanley, J.T. and Williams, S.T, 1994. Bergeys Manual
Determinative Bacteriology. Baltimore: Williamn and Wilkins Baltimore.

Innis, M.A., D.H. Gelfand, J.J. Sninsky, and T.J. White. 1990. PCR Protocols. San Diego, New
York, Boston, London, Sydney, Tokyo, Toronto: Academic Press, Inc.

Jawetz E., J. L. Melnick, E. A. Adelberg, G. F. Brooks, J. S. Butel, L. N. Ornston, 1995,


Mikrobiologi Kedokteran, ed. 20, University of California, San Francisco.

Karlowsky J. A., L. J. Kelly, C. Thornsberry, M. E. Jones, and D. F. Sahm, 2002, Trends in


Antimicrobial Resistance among Urinary Tract Infection Isolates of Escherichia coli from
Female Outpatient in the United States, Antimicrob. Agents Chemother., 46(8), 2540-2545.

Johnson J. R., M. A. Kuskowsky, T. T. O’Bryan, R. Colodner, and R. Raz, 2005, Virulence


Genotype an Phylogenetic Origin in Relation to Antibiotic Resistence Profile among
Escherichia coli Urine Sample Isolates from Israeli Woman with Acute Uncomplicated Cystitis,
Antimicrob. Agents Chemother., 49(1), 26-31.

Manges A. R., J. R. Johnson, B. Foxman, T. T. O’Bryan, K. E. Fullerton, and L. W. Riley, 2001,


Widespread Distribution of Urinary Tract Infections Caused by A Multridrug Resistance
Escherichia coli Clonal Group, N. Engl. J. Med., 345(14), 1007-1009.

Maxam A.M. et al.,1977 . A New Metod For Sequensing DNA, Proc.Nalt. Acad. Sci.USA.74
(2),560-564

Madigan M.T. et al., 1997. Biology of Microorganisms, Eighth Edition. New Jersey, Prentice
Hall International. Mutschler E., 1991, Dinamika Obat, ed.5, Penerbit ITB, Bandung.

Oliver A., M. Perez-Vazquez, M. Martinez-Ferrer, F. Baquero, L. de Rafael, and R. Canton,


1999, Ampicillin-Sulbactam and Amoxicillin-Clavulanate 11

Susceptibility Testing on Escherichia coli of Isolates with Different Beta-Lactam Resistance


Phenotypes, Antimicrob Agents Chemother., 43, 862-867.
Orrett F. and S. M. Shurland, 1996, Production of Betalactamase in Trinidad an Association
with Multiple Resistance to Betalactam Antibiotics, Med Science Research., 24(8), 519-522.

Pelczar M. J. dan E. C. S. Chan, 1988, Dasar-Dasar Mikrobiologi, Jilid 2, Terjemahan Ratna Sri
Hadioetomo, dkk., Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta

Smith-Keary P. F., 1988, Genetic Elements in Escherichia coli, Macmillan Molecular biology
series, London, p. 1-9, 49-54

Teale C. J., 2005, Detection and Characterisation of Betalactamase Resistance in Gram


Negatif Bacteria of Veterinary Significance, UK National Guidelines for Laboratories, 102, 1-
5.

Tjay T. H. dan R. Kirana, 2002, Obat-Obat Penting, ed. 5, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.

Widjojoatmodjo Myra N., Fluit AD C., and Verhoef Jan, 1995, Molecular Identification of
bacteria by Fluorescence-Based PCR-Single-Strand Conformation Polymorphism Analysis of
the 16S rRNA Gene, Journal of Clinical Microbiology. p 2601-2606

Anda mungkin juga menyukai