Laporan Kasus Sepsis Neonatorum
Laporan Kasus Sepsis Neonatorum
PENDAHULUAN
STATUS PEDIATRIK
I. IDENTIFIKASI
a. Nama : by. Ny. NA
b. Umur : 2 hari
c. Jenis kelamin : Perempuan
d. Nama Ayah : Tn. E
e. Nama Ibu : Ny. NA
f. Bangsa : Indonesia
g. Agama : Islam
h. Alamat : RT. 01 Kel. Penyengat Olak Kab. Muaro Jambi
i. MRS tanggal : 02 Juni 2015
II. ANAMNESIS
Diberikan oleh : Ibu pasien dan rekam medik
Bayi lahir secara SC, lahir segera menangis, ketuban warna hijau,
kental, jumlah agak banyak, berbau amis. Denyut jantung normal, usaha
bernafas (+), refleks (+), dan bayi berwarna kemerahan. Berat badan lahir
3400 gram, PB = 46 cm.
3. Riwayat Imunisasi
BCG : Tidak dilakukan
Hepatitis : (+)
Polio : Tidak dilakukan
DPT : Belum dilakukan
Campak : Belum dilakukan
Kesan : Imunisasi tidak lengkap dilakukan sejak lahir
4. Riwayat Keluarga :
Perkawinan : 2 tahun
Pendidikan : SMA
Penyakit yang pernah diderita : -
Saudara :-
7. Status gizi
Berdasarkan Tabel NCHS
Posisi : Berbaring
BB : 3400 gram
PB : 46 cm
Edema :-
Sianosis :-
Dyspnoe :-
Ikterus :-
Anemia :-
Suhu : 36,3 º C
Respirasi : 49 x/m
Equalitas : Sama
Pulsus trigeminus :-
Kulit
Bersisik :- Edema :-
KEPALA
Bentuk : Normocepali
Rambut : Lurus
Warna : Hitam
Kehalusan : Cukup
MUKA ALIS
Simetris :-
MATA
IRIS
Bentuk : Simetris
Isokor : +/+
TELINGA HIDUNG
Telinga Hidung
Sifat :-
Penjalaran :-
Mulut
Bentuk : Normal
Ukuran : Normal
Selaput : Ada
Trismus : -
Abdomen
a. Hepar
Tinja seperti dempul : - Kuning di sklera dan kulit : -
Konsistensi : -
Frekuensi :-
Jumlah :-
GIGI
LIDAH
LEHER
INSPEKSI PALPASI
INSPEKSI STATIS
INSPEKSI DINAMIS
PALPASI
PERKUSI
AUSKULTASI
INSPEKSI
Vousure cardiac :-
Pulsasi jantung :-
PALPASI PERKUSI
AUSKULTASI
BUNYI JANTUNG
THORAX BELAKANG
INSPEKSI STATIS
ABDOMEN
LIEN HEPAR
Pembesaran :- Pembesaran :-
AUSKULTASI PERKUSI
EKSTREMITAS INFERIOR
PEMERIKSAAN NEUROLOGIS :
Tonus : Normotonus
HCT : 46.7 %
PCT : .172 %
Diffcount:
% Lym : 19.4 %
% Mon : 6.8 %
% Gra : 73.8 %
GDS : 67 mg/dl
CRP :-
V. PEMERIKSAAN ANJURAN
Cek hematologi, kultur darah, imunisasi polio ketika akan pulang
VI. DIAGNOSIS KERJA
1. Sepsis Neonatorum
2. Neonatus lebih bulan, sesuai masa kehamilan
VII. PENATALAKSANAAN
Pasang stoper, injeksi Amphicilin 2x170 mg, injeksi Gentamisin 17
mg/36 jam, injeksi Neo-K 1 mg (im), injeksi HB(0) 0,5cc (im), rawat
tali pusat, cek DR, GDS, CRP, imunisasi polio ketika akan pulang
21
VIII. PROGNOSIS:
22
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Sepsis neonatorum adalah infeksi berat yang diderita neonatus dengan
gejala sistemik dan terdapat bakteri dalam darah. Perjalanan sepsis neonatorum
dapat berlangsung cepat sehingga sering kali tidak terpantau, tanpa pegobatan
yang memadai bayi dapat meninggal dalam 24 sampai 48 jam.3
3.2 Epidemiologi
Angka kejadian/insidens sepsis di negara berkembang cukup tinggi yaitu
1,818 per 1000 kelahiran hidup dengan angka kematian sebesar 12-68%,
sedangkan di negara maju angka kejadian sepsis berkisar antara 3 per 1000
kelahiran hidup dengan angka kematian 10,3%. Di Indonesia, angka tersebut
belum terdata. Data yang diperoleh dari Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo
Jakarta, dalam periode Januari - September 2005, angka kejadian sepsis
neonatorum sebesar 13,68% dengan angka kematian sebesar 14,18%. 4
3.3 Etiologi
Berbagai macam kuman seperti bakteri, virus, parasit, atau jamur dapat
menyebabkan infeksi berat yang mengarah pada terjadinya sepsis. Pola kuman
penyebab sepsis pun berbeda-beda antar negara dan selalu berubah dari waktu ke
waktu. Bahkan di negara berkembang sendiri ditemukan perbedaan pola kuman,
walaupun bakteri Gram negatif rata-rata menjadi penyebab utama dari sepsis
neonatorum. Oleh karena itu pemeriksaan pola kuman secara berkala pada
masing-masing klinik dan rumah sakit memegang peranan yang sangat penting.1,2
23
Streptococcus pyogenes (20%) dan E. coli (18%). Pada cairan serebrospinal yang
terjadi pada meningitis neonatus awitan dini banyak ditemukan bakteri Gram
negatif terutama Klebsiella sp dan E.Coli, sedangkan pada awitan lambat selain
bakteri Gram negatif juga ditemukan Streptococcus pneumoniae serotipe 2. E.coli
biasa ditemukan pada neonatus yang tidak dilahirkan di rumah sakit serta pada
usap vagina wanita-wanita di daerah pedesaan. Sementara Klebsiella sp biasanya
diisolasi dari neonatus yang dilahirkan di rumah sakit. Selain mikroorganisme di
atas, patogen yang sering ditemukan adalah Pseudomonas, Enterobacter, dan
Staphylococcus aureus.1,4
24
3.4 Faktor Resiko
Kriteria sepsis neonatorum baik berdasarkan anamnesis (termasuk adanya
faktor resiko ibu dan neonatus terhadap sepsis), gambaran klinis dan pemeriksaan
penunjang berbeda antara satu tempat dengan tempat lainnya. Terjadinya sepsis
neonatorum dipengaruhi oleh faktor risiko pada ibu dan bayi.
25
Trauma pada proses persalinan.
Prosedur invasif seperti intubasi endotrakeal, pemakaian ventilator,
kateter,
infus, pembedahan, akses vena sentral, kateter intratorakal
Bayi dengan galaktosemia (predisposisi untuk sepsis oleh E. coli), defek
imun,atau asplenia.
Asfiksia neonatorum.
Cacat bawaan.
Tidak diberi ASI
Pemberian nutrisi parenteral.
Perawatan di bangsal intensif bayi baru lahir yang terlalu lama.
Perawatan di bangsal bayi baru lahir yang overcrowded
Buruknya kebersihan di NICU.
26
Bila terdapat satu faktor risiko mayor dan dua risiko minor maka pendekatan
diagnosis dilakukan secara aktif dengan melakukan pemeriksaan penunjang
(septicwork-up) sesegera mungkin. Pendekatan khusus ini diharapkan dapat
meningkatkan identifikasi pasien secara dini dan tata laksana yang lebih efisien
sehingga mortalitas dan morbiditas pasien diharapkan dapat membaik.6
3.5 Patofisiologi
Infeksi bukan merupakan keadaan yang statis. Adanya patogen di dalam
darah (bakteremia, viremia) dapat menimbulkan keadaan yang berkelanjutan
mulai dari infeksi ke SIRS, sepsis, sepsis berat, syok septik, kegagalan multi
organ, dan akhirnya kematian.1
27
Infeksi : infeksi yang dicurigai atau yang sudah terbukti, atau sebuah sindrom
klinis yang terkait dengan kemungkinan infeksi yang tinggi.
SIRS : memenuhi 2 dari 4 kriteria berikut dengan salah satunya harus suhu
abnormal atau jumlah leukosit yang abnormal
1. Suhu core > 38.5 °C atau < 36 °C
2. Takikardi : mean heart rate > 2 SD diatas normal untuk umur tanpa stimuli
dari luar, obat – obatan, ataupun stimuli nyeri; ATAU elevasi yang
menetap tanpa penjelasan selama 0.5 – 4 jam; ATAU pada anak –anak < 1
tahun terdapat bradikardi persisten lebih dari 0.5 jam ( mean heart rate <
persentil 10 tanpa rangsangan vagal, obat-obatan, ataupun penyakit
jantung kongenital )
3. Takipneu > 2 SD diatas normal atau perlunya ventilator mekanik yang
tidak terkait dengan kelainan neuromuskular atau anestesi umum
4. Leukositosis atau leukopeni; atau leukosit imatur > 10%
28
dengan kegagalan organ 2 atau lebih ( Respirasi, Renal, Neurologi,
hematologi, atau hepar )
29
Infeksi kuman, parasit atau virus yang diderita ibu dapat mencapai janin
melalui aliran darah menembus barier plasenta dan masuk sirkulasi janin.
Keadaan ini ditemukan pada infeksi TORCH, Triponema pallidum atau
Listeria dll.
Prosedur obstetri yang kurang memperhatikan faktor a/antisepsis misalnya
saat pengambilan contoh darah janin, bahan villi khorion atau
amniosentesis. Paparan kuman pada cairan amnion saat prosedur
dilakukan akan menimbulkan amnionitis dan pada akhirnya terjadi
kontaminasi kuman pada janin.
Pada saat ketuban pecah, paparan kuman yang berasal dari vagina akan
lebih berperan dalam infeksi janin. Pada keadaan ini kuman vagina masuk
ke dalam rongga uterus dan bayi dapat terkontaminasi kuman melalui
saluran pernafasan ataupun saluran cerna. Kejadian kontaminasi kuman
pada bayi yang belum lahir akan meningkat apabila ketuban telah pecah
lebih dari 18-24 jam.
Setelah lahir, kontaminasi kuman terjadi dari lingkungan bayi baik karena
infeksi silang ataupun karena alat-alat yang digunakan bayi, bayi yang
mendapat prosedur neonatal invasif seperti kateterisasi umbilikus, bayi
dalam ventilator, kurang memperhatikan tindakan a/anti sepsis, rawat inap
yang terlalu lama dan hunian terlalu padat, dll.
Bila paparan kuman pada kedua kelompok ini berlanjut dan memasuki
aliran darah, akan terjadi respons tubuh yang berupaya untuk mengeluarkan
kuman dari tubuh. Berbagai reaksi tubuh yang terjadi akan memperlihatkan pula
bermacam gambaran gejala klinis pada pasien. Tergantung dari perjalanan
penyakit, gambaran klinis yang terlihat akan berbeda.
1. Respon inflamasi
30
Respon sepsis terhadap bakteri Gram negatif dimulai dengan pelepasan
lipopolisakarida (LPS), yaitu endotoksin dari dinding sel bakteri. Lipopolisakarida
merupakan komponen penting pada membran luar bakteri Gram negatif dan
memiliki peranan penting dalam menginduksi sepsis. Lipopolisakarida mengikat
protein spesifik dalam plasma yaitu lipoprotein binding protein (LPB).
Selanjutnya kompleks LPS-LPB ini berikatan dengan CD14, yaitu reseptor pada
membran makrofag. CD14 akan mempresentasikan LPS kepada Toll-like receptor
4 (TLR4) yaitu reseptor untuk transduksi sinyal sehingga terjadi aktivasi
makrofag.
Bakteri Gram positif dapat menimbulkan sepsis melalui dua mekanisme,
yakni dengan menghasilkan eksotoksin yang bekerja sebagai superantigen dan
dengan melepaskan fragmen dinding sel yang merangsang sel imun. Superantigen
mengaktifkan sejumlah besar sel T untuk menghasilkan sitokin proinflamasi
dalam jumlah yang sangat banyak. Bakteri Gram positif yang tidak mengeluarkan
eksotoksin dapat menginduksi syok dengan merangsang respon imun non spesifik
melalui mekanisme yang sama dengan bakteri Gram negatif. Kedua kelompok
organisme diatas, memicu kaskade sepsis yang dimulai dengan pelepasan
mediator inflamasi sepsis. Mediator inflamasi primer dilepaskan dari sel-sel akibat
aktivasi makrofag. Kerusakan utama akibat aktivasi makrofag terjadi pada endotel
dan selanjutnya akan menimbulkan migrasi leukosit serta pembentukan
mikrotrombi sehingga menyebabkan kerusakan organ. Aktivasi endotel akan
meningkatkan jumlah reseptor trombin pada permukaan sel untuk melokalisasi
koagulasi pada tempat yang mengalami cedera. Cedera pada endotel ini juga
berkaitan dengan gangguan fibrinolisis. Hal ini disebabkan oleh penurunan jumlah
reseptor pada permukaan sel untuk sintesis dan ekspresi molekul antitrombik.
Selain itu, inflamasi pada sel endotel akan menyebabkan vasodilatasi pada otot
polos pembuluh darah.
31
Pada sepsis terlihat hubungan erat antara inflamasi dan koagulasi.
Mediator inflamasi menyebabkan ekspresi faktor jaringan atau Tissue Factor
(TF). Ekspresi TF secara langsung akan mengaktivasi jalur koagulasi ekstrinsik
dan melalui lengkung umpan balik secara tidak langsung juga akan mengaktifkan
jalur instrinsik.1,4,6
Pada sepsis, aktivasi kaskade koagulasi umumnya diawali pada jalur
ekstrinsik yang terjadi akibat ekspresi TF yang meningkat akibat rangsangan dari
mediator inflamasi. Selain itu, secara tidak langsung TF juga akan megaktifkan
jalur intrinsik melalui lengkung jalur umpan balik. Terdapat kaitan antara jalur
ekstrinsik dan intrinsik dan hasil akhir aktivasi kedua jalur tersebut adalah
pembentukan fibrin.1,4,6
3. Gangguan Fibrinolisis
32
selanjutnya menyebabkan disfungsi multi organ. Secara klinis, disfungsi organ
dapat bermanifestasi sebagai gangguan napas, hipotensi, gagal ginjal dan pada
kasus yang berat dapat menyebabkan kematian. 1,4,6
Pada sepsis, saat aktivasi koagulasi maksimal, sistem fibrinolisis akan
tertekan. Respon akut sistem fibrinolisis adalah pelepasan aktivator plasminogen
khususnya t-PA dan u-PA dari tempat penyimpanannya dalam endotel. Namun,
aktivasi plasminogen ini dihambat oleh peningkatan PAI-1 sehingga pembersihan
fibrin menjadi tidak adekuat, dan mengakibatkan pembentukan trombus dalam
mikrovaskular. Disseminated intravascular coagulation (DIC) atau Pembekuan
intravaskular menyeluruh ( PIM ) merupakan komplikasi tersering pada sepsis.
Konsumsi faktor pembekuan dan trombosit akan menginduksi komplikasi
perdarahan berat. PIM secara bersamaan akan menyebabkan trombosis
mikrovaskular dan perdarahan. Pada pasien PIM, kadar PAI-1 yang tinggi
dihubungkan dengan prognosis buruk. 1,4,6
Efek kumulatif kaskade sepsis menyebabkan ketidakseimbangan
mekanisme inflamasi dan homeostasis. Inflamasi yang lebih dominan terhadap
anti inflamasi dan koagulasi yang lebih dominan terhadap fibrinolisis,
memudahkan terjadinya trombosis mikrovaskular, hipoperfusi, iskemia dan
kerusakan jaringan. Sepsis berat, syok septik, dapat menyebabkan kegagalan multi
organ, dan berakhir dengan kematian. 1,4,6
33
Infeksi fokal Superantigen atau
toksin
Aktivasi endotel
Peningkatan ekspresi molekul- Pelepasan mediator inflamasi
molekul adhesi endotel endogen
Sitokin pro-inflammasi
Sitokin anti-inflammasi
Platelet activating factor
Penurunan trombomodulin Arachidonic acid metabolites
Peningkatan plasminogen activator inhibitor Substansi depresi miocardium
Trombosis dan antifibrinolisis Opiat endogen
Hipovolemia
Kegagalan jantung dan vaskularisasi
Kebocoran plasma / cedera endotel
Acute Respiratory Distress Syndrome
Disseminated intravascular coagulation
Penurunan sintesis steroid
Syok
MODS
Kematian
34
3.6 Manifestasi dan Gejala Klinis
Gambaran klinis pasien sepsis neonatus tidak spesifik. Gejala sepsis klasik
yang ditemukan pada anak jarang ditemukan pada neonatus, namun keterlambatan
dalam menegakkan diagnosis dapat berakibat fatal bagi kehidupan bayi. Gejala
klinis yang terlihat sangat berhubungan dengan karakteristik kuman penyebab dan
respon tubuh terhadap masuknya kuman. Janin yang terkena infeksi akan
menderita takikardia, lahir dengan asfiksia dan memerlukan resusitasi karena nilai
Apgar rendah. Setelah lahir bayi akan tampak lemah. Selanjutnya akan terlihat
berbagai kelainan dan gangguan fungsi organ tubuh. Selain itu, terdapat kelainan
susunan saraf pusat (letargi, refleks hisap buruk, menangis lemah kadang-kadang
terdengar high pitch cry, bayi menjadi iritabel dan dapat disertai kejang), kelainan
kardiovaskular (hipotensi, pucat, sianosis, akral dingin). Bayi dapat pula
memperlihatkan kelainan hematologik, gastrointestinal ataupun gangguan
respirasi (perdarahan,ikterus, muntah, diare, distensi abdomen, intoleransi minum,
waktu pengosongan lambung yang memanjang, takipnea, apnea, merintih dan
retraksi). 8
35
• Tidak dapat minum
• Tidak dapat melekat pada payudara ibu
• Tidak mau menetek.
36
Neonatus diduga mengalami sepsis (tersangka sepsis) bila ditemukan
tanda- tanda dan gejala yang akan dijelaskan sebagai berikut : 6
Bila ada riwayat ibu dengan infeksi intrauterin, demam yang dicurigai
sebagai infeksi berat atau KPD (ketuban pecah dini).
Bila bayi mempunyai dua tanda atau lebih pada Kategori A (tabel), atau
tiga tanda atau lebih pada Kategori B (tabel).
Bila mempunyai satu tanda pada Kategori A dan satu tanda pada Kategori
B, atau dua tanda pada Kategori B.
3.7 Pemeriksaan
1. Laboratorium
A. Pemeriksaan kuman dengan kultur darah
Sampai saat ini pemeriksaan biakan darah merupakan baku emas dalam
menentukan diagnosis sepsis. Pemeriksaan ini mempunyai kelemahan karena hasil
biakan baru akan diketahui dalam waktu minimal 3-5 hari. Hasil kultur perlu
dipertimbangkan secara hati-hati apalagi bila ditemukan kuman yang berlainan
dari jenis kuman yang biasa ditemukan di masing- masing klinik. Kultur darah
dapat dilakukan baik pada kasus sepsis neonatorum onset dini maupun lanjut. 8
B. Pungsi lumbal
37
C. Pewarnaan Gram
D. Pemeriksaan Hematologi
Hitung trombosit
Pada bayi baru lahir jumlah trombosit yang kurang dari 100.000/µL jarang
ditemukan pada 10 hari pertama kehidupannya. Pada penderita sepsis neonatorum
dapat terjadi trombositopenia (jumlah trombosit kurang dari 100.0000/µL), MPV
(mean platelet volume) dan PDW (platelet distribution width) meningkat secara
signifikan pada 2-3 hari pertama kehidupan.
38
jumlah neutrofil tidak dapat memberikan konfirmasi yang adekuat untuk
diagnosis sepsis. Neutropenia juga ditemukan pada bayi yang lahir dari ibu
penderita hipertensi, asfiksia perinatal berat, serta perdarahan periventrikular dan
intraventrikular.
39
sepsis awitan dini adalah 99,7% sedangkan untuk sepsis awitan lanjut adalah
98,7%.
2. Pencitraan
3.8 Diagnosa
Diagnosis dini sepsis neonatal penting artinya dalam penatalaksanaan
dan prognosis pasien. Keterlambatan diagnosis berpotensi mengancam
kelangsungan hidup bayi dan memperburuk prognosis pasien. Seperti yang telah
dikemukakan sebelumnya, diagnosis sepsis neonatal sulit ditegakkan karena
gambaran klinis pasien tidak spesifik. Gejala spesis klasik yang ditemukan pada
anak lebih besar jarang ditemukan pada neonatus. Tanda dan gejala sepsis
neonatal tidak berbeda dengan gejala penyakit non infeksi berat lain pada
40
neonatus. Selain itu tidak ada satupun pemeriksaan penunjang yang dapat dipakai
sebagai pegangan tunggal dalam diagnosis pasti pasien sepsis.
Faktor Resiko
Gambaran Klinik
Pemeriksaan Penunjang
1. Faktor ibu :
Persalinan dan kelahiran kurang bulan
Ketuban pecah lebih dari 18 – 24 jam
Chorioamnionitis
Persalinan dengan tindakan
Demam pada ibu ( > 38,4 °C )
Infeksi saluran kencing pada ibu
Faktor sosial ekonomi dan gizi ibu
2. Faktor bayi
Asfiksia perinatal
Berat lahir rendah
Bayi kurang bulan
Prosedur invasif
41
Kelainan bawaan
Semua faktor diatas sering kita jumpai dalam praktek sehari-hari dan
sampai saat ini masih menjadi masalah yang belum terselesaikan. Hal ini
merupakan salah satu faktor penyebab mengapa angka kejadian sepsis neonatal
tidak banyak mengalami perubahan dalam dekade terakhir ini.
Berlainan dengan awitan dini, pada pasien awitan lambat, infeksi terjadi
karena sumber infeksi yang berasal dari lingkungan tempat perawatan pasien.
Keadaan ini sering ditemukan pada bayi yang dirawat di ruang intensif neonatus,
bayi kurang bulan yang mengalamai lama rawat, nutrisi parenteral yang berlarut-
larut, infeksi yang bersumber dari alat perawatan bayi, infeksi nosokomial atau
infeksi silang dari bayi lain atau dari tenaga medik yang merawat bayi. Faktor
resiko awitan dini maupun lambat ini walaupun tidak selalu berakhir dengan
infeksi, harus tetap mendapatkan perhatian khusus terutama bila disertai gejala
klinis. Hal ini akan meningkatkan identifikasi dini dan tata laksana yang lebih
efisien pada sepsis neonatal sehingga dapat memperbaiki mortalitas dan
morbiditas pasien.
Gangguan fungsi organ tersebut antara lain kelainan susunan saraf pusat
seperti letargi, refleks hisap buruk, menangis lemah, kadang-kadang terdengar
high pitch cry dan bayi menjadi iritabel serta mungkin disertai kejang. Kelainan
kardiovaskular seperti hipotensim pucat, sianosis, dingin, dan clammy skin. Bayi
dapat pula memperlihatkan kelainan hematologik, gastrointestinal ataupun
gangguan respirasi seperti perdarahan, ikterus, muntah, diare, distensi abdomen,
42
intoleransi minum, waktu pengosongan lambung yang memanjang, takipneu,
apneu, merintih, dan retraksi.
43
Gastroenterologi Perdarahan gastrointestinal disertai
dengan penurunan Hb > 2g%,
hipotensi, perlu tranfusi darah atau
operasi gastrointestinal
Hepar Bilirubin total > 3 mg%
44
Untuk mengenal kelompok kuman penyebab infeksi secara lebih cepat
dapat dilakukan pewarnaan gram. Tetapi cara ini tidak mampu menetapkan jenis
kuman secara lebih spesifik.
3.9 Penatalaksanaan
Eliminasi kuman penyebab merupakan pilihan utama dalam tata laksana
sepsis neonatorum, sedangkan di pihak lain penentuan kuman penyebab
membutuhkan waktu dan mempunyai kendala tersendiri. Hal ini merupakan
masalah dalam melaksanakan pengobatan optimal karena keterlambatan
pengobatan akan berakibat peningkatan komplikasi yang tidak diinginkan.
Sehubungan dengan hal tersebut, penggunaan antibiotik secara empiris dapat
dilakukan dengan memperhatikan pola kuman penyebab yang tersering ditemukan
di klinik tersebut. Antibiotik tersebut segera diganti apabila sensitifitas kuman
diketahui. Selain itu, beberapa terapi suportif (adjuvant) juga sudah mulai
dilakukan, walaupun beberapa dari terapi tersebut belum terbukti menguntungkan.
45
Kombinasi penisilin atau ampisilin ditambah aminoglikosida mempunyai
aktivitas antimikroba lebih luas dan umumnya efektif terhadap semua organisme
penyebab SAD. Kombinasi ini sangat dianjurkan karena akan meningkatkan
aktivitas antibakteri.
46
Terapi suportif (adjuvant)
Pada sepsis neonatorum berat mungkin terlihat disfungsi dua sistem organ
atau lebih yang disebut Disfungsi Multi Organ, seperti gangguan fungsi respirasi,
gangguan kardiovaskular dengan manifestasi syok septik, gangguan hematologik
seperti koagulasi intravaskular diseminata (KID), dan/atau supresi sistem imun.
Pada keadaan tersebut dibutuhkan terapi suportif seperti pemberian oksigen,
pemberian inotropik, dan pemberian komponen darah. Terapi suportif ini dalam
kepustakaan disebut terapi adjuvant dan beberapa terapi yang dilaporkan
dikepustakaan antara lain pemberian intravenous immunoglobulin (IVIG),
pemberian tranfusi dan komponen darah, granulocyte-macrophage colony
stimulating factor (GCSF dan GM-CSF), inhibitor reseptor IL-1, transfusi tukar
(TT) dan lain-lain.
Dukungan Nutrisi
Sepsis merupakan keadaan stress yang dapat mengakibatkan perubahan
metabolik tubuh. Pada sepsis terjadi hipermetabolisme, hiperglikemia, resistensi
insulin, lipolisis, dan katabolisme protein. Pada keadaan sepsis kebutuhan energi
meningkat, protein otot dipergunakan untuk meningkatkan sintesis protein fase
akut oleh hati. Beberapa asam amino yang biasanya non-esensial menjadi sangat
dibutuhkan, diantaranya glutamin, sistein, arginin dan taurin pada neonatus. Pada
keadaan sepsis, minimal 50% dari energy expenditure pada bayi sehat harus
dipenuhi; atau dengan kata lain minimal sekitar 60 kal/kg/hari harus diberikan
47
pada bayi sepsis. Kebutuhan protein sebesar 2,5-4 g/kg/hari, karbohidrat 8,5-10
g/kg/hari dan lemak 1g/kg/hari. Pemberian nutrisi pada bayi pada dasarnya dapat
dilakukan melalui dua jalur, yaitu parenteral dan enteral. Pada bayi sepsis,
dianjurkan untuk tidak memberikan nutrisi enteral pada 24-48 jam pertama.
Pemberian nutrisi enteral diberikan setelah bayi lebih stabil.
3.10 Prognosis
Dengan diagnosis dini dan terapi yang tepat, prognosis pasien baik, tetapi
bila tanda dan gejala awal serta faktor risiko sepsis neonatorum terlewat, akan
meningkatkan angka kematian. Pada meningitis terdapat sequele pada 15-30%
kasus neonatus. Rasio kematian pada sepsis neonatorum 2–4 kali lebih tinggi pada
bayi kurang bulan dan bayi cukup bulan. Rasio kematian pada sepsis awitan dini
adalah 15 – 40 % (pada infeksi SBG pada SAD adalah 2 – 30 %) dan pada sepsis
awitan lambat adalah 10 – 20 % (pada infeksi SGB pada SAL kira – kira 2 %). 6
BAB IV
ANALISIS KASUS
48
Seorang bayi perempuan berusia 2 hari dengan berat 3400 gram, panjang
46 cm, berkebangsaan indonesia, beragama islam, di rawat di Perinatologi RSUD
Raden Mattaher Jambi atas indikasi kpd, kwh, dan serotinus.
Tanggal 02 Juni 2015 pukul 11.05 WIB lahir bayi perempuan melalui
Secio Cesaria (SC) atas indikasi ibu ibu G 1P0A0, usia 18 tahun hamil aterm, ANC
(+) di bidan, riwayat demam (-), riwayat KPD (+), riwayat KWH (+), serotinus
(+), riwayat minum jamu saat hamil (-), trauma (-), kencing manis (-), darah tinggi
(-), minum obat selain resep dari dokter (-).
Bayi lahir secara SC, lahir segera menangis, ketuban warna hijau, kental,
jumlah agak banyak, berbau amis. Denyut jantung normal, usaha bernafas (+),
refleks (+), dan bayi berwarna kemerahan. Berat badan lahir 3400 gram, PB = 46
cm.
Pada bayi ini, faktor predisposisinya adalah ketuban pecah dini ±16 jam,
ketuban berwarna hijau. Faktor predisposisi penting untuk menentukan faktor
resiko pada bayi terjadi penyakit. Dengan faktor resiko pada bayi ini maka bayi
ini dirawat di perinatologi.
Pada pemeriksaan fisik umum bayi didapatkan Frek. Nadi: 140 x/menit,
reguler, isi dan tegangan cukup.Frek. Pernapasan: 48 x/ menit. Suhu : 36,3 0 C.
Pada pasien ini Bayi dengan berat lahir besar.
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Hemoglobin: 16,3 g/dl,
Hematokrit: 46,7%, Eritrosit: 4,67 juta/mm 3, Leukosit: 19.600/mm3, Trombosit:
260.000/ mm3, CRP: (-), GDS: 67mg/dl.
Penatalaksanaan sepsis pada umumnya mencakup eradikasi infeksi dengan
antibiotika selektif, terapi adjuvant untuk mendukung status organ neonatus,
terapi kortikosteroid bila terdapat insufisensi adrenal, dan terapi nutrisi yang
adekuat untuk mempertahankan kesehatan bayi.
BAB V
KESIMPULAN
49
Sepsis pada neonatus masih merupakan masalah yang belum dapat
dipecahkan yang karena bersifat multifaktorial, mulai dari faktor ibu, janin,
maupun dari pelayanan rumah sakit. Sepsis neonatorum juga merupakan masalah
yang sulit didiagnosa karena pada neonatus, respon sistem imun tubuhnya tidak
selalu menimbulkan gejala seperti sepsis pada anak yang lebih besar. Umumnya
penatalaksanaan yang diberikan bisa terlambat bila tenaga medis tidak
memberikan perhatian yang cukup pada pasien.
DAFTAR PUSTAKA
50
1. Behrman, Kliegman, Arvin. 2004. Nelson Textbook of Pediatrics, Ilmu
Kesehatan Anak, edisi ke 18. Sepsis dan Meningitis Neonatus. Jakarta :
EGC, hal 653-663.
2. John Mersch FAAP, MD, 2014. Neonatal Sepsis ( Sepsis Neonatorum ).
Page available at http://www.medicinenet.com/script/main/art.asp?
articlekey=98247
3. Surasmi A, Handayani S, Kusuma HN. 2003. Perawatan Bayi Risiko
Tinggi. Jakarta : EGC, hal 92
4. Rudolph AM, Hoffman JIE, Rudolph CD. 2006. Rudolph ’s Pediatrics,
Buku Ajar Pediatri Rudolph, edisi ke 20. Sepsis dan Meningitis Pada
Neonatus. Jakarta : EGC, hal 601-610.
5. Mary T. Caserta, MD. 2013. Neonatal Sepsis. Page available at
http://www.merckmanuals.com/professional/sec19/ch279/ch279m.html
6. Kosim Sholeh et al. 2010. Buku Ajar Neonatologi, edisi pertama, cetakan
kedua. Sepsis Pada Bayi Baru Lahir. Jakarta : Ikatan Dokter Anak
Indonesia, hal 170-187.
7. Ann L Anderson-Berry, MD. 2014. Page available at
http://emedicine.medscape.com/article/978352-overview
8. Claudio Chiesa et al. 2004. Diagnosis of Neonatal Sepsis : A Clinical and
Laboratory Challenge. Page available at
http://www.clinchem.org/cgi/content/full/50/2/279
9. Carl Kuschel. 2007. Antibiotics for Neonatal Sepsis. Page available at
http://www.adhb.govt.nz/AntibioticsForNeonatalSepsis.htm
51