Anda di halaman 1dari 13

ARTIKEL

Kebijakan Pemupukan Berimbang untuk Meningkatkan


Ketersediaan Pangan Nasional
Balanced Fertilization Policy to Improve Availability of National Food
A. Husni Y. Rosadi
Pusat Pengkajian Kebijakan Difusi Teknologi
Gedung Pusat Inovasi dan Bisnis Teknologi Lt.2, Kawasan Puspiptek, Tangerang Selatan
Email : husni_yasin@yahoo.com

Diterima : 20 Januari 2015 Revisi :16 Maret 2015 Disetujui : 26 Maret 2015

ABSTRAK
Pupuk anorganik, pupuk organik dan pupuk hayati telah digunakan secara luas oleh masyarakat.
Penggunaan pupuk-pupuk tersebut umumnya dilakukan petani secara terpisah. Padahal, ketiga jenis
pupuk tersebut dapat saling melengkapi satu dengan lainnya. BPPT telah mengembangkan pupuk,
yang merupakan perpaduan antara pupuk anorganik, pupuk organik dan pupuk hayati menjadi satu
kesatuan dalam bentuk granul. Pupuk tersebut dinamakan pupuk majemuk SRF plus. Pupuk majemuk
SRF plus mampu menyediakan unsur hara yang diperlukan tanaman (sebagai fungsi pupuk anorganik)
sekaligus memperbaiki struktur dan kesuburan tanah (sebagai fungsi pupuk organik dan pupuk hayati).
Makalah ini memaparkan tentang produktivitas penggunaan pupuk SRF plus dan dukungan kebijakannya.
Metode yang digunakan dalam makalah ini adalah analisis produktivitas dan analisis kebijakan, dengan
menggunakan data hasil percobaan serta data hasil peninjauan lapangan. Hasil analisis menunjukkan
bahwa penggunaan pupuk SRF plus mampu meningkatkan produktivitas pertanian lebih tinggi (di atas 50
persen) dibandingkan pupuk konvensional, dengan output (hasil panen) yang lebih tinggi dan input (jumlah
pupuk, jumlah benih dan biaya pemupukan) yang lebih rendah. Pupuk ini memiliki potensi besar untuk
mempercepat peningkatan ketersediaan pangan nasional. Untuk membuat pupuk SRF plus ini dapat
diproduksi secara lebih luas, maka perlu dukungan kebijakan. Kebijakan yang diusulkan adalah kebijakan
produksi dan kebijakan penyediaan bahan baku.
kata kunci : pemupukan berimbang, pupuk SRF plus, produktivitas, ketersediaan pangan

ABSTRACT

Inorganic fertilizers, organic fertilizers and bio-fertilizers have been used extensively by the
community. The use of these fertilizers is generally done separately by farmers. In fact, these fertilizers
can complement each other. BPPT has developed a fertilizer that is a blend of inorganic fertilizers,
organic fertilizers and bio-fertilizers into a granule form. This fertilizer is called a balanced fertilizer or
SRF compound plus fertilizer. SRF compound plus fertilizer is able to provide plants with the necessary
nutrients (as a function of inorganic fertilizer) while improving soil structure and fertility (as a function of
organic fertilizers and bio-fertilizers). This paper describes the productivity of SRF plus fertilizers on and
the policies support. The method is the productivity analysis and policy analysis, using experimental data
and data from field observation. The results show that the use of SRF plus fertilizers is able to increase
agricultural productivity (above 50 percent higher) compared to conventional fertilizers, with higher output
(yield) and lower inputs (fertilizer amount, the amount of seed and fertilizer costs). This fertilizer has great
potential to accelerate the improvement of the national food supply. To make SRF plus fertilizer be produced
more broadly, it necessary needs support policies. The proposed policies are policy of production and
policy of raw materials supply.
keywords: balanced fertilizer, SRF fertilizer, productivity, food security

I. PENDAHULUAN perkebunan, tambang dan lainnya untuk ke-


butuhan konsumsi langsung dan industri
Indonesia adalah negara yang memiliki
tersedia dalam jumlah yang besar. Meskipun
sumber alam yang berlimpah. Berbagai
demikian, laju kemampuan penyediaan bahan
jenis bahan baku hasil pertanian, perikanan,

Kebijakan Pemupukan Berimbang untuk Meningkatkan Ketersediaan Pangan Nasional 1


A. Husni Y. Rosadi
baku tidak sebanding dengan peningkatan laju yang paling efektif dilakukan dengan pemberian
konsumsi. Dengan jumlah penduduk yang besar pupuk. Pupuk diperlukan untuk memenuhi
(sebanyak 237,6 juta jiwa sesuai hasil Sensus kebutuhan unsur hara tanaman, yang pada
Penduduk 2010, BPS, 2010) dan pertumbuhan kondisi tertentu tidak disediakan oleh tanah dalam
penduduk di atas 1,4 persen (BPS, 2014), maka jumlah yang memadai. Pupuk adalah bahan
kebutuhan konsumsi penduduk Indonesia untuk kimia atau organisme yang berperan dalam
berbagai kebutuhan pokok juga terus mengalami penyediaan unsur hara bagi keperluan tanaman
peningkatan. Konsumsi beras misalnya, dengan secara langsung atau tidak langsung (UU No.
rata-rata konsumsi beras 102 kg/orang/tahun, 12/1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman).
maka setiap tahun Indonesia membutuhkan Pupuk merupakan substansi pendukung yang
tidak kurang dari 32,6 juta ton beras. Konsumsi memungkinkan tanaman memperoleh unsur
beras tersebut jauh melampau konsumsi beras hara yang dibutuhkan dalam pertumbuhannya.
perkapita pertahun penduduk Jepang yang Dengan penggunaan pupuk, maka produktivitas
hanya 50 kg, Malaysia 80 kg, Thailand 70 kg dan lahan pertanian dalam menghasilkan komoditas
konsumsi dunia sebesar 60 kg (www.neraca. pertanian akan meningkat secara signifikan.
co.id/article/26605/Konsumsi-Beras-Nasional- Pupuk dengan unsur hara yang dibutuhkan
Tertinggi-SeAsia). tanaman ditambah dengan input kimia lain,
Kebutuhan konsumsi penduduk yang perbaikan irigasi, perbaikan varietas tanaman
semakin meningkat, tentu saja membutuhkan dan kebijakan pertanian yang tepat telah
peningkatan pasokan produksi. Untuk pangan mendorong terjadinya revolusi pertanian di
seperti beras, maka peningkatan produksi ber- berbagai negara (Alarcon, dkk., 2011; Hazell,
kaitan dengan peningkatan areal pertanian 2009; Allen, 2004; Andersen dan Hazell, 1985).
dan atau peningkatan produktivitas lahan per- Penggunaan pupuk kimia (anorganik) telah
tanian. Penambahan areal lahan dengan irigasi menjadi pendorong utama produktivitas lahan
yang memadai membutuhkan biaya yang besar pertanian meningkat dengan pesat. Peran pupuk
yang besar dalam meningkatkan hasil pertanian
dan waktu yang lama. Sementara peningkatan
sudah banyak dibuktikan dan dirasakan para
produktivitas lahan, membutuhkan peningkatan
penggunanya. Hasil penelitian di Amerika
manajemen pengelolaan dan pengolahan
Serikat untuk 362 musim tanam dan sedikitnya
lahan, pemanfaatan teknologi pengolahan
30 persen areal lahan pertanian (terlihat pada
lahan, peningkatan kesuburan tanaman dan
Tabel 1), menunjukkan bahwa berbagai jenis
penanganan hama tanaman. tanaman, seperti jagung, kapas, padi, barley
Peningkatan produktivitas lahan, ditopang (jelai atau gandum), sorgum, dan gandum
oleh peningkatan produksi dan kesuburan produksinya menurun antara 16 persen sampai
tanaman. Meningkatkan kesuburan tanaman 41 persen ketika tanaman tersebut tidak diberi

Tabel 1. Dampak Pengurangan N pada Berbagai Tanaman di Amerika Serikat

Keterangan: Baseline berdasarkan Laporan USDA-ERP tahun 1987


Sumber: Stewart, dkk., 2005

2 PANGAN, Vol. 24 No. 1 Maret 2015 : 1-14


tambahan urea atau N (Stewart, dkk., 2005 dan dan pupuk hayati. Pupuk anorganik adalah
Roberts, 2009). pupuk hasil proses rekayasa secara kimia, fisik
dan atau biologis, dan merupakan hasil industri
Tabel 1 menunjukkan bahwa produksi
atau pabrik pembuat pupuk (PP No. 8/2001
tanaman akan menurun, apabila tidak diberikan
tentang Pupuk Budidaya Tanaman). Pupuk
pupuk dalam masa pertumbuhannya. Pupuk
anorganik membantu tanah menyediakan unsur N
memiliki peran yang besar dalam meningkatkan
(Nitrogen), K (Kalium), P (Phosfor), Mn (Mangan),
produktivitas tanaman. Peningkatan hasil
S (Sulphur) dan mineral lainnya yang diperlukan
pertanian (grain yield) untuk berbagai komoditas
tanaman dan kurang tersedia di tanah. Pupuk
tanaman dengan menggunakan pupuk juga
anorganik secara umum dapat dibagi dalam :
terjadi di berbagai negara lain seperti di Inggris
(i) pupuk tunggal, yang mengandung salah satu
(Yara, 2012), Tiongkok (Wang, dkk., 2013; He,
unsur N, P atau K, seperti urea (mengandung
dkk., 2012, Wang, dkk., 2012), India (Kumar
N), TSP, SP-36, KCl; dan (ii) pupuk majemuk,
dan Kanth, 2013; Mohapatra dan Panda, 2011),
yang terdiri dari campuran beberapa unsur
Indonesia (Kuspriyanto, 2008; Kasniari dan
seperti NP, NK, dan NPK.
Supadma, 2007; Pirngadi, dkk., 2007; Meiliza,
2006), dan berbagai negara lainnya (Mujeri, Untuk efisiensi penggunaan pupuk anor-
dkk., 2012; Edgerton, 2009; FAO, 1981). ganik dikembangkan teknologi SRF (Slow
Release Fertilizers). SRF merupakan teknologi
Di Indonesia, pemberian pupuk yang
yang memungkinkan unsur hara (N, P, K)
sesuai dengan kebutuhan tanaman, telah
yang terkandung dalam pupuk dapat dilepas
mendorong peningkatan produksi pertanian dan
(diproses) secara perlahan, dalam jangka
berdampak langsung terhadap ketersediaan
waktu yang lama. Amonia atau naerob (NH3)
pangan (BPT, 2005; Hartatik dan Seyorini, 2013;
hasil proses pupuk urea atau NPK dalam tanah
Kasniari dan Supadma, 2007; Kuspriyanto,
merupakan unsur penting bagi tanaman (untuk
2008; Moelyohadi, dkk., 2012; Nurdin, dkk.,
proses fotosintesis). Amonia dengan bantuan
2009; Paulus, 2013; Pirngadi, dkk., 2007;
bakteri (seperti Nitorsomonas) dalam tanah
Yunizar, 2013). Hasil penelitian yang dilakukan
diubah menjadi ion nitrit yang akan diserap akar.
Pirngadi, dkk., (2007), menunjukkan bahwa
Bakteri lain (seperti Nitrobacter) akan mengubah
pemberian urea (pupuk N) sebanyak 90 kg/ha
ion nitrit menjadi ion nitrat (NO3-). Karena jumlah
misalnya, dapat meningkatkan produksi rata-
tanaman dan akar yang terbatas, maka tidak
rata gabah kering beberapa varietas padi gogo
seluruh ion nitrit akan diserap akar. Nitrat dan
di Kuningan sebesar 83,3 persen, dibandingkan
amonia yang tidak dimanfaatkan tanaman akan
tidak diberi N sama sekali (terlihat pada Tabel
masuk ke dalam air tanah, atau bercampur
2). Hal tersebut menunjukkan bahwa pupuk
dengan air permukaan dan dialirkan ke saluran
anorganik dan pemupukan yang tepat akan
air dan sungai (Setio, 2014; Ruark, 2012; Triyono,
mendorong peningkatan produksi pangan.
dkk., 2013). Pupuk SRF dilapisi dengan lapisan
Secara umum pupuk terbagi dalam tiga khusus seperti zeolit, resin, sulfur, polymer,
kelompok, yaitu pupuk anorganik, pupuk organik formaldehida, potasium, asam akrilik dan lainnya

Table 2. Hasil Gabah Kering Menggunakan Pupuk N pada beberapa Varietas Padi Gogo di Kuningan

Sumber: Pirngadi, dkk., 2007

Kebijakan Pemupukan Berimbang untuk Meningkatkan Ketersediaan Pangan Nasional 3


A. Husni Y. Rosadi
yang melindungi dan memungkinkan amonia Pupuk majemuk SRF plus merupakan
tidak langsung seluruhnya diubah (BPPT, 2010; bagian dalam kegiatan pemupukan berimbang.
Landis dan Dumroese, 2009; Suherman dan Kementerian Pertanian sebagai lembaga yang
Anggoro, 2011; Rose, 2001). bertanggung jawab terhadap kebijakan pupuk,
mendefiniskan pemupukan berimbang sebagai
Pupuk organik berfungsi memperbaiki sifat
pemberian pupuk bagi tanaman sesuai dengan
fisik dan struktur tanah, melalui pembentukan
status hara tanah dan kebutuhan tanaman
agregat yang lebih stabil, aerasi dan drainase
untuk mencapai produktivitas yang optimal dan
tanah yang baik. Pupuk organik adalah pupuk berkelanjutan (Peraturan Menteri Pertanian
yang berasal dari tumbuhan mati, kotoran No: 40/Permentan/OT.140/4/2007, No 130/
hewan dan/atau bagian hewan dan/atau limbah Permentan/SR.130/11/2014 dan Keputusan
organik lainnya yang telah melalui proses Menteri Pertanian No. 01/Kpts/SR.130/1/2006).
rekayasa, berbentuk padat atau cair, dapat Terminologi tersebut lebih menekankan kepada
diperkaya dengan bahan mineral dan/atau metode pemupukan, bukan kepada jenis
mikroba, yang bermanfaat untuk meningkatkan pupuknya. Sementara pupuk majemuk SRF
kandungan hara dan bahan organik tanah serta plus adalah jenis pupuk, yang setara dengan
memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah pupuk anorganik dan pupuk organik serta pupuk
(Permentan No. 70/2011, BPT, 2005). Pupuk hayati. Dengan fungsi menyediakan unsur N, P,
organik berguna untuk memperkaya hara, bahan K dan mineral lain serta memperbaiki struktur
organik tanah, dan memperbaiki sifat fisik, kimia tanah dan memperbaiki kesuburan tanah, maka
dan biologi tanah, terutama kandungan unsur pupuk majemuk SRF plus merupakan pupuk
organik (Bouajila dan Sanaa, 2011; Clark, dkk., yang lengkap untuk memenuhi kebutuhan
1998). tanaman. Meskipun demikian, karena konsep
Sementara itu, pupuk hayati berperan pupuk majemuk SRF plus dan metode dalam
dalam pembangkit kehidupan tanah dan mencampurkan (blending) pupuk anorganik
dengan pupuk organik-hayati masih relatif baru
memperbaiki kesuburan tanah sebagai media
dan terbatas, maka kebijakan pupuk majemuk
dalam memberi makan tanaman. Pupuk hayati
SRF plus relatif juga belum dikembangkan.
adalah produk biologi aktif terdiri atas mikroba
yang dapat meningkatkan efisiensi pemupukan, Komposisi pupuk majemuk SRF plus adalah
kesuburan, dan kesehatan tanah. Pupuk hayati pupuk anorganik SRF dicampur dengan pupuk
berupa inokulan berbahan aktif organisme hidup organik dan pupuk hayati. Pupuk anorganik
yang berfungsi untuk menambat hara tertentu SRF dapat berupa pupuk tunggal urea (N)
atau memfasilitasi tersedianya hara dalam maupun majemuk (NPK) yang diformulasikan
tanah bagi tanaman (Permentan No. 70/2011, dalam bentuk granul dengan menggunakan
Moelyohadi, dkk, 2012). Pupuk hayati berguna zeolit alam sebagai matrik dan bersifat mudah
untuk meningkatkan efisiensi pemupukan, didegradasi secara alami (biodegradable).
kesuburan, dan kesehatan tanah (Son, dkk., Pupuk SRF ini kemudian dicampur dengan
2001; Javaid, 2010; Bhardwaj, dkk., 2014; pupuk organik dan pupuk hayati menjadi granul
Sulfab, 2013). untuk menjadi pupuk majemuk SRF plus.
Untuk menambah kebutuhan tanaman akan
Selain ketiga kelompok pupuk tersebut, unsur hara sekunder (mineral), maka dalam
dikembangkan juga perpaduan antara pupuk pupuk SRF ini juga ditambahkan fosfat, dolomit
anorganik, pupuk organik dan pupuk hayati yang dan zeolite yang di dalamnya mengandung
dinamakan pupuk majemuk SRF plus. Perannya unsur Ca, Mg, S, Zn, B, Cu, Co, Mn, dan
adalah memberi pupuk yang seimbang bagi Mo. Pupuk organik yang digunakan sebagai
tanaman, sehingga kebutuhan hara terpenuhi campuran adalah pupuk yang berbasis organik,
(yang disediakan pupuk anorganik) dan tanah diperkaya dengan unsur kimiawi agar mencapai
dijaga kesuburannya (dilakukan oleh pupuk kandungan unsur N, P dan K yang optimal
organik dan pupuk hayati). Analisis mengenai (sesuai standar) dan diperkaya dengan agensia
pupuk majemuk SRF plus inilah yang digunakan biologi (bakteri, aktinomycetes, jamur) yang
dalam makalah ini. membantu meningkatkan efisiensi penggunaan

4 PANGAN, Vol. 24 No. 1 Maret 2015 : 1-14


pupuk oleh tanaman dengan inovasi teknologi produktivitas juga dapat menjadi indikator
produksi organik BCOF (Bio Chemical Organik perubahan teknologi, penghematan biaya,
Fertilizer). Sementara itu, pupuk hayati atau benchmark proses produksi dan standar hidup
biofertilizer diformulasikan menggunakan bahan (OECD, 2001). Produktivitas sebagai kunci
aktif mikroba. Mikroba di dalam pupuk mampu utama dalam pertumbuhan ekonomi dan daya
meningkatkan efisiensi penyerapan, melarutkan saing, dan sebagai informasi statistik dasar
dan menambatkan unsur-unsur hara (N,P,K) dalam mengkaji kinerja suatu entitas (termasuk
yang terkandung di dalam tanah. negara) dan perbandingan diantara entitas
tersebut (OECD, 2013).
Permasalahan yang dihadapi adalah
apakah penggunaan pupuk majemuk SRF Secara sederhana, produktivitas dinyata-
PLUS ini mampu menghasilkan produksi kan sebagai perbandingan output terhadap
tanaman pangan yang lebih tinggi dengan input.
biaya yang lebih rendah dibandingkan dengan
pupuk konvensional. Dan bagaimana upaya dan
kebijakan yang mendorong supaya produksi Output yang diukur dalam makalah ini
pupuk ini dapat dibuat dalam skala yang lebih adalah hasil panen. Sementara, input yang
luas. digunakan adalah jumlah pupuk, jumlah
benih dan biaya tenaga kerja. Produktivitas
II. METODOLOGI digunakan untuk membandingkan antara entitas
Percobaan pemupukan, perlakukan dan penggunaan pupuk majemuk SRF plus dengan
jenis pupuk yang digunakan berupa pengujian entitas penggunaan pupuk konvensional. Nilai
pemanfaatan pupuk majemuk SRF plus pada produktivitas dapat digunakan sebagai rujukan
komoditas pangan (padi dan jagung) serta dalam penyusunan kebijakan untuk mendukung
pengamatan terhadap hasilnya dilakukan oleh pengembangan pupuk majemuk SRF plus.
Tim Pupuk BPPT bekerjasama dengan Dinas III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pertanian serta kelompok tani. Penelitian ini tidak
3.1. Hasil Tanaman Pupuk Majemuk SRF
melakukan langsung percobaan tersebut, tetapi
Plus dan Peningkatan Hasil Pangan
hanya menggunakan data yang telah dihasilkan
Tim Pupuk BPPT. Data yang digunakan adalah Pupuk majemuk SRF plus yang difor-
hasil pengujian (demplot) pupuk majemuk SRF mulasikan oleh Tim Pupuk BPPT adalah pupuk
plus untuk komoditas tanaman pangan di dua anorganik SRF yang dicampur dengan pupuk
tempat berbeda, yaitu di Kabupaten Badung organik dan pupuk hayati dalam bentuk granul,
- Bali dan Kabupaten Bantaeng - Sulawesi dan masih dalam tahap uji coba. Formulasi
Selatan. Selain data tersebut, juga diperoleh pupuk SRF serta organik dan hayati masih terus
data primer melalui kunjungan ke lokasi uji diujicoba secara sendiri maupun digabungkan
lapangan. Data primer berupa pengamatan (blending) dalam satu granul. Dari berbagai
terhadap hasil demplot dan wawancara dengan hasil percobaan, pupuk SRF plus memberikan
pelaku uji lapangan. hasil yang relatif lebih baik dibandingkan pupuk
konvensional. Sampai saat ini, ujicoba pupuk
Data kemudian ditabulasi dan dianalisis, majemuk SRF plus masih difokuskan pada
sebagai dasar perhitungan dalam mengukur ujicoba penggunaan pupuk SRF dan pupuk
produktivitas. Produktivitas adalah alat untuk SRF + hayati (mikoriza). Penggunaan pupuk
mengukur seberapa efisien penggunaan majemuk SRF plus, yang diujicobakan di dua
input dalam menghasilkan output. Semakin tempat (Kabupaten Badung – Bali dan Kabupaten
sedikit jumlah input yang dikeluarkan untuk Bantaeng – Sulawesi Selatan) menunjukkan
menghasilkan output yang sama, atau dengan hasil yang lebih baik. Bila dibandingkan
input yang sama akan dihasilkan output dengan tanaman yang menggunakan pupuk
yang lebih banyak, maka semakin efisien konvensional, penggunaan pupuk SRF plus
penggunaan input tersebut. Apalagi, dengan dapat mengurangi biaya produksi tanam
input yang lebih sedikit dan menghasilkan (terutama biaya pupuk dan biaya pemupukan),
output yang lebih banyak, maka semakin tinggi serta meningkatkan hasil (yield) produksi
nilai produtivitasnya. Selain mengukur efisiensi, tanaman.

Kebijakan Pemupukan Berimbang untuk Meningkatkan Ketersediaan Pangan Nasional 5


A. Husni Y. Rosadi
Tabel 3. Perbandingan Penggunaan Pupuk SRF (plus) dan Pupuk Rekomendasi lain pada
Tanaman Padi di Badung-Bali dan Bantaeng-Sulawesi Selatan

Sumber: BPPT, 2012, BPPT, 2010


Keterangan : Parameter lain seperti karakteristik tanah, jenis tanaman, cara tanam, irigasi, penanganan hama
dan penyakit, jumlah benih, biaya tenaga kerja (penanaman, perawatan dan pemanenan), serta
biaya lain (sewa lahan, biaya bibit, pestisida dan lainnya) yang sama untuk pupuk SRF dan
pembanding, tidak ditampilkan dalam Tabel.

Di Badung, Bali (Kecamatan Mengwi), uji Pioneer, yaitu 450 kg urea, 100 kg SP36 dan 100
coba penggunaan pupuk SRF untuk tanaman kg KCl untuk setiap hektar. Hasil panen berupa
padi dilakukan pada lahan sekitar satu hektar di jagung pipilan kering. Panen (yield) dengan
dua tempat (Subak Munggu dan Subak Kapal). menggunakan SRF+mikoriza menghasilkan
Ujicoba pupuk konvensional pembandingnya jagung sebanyak 9,6 ton/ha. Hasil ini relatif
dilakukan di areal dan luas yang sama. Meskipun lebih tinggi bila dibandingkan dengan hasil
areal lahan relatif kecil, tetapi dapat dijadikan panen dengan pemupukan menggunakan
gambaran dampak penggunaan pupuk SRF. rekomendasi Pioneer yang mencapai 7,9 ton/
Tanaman yang digunakan adalah padi varietas ha (BPPT, 2010). Perbandingan terlihat pada
Impari 13. Pupuk SRF diberikan hanya satu Tabel 3.
kali, pada saat awal tanam. Hasilnya berupa Berdasarkan data hasil di atas, maka
gabah kering panen (GKP) sebanyak 9,7 ton/ pengukuran produktivitas penggunaan pupuk
ha. Sebagai pembanding, pupuk konvensional SRF majemuk plus dan pupuk konvensional
memerlukan dua kali pemupukan, dan hasilnya dilakukan. Hasil panen padi di Badung dengan
relatif lebih sedikit, yaitu 8,4 ton/ha. pupuk majemuk SRF plus sebesar 9,7 ton/ha
Kondisi yang sama diperoleh dari hasil padi dengan jumlah pupuk sebanyak 325 kg/
ujicoba penggunaan pupuk SRF plus untuk ha pupuk memiliki produktivitas sebesar 29,85
tanaman jagung di Kabupaten Bantaeng, (9,7 ton/325 kg) dibandingkan dengan pupuk
Propinsi Sulawesi Selatan. Pengujian dilakukan lain (konvensional) produktivitasnya sebesar
di dua lokasi, yaitu di Desa Dampang, Kecamat- 19,76 (8,4 ton padi/ 425 kg pupuk). Produktivitas
an Gantarangkek dan di Desa Bonto Langkasa, (hasil padi terhadap jumlah benih) untuk pupuk
Kecamatan Bissappu. Pupuk SRF yang majemuk SRF plus dan pupuk konvensional
digunakan adalah SRF NPK 26-2-10 ditambah masing-masing sebesar 388,00 dan 336,00.
mikoriza (hayati) yang dicampurkan. Pupuk Sementara produktivitas (hasil padi terhadap
SRF+mikoriza yang digunakan sebanyak 600 biaya tenaga kerja) masing-masing sebesar
kg/ha. Sementara pupuk konvensional sebagai 161,67 dan 70,00 (dalam kg/ ribu rupiah).
pembandingnya adalah rekomendasi pupuk

6 PANGAN, Vol. 24 No. 1 Maret 2015 : 1-14


Table 4. Perbandingan Produktivitas Pupuk SRF Plus dan Pupuk Konvensional

Sumber : hasil perhitungan

Penggunaan pupuk majemuk SRF plus (output) yang lebih banyak. Jika penggunaan
(SRF+mikoriza) tanaman jagung di Bantaeng pupuk SRF plus ini dilakukan secara luas, maka
memiliki produktivitas sebesar 16,00, dan produk- akan membuat petani menjadi mandiri dan
tivitas pupuk yang direkomendasikan (pupuk kesejahteraan mereka juga meningkat (Tabel 4).
lain) sebesar 12,15. Produktivitas biaya tenaga
Peningkatan produktivitas penggunaan
kerja untuk pupuk SRF majemuk plus sebesar
pupuk majemuk SRF plus terhadap pupuk
53,33 dan produktivitas pupuk konvesional
konvensional terlihat pada Gambar 1. Jika
sebesar 13,17 (masing-masing dengan satuan
produktivitas penggunaan pupuk konvensional
kg untuk setiap ribu rupiah upah).
dinyatakan sebagai dasar (nilai 100), maka
Dengan memperhatikan nilai produktivitas penggunaan pupuk majemuk SRF plus mampu
di atas, terbukti bahwa penggunaan pupuk meningkatkan produktivitas lebih dari 50
majemuk SRF plus (SRF dan SRF+mikoriza) persen, baik untuk produktivitas jumlah pupuk
memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan maupun untuk biaya tenaga kerja. Bahkan
pupuk konvensional yang direkomendasikan. untuk biaya tenaga kerja bisa lebih dari 200
Penggunaan pupuk SRF dan majemuk SRF persen. Pupuk majemuk SRF plus mampu
plus (sebagai input) mampu mengefisienkan meningkatkan efisiensi penggunaan input,
penggunaan pupuk, penggunaan benih dan dengan memanfaatkan perubahan teknologi
biaya tenaga kerja pemupukan, serta mampu (SRF dan hayati). Pada sisi lain juga mampu
meningkatkan output (hasil padi dan jagung). meningkatkan hasil yang diperoleh, yang sangat
Kemampuan tersebut akan berdampak terhadap penting untuk mendukung ketersediaan pangan
pendapatan petani, karena mereka dapat meng- secara nasional.
urangi biaya input, serta memperoleh hasil

Gambar 1. Peningkatan produktivitas pupuk SRF plus terhadap pupuk konvensional

Kebijakan Pemupukan Berimbang untuk Meningkatkan Ketersediaan Pangan Nasional 7


A. Husni Y. Rosadi
3.2. Kebijakan Pengembangan Pemupukan dengan jumlah dan komposisi yang disesuaikan
Majemuk SRF plus dengan kebutuhan tanaman yang ada di daerah
bersangkutan. Pasokan bahan baku berasal dari
Supaya pupuk majemuk SRF plus ini dapat
pabrik pupuk BUMN. Sementara itu, produksi
menjadi bagian dalam peningkatan produksi
dan pemasaran/ distribusi dilakukan melalui
pertanian, maka perlu didukung oleh kebijakan
pengawasan dan kerjasama dengan pabrik
yang tepat. Kebijakan tersebut dimulai dari
pupuk BUMN dan distributor yang ada. Investasi
kebijakan hulu, yaitu penyediaan bahan baku
pembangunan pabrik dan produksi pembuatan
dan proses produksinya, serta kebijakan di
pupuk berasal dari modal pemerintah daerah
hilir, yaitu pemasaran, tata niaga, distribusi dan
dan pabrik pupuk BUMN.
penggunaan di tingkat petani. Makalah ini hanya
mengulas bagaimana kebijakan di hulu, yang Ketiga, perusahaan swasta nasional,
terkait dengan kegiatan produksi dan penyiapan baik perusahaan swasta yang telah memiliki
bahan baku. pengalaman memproduksi pupuk, maupun
3.2.1. Kebijakan dalam Kegiatan Produksi perusahaan baru yang didirikan khusus untuk
memproduksi pupuk majemuk SRF plus. Modal
Berdasarkan hasil peninjauan lapangan berupa investasi dan produksi pupuk majemuk
dan masukan dari para stakeholder (petani, SRF plus disediakan oleh pihak swasta.
penjual pupuk dan petugas dinas pertanian Lembaga riset seperti BPPT dapat berperan
dan perindustrian daerah), untuk mendukung dalam melakukan technical assistance dari mulai
pemupukan majemuk SRF plus, maka pupuk perencanaan dan design (basic dan detail),
tersebut perlu diproduksi secara komersial, engineering, commissioning, layout pabrik,
dalam jumlah yang banyak dan menjadi instalasi, sampai uji coba produksi berdasarkan
bagian dalam pengembangan pupuk nasional. kepada blue print yang telah disepakati.
Oleh karena itu, maka proses produksi pupuk
majemuk SRF plus dapat dilakukan oleh : Kebijakan yang perlu dilakukan adalah
kebijakan yang mampu mendorong kegiatan
Pertama, produsen pupuk yang telah ada, produksi. Opsi kedua, yaitu kebijakan mem-
terutama produsen pupuk BUMN. Di pabrik produksi pupuk SRF plus melalui perusahaan
pupuk, instalasi pembuatan pupuk majemuk yang didirikan pemerintah daerah dengan
SRF plus dapat merupakan bagian dari lini produsen pupuk BUMN, diperuntukan terutama
produksi yang telah ada atau membangun untuk daerah-daerah penghasil produk pertani-
lini produksi baru yang khusus diperuntukan an dan perkebunan. Selain juga untuk daerah-
untuk memproduksi pupuk majemuk SRF daerah yang jauh dari pabrik pupuk, yang biaya
plus. Lembaga riset seperti BPPT misalnya, distribusinya mahal, seperti daerah-daerah di
dapat berperan dalam melakukan technical Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara atau Papua.
assistance dari mulai perencanaan dan design Kebijakan ini sangat tergantung kemauan
(basic dan detail), engineering, commissioning, pemerintah daerah dan kelayakan menurut
layout pabrik, instalasi, sampai uji coba pabrik pupuk.
produksi berdasarkan kepada blue print yang
telah disepakati. BUMN yang memiliki potensi Opsi ketiga, berupa kebijakan memproduksi
untuk memproduksi pupuk majemuk SRF plus pupuk SRF plus oleh perusahaan pupuk swasta
adalah PT. Pupuk Kudjang, PT. Petrokimia nasional relatif cukup sulit. Selain membutuhkan
Gresik dan PT. Pupuk Kaltim. PT. Pupuk Kaltim investasi yang besar, perusahaan tersebut juga
bekerjasama dengan BPPT telah memproduksi harus menyiapkan bahan baku yang memadai.
pupuk SRF plus dalam jumlah terbatas. PT Kebijakan yang relatif mudah adalah opsi
Pupuk Sriwijaya yang hanya memproduksi urea pertama, yaitu kebijakan untuk memproduksi
dapat menyiapkan urea SRF. pupuk majemuk SRF plus melalui pabrik pupuk
Kedua, perusahaan daerah yang didirikan BUMN yang ada, karena secara teknis relatif
atas kerjasama Pemerintah Daerah dengan tidak terlalu sulit. Instrumen kebijakan yang
pabrik pupuk BUMN. Perusahaan ini hanya dapat digunakan diantaranya adalah keharusan
memproduksi pupuk majemuk SRF plus pabrik pupuk BUMN untuk memproduksi
pupuk SRF plus. Pasar untuk pupuk SRF plus

8 PANGAN, Vol. 24 No. 1 Maret 2015 : 1-14


yang diperbesar dengan melakukan berbagai memenuhi kebutuhan gas tersebut diantaranya
kampanye, dapat menarik BUMN pupuk untuk adalah:
memproduksinya.
Pertama, Kebijakan penyediaan bahan
3.2.2. Kebijakan dalam Pasokan Bahan baku gas untuk pupuk antara lain adalah
Baku Instruksi Presiden No. 2 tahun 2010 tentang
Salah satu hal penting dan cukup berat Revitalisasi Industri Pupuk, yaitu butir keempat,
dalam pengembangan pupuk majemuk SRF yang menginstruksikan kepada Menteri Energi
plus adalah penyediaan bahan baku. Pupuk dan Sumberdaya Mineral (ESDM) untuk: (i)
majemuk SRF plus yang merupakan campuran memprioritaskan alokasi pemenuhan kebutuhan
pupuk NPK SRF, mineral, ditambah dengan gas bumi untuk bahan dan energi industri
pupuk organik dan hayati, membutuhkan bahan pupuk; dan (ii) menetapkan harga gas bumi
baku yang beragam, sesuai kebutuhan masing- yang dialokasikan dari produksi dalam negeri
masing jenis pupuk tersebut. untuk keperluan industri pupuk didasarkan
pada hasil kesepakatan instansi terkait yang
3.2.2.1. Kebijakan Pasokan Bahan Baku dikoordinasikan oleh Menteri Koordinator
Pupuk Anorganik Bidang Perekonomian.
Bahan baku pupuk anorganik SRF adalah Kedua, Kebijakan jaminan pasokan gas
bahan baku untuk pembuatan NPK yang berupa dalam jangka panjang, sebagaimana Surat
penyediaan bahan nitrogen (N), fosfor (P) dan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral No.S-
kalium (K) ditambah dengan matriks sebagai 81/MBU/2010 tentang jaminan pasokan gas
pelapis (zeolit, resin, sulfur, potasium, asam bagi pabrik-pabrik pupuk dalam jangka panjang
akrilik dan lainnya). Nitrogen bersumber dari gas (20 tahun).
alam dan relatif banyak tersedia di Indonesia,
dan menjadi bahan baku utama urea. Fosfor (P) Ketiga, Kebijakan mengenai alokasi
dan kalium (K) tersedia dalam jumlah terbatas, gas untuk pabrik pupuk, seperti Keputusan
dan sampai saat ini hampir seluruh kebutuhan Menteri ESDM No. 3288/K/15/MEM/2010
P dan K diperoleh melalui impor dari negara lain tentang Alokasi Gas Bumi untuk Proyek Pabrik
seperti Yordania dan Kanada, dan Eropa. Pupuk Kalimantan Timur 5 (PKT 5), Proyek
Pabrik Pupuk di Donggi Senoro dan Proyek
a. Kebijakan Penyediaan Nitrogen (N) Pabrik Pupuk di Tangguh, yang pada butir
Permasalahan dalam penyediaan N kelima memuat tentang harga gas bumi untuk
bagi industri pupuk adalah jaminan pasokan proyek pabrik pupuk tersebut ditetapkan oleh
dan kesepakatan harga pembelian gas alam Menteri ESDM dengan mempertimbangkan
dari perusahaan penghasil gas alam seperti keekonomian pengembangan lapangan dan
Pertamina, Medco E&P Indonesia, EMP praktek kelaziman bisnis.
Kangean, Total, Chevron, Vico, Inpex, Kodeco Kebijakan-kebijakan pengalokasian gas
Energy, EMOI, dan lainnya. Berdasarkan data untuk pabrik pupuk tersebut menjadi dasar
Forum Industri Pengguna Gas Bumi, kebutuhan dalam menjamin ketersediaan bahan N bagi
gas industri pupuk sekitar 807,20 MMSCFD pupuk. Meskipun demikian, jaminan tersebut
tetapi dalam prakteknya hanya mendapatkan terutama ditujukan untuk industri pupuk dalam
pasokan gas kurang dari 30 persen kebutuhan skala besar (terutama BUMN), sementara untuk
(http://www.gapmmi.or.id/?pilih=lihat&id=93, industri skala kecil belum ada jaminan yang
Desember 2011). Gas merupakan komponen pasti.
terbesar dalam biaya produksi pupuk, yang
mencapai 50-60 persen (Sunarsip, 2006). b. Kebijakan Penyediaan Fosfor (P) dan Ka-
Untuk mendukung industri pupuk, gas sebagai lium (K)
bahan baku pupuk disubsidi dengan harga Penyediaan fosfor (P) dan kalium (K)
USD 1,3/MMBTU (periode 1999 - 2002) dan diperoleh dari bahan baku yang berasal
USD 1,0/MMBTU (periode 2003 - 2005) yang dari batuan. Sampai saat ini di Indonesia
lebih rendah dari harga pasar (PATTIRO, 2011). belum ditemukan endapan bahan baku yang
Beberapa kebijakan yang dapat dilakukan untuk mengandung P dan K dalam jumlah yang

Kebijakan Pemupukan Berimbang untuk Meningkatkan Ketersediaan Pangan Nasional 9


A. Husni Y. Rosadi
memadai untuk dieksploitasi. Bahan baku untuk 3.2.2.2. Kebijakan Pasokan Bahan Baku
pembuatan pupuk P dan K harus diimpor. Fosfat Pupuk Organik
(bahan P) diimpor dari Yordania, sementara
kalium berasal dari Rusia dan Belarusia. Kalium Pupuk organik dikembangkan oleh pabrik/
sudah ada jaminan pasokan sebanyak 1,2 juta BUMN berupa material organik yang difungsikan
ton dari Canpotex (eksportir potasium terbesar sebagai matrik. Karena pupuk organik bersifat
di dunia) asal Kanada. Pasokan Canpotex bulky, maka pabrik pengolahan pupuk organik
tersebut akan memenuhi kebutuhan PT Pupuk membutuhkan areal yang luas. Hal tersebut
Kalimantan Timur (PKT), PT Petrokimia Gresik, cukup menyulitkan, sehingga kegiatan produksi
PT Pupuk Sriwidjaja, dan beberapa perusahaan pupuk organik sebagian besar disubkontrakkan
swasta (http://bataviase. co.id/node/420855). Di ke perusahaan lain/ atau UMKM binaan. Selain
Indonesia yang diberi mandat untuk melakukan itu, pembuatan pupuk oleh UMKM juga untuk
impor bahan baku fosfat adalah PT. Petrokimia mendekatkan dengan sumber bahan baku yang
Gresik terutama dari Jordan Phospate Mines Co, umumnya berada langsung dalam kegiatan
Yordania. Bahan baku yang diimpor dari Yordania keseharian masyarakat. Untuk menjadikan
adalah rock phosphate (batu fosfat), kalium pupuk organik sebagai bagian penting dalam
chabride, dan monoammonium phosphate. pemupukan majemuk SRF plus secara
Kebijakan penyediakan P dan K dilakukan nasional, diperlukan kebijakan yang mampu
melalui koordinasi dengan PT. Pupuk Indonesia menyiapkan bahan baku secara terencana.
Holding dan dilakukan oleh PT. Petrokimia Kebijakan tersebut diantaranya mendorong
Gresik dan pabrik pupuk BUMN lain (PT. kesadaran masyarakat melalui rukun warga,
Pupuk Kaltim). Kebijakan ini walaupun sifatnya koperasi, karang taruna dan kegiatan sosial
monopoli, tetapi karena kebutuhannya terbatas, lainnya untuk mengolah limbah organik menjadi
dapat mendorong jaminan ketersediaan P dan K pupuk serta mendorong tumbuhnya lembaga
secara berkelanjutan. yang mampu mengadopsi teknologi produksi
organik BCOF (Bio Chemical Organic Fertilizer)
c. Penyediaan Zeolit untuk bekerjasama dengan masyarakat
Zeolit digunakan sebagai matrik untuk mengembangkan pupuk organik. Hasil pupuk
pembuatan SRF, supaya pupuk dapat dilepas organik ini dapat memasok kebutuhan pupuk
secara bertahap. Zeolit mudah untuk diluruhkan majemuk SRF plus.
secara biologis karena bersifat biodegradable. 3.2.2.3. Pasokan Bahan Baku Pupuk Hayati
Zeolit merupakan senyawa alumino silikat hidrat
Kandungan utama dalam pupuk hayati
terhidrasi dari logam alkali dan alkali tanah,
adalah mikroorganisme. Sampai saat ini syarat
melalui reaksi kondensasi (Jumaeri dkk, 2007).
baku mutu pupuk hayati di Indonesia hanya
Sifat umum zeolit adalah merupakan kristal
terbatas untuk inokulan Rhizobia, dan baku mutu
yang agak lunak berwarna putih coklat atau
untuk pupuk hayati diatur dalam Permentan No.70
kebiru-biruan. Dalam pengembangan pupuk
tahun 2011. Baku mutu pupuk hayati merupakan
SRF, zeolit berfungsi sebagai pengikat pupuk,
syarat yang harus dipenuhi agar fungsi
sehingga pupuk tidak mudah larut dalam air, mikroba yang terkandung dapat memberikan
bahkan pelepasan unsur hara nutrien bisa pengaruh positif terhadap tanaman. Yang perlu
dikendalikan sesuai dengan umur tanaman. diperhatikan untuk menentukan mutu produk
Zeolit ini cukup banyak di Indonesia terutama di pupuk hayati adalah : kandungan jenis, populasi
Malang, Yogyakarta, Tasikmalaya dan Lampung mikroba/mikrofauna, fungsi dan keefektifan
(Suwardi, 2009). Harga zeolit ini pun relatif murah mikroba, patogenisitas dan bahan pembawa.
tergantung kualitasnya. Penambangan zeolit Untuk mendorong pupuk hayati menjadi bagian
biasanya dilakukan oleh koperasi atau usaha dari pengembangan pemupukan majemuk
kecil sehingga penggunaan zeolit untuk pupuk SRF plus, maka diperlukan kebijakan tentang
akan membantu juga usaha kecil. Dibutuhkan mikroba yang aman dan tidak berbahaya bagi
adanya kebijakan pemerintah (Kementerian kesehatan manusia dan ekosistem (lingkungan)
ESDM) yang mengharuskan adanya peruntukan serta kebijakan untuk mendorong penguasaan
(public market obligation) zeolit untuk industri teknologi dan kemampuan produksi pupuk
pupuk penghasil pupuk majemuk SRF plus. hayati secara lebih luas.

10 PANGAN, Vol. 24 No. 1 Maret 2015 : 1-14


IV. KESIMPULAN yang aman untuk kebutuhan pupuk hayati.
Hasil penggunaan pupuk majemuk DAFTAR PUSTAKA
SRF plus untuk tanaman padi dan jagung di
Kabupaten Badung – Bali dan Kabupaten Alarcon, D., C. Bodouroglou, M.F. Montes dan R.
Vos, 2011. “A truly green agricultural revolution
Bantaeng – Sulawesi Selatan menunjukkan
is needed”, UN-DESA Policy Brief, No. 3 [www.
produktivitas yang lebih baik dibandingkan un.org / en / development / desa / policy/ index.
dengan penggunaan konvensional yang shtm]
biasa digunakan petani. Penggunaan pupuk Allen, R.C. 2004.The Nitrogen Hypothesis and the
yang hanya sekali pemupukan selama masa English Agricultural Revolution : A Biological
tanam telah menghasilkan hasil panen yang Analysis, Oxford: Nuffield College.
lebih banyak dibandingkan penggunaan Andersen, P.P. dan P.B.R. Hazell, 1985. The Impact
pupuk konvensional yang dua sampai tiga kali of The Green Revolution and Prospecta for The
pemupukan selama musim tanam. Future. Food Reviews International, Vol 1 (1),
1-25.
Output hasil panen menggunakan pupuk
Bhardwaj, D., M.W. Ansari, R.K. Sahoo dan N. Tuteja.
majemuk SRF plus, 15 - 22 persen lebih tinggi 2014. Biofertilizers Function as Key Player
dibandingkan pupuk konvensional. Begitu juga, in Sustainable Agriculture by Improving Soil
dalam penggunaan input berupa jumlah pupuk, Fertility, Plant Tolerance and Crop Productivity.
jumlah benih dan biaya pemupukan yang relatif Microbial Cell Factories, 13:66, 1-10.
(8–70 persen) lebih rendah. Produktivitas yang Bouajila, K. dan M. Sanaa. 2011. Effects of Organic
tinggi (di atas 50 persen) dibandingkan pupuk Amendments on Soil Physico-Chemical and
konvensional, menunjukkan bahwa pupuk Biological Properties. Journal Mater Journal
majemuk SRF plus mampu meningkatkan of Materials and Environmental Science, Vol 2
efisiensi penggunaan input serta meningkatkan (S1), 485-490.
hasil (output). Produktivitas pertanian yang BPPT. 2010. Laporan Akhir Pengembangan Produk
tinggi akan meningkatkan kesejahteraan hidup Pupuk SRF NPK Plus (Biofertilizer). Jakarta :
BPPT.
petani. Apabila dilakukan dalam skala yang
lebih luas (skala nasional), akan mendorong BPPT. 2012.Technical Document : TD02 Kebijakan
Pupuk Berimbang. Jakarta : BPPT.
hasil panen yang lebih banyak dan peningkatan
ketersediaan pangan. BPS. 2010. Hasil Sensus Penduduk 2010: Data
Agregat Per Provinsi. Jakarta : Badan Pusat
Untuk menjadikan pupuk majemuk SRF Statistik.
plus diproduksi dalam skala yang luas dan BPS. 2014. Statistik Indonesia : Pertumbuhan
menjadi bagian dalam pengembangan pupuk Penduduk. [www.datastatistik-indonesia.
nasional, maka pupuk tersebut harus diproduksi com/ portal/index.php?option=com_
secara komersial. Dukungan kebijakan dari sisi content&task=view&id=919, diakses 16 Sept
produksi dan penyediaan bahan baku sangat 2014].
diperlukan. Kebijakan produksi diantaranya BPT [Balai Penelitian Tanah]. 2005. Pupuk Organik
adalah mendorong pembuatan pupuk majemuk Tingkatkan Produksi Pertanian. Warta Penelitian
dan Pengembangan Pertanian, Vol 27 (6), 13-16
SRF plus diproduksi oleh (1) pabrik pupuk yang
telah ada, terutama produsen pupuk BUMN; (2) Clark, M.S., W.R. Horwath, C. Shennan dan K.M.
Scow. 1998. Changes in Soil Chemical Properties
perusahaan daerah yang bekerjasama dengan
Resulting From Organic and Low-Input Farming
pabrik pupuk BUMN; dan (3) perusahaan swasta Practices. Agronomy Journal, Vol 90, 662-671
nasional. Kebijakan dalam pasokan bahan baku, Edgerton, M.D. 2009. Increasing Crop Productivity
diantaranya adalah : kebijakan penyediaan gas to Meet Global Needs for Feed, Food and Fuel.
alam melalui jaminan pasokan gas bagi pabrik Plant Physiology, Vol. 149, 7-13
pupuk dalam jangka panjang; kebijakan impor FAO, 1981. Crop Production Levels and Fertilizer
fosfor dan kalium yang dikoordinasikan oleh Use. Rome: Food and Agriculture Organization,
pabrik pupuk BUMN; kebijakan market obligation UN.
zeolit untuk pabrik pupuk; kebijakan mendorong Hartatik, W. dan D. Seyorini. 2013. Formulasi Pupuk
peran serta masyarakat dalam mengolah pupuk Organik dalam Rangka Memenuhi Hara Sayuran
organik; serta kebijakan pengelolaan mikroba Organik dan Peningkatan Produktivitas Tanah.

Kebijakan Pemupukan Berimbang untuk Meningkatkan Ketersediaan Pangan Nasional 11


A. Husni Y. Rosadi
dalam Prosiding Seminar Nasional Pertanian Fertilizer Application on Growth and Yield of
Organik. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Jatropha curcas L. in an Aeric Tropaquept of
28-29 Agustus. Eastern India. Notulae Scientia Biologicae, Vol.
Hazell, P.B.R. 2009. Transforming agriculture. dalam 3(1), 95-100.
The Asian Green Revolution, IFPRI Discussion Mujeri, M.K., S. Shabana, T.T. Chowdhury dan K.T.
Paper, Washington D.C. Haider. 2012. Improving the Effectiveness,
He, P., J. Jin, H. Wang, R. Cui dan C. Li, 2012. Yield Efficiency and Sustainability of Fertilizer Use
Responses and Potassium Use Efficiency for in South Asia. New Delhi: Global Development
Winter Wheat in North-Central China. Better Network
Crops, Vol. 96 (3), 28-30. Nurdin, P. Maspeke, Z. Ilahude dan F. Zakaria. 2009.
Javaid, A. 2010. Effects of Biofertilizers Combined Pertumbuhan dan Hasil jjagung yang Dipupuk
With Different Soil Amendments on Potted Rice N, P, dan K Pada Tanah Vertisol Isimu Utara
Plants. Chilean Journal of Agricultural Research, Kabupaten Gorontalo. Jurnal Tanah Tropika,
Vol. 71 (1), 157-163. Vol, 14 (1), 49-56
Jumaeri, W. Astuti dan W.T.P. Lestari. 2007. Preparasi OECD, 2001. OECD Manual: Measuring Productivity.
dan Karakterisasi Zeolit dari Abu Layang Paris; OECD [http://www.oecd.org/std/
Batubara Secara Alkali Hidrotermal. Reaktor, productivity-stats/ 2352458.pdfhttp://www.oecd.
Vol 11(1), 38-44 org/std/productivity-stats/2352458.pdf, diakses
3 Nov 2014]
Kasniari, D.N., dan A.A.N. Supadma. 2007.
Pengaruh Pemberian Beberapa Dosis Pupuk OECD, 2013. OECD Compendium of Productivity
(N, P, K ) dan Jenis Pupuk Alternatif Terhadap Indicators. http://www.oecd.org/std/productivity-
Hasil Tanaman Padi (Oryza sativa L.) dan Kadar stats/ 2013CompProdInd_fin_workshop.pdf,
N, P, K Inceptisol Selemadeg, Tabanan. Agritrop, diakses 3 Nov 2014].
26 (4), 168 – 176. Olson, R.A. 1987. The Use of Fertilizers and Soil
Kumar, A.V. dan T.V.R. Kanth, 2013. Estimation of The Amendments. M.G. Wolman dan F.G.A. Fournier.
Influence of Fertilizer Nutrients Consumption on Land Transformation in Agriculture. John Wiley
The Wheat Crop Yield in India – a Data Mining & Sons Ltd.
Approach. International Journal of Engineering PATTIRO, 2011. Peta Masalah Pupuk Bersubsidi di
and Advanced Technology (IJEAT), Vol. 3 (2), Indonesia. Jakarta : PATTIRO dan USAID.
316-320. Paulus, J.M. 2013. Aplikasi Pupuk Hijau Terhadap
Kuspriyanto, T. 2008. Korelasi Jenis dan Dosis Pertumbuhan dan Produksi Padi Sawah. dalam
Pupuk dengan Produktivitas Padi (Oryza Sativa Prosiding Seminar Nasional Pertanian Organik,
L.) di Kecamatan Jatisrono Kabupaten Wonogiri. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta 28-29
Skripsi Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Agustus.
Maret, Solo. Permentan No. 70/2011 tentang Pupuk Organik,
Landis, T.D. dan R.K. Dumroese, 2009. Using Pupuk Hayati dan Pembenahan Tanah.
Polimer-Coated Controlled-Realese Fertilizers Pirngadi, K., H.M. Toha dan B. Nuryanto. 2007.
in The Nursery and After Outplanting. Forest Pengaruh Pemupukan N Terhadap Pertumbuhan
Nursery Notes. Winter. dan Hasil Padi Gogo Dataran Sedang. Apresiasi
Manitoba, 2013. Effects of Manure and Fertilizer Hasil Penelitian Padi 2007.
on Soil Fertility and Soil Quality. [http://www. Roberts, T.I. 2009. The Role of Fertilizer in Growing
gov.mb.ca/agriculture/environment/nutrient- The World’s Food. Better Crops, Vol. 93 (2), 12-
management/pubs/effects-of-manure%20 15.
-fertilizer-on%20soil%20fertility-quality.pdf,
Rose, R. 2001. Slow release fertilizers 101.
diakses 1 Nov 2014]
Ruark, M. 2012. Adventages and Disadventages of
Meiliza, R. 2006. Pengaruh Pupuk Terhadap Optimasi
Controlled-Release Fertilizers. Department of
Produksi Padi Sawah di Kabupaten Deli
Soil Science, University of Wisconsin-Madison.
Serdang. Skripsi Departemen Sosial Ekonomi
Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Setio, D. 2014. Siklus Nitrogen di Alam dan Peranan
Organisme dalam Siklus Nitrogen. [http://www.
Moelyohadi, Y., M.U. Harun, Munandar, R. Hayati,
academia.edu/5851681/Siklus_Nitrogen_
dan N. Gofar. 2012. Pemanfaatan Berbagai
di_Alam_dan_Peranan_Organisme_Tanah_
Jenis Pupuk Hayati pada Budidaya Tanaman
dalam_siklus_Nitrogen, diakses 15 Oktober
Jagung (Zea mays L.) Efisien Hara di Lahan
2014].
Kering Marginal. Jurnal Lahan Suboptimal, Vol.
1 (1), 31-39. Son, T.T.N, V.V. Thu, L.H. Man dan H. Hiraoka. 2001.
Effects of Organic and Bio-Fertilizer on Quality,
Mohapatra, S. dan P.K. Panda. 2011. Effects of

12 PANGAN, Vol. 24 No. 1 Maret 2015 : 1-14


Grain Yield and Soil Properties of Soybean
Under Rice Based Cropping System. Omonrice, BIODATA PENULIS :
Vol. 9, 55-61. Husni Y. Rosadi lahir di Garut tanggal 28 Oktober
Stewart, W.M., D.W. Dibb, A.E. Johnston dan T.J. 1966. Menempuh pendidikan S1 Jurusan Tehnik
Smyth. 2005. The Contribution of Commercial Fisika ITB tahun 1993, S2 Manajemen Keuangan
Fertilizer Nutrients to Food Production. dari Sekolah Tinggi Manajemen PPM tahun 1998
Agronomy Journal, Vol. 97 (1), 1-6.
dan S3 Teknologi Industri Pertanian (Manajemen
Suherman dan D.D. Anggoro. 2011. “Producing Slow Agroindustri) Pascasarjana IPB.
Release Urea by Coating With Starch/ Acrylic
Acid in Fluid Bed Spraying. International Journal
of Engineering & Technology,Vol. 11 (6), 77-80.
Sulfab, H. A. 2013. Effect of Bio-Organic Fertilizers
on Soil Fertility and Yield of Groundnut (Arachis
hypogaea L.) in Malakal Area, Republic of
South Sudan. Journal of Natural Resources and
Environmental Studies Vol 1 (3), 14-19.
Sunarsip. 2006. Membedah Masalah Perpupukan
Nasional. Republika, 12-13 April.
Suwardi, 2009. Teknik Aplikasi Zeolit di Bidang
Pertanian Sebagai Bahan Pembenah Tanah.
Jurnal Zelit Indonesia, Vol 8(1), 1-5.
Triyono, A., Purwanto dan Budiyono. 2013. Efisiensi
Penggunaan Pupuk-N untuk Pengurangan
Kehilangan Nitrat pada Lahan Pertanian.
Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan
Sumber Daya Alam dan Lingkungan 2013.
Wang, W., J. Lu, Y. Li, J. Zou dan W. Su. 2013.
Fertilizer Plays an Important Role in Current
Crop Production : A Case Study From Hubei.
Better Crops, Vol. 97(1), 18-20.
Wang, W., J. Lu, T. Ren, Y. Li, J. Zou, W. Su, dan X.
Li. 2012. Inorganic Fertilizer Application Ensures
High Crop Yields in Modern Agriculture : a Large
Scale Field Case Study in Central China. Journal
of Food, Agriculture & Environment, Vol. 10 (2),
703-709.
Yara. 2012. Fertilizer Industry Handbook, Februari
2012. Yara International [www.yara.com].
Yunizar. 2013. Pengelolaan Pupuk P dan K Pada
Pola Tanam Padi-Padi di Kecamatan Tambang,
Kabupaten Kampar, Riau dalam Prosiding
Seminar Nasional Pertanian Organik, Universitas
Gadjah Mada, Yogyakarta 28-29 Agustus.

Kebijakan Pemupukan Berimbang untuk Meningkatkan Ketersediaan Pangan Nasional 13


A. Husni Y. Rosadi

Anda mungkin juga menyukai