Anda di halaman 1dari 20

BAB 2

LANDASAN TEORI

2.1. Penanggulangan Sampah


Penanggulangan sampah merupakan pengumpulan, pengangkutan,
dan pembuangan sampah, kotoran, serta produk-produk limbah lainnya.
Penanggulangan sampah meliputi pengelolaan semua proses dan sumber
daya untuk penanganan yang benar dari bahan limbah, dari pemeliharaan
truk pengangkut limbah hingga kepatuhan terhadap kode kesehatan dan
peraturan lingkungan. Istilah ini biasanya berhubungan dengan limbah
yang dihasilkan oleh aktivitas manusia, dan proses ini umumnya
dilakukan untuk mengurangi dampaknya pada kesehatan, kenyamanan,
lingkungan, dan estetika.
2.1.1. Metode dan Teknologi Pembuangan dan Pengolahan Sampah
Berikut merupakan beberapa metode pembuangan menurut World
Health Organization dan Unicef dari Guidelines for the Storage of
Essential Medicines and Other Health Commodities. Dan metode-
metode ini sudah diterapkan di beberapa negara dan kota.
1. Tempat Pembuangan Akhir
Pembuangan sampah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA)
meliputi penguburan sampah, dan penerapan ini merupakan hal
umum yang dilakukan di banyak negara. TPA sering diterapkan pada
tambang, void pertambangan, atau lubang yang sudah ditinggalkan
atau tidak terpakai lagi. Sebuah TPA yang dirancang dan dikelola
dengan benar dapat menjadi higenis dan relatif merupakan metode
yang murah untuk membuang sampah. TPA yang lebih tua,
dirancang dengan buruk atau dikelola dengan buruk dapat
berdampak buruk terhadap lingkungan, seperti sampah yang tertiup
angin, penyakit dan penghimpunan limbah cair. Produk lain yang
umum dari TPA adalah gas, yang sebagian besar terdiri dari metana
dan karbon dioksida, yang dihasilkan dari pemecahan anaerobik
limbah organik. Gas ini menghasilkan masalah bau, membunuh
vegetasi permukaan, serta merupakan gas rumah kaca yang
berkontribusi terhadap pemanasan suhu bumi secara global.

5
6

Gambar 2.1 TPA di Bantar Gebang, Bekasi


Sumber: http://static.guim.co.uk, diakses 16/Maret/2014

Karakteristik dari desain sebuah TPA modern meliputi metode


untuk menanggulangi lindi seperti tanah liat atau bahan lapisan
plastik. Sampah yang disimpan biasanya dipadatkan agar
meningkatkan kepadatan dan stabilitas kemudian ditutup untuk
mencegah penarikan hama seperti tikus. Banyak TPA yang memiliki
sistem ekstraksi gas untuk memompa gas keluar dari TPA
menggunakan pipa lalu dibakar dalam kondisi terkendali agar
menghasilkan listrik.

Gambar 2.2 Proses TPA menjadi listrik


Sumber: b9energy.com, diakses 16/April/2014
Di berbagai TPA kota di Asia, sampah dibuang dan dibakar secara
terbuka, termasuk di Jepang. Setelah hasil riset oleh Fukuoka
University dan Fukuoka City di tahun 1970-an, Jepang menemukan
dan mengaplikasikan TPA dengan struktur semi-aerobik
menghasilkan TPA yang bersih dan tidak menyajikan masalah
lingkungan. Dibandingkan dengan TPA anaerobik, teknologi TPA
semi-aerobik dengan cepat menstabilkan lahan TPA setelah lahan
selesai menjadi TPA, menjadikannya berguna untuk taman dan ruang
terbuka untuk olahraga.
2. Pembakaran
Pembakaran merupakan metode pembuangan sampah dimana
sampah organik padat dibakar menjadi residu dan produk lain berupa
gas dan uap air. Metode ini berguna dalam pembuangan residu
pengelolaan limbah padat dan residu sampah padat dari pengelolaan
limbah cair. Proses ini dapat mengurangi volume sampah padat
sebesar 20% - 30% dari volume awalnya. Pembakaran dan sistem
pengerjaan sampah suhu tinggi lainnya terkadang dinamakan
"pengerjaan termal". Pembakaran merubah sampah menjadi panas,
gas, uap, dan abu.

Gambar 2.3 Tempat pembakaran sampah sederhana


Sumber: streetjesus.blogspot.com, diakses 25/Maret/2014
Pembakaran dapat dilakukan dengan skala kecil oleh individu dan
skala besar oleh industri, digunakan untuk membuang limbah padat,
cair, serta gas. Diketahui sebagai metode praktis dalam pembuangan
sampah berbahaya seperti sampah medikal. Pembakaran merupakan
metode pembuangan yang kontroversial, dikarenakan masalah
seperti emisi gas polutan.

Gambar 2.4 Pabrik Tempat Pembakaran Sampah


Sumber: thecommune.co.uk, diakses 16/Maret/2014

Sejak tahun 1960-an, Jepang mulai membuang sampah kota


melalui pembakaran, dan hari ini, Jepang memegang fasilitas
pembakaran sampah termaju di dunia. Di tahun 2009, terdapat 1243
TPS di Jepang, membakar sampah menggunakan beberapa metode,
seperti tungku stoker, tungku unggun terfluidisasi, dan tungku
penggabungan gasifikasi sumber daya dengan tujuan mendaur ulang
abu. Tungku stoker terhitung merupakan 70% dari semua tungku,
dan perbaikan dari jenis tungku ini meningkat pesat.
Gambar 2.5 Proses Pembakaran di Jepang
Sumber: apec-vc.or.jp, diakses 16/April/2014

Dengan TPS Jepang yang sangat maju, pembakaran sampah telah


mendapatkan kepercayaan sebagai teknologi yang aman dan
nyaman, dan ketika merencanakan konstruksi dari fasilitas ini,
komunikasi kepada penduduk sekitar atas resiko-resiko yang ada
berjalan lancar, menghasilkan progres dalam perencanaan
membangun TPS di area perkotaan dan permukiman berjalan dengan
lancar.
3. Daur Ulang
Daur ulang adalah sebuah praktek pemulihan sumber daya yang
mengacu pada dikumpulkan dan digunakannya kembali sampah.
Tidak semua sampah dapat didaur ulang. Sampah untuk daur ulang
dapat dikumpulkan secara terpsisah dari sampah umum
menggunakan tempat sampah dan truk sampah khusus, prosedur ini
disebut koleksi pinggiran jalan. Di beberapa komunitas, yang
umumnya masyarakat berpendidikan atau menengah keatas, pemilik
sampah diminta untuk memisahkan sampahnya ke berbagai tempat
sampah yang berbeda, misalkan untuk kertas, plastik, atau logam,
sebelum pengumpulannya. Dalam masyarakat lain, semua sampah
daur ulang ditempatkan kedalam satu tempat sampah yang sama
10

untuk dikumpulkan, kemudian penyortiran dilakukan di fasilitas


pusat. Metode terakhir ini dikenal sebagai "daur ulang satu aliran".

Gambar 2.6 Daur ulang kertas


Sumber: bowenislandrecyclingdepot.com, diakses 16/April/2014

Produk konsumen umumnya adalah kemasan makanan, berupa


kaleng minuman, botol kaca, botol plastik, serta sampah umum
lainnya seperti tembaga seperti kawat, baja, perabotan atau peralatan
baja tua, karton, koran, majalah, dan kardus. Jenis sampah yang
diterima untuk daur ulang bervariasi berdasarkan kota dan negara.
Setiap kota dan negara memiliki program daur ulang yang berbeda,
tergantung dari nilai penjualan bahan baru yang diperoleh setelah
daur ulang.
Berikut ini merupakan beberapa contoh sampah yang dapat didaur
ulang, beserta teknologi yang digunakan.
 Pembuangan Limbah Medis
Beberapa sampah yang dihasilkan institusi medis dapat
menular. Di masa lalu, Jepang telah mengalami kasus-kasus
medis dimana karyawan medis terinfeksi hepatitis B dari jarum
suntik yang digunakan pada pasien heptatitis yang berujung
kematian. Kecelakaan seperti itu menarik perhatian umum dan
membuat orang-orang sadar akan kebutuhan sterlisasi dari
sampah medis. Hari ini, ada aturan yang mengatur metode
pembuangan sampah medis. Resiko sampah yang
terkontaminasi dicampur dengan sampah umum lalu
meningkatkan kemungkinan penyebaran kontaminasi menyorot
kebutuhan pembuangan dan pengolahan yang tepat.
 Daur Ulang Botol PET (Polyethylene terephthalate)
Di bawah aturan 3R (Reduce, Reuse, Recycle), Jepang
telah mulai mengumpulkan botol PET, nampan, dan kaleng
secara terpisah untuk digunakan kembali sebagai sumber bahan
daur ulang dalam pembuatan produk baru. Botol PET dengan
kualitas tinggi dikumpulkan dan didaur ulang menjadi botol
PET baru atau karpet dengan teknologi tinggi yang dimiliki
Jepang. Botol yang dikumpulkan dibersihkan, lalu tutup dan
labelnya dilepas untuk meningkatkan kualitasnya. Botol-botol
itu kemudian dikompres, diikat, dan disalurkan kepada
kontraktor reproduksi.

Gambar 2.7 Proses plastik menjadi bahan baru untuk barang baru
Sumber: http://biophysics.sbg.ac.at, diakses 16/April/2014

 Daur Ulang Peralatan Rumah


Di negara berkembang, perusahan kecil mendapatkan
kembali logam berharga dari peralatan rumah secara manual,
yang bahaya bagi kesehatan pekerja dan menambah polusi
lingkungan. Peralatan rumah mengandung bahan berbahaya
dan kekayaan berguna seperti logam langka. Perlakuan melalui
teknologi pemulihan sumber daya yang maju menghasilkan
manfaat dalam jangka pelestarian lingkungan dan penggunaan
kembali sumber daya berharga.
 Pemanfaatan Biomassa
Sampah yang dihasilkan kota-kota dan desa-desa berupa
sampah yang mudah terbakar dengan kelembaban rendah,
seperti kertas, plastik, dan serpihan kayu, serta sampah dengan
kelembaban tinggi, seperti sampah produksi pangan, sampah
dapur, pupuk, lumpur selokan, dan biomassa lainnya. Sampah
dengan kadar air yang tinggi, biomassa, akan menghasilkan gas
metana dan hidrogen sulfida ketika dikubur tanpa perlakuan,
menyebabkan polusi lingkungan. Dengan keadaan itu, sampah
dengan kelembaban tinggi diolah secara independen, dibantu
dengan pembakaran.
4. Berkelanjutan
Industri didorong untuk meningkatkan efisiensi lingkungan
mereka setiap tahun dengan menghilangkan sampah melalui praktek
pemulihan sumber daya, yang merupakan kegiatan yang
berkelanjutan. Salah satu cara untuk melakukan ini adalah dengan
bergeser dari penanggulangan sampah menjadi praktek pemulihan
sumber daya seperti mendaur ulang kaca.
 Pengolahan Biologis
Sampah organik di alam, seperti tanaman, sisa makanan,
dan produk kertas, dapat dipulihkan melalui proses
pengomposan dan pencernaan untuk menguraikan sampah
tersebut. Hasil dari proses tersebut kemudian didaur ulang
menjadi kompos untuk tujuan pertanian atau lansekap. Selain
itu, limbah gas dari proses tersebut dapat ditangkap dan
digunakan untuk menghasilkan listrik dan panas. Tujuan dari
pengolahan biologis dalam penanggulangan sampah adalah
untuk mengontrol dan mempercepat proses alami sampah
organik.
 Pengolahan Biologis
Kandungan energi dari sampah dapat dimanfaatkan secara
langsung dengan menggunakannya sebagai bahan bakar
pembakaran langsung, atau secara tidak langsung dengan
mengolahnya menjadi bahan bakar lain. Pengerjaan termal
berkisar dari menggunakannya sebagai sumber bahan bakar
untuk masak atau memanaskan dan penggunaan bahan bakar
gas, untuk bahan bakar boiler agar menghasilkan uap, dan
listrik di turbin. Pirolisis dan pembentukan gas adalah dua
pengerjaan termal dimana sampah dipanaskan hingga suhu
yang tinggi dengan kesediaan oksigen yang terbatas. Proses ini
biasanya terjadi pada wadah tertutup di bawah tekanan tinggi.
Pirolisis sampah mengubahnya menjadi produk padat, cair, dan
gas. Cairan dan gasnya dapat dibakar agar menghasilkan energi
atau disempurnakan menjadi produk kimia lainnya. Residu
padatnya dapat disempurnakan lagi menjadi produk seperti
karbon aktif. Pembentukan gas dan pembentukan gas plasma
lanjutan digunakan untuk mengubah sampah organik menjadi
gas sintetis yang terdiri dari karbon monoksida dan hidrogen.
Gas ini kemudian dibakar agar menghasilkan listrik dan uap.

Tabel 2.1 Rangkuman Metode dan Teknologi

Sumber: Dokumen Penulis


Tabel diatas merupakan hasil rangkuman dari metode-metode
penanggulangan sampah yang dapat menjadi alternatif pada kampung
vertikal di Cipinang Besar Utara.

2.1.2. Pengangkutan
Pertumbuhan daerah perkotaan memperluas zona pengumpulan
sampah. Hal ini akan memungkinkan untuk meningkatkan efisiensi
operasi pengumpulan dan pengangkutan dalam kota dengan memperluas
zona dengan membuat pos-pos pemindahan sampah dimana sampah
dapat dipindahkan dari truk sampah berukuran kecil atau sedang ke yang
berukuran besar.

Gambar 2.8 Proses pemindahan sampah


Sumber: Solid Waste Management and Recycling Technology of Japan,
diakses 16/April/2014

Biaya pengumpulan dan pengangkutan sampah ada untuk


persentase operasi pembuangan sampah yang tinggi. Meningkatkan
efisiensi dari pengumpulan dan pengangkutan menghasilkan
pengurangan biaya tetapi tetap mempertahankan dan meningkatkan
pelayanan terhadap masyarakat.
2.1.3. Metode Pembuangan di Berbagai Negara
Dari sebuah artikel oleh Rika Setiana di Majalah Pendidikan
Online Indonesia, didapatkan beberapa negara maju dengan metode-
metode penanggulangan sampahnya yang efisien dan ramah lingkungan.
Berikut tiga negara maju dengan sistem penanganan sampah yang juga
maju.
1. Jerman
Di Jerman, proses pengolahan sampah tidak hanya dimulai saat
masyarakat membuang sampah ke tempat sampah. Jauh sebelum itu, saat
barang tersebut diproduksi, atau bisa jadi saat pabrik yang bersangkutan
belum beroperasi, proses pengolahan sampah sudah harus dipikirkan
dengan matang. Sebelum produsen mulai memproduksi barangnya,
mereka dituntut untuk selalu mempertimbangkan aspek-aspek seperti
waste avoidance, waste recovery dan environmentally compatible
disposal dalam proses produksi dan pengemasan guna mengurangi
jumlah buangan yang dihasilkan nantinya. Waste avoidance adalah
menghindari produksi limbah, sebisa mungkin buangan yang dihasilkan
dari proses produksi dan dari barang itu sendiri seperti kemasan bisa
diminimalisir, misalnya dengan mengurangi jumlah lapisan kemasan
atau menggunakan bahan yang ramah lingkungan. Jika aspek pertama
tidak memungkinkan untuk dipenuhi, setidaknya hasil buangan tersebut
masih dapat didaur ulang atau diubah menjadi energi, waste recovery.
Tapi jika ternyata limbah atau sampah kemasan itu masih tidak
memungkinkan untuk didaur ulang, alternatif terakhir adalah boleh
membuangnya ke tempat pembuangan akhir, asalkan limbah atau
sampah tersebut sudah diolah terlebih dulu sehingga tidak menimbulkan
dampak yang buruk bagi lingkungan, environmentally compatible
disposal. Hal ini tidak hanya berlaku untuk limbah padat saja, tapi juga
limbah cair, gas, limbah berbahaya dan radioaktif.
Mulai tahun 1991, pemerintah Jerman mengeluarkan peraturan
tentang pengepakan/pengemasan. Aturan ini menuntut para produsen
untuk mengolah sendiri sampah kemasan yang sudah dibuang konsumen
ke tempat sampah. Artinya tanggung jawab produsen tidak hanya
berhenti pada proses produksi dan distribusi, namun berlanjut pada
proses pengumpulan, pemilahan dan daur ulang sampah kemasan itu
sendiri. Kemasan yang dimaksud dalam aturan tersebut adalah kemasan
saat distribusi (kardus atau krat), kemasan lapis kedua (seperti karton
pada produk susu bubuk dan sereal) dan kemasan utama (wadah yang
bersentuhan langsung dengan produk seperti botol minuman ringan).
Gambar 2.9 Duales System Deutschland
Sumber: dsd-holding.de, diakses 16/April/2014

Berbagai kesulitan mulai dirasakan para produsen terutama yang


berskala besar karena harus mengumpulkan kemasan bekas di seluruh
kota bahkan di seluruh negeri. Untuk meringankan beban para produsen,
akhirnya dibentuklah organisasi non-profit yang dinamakan DSD
(Duales System Deutschland). DSD tidak hanya bertugas mengumpulkan
kemasan, tapi juga membantu proses pemilahan, penanganan sampai
daur ulang. Para produsen tidak perlu lagi dipusingkan dengan urusan
sampah, semua sudah ditangani dengan baik. Untuk menjadi anggota
DSD, para produsen cukup membayar sejumlah biaya yang meliputi
biaya pengumpulan, pemilahan, penanganan dan pendaur-ulangan
sampah kemasan. Biaya tersebut dapat bervariasi tergantung bahan, berat
dan jumlah kemasan. Jika kemasan yang digunakan semakin kompleks
dan jumlahnya banyak maka biaya yang dikeluarkan perusahaan juga
semakin tinggi. Hal ini mendorong para produsen untuk mengurangi
kualitas bahan kemasan, misalnya kardus atau botolnya dibuat lebih
tipis, demi menghemat pengeluaran dan mempermudah proses daur
ulang. Setelah menjadi anggota DSD, para produsen juga memperoleh
izin untuk mencantumkan logo Der Grune Punkt atau The Green Dot
pada kemasan produknya. Logo ini menjamin tanggung jawab para
produsen terhadap proses daur ulang kemasan yang dihasilkan.

Gambar 2.10 Logo The Green Dot


Sumber: de.wikipedia.org, diakses 16/Maret/2014

Selain anggota DSD tidak diperkenankan untuk mencantumkan logo


tersebut. Mereka (produsen non anggota DSD) pun harus mengumpulkan
dan mendaur ulang sendiri sampah kemasannya. Meskipun tidak ada
aturan resmi yang mengharuskan warga untuk memilah sampah, tapi
secara sadar diri mereka tetap melakukannya, ini tak lepas dari rasa cinta
masyarakat Jerman terhadap lingkungan. Gaya hidup bersih sudah
menjadi budaya masyarakat sehari-hari. Untuk itu, DSD memfasilitasi
hal tersebut dengan menyediakan tempat sampah dengan kode warna
yang berbeda untuk tiap-tiap jenis sampah. Misalnya untuk sampah kaca
seperti botol anggur, botol jus atau botol selai, disediakan tempat sampah
warna hijau, coklat dan bening disesuaikan warna botol tersebut. Waktu
pengumpulan sampah juga sudah disesuaikan jadwalnya, jadi antara jenis
sampah yang satu dengan yang lainnya tidak akan tercampur. Untuk
sampah khusus seperti bekas kaleng cat, spiritus atau wadah bekas bahan
kimia yang lain, disediakan tempat sampah khusus, biasanya terletak di
luar pintu toko yang menjualnya atau bisa juga dibawa
langsung ke local recycling center. Orang Jerman juga mempunyai
kebiasaan selalu membawa tas sendiri ketika berbelanja di supermarket
atau swalayan, sehingga bisa membantu mengurangi sampah plastik.
Kalaupun lupa tidak membawa tas belanja sendiri, mereka harus
membayar tas plastik yang dikeluarkan supermarket.
2. Swedia
Ada yang unik dari Swedia. Jika pada umumnya negara akan
kebingungan bagaimana mengolah sampah yang dihasilkan, negara ini
mengimpor sampah dari negara tetangganya. Swedia kini mulai
mengimpor 800 ribu ton sampah per tahun dari Norwegia. Bahkan
Swedia memperoleh tambahan pendapatan karena negara pengekspor
sampah harus membayar sejumlah uang untuk dapat mengirimkan
sampahnya. Sampahnya pun tidak sembarangan, tidak semua sampah
bisa diekspor misalnya sampah beracun dan berbahaya, abu dari proses
kremasi serta yang mengandung dioksin. Sampah-sampah tersebut akan
diubah menjadi energi (Waste-to-Energy atau WtE). Saat ini, program
WtE sudah mampu mengolah dua juta ton sampah menjadi energi panas
yang dialirkan kepada 810 ribu rumah penduduk dan energi listrik ke 250
rumah penduduk.

Gambar 2.11 Proses Waste-to-Energy


Sumber: arc21.org.uk, diakses 16/April/2014
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, jumlah sampah lokal yang
dihasilkan ternyata tidak mencukupi, untuk itu Swedia memerlukan
sampah tambahan dari negara lain. Swedia memiliki sistem penanganan
sampah yang sangat efektif, hanya sekitar 4% saja yang dibuang ke TPA.
Sampah organik misalnya sampah dapur, dedaunan atau kotoran hewan
diolah secara biologi menjadi kompos atau bisa juga menjadi biogas.
Untuk kertas bekas dan plastik yang dapat didaur ulang akan didaur
ulang sedangkan yang sudah tidak bisa didaur ulang akan dibakar di
tempat pembakaran sampah (TPS). TPS akan menghasilkan panas yang
kemudian disalurkan melalui pipa ke wilayah perumahan dan gedung
komersil. Sistem pembakaran sampah dengan TPS ini sudah ada sejak
tahun 1904, dan teknologinya terus dikembangkan sampai sekarang,
supaya gas buang dari TPS bisa berkurang. Untuk abu dari pembakran
dapat digunakan sebagai lapisan dalam pembuatan jalan setelah
dicampur dengan sisa galian tanah. Sedangkan sampah yang tidak
memungkinkan untuk dibakar atau didaur ulang bisa dibuang ke TPA.
Masyarakat Swedia juga gemar memilah sampah, bahkan untuk jenis
sampah padat, mereka harus memilahnya ke dalam 14 jenis wadah yang
berbeda. 14 jenis wadah itu terdiri dari wadah untuk kardus, koran,
kertas perkantoran, plastik, makanan, metal, kantong belanja, botol kaca,
tiga jenis bohlam di tiga tempat berbeda, alat elektronik dan baterai.
Sampah-sampah tersebut dipisahkan menjadi 14 jenis karena masing-
masing sampah membutuhkan penanganan dan pengolahan yang
berbeda. Misalnya sampah makanan bisa diolah menjadi kompos, kertas
bisa didaur ulang, baterai melalui serangkaian proses bisa diolah menjadi
tujuh bahan kimia yang berbeda.
Pemerintah Swedia juga menetapkan beberapa kebijakan yang dinilai
dapat mengurangi produksi sampah, di antaranya adalah produsen harus
bertanggung jawab penuh terhadap sampah yang dihasilkannya, terutama
perusahaan pengemasan, koran atau percetakan, produsen ban, mobil,
alat-alat listrik dan elektronik. Para produsen ini selain hanya
menghasilkan barang juga perlu memikirkan bagaimana caranya
mengolah sampah yang dihasilkan dari sisa produknya dan diusahakan
sebisa mungkin untuk menggunakan bahan-bahan yang ramah
20

lingkungan. Kebijakan yang lain adalah tingginya pajak TPA. Hal ini
bertujuan agar pembuangan sampah di TPA dapat berkurang, karena
seperti yang kita ketahui, jika terlalu banyak sampah yang bertumpuk di
suatu area atau lahan tertentu, akan dapat mengurangi kualitas tanah, air
dan udara di daerah tersebut. Sejak tahun 1980, pemerintah Swedia juga
gencar mengkampanyekan kepada masyarakat pentingnya mengurangi,
memilah dan mengolah sampah yang ada, bahkan cara-cara pengolahan
sampah itu sendiri juga dimasukkan dalam kurikulum sekolah, jadi tak
heran jika budaya ini sudah turun-temurun dan mendarah daging.
3. Jepang
Pada dasarnya, sampah rumah tangga di Jepang dibagi dalam 4 jenis,
yaitu:
 Sampah bakar (combustible) seperti sisa makanan, kotoran dapur,
minyak bekas yang sudah dibekukan (di Jepang tersedia bubuk
khusus untuk membekukan minyak bekas), kertas pembungkus
makanan.
 Sampah tidak bakar (non-combustible) seperti sampah plastik.
 Sampah daur ulang (recycle) seperti botol PET, botol kaca, kaleng
makanan/minuman, karton bekas kemasan makanan.
 Sampah ukuran besar seperti furnitur bekas, kasur bekas, elektronik
bekas.
Sampah dipisahkan sesuai jenisnya dan dimasukkan dalam plastik
khusus. Lalu sampah dikumpulkan ke tempat pengumpul sampah yang
ada di luar rumah sesuai jadwal yang telah ditentukan untuk kemudian
diambil oleh petugas. Misalnya saja di kota Nagoya, sampah bakar akan
diambil setiap hari Senin dan Kamis, hari Rabu untuk sampah plastik,
sedangkan hari Jum’at untuk sampah daur ulang. Khusus untuk sampah
besar seperti furnitur bekas atau alat elektronik bekas, warga harus
membuat janji dengan pengelola kebersihan daerah setempat dengan
membeli tiket seharga yang ditentukan. Jika warga salah jadwal dalam
mengeluarkan sampah, atau sampahnya tercampur satu sama lain maka
petugas tidak akan mau mengambilnya, dan mereka harus mengantarkan
sendiri sampah mereka ke tempat pengumpulan sampah.
Setelah diambil, sampah kemudian diproses dan diolah oleh
pemerintah daerah setempat. Untuk jenis sampah bakar akan
dimusnahkan dengan cara dibakar dalam TPS. Hasil dari pembakaran
yang berupa slag dan panas akan dimanfaatkan kembali. Slag atau
padatan seperti tanah nantinya akan dipakai sebagai campuran dalam
konblok untuk lapisan jalan. Sedangkan panas yang dihasilkan akan
digunakan sebagai pembangkit listrik TPS. Jika pada sampah terdapat
cairan, maka cairan tersebut akan disuling terlebih dulu sebelum
dialirkan ke sungai. Sampah plastik nantinya akan dibawa ke tempat
pemilahan sampah plastik, untuk selanjutnya akan dipadatkan
membentuk kotak besar. Sebagian dikirim ke pabrik sebagai campuran
bahan pembuat baja, sebagian lagi dikirim ke pabrik pembuat marka
jalan.
Sistem pengolahan sampah ini ternyata belum berjalan lama. Sekitar
tahun 1950-an orang Jepang masih tidak peduli dengan masalah
pembuangan dan pengelolaan sampah. Pemerintah juga tidak begitu
peduli, karena pada saat itu Jepang baru tumbuh sebagai negara industri.
Akibat pertumbuhan industri dan ketidakteraturan pembuangan limbah,
muncullah berbagai kejadian pencemaran lingkungan. Kejadian yang
terbesar terjadi pada sekitar akhir 1950-an yang dikenal dengan tragedi
Minamata, ribuan orang meninggal akibat keracunan limbah merkuri
yang dibuang ke lautan oleh pabrik Chisso Minamata. Disusul berbagai
kasus polusi dan pencemaran lingkungan pada dasawarsa 1960 - 1970-
an. Barulah pada pertengahan 1970-an muncul gerakan masyarakat
peduli lingkungan atau yang disebut chonaikai. Gerakan mereka
menganut 3R yakni Reduce (mengurangi pembuangan sampah), Reuse
(menggunakan kembali) dan Recycle (mendaur ulang).
Gambar 2.12 Tempat sampah yang berwarna berdasarkan jenis sampah
Sumber: http://zacharylangendorff.blogspot.com, diakses 16/April/2014

Mereka tidak henti-hentinya mengkampanyekan gerakan ini melalui


aksi-aksi menyerukan pentingnya kepedulian lingkungan di berbagai
lapisan masyarakat dan berdialog langsung dengan warga. Akhirnya
gerakan mereka pun berkembang pesat dan mendapat dukungan dari
berbagai lapisan masyarakat. Sampai puncaknya pada tahun 1997,
Undang-Undang yang mengatur tentang kemasan daur ulang disetujui
oleh Parlemen Jepang, dilanjutkan pada bulan Juni 2000, dengan
keluarnya Undang-undang yang mengatur tentang tata cara pengelolaan
sampah bagi masyarakat Jepang. Semua orang paham pentingnya
mengelola sampah dan itu yang diturunkan kepada generasi berikutnya.
Program edukasi tentang pengelolaan sampah pun terus dilakukan secara
intensif sejak dini. Anak-anak Jepang sejak kelas 3 SD sudah mulai
dilatih cara membuang sampah sesuai jenisnya, sehingga kebiasaan ini
akan terus mengakar kuat ketika mereka tumbuh dewasa.
Tabel 2.2 Rangkuman Metode dan Teknologi di Luar Negeri

Sumber: Dokumen Penulis

Tabel diatas merupakan rangkuman dari studi kasus dari berbagai


negara di atas.
2.1.4. Manfaat
Sampah bukanlah hal yang harus dibuang atau dilepas jika tidak
memperhatikan penggunaannya di masa depan. Sampah dapat menjadi
sumber daya berharga jika ditangani secara benar, melalui kebijakan dan
praktek. Dengan praktek penanggulangan sampah yang rasional dan
komitmen, ada kesemepatan mencapai sejumlah manfaat. Manfaat-
manfaat itu menurut United Nation Environment Programme dalam
bukunya Guidelines for National Waste Management Strategies
mencakup:
1. Ekonomi - Meningkatkan efisiensi ekonomi melalui sarana
penggunaan sumber daya, pengerjaan dan pembuangan, dan
pembuatan pasar untuk mendaur ulang dapat menyebabkan praktek-
praktek yang efisien dalam produksi dan konsumsi produk dan bahan
30

yang menghasilkan bahan berharga yang telah dipulihakn, serta


potensi lapangan kerja baru dan peluang bisnis baru.
2. Sosial - Dengan mengurangi dampak buruk pada kesehatan dengan
praktek penanggulangan sampah yang benar, konsekuensi yang
dihasilkan merupakan permukiman yang lebih menarik. Keuntungan
sosial yang lebih baik dapat menyebabkan peluang-peluang kerja
baru dan berpotensi mengangkat masyarakt keluar dari kemiskinan
terutama di negara-negara dan kota-kota berkembang yang lebih
miskin.
3. Lingkungan - Mengurangi atau menghilangkan dampak buruk
terhadap Reduce, Reuse, and Recycle (3R), mengurangi,
menggunakan kembali, dan daur ulang, serta meminimalkan
pengambilan sumber daya dapat memberikan peningkatan kualitas
udara dan air dan membantu dalam pengurangan emisi gas rumah
kaca.
4. Keadilan Antargenerasi - Mengikuti praktek penanggulangan
sampah yang efektif dapat memberikan generasi berikutnya ekonomi
yang kuat, masyarakat yang lebih asil dan terbuka, serta lingkungan
yang bersih.

Anda mungkin juga menyukai