Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

GANGGUAN PSIKOLOGI KEBIDANAN


DI

OLEH

 NUR SALIMAH
 OCFA ANDARITA
 RAJUL AULIA

PROGRAM STUDI D-IV KEBIDANAN JURUSAN KEBIDANAN

POLTEKKES KEMENKES ACEH

TAHUN AJARAN 2019/2020

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha

Penyayang, kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah

melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat

menyelesaikan makalah “Psikologi Kebidanan”.

Adapun makalah ini telah kami usahakan semaksimal mungkin dan tentunya

dengan bantuan berbagai pihak, sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah

ini. Untuk itu kami tidak lupa menyampaikan banyak terima kasih kepada semua

pihak yang telah membantu kami dalam pembuatan makalah ini.

Namun tidak lepas dari semua itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa ada

kekurangan baik dari segi penyusunan bahasanya maupun segi lainnya. Oleh karena

itu dengan lapang dada dan tangan terbuka kami membuka selebar-lebarnya bagi

pembaca yang ingin memberi saran dan kritik kepada kami sehingga kami dapat

memperbaiki makalah ini.

Akhirnya penyusun mengharapkan semoga dari makalah ini dapat diambil

hikmah dan manfaatnya sehingga dapat memberikan inpirasi terhadap pembaca.

Aceh Besar, November 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

Kata pengantar..........................................................................................................i
Daftar isi..................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1

A. Latar belakang..............................................................................................1
B. Tujuan ........................................................................................................2
C. Rumusan masalah........................................................................................2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................3


A. Hipokondrian................................................................................................3
B. Paranoid........................................................................................................8
C. Psychogenaminore........................................................................................14

BAB IV PENUTUP .............................................................................................15


A. Kesimpulan................................................................................................15
B. Saran...........................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA

3
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hypochondria adalah suatu gangguan somatoform dimana individu

terpreokupasi ketakutan mengalami suatu penyakit serius yang menetap terlepas dari

kepastian medis yang menyatakan sebaliknya. Individu yang di diagnosis menderita

hipokondria akan disibukkan dengan rasa takut yang luar biasa, dimana dirinya

merasa memiliki penyakit serius yang mendasarinya. Padahal tidak ada dasar organik

yang bertanggung jawab sepenuhnya atas keluhan mereka yang membenarkan bahwa

mereka memiliki penyakit serius. Namun ketakutan memiliki penyakit serius tersebut

akan bertahan di pikiran mereka, meskipun tidak ada kepastian medis yang

menemukan bukti dari keluhan yang mereka rasakan.

Ketakutan ini dapat mengganggu kegiatan yang biasanya individu tersebut

lakukan sehari-hari. Penderita hipokondria juga, tidak secara sadar berpura-pura akan

simptom fisiknya. Mereka umumnya mengalami ketidaknyamanan fisik, sering kali

melibatkan sistem pencernaan atau campuran antara rasa nyeri dan sakit. Tidak

seperti gangguan konversi atau gangguan somatisasi, hipokondria tidak melibatkan

disfungsi tubuh ekstrim atau gejala medis.

Sebaliknya, orang dengan hipokondria salah menginterpretasikan atau

melebih-lebihkan reaksi tubuh yang biasa, sehingga orang yang mengembangkan

hipokondria sangat peduli, bahkan benar-benar terlalu peduli, pada simptom dan hal-

4
hal yang mungkin mewakili apa yang ia takutkan. Meski prevalensi hipokondria

masih belum diketahui, gangguan ini tampak sama umumnya diantara pria maupun

wanita.

B. Tujuan Dan Manfaat

1. Tujuan

Tujuan penyusunan makalah ini adalah untuk mengetahui tentang ;

a. Gangguan psikologi hipokondrian

b. Paranoid

c. Psychogenaminore

2. Manfaat

Adapun mamfaat penyusunan makalah ini adalah;

Sebagai bahan materi untuk menambah atau mereview kembali wawasan ilmu

tentang kebutuhan dasar ibu hamil,juga sebagai tambahan untuk pemenuhan tugas

bagi mahasiswa.

5
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Gangguan Hipokondria

Hipokondria / hypochondriasis adalah kecemasan atau rasa takut pada

individu yang berlangsung berulang - ulang. Hypochondriasis terjadi paling sering

diantara usia 20 dan 30 tahun dan tampak mempengaruhi kedua jenis kelamin secara

seimbang. Beberapa orang dengan hypochondriasis juga mengalami depresi atau

kegelisahan.

Pada penderita hypochondria biasanya akan bersikap berlebihan pada sensasi

fisik yang umum dan gangguan kecil, seperti detak jantung yang tidak teratur,

berkeringat, batuk yang kadang terjadi, nyeri, sakit perut, di mana hal tersebut dapat

menjadi bukti dari ketidakpercayaan mereka yang mengalami hypochondria.

Hypochondria sering sekali muncul bersamaan dengan gangguan kecemasan dan

mood. Penderita hypochondria akan selalu menanggapi keluhan-keluhan fisik dengan

sangat serius, dan menyimpulkan bahwa dia menderita penyakit tertentu.

Istilah hipokondriasis  didapatkan dari istilah medis yang lama

“hipokondrium” yang berarti dibawah rusuk, dan mencerminkan seringnya keluhan

abdomen yang dimiliki pasien dengan gangguan ini. Hipokondriasis disebabkan dari

interpretasi pasien yang tidak realistik dan tidak akurat terhadap gejala atau sensasi

fisik yang menyebabkan preokupasi dan ketakutan bahwa mereka menderita penyakit

yang serius kendatipun tidak ditemukan penyebab medis yang diketehui. Preokupasi

6
pasien yang menyebabkan penderitaan yang bermakna bagi pasien dan mengganggu

kemampuan mereka untuk berfungsi didalam peranan personal, social dan pekerjaan.

(Kaplan, 1997).

1. Etiologi Gangguan Hipokondria

Dalam kriteria diagnostik untuk hipokondriasis, DSM-IV menyatakan bahwa

gejala mencerminkan gejala-gejala tubuh. Data tubuh yang cukup menyatakan bahwa

orang hipokondriakal meningkatkan dan membesarkan sensasi somatiknya; mereka

memiliki ambang dan toleransi yang lebih rendah terhadap gangguan fisik. Sebagai

contohnya apa yang dirasakan oleh orang normal sebagai tekanan abdominal, orang

hipokondriakal mungkin berpusat pada sensasi tubuh, salah menginterpretasikannya

dan menjadi tersinyal oleh hal tersebut karena skema kognitif yang keliru.

Teori kedua adalah bahwa hipokondriasis dapat dimengerti berdasarkan

model belajar sosial. Gejala hipokondriasis dipandang sebagai keinginan untuk

mendapatkan perasaan sakit oleh seseorang yang menghadapi masalah yang

tampaknya berat dan tidak dapat dipecahkan. Peranan sakit memberikan jalan keluar,

karena pasien yang sakit dibiarkan menghindari kewajiban yang menimbulkan

kecemasan dan menunda tantangan yang tidak disukai dan dimaafkan dari kewajiban

yang biasanya diharapkan.

Teori ketiga adalah bahwa gangguan ini adalah bentuk varian dari gangguan

mental lain. Gangguan yang paling sering dihipotesiskan berhubungan dengan

hipokondriasis adalah gangguan depresif dan gangguan kecemasan. Diperkirakan 80

7
persen pasien dengan hipokondriasis mungkin memiliki gangguan depresif atau

gangguan kecemasan yang ditemukan bersama-sama. Pasien yang memenuhi criteria

diagnostic untuk hipokondriasis mungkin merupakan subtype pensomatisasi dari

gangguan lain tersebut.

Bidang pikiran keempat tentang hipokondriasis adalah bedang psikodinamika

yang menyatakan bahwa harapan agresif dan permusuhan terhadap orang lain

dipindahkan kepada keluhan fisik. Kemarahan pasien hipokondriakal berasal dari

kekecewaan, penolakan dan kehilangan di masa lalu, tetapi pasien

mengekspresikannya pada saat ini dengan meminta pertolongan dan perhatian dari

orang lain dan selanjutnya menolaknya karena tidak efektif. Hipokondriakal juga

dipandang sebagai pertahanan terhadap rasa bersalah yang melekat, suatu ekspresi

harga diri yang rendah, dan tanda perhatian terhadap diri sendiri yang berlebihan.

Penderitaan nyeri dan somatik selanjutnya menjadi alat untuk menebus kesalahan dan

membatalkan dan dapat dialami sebagai hukuman yang diterimanya atas kesalahan di

masa lalu dan perasaan bahwa seseorang adalah jahaat dan memalukan.

2. Epidemiologi Gangguan Hipokondria

Satu penelitian terakhir melaporkan prevalensi enam bulan terakhir sebesar 4-

6 persen pada populasi klinik medis umum. Laki-laki dan wanita sama-sama terkena

oleh hipokondriasis. Walaupun onset gejala dapat terjadi pada setiap manusia, onset

paling sering antara usia 20 dan 30 tahun. Beberapa bukti menyatakan bahwa

8
diagnostik adalah lebih sering diantara kelompok kulit hitam dibandingkan kulit

putih.

3. Diagnosis Gangguan Hipokondria

Kategori diagnostic DSM IV untuk hipokondriasis mengharuskan bahwa

pasien terpreokupasi dengan keyakinan palsu bahwa ia menderita penyakit yang berat

dan keyakinan palsu tersebut didasarkan pada misintepretasi tanda atau sensasi fisik.

Criteria mengharuskan bahwa keyakinan tersebut berlangsung sekurangnya enam

bulan, kendatipun tidak adanya temuan patologis pada pemeriksaan medis dan

neurologis. Criteria diagnostic juga mengharuskan bahwa keyakinan tersebut tidak

dalam intensitas waham (lebih tepat didiagnosis sebagai gangguan delusional) dan

tidak terbatas pada ketegangan tentang penampilan ( lebih tepat didiagnosis sebagai

gangguan dismorfik tubuh). Tetapi gejala hipokonriasis diharuskan memiliki

intensitas yang menyebabkan gangguan pada kemampuan pasien untuk berfungsi

didalam bidang penting hidupnya. Klinisi dapat menentukan adanya tilikan secara

tidak konsisten mengetahui bahwa permasalahan tentang penyakit adalah luas.

4. Gambaran Klinis Gangguan Hipokondria

Pesien hipokondriakal percaya bahwa mereka menderita penyakit yang parah

yang belum dapat dideteksi dan mereka tidak dapat diyakinkan akan kebalikannya.

Pasien hipokondriakal dapat mempertahankan keyakinan bahwa mereka memiliki

satu penyakit tertentu atau dengan jalannya waktu, mereka mungkin mengubah

keyakinannya tentang penyakit tertentu. Keyakinan tersebut menetap walau hasil lab

adalah negatif.

9
5. Diagnosis Banding Gangguan Hipokondrik

Hipokondriasis harus dibedakan  dari kondisi medis non psikiatrik, khususnya

gangguan yang tampak dengan gejala yang tidak mudah didiagnosis. Penyakit –

penyakit tersebut adalah AIDS, endokrinopati, miastenia gravis, sklerosis multiple,

penyakit degeneratif pada system syaraf, lupus eritematosus sistemik, dan gangguan

neoplastik yang tidak jelas.

Hipokondriasis dibedakan dari gangguan somatisasi oleh penekanan pada

hipokondriasis tentang ketakutan menderita suatu penyakit dan penekana pada

gangguan somatisasi tentang banyak gejala. Perbedaan yang tidak jelas adalah bahwa

pasien dengan hipokondriasis biasanya mengeluh tentang sedikit gejala debandingkan

dengan pasien dengan gangguan somatisasi. Gangguan somatisasi biasanya memiliki

onset sebelum usia 30 tahun sedangkan hipokondriasis memiliki usia onset yang

kurang spesifik. Pasien dengan gangguan somatisasi lebih sering adalah wanita

dibandingkan pasien hipokondriasis.

Hipokonsriasis juga dibedakan dari gangguan somatoform lainnya. Gangguan

konversi adalah akut dan biasanya sementara, melibatkan satu gejala, bukan suatu

penyakit tertentu. Adanya atau tidak la belle indifferences adalah ciri yang tidak dapat

dipercaya yang membedakan kedua kondisi tersebut. Gangguan nyeri adalah kronis,

seperti juga hipokondriasis, tetapi gejalanya adalah terbatas pada keluhan nyeri.

Pasien dengan gangguan dismorfik tubuh berharap dapat tampil normal tetapi percaya

bahwa orang lain memperhatikan bahwa mereka tidak noemal, sedangkan pasien

hipokondriakal mencari perhatian untuk anggapan penyakitnya.

10
Gejala hipokondriakal dapat terjadi pada gangguan depresi dan gangguan

kecemasan. Jika pasien memenuhi kriteria diagnostik lengkap untuk hipokondriasis

maupun gangguan mental berat lainnya, seperti gangguan depresif berat atau

gangguan gejala klasik gangguan panic. Keyakinan hipokondriakal delusional terjadi

pada skizpfrenia dan gangguan psikotik lainnya tetapi dapat dibedakan dari

hipokondriasis dengna adanya gejala psikotik lain. Disamping itu waham somatic

pasien skizofrenia cenderung kacau, aneh, dan diluar lingkungan kulturnya.

B. Pengertian Paranoid

Gangguan kepribadian paranoid (paranoid personality disorder; PPD) adalah

suatu kondisi karakteristik dimana individu tidak dapat mempercayai dan curiga

terhadap orang lain secara berlebihan. Dikatakan sebagai bentuk gangguan bila

perilaku tersebut sifatnya menetap, mengganggu dan membuat tertekan (distressing).

Akan tetapi, perilaku ini tidak disebut sebagai bentuk gangguan kepribadian bila

kemunculan perilaku tersebut disebabkan oleh skizofrenia, gangguan mood (seperti

depresi berat) dengan gejala psikotik, atau gangguan psikotik lainnya (faktor

neurologi), atau sebab-sebab yang diakibatkan oleh kondisi medis.

Individu dengan gangguan kepribadian paranoid sulit percaya dan curiga

berlebihan ketika berinteraksi dengan orang lain sehingga individu PPD merasa takut

untuk dekat dengan siapa pun, mencurigai orang asing meskipun orang itu tidak tepat

untuk dicurigai.

11
Individu PPD mempunyai teman yang sedikit, sulit mempercayai orang lain

membuat individu ini tidak dapat diajak kerjasama dalam sebuah tim. Namun

demikian, bukan berarti gangguan kepribadian paranoid tidak dapat menikah.

Kecemburuan dan keinginan untuk mengontrol pasangannya menjadi bagian patologi

dalam hubungan dengan pasangannya.

Hampir setiap saat individu PPD kesulitan untuk bersikap tenang untuk tidak

mencurigai orang lain, kadang mereka sengaja mencari-cari orang untuk menjadi

tersangka dan patut untuk dicurigai. Rasa takut yang muncul justru membuat individu

tersebut tidak dapat berbuat apa-apa (gugup) ketika orang yang dicurigainya berada

dekat dengannya. Seringnya individu PPD melakukan penolakan baik dengan

konfrontasi, agresif atau perselisihan membuat mereka memilih tidak bersahabat

dengan orang itu dan memilih diri untuk menyendiri.

1. Ciri-ciri

a) Sensitif terhadap kegagalan dan penolakan

b) Suka menyimpan dendam meskipun pada masalah kecil

c) Suka menyalah-artikan tindakan orang lain dengan kecurigaan yang

tidak mendasar

d) Konfrontatif bila bersinggungan dengan hak-hak pribadinya

e) Suka menyalahkan orang lain

f) Tidak percaya pada orang lain

12
g) Menjaga jarak hubungan emosional dengan orang lain, tidak ingin

akrab.

h) Waspada berlebihan

i) Merasa dirinya sendirian

j) Fanatik

k) Suka mengeluh atau membantah orang lain

l) Mempunyai fantasi tinggi

2. Tanda - tanda

Beberapa tanda-tanda pada gangguan kepribadian paranoid, antara lain :

a) Kecurigaan yang berulang tanpa dasar atau bukti yang kuat, terhadap orang

lain bahwa orang itu akan mengeksploitasi, bersikap jahat atau menipu

dirinya.

b) Sulit mempercayai orang lain dan tidak dapat bersikap loyal terhadap orang

atau kerjasama tim

c) Enggan berbagi pelbagai informasi kepada orang lain disebabkan rasa takut

yang tidak beralasan bahwa sewaktu-waktu orang lain akan bersikap jahat

kepadanya

d) Mengartikan kata-kata atau teguran yang ramah sebagai ancaman atau

merendahkan dirinya

13
e) Kecenderungan untuk tetap menyimpan dendam, meskipun pada masalah-

masalah kecil. Sulit untuk memaafkan orang lain yang pernah menganggu,

melukai, menyakiti atau mengabaikan dirinya.

f) Ketika bersinggungan dengan karakter atau reputasinya oleh orang lain, ia

akan segera bereaksi dengan amarah atau menyerang balik orang itu (dengan

kekerasaan fisik)

g) Kecurigaan yang berulang, tanpa dasar, tentang kesetiaan seksual dari

pasangannya.

3. Penyebab

Penyebab utama munculnya gangguan kepribadian paranoid tidak diketahu

secara pasti, namun diperkirakan faktor genetika mempunyai peran terhadap

kemunculannya gangguan tersebut, misalnya anggota keluarga dengan gangguan

skizofrenia. Gangguan kepribadian paranoid dapat juga muncul dari pengalaman

masa kanak-kanak yang tumbuh dari keluarga yang mendidik anak-anaknya dengan

ancaman. Perilaku orangtua dengan kesehariannya yang kasar, berantakan,

merendahkan diri anak-anaknya, juga mempengaruhi pembentukan karakteristik

gangguan ini pada anak dikemudian hari.

4. Treatment

a) Medikasi

Sama halnya dengan gangguan kepribadian lainnya, tidak ada obat medis

yang dapat menyembuhkan secara langsung PPD. Penggunaan obat-obatan

14
diberikan bila individu mengalami kecemasan berupa diazepam (dengan batasan

waktu tetentu saja), penggunaan thioridazine dan haloperidol (anti psikotik)

diberikan bila individu PPD untuk mengurangi agitasi dan delusi pada pasien.

b) Psikoterapi

Kesulitan yang dihadapi oleh terapist pada gangguan ini adalah penderita

tidak menyadari adanya gangguan dalam dirinya dan merasa tidak memerlukan

bantuan dari terapist. Kesulitan lain yang dihadapi terapis bahwa individu PDD

sulit menerima terapis itu sendiri, kecurigaan dan tidak percaya membuat terapi

sulit dilakukan.

Hal-hal lain yang harus diperhatikan terapis adalah bagaimana terapis

menjaga sikap, perilaku, dan pembicaraanya, individu PDD akan meninggalkan terapi

bila ia curiga, tidak menyukai terapisnya. Terapis juga harus menjaga dirinya untuk

tidak melucu didepan individu PPD yang tidak memiliki sense of humor. Menjaga

tidaknya konfrontasi ide-ide atau pemikiran secara langsung dengan pasien.

Terapi yang digunakan adalah Cognitive behavioral therapy (CBT), secara

umum CBT membantu individu mengenal sikap dan perilaku yang tidak sehat,

kepercayaan dan pikiran negatif dan mengembalikannya secara positif. Terapi

kelompok dalam CBT, individu akan dilatih agar mampu menyesuaikan dirinya

dengan orang lain, saling menghargai dan mengenal cara berpikir orang lain secara

positif dan mengontrol amarahnya sehingga individu dapat menciptakan hubungan

interpersonal yang baik.

15
Namun demikian, individu dengan PPD kronis terapi kelompok dan keluarga

tidak akan efektif dijalankan karena pada individu PPD kronis tingkat kepercayaan

terhadap orang lain samasekali tidak ada

5. Faktor Predisposisi

a) Faktor Perkembangan

Hambatan perkembangan akan mengganggu hubungan interpersonal yang

dapat menaikkan stres, kecemasan dengan berakhir dengan gangguan persepsi.

Disamping itu karena pengurus proses tumbang yang tidak tuntas seperti BHSP tidak

baik, kegagalan dalam mengungkapkan perasaan, pikiran serta proses kehilangan

yang berkepanjangan.

b) Faktor Sosial Budaya

Pengalaman hidup yang patut, pengalaman tersebut menyebabkan individu

menjadi cemas, merasakan ada sesuatu yang tidak menyenangkan, individu mencoba

menggunakan koping dengan mengingkari ancaman/ dengan perilaku proyeksi.

c) Faktor Fisik

Intoksikasi alkohol, kekurangan gisi, hygiene perorangan yang buruk, sulit

tidur.

d) Status Emosi

Ketakutan menjadi berbahaya, isolasi, pikiran yang di kontrol rasa curiga

yang ekstrim, bermusuhan/ marah, perasaan rendah diri/ ketidak berdayaan, rasa

malu, rasa bisalah, perasaan mendatar, tumpul tidak sesuai dengan keadaan.

e) Status Intelektual

16
Perasaan yang terpecah, paranoid, sombong, gagguan seksual,

ketidakmampuan dalam mengambil keputusan

f) Status Sosial

Kegagalan dalam mengungkapkan pikiran, menarik diri, isolasi, cepat

menyalahkan orang lain, hgangguan melakukan peran sosial, curiga

C. Psychogene Amenore

Adalah timbul oleh sebab-sebab psikis atau tertundanya / berhenti haid yang

patologis yang disebabnya oleh gangguan psikis.

Gangguan fungsional karena yang disebabnya oleh psychogene amenore ini

pada umumnya sulit disembuhkan dengan pengobatan fisik atau pengobatan organis,

misalnya dengan terapi psikis orang mampu menyembuhkan dengan cepat.

17
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Hipokondria / hypochondriasis adalah kecemasan atau rasa takut pada

individu yang berlangsung berulang - ulang. Hypochondriasis terjadi paling sering

diantara usia 20 dan 30 tahun dan tampak mempengaruhi kedua jenis kelamin secara

seimbang. Beberapa orang dengan hypochondriasis juga mengalami depresi atau

kegelisahan.

Pada penderita hypochondria biasanya akan bersikap berlebihan pada sensasi

fisik yang umum dan gangguan kecil, seperti detak jantung yang tidak teratur,

berkeringat, batuk yang kadang terjadi, nyeri, sakit perut, di mana hal tersebut dapat

menjadi bukti dari ketidakpercayaan mereka yang mengalami hypochondria.

Hypochondria sering sekali muncul bersamaan dengan gangguan kecemasan dan

mood. Penderita hypochondria akan selalu menanggapi keluhan-keluhan fisik dengan

sangat serius, dan menyimpulkan bahwa dia menderita penyakit tertentu.

Gangguan kepribadian paranoid (paranoid personality disorder; PPD) adalah

suatu kondisi karakteristik dimana individu tidak dapat mempercayai dan curiga

terhadap orang lain secara berlebihan. Dikatakan sebagai bentuk gangguan bila

perilaku tersebut sifatnya menetap, mengganggu dan membuat tertekan (distressing).

Akan tetapi, perilaku ini tidak disebut sebagai bentuk gangguan kepribadian bila

kemunculan perilaku tersebut disebabkan oleh skizofrenia, gangguan mood (seperti

18
depresi berat) dengan gejala psikotik, atau gangguan psikotik lainnya (faktor

neurologi), atau sebab-sebab yang diakibatkan oleh kondisi medis.

Psychogene amenore adalah timbul oleh sebab-sebab psikis atau tertundanya /

berhenti haid yang patologis yang disebabnya oleh gangguan psikis.

3.2 Saran

Kelompok mengharapkan agar mahasiswa dapat mengetahui dan

memanfaatkan makalah ini untuk menambah wawasan tentang “Gangguan

Psikologi Kebidanan” Dalam Pelayanan Kehamilan sehingga mahasiswa dapat

menerapkan ilmu pengetahuan, melaksanakan kemampuan komunikasi, keterampilan

klinik dan profesionalisme, menemukan seni pengobatan, mempelajari bagaimana

tingkah laku dan pendekatan tenaga medis (dokter, bidan, perawat, dll) kepada

pasien, sehingga masyarakat dapat menghargai profesi tenaga medis dan mereka

dapat lebih mencintai profesinya dengan melihat peran dan tanggung jawab tenaga

medis sebagai tenaga pendidik nantinya.

19
DAFTAR PUSTAKA

http://www.pikirdong.org/psikologi/psi39para.php

American Psychiatric Association. 2000. Diagnostic and Statistical Manual of

Mental Disorderr, page 77. Washington DC : APA

Behrman, Richard E, dkk. 2000. Ilmu Kesehatan Anak Nelson bab 552 kelainan

neurodegeneratif masa anak, halaman 2103. EGC. Jakarta

Kaplan, Harold I, dkk. 1997. Sinopsis Psikiatri, jilid 2 bab 38 gangguan

somatoform, halaman 81. Binarupa Aksara. Jakarta

Mantja, Zulkarnaen. 2008. Simtomatologi psikiiatri, hal 59. Departemen of

psikiatri medical faculty. Bandar lampung.

Maslim, Rusdi. 2001. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkas

PPDGJ III, halaman 84. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya.

Jakarta

http://handihka-ramadhan.blogspot.co.id/2010/08/gangguan-hipokondrik.html

https://www.kompasiana.com/ayulisnawati/gangguanhipokondria_552fc1316ea83

491308b45a0

Mansur, Herawati. 2009. Psikologi Ibu Dan Anak Untuk Kebidanan. Jakarta:

Salemba Medika.

Wijosastro, Hanafi. Saifudin, Bari, Abdullah. Rachimhadhi, Trijatmo. 2005. Ilmu

Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

20
21

Anda mungkin juga menyukai