Anda di halaman 1dari 16

Daftar isi

PRAKATA
PENGANTAR
DAFTAR ISI

BAB I : PENGERTIAN PANCASILA


A. Pancasila
1. Pengertian Pancasila Secara Epistemologi
2. Pengertian Pancasila Secara Historis
3. Pengertian Pancasila Secara Terminologis
B. Tujuan Pendidikan Pancasila
1. Pentingnya Mempelajari Pendidikan Pancasila
2. Landasan Pendidikan Pancasila
3. Tujuan Pendidikan Pancasila

BAB II : LINTASAN SEJARAH PANCASILA

A. Nilai-nilai Awal Pancasila


1. Zaman Kerajaan Lokal Nusantara
2. Zaman Prarevolusian Kemerdekaan
B. Sejarah Perumusan Dan Pengesahan Pancasila
1. Periode Pengusulan (29 Mei – 1 Juni 1945)
2. Periode Perumusan Hingga Piagam Jakarta (18 Juni 1945 – 22 Juni 1945)
3. Periode Sidang BPUPKI Kedua (10 Juli 1945 – 17 Juli 1945)
4. Periode Pengesahan Pancasila (18 Agustus 1945)
C. Masa Kemerdekaan : Periode Konstitusi RIS dan UUDS 1950 (Desember
1949 – 5 Juli 1959)
D. Era Orde Lama (5 juli 1959 – 11 Maret 1966)
E. Era Orde Baru (11 Maret 1166 – 21 Mei 1998)
F. Era Orde Reformasi (21 Mei 2998)
BAB I

PENGERTIAN PANCASILA

A. Pancasila

1. pengertian pancasila secara epistemologi

Masyarakat Indonesia pada umumnya tentu sudah tidak asing dengan istilah pancasila.
Bisa dikatakan bahwa ideologi negara Indonesia sudah dikenal oleh seluruh masyarakat
Indonesia. Berbicara tentang pancasila, secara epistemologis, istilah ‘’Pancasila’’ berasal dari
bahasa Sanksekerta. Menurut M. Yamin, memiliki dua arti secara leksiakal. Pertama, ‘’Panca’’
artinya lima dan ‘’Syila’’ artinya batu sendi, alas, atau dasar. Kedua, ‘’Syiila’’ yang artinya
peraturan tingkah laku yang baik. M. Yamin kemudian menegaskan bahwa Pancasila secara
etimologis yang memiliki makna leksikal ‘’berbatu sendi lima’’ atau bermakna ‘’dasar yang
memiliki lima unsur’’.

Hal yang hampir sama juga disampaikan oleh Kaelan (2014:12), menurut
pandangannya Kata Pancasila mula-mula terdapat dalam kepustakaan agama Budha yang ada
di India. ajaran Budha bersumber pada kitab suci Tri pitaka sedangkan dalam ajaran Buddha
terdapat ajaran moral untuk mencapai Nirwana (surga) namun setiap golongan mempunyai
kewajiban moral yang berbeda.

Jelaslah, bahwa ajaran Pancasila berkaitan dengan larangan membunuh, mencuri,


berzina, berdusta, dan juga mabuk-mabukan atau minum-minuman keras. Namun, di
Indonesia istilah Pancasila ditemukan dalam kelopak negara Kertagama karangan Mpu
Prapanca yaitu dalam sarga 53 bait ke-2 yang berbunyi ‘’Yatnaggengwani Pancasyiila
Kertasangkarbgisekaka Karma’’ yang artinya bahwa Raja menjalankan dengan Setia kelima
pantangan, begitu pula upacar- upacara ibadat dan penobatan penobatan (Kaelan, 2014:13).
Sedangkan menurut kamus bahasa Indonesia (Qodratillah, 2011), Pancasila memiliki
makna Panca yang berarti lima, dan sila yang berarti 1) Aturan yang menjadi latar belakang
perilaku seseorang atau bangsa 2. Dasar, adab, moral. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa Pancasila yang dijadikan dasar dan ideologi bangsa Indonesia adalah Pancasila yang
mempunyai makna ‘’lima aturan dasar’’ atau ‘’dasar yang memiliki lima unsur’’.

2. Pengertian Pancasila Menurut Historis

Berbicara Pancasila dari segi historis Tentu saja tidak terlepas dari dibentuknya
‘’Dokuritsu Zyunbi Tcioosakai’’ atau yang dikenal dengan istilah Badan Penyelidik Usaha-Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada tanggal 29 April 1945. Yang terdiri dari
ketua, ketua muda, kepala sekretariat, dan beberapa anggota (60 anggota pada saat sidang
pertama-29 Mei s.d 1 Juni 1945) dan tambahan enam orang anggota pada sidang BPUPKI ke
dua (10-16 Juli 1945).

Pada saat sidang BPUPKI pertama, ketua Dr. K.R.T Radjiman wediodiningrat meminta
pandangan para anggota tentang dasar Negara Indonesia. dan hasilnya ada tiga anggota yang
memberikan tanggapan mereka tentang dasar negara, yakni Moh. Yamin (29 Mei 1945), yang
kedua Prof. Dr. Soepomo (31 Mei 1945), yang terakhir Ir. soekarno (1 Juni 1945). adapun
usulan-usulan yang mereka sampaikan adalah sebagai berikut :

Tabel Rincian Usulan tentang Dasar Negara Indonesia

NAMA TANGGAL USULAN


Moh. Yamin Mei 1945 Peri Kebangsaan
Peri kemanusiaan
Peri Ketuhanan
Peri kerakyatan
Kesejahteraan Rakyat
Prof. Dr. Soepomo 31 Mei 1945 Dasar Persatuan dan Kekeluargaan
Takluk Kepada Tuhan
Kerakyatan
Kekeluargaan dalam Bidang Ekonomi
Hubungan Antar Bangsa Membatasi Diri
Sebagai Anggota Asia Timur Raya
Ir. soekarno 1 Juni 1945 Nasionalisme (Kebangsaan Indonesia)
Internasionalisme (Peri Kemanusiaan)
Mufakat (Demokrasi)
Kesejahteraan Sosial
KeTuhanan yang Berkebudayaan (Ketuhanan Yang
Maha Esa)

Adanya perbedaan usulan terkait dasar negara, telah menimbulkan banyak


pertanyaan, siapa sebenarnya penggali Pancasila ?

Saat berpidato tanggal 29 Mei 1945 tentang "asas dasar Negara Kebangsaan Republik
Indonesia" pada akhir pidatonya Moh Yamin menyerahkan suatu lampiran rancangan
sementara naskah undang-undang Dasar Republik Indonesia, pada bagian UUD RI tersebut
telah berbunyi:

Pidato Moh. Yamin tersebut menimbulkan banyak polemik tentang siapa sebenarnya
penggali Pancasila. Nugroho notosusanto (1985: 25) menyebutkan bahwa Moh Yamin adalah
orang pertama yang mengemukakan dasar negara RI pada tanggal 29 Mei 1945 sedangkan
Bung Karno dianggap sebagai orang pertama yang melabeli memberi nama dasar negara RI
yang disampaikan Moh Yamin dengan nama Pancasila.

Sebagai warga negara Indonesia yang baik wajib bagi kita untuk mengetahui sejarah.
namun dalam kasus polemik siapa penggali Pancasila yang sesungguhnya, Kita juga harus
menempatkan posisi secara bijaksana, Sebab semua usulan yang sudah disampaikan oleh
ketiga tokoh tersebut masih dibahas kembali dalam berbagai pertemuan penting lainnya.
contohnya saat di bahas dalam naskah Piagam Jakarta yang disusun oleh panitia sembilan pada
tanggal 22 Juni 1945 yang didalamnya memuat Pancasila.

Muatan Pancasila pada saat itu yakni :

1. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya


2. Kemanusiaan yang adil dan beradab
3. Persatuan Indonesia
4. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan
perwakilan
5. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia

Selain dibahas dalam Panitia Sembilan, usulan tersebut juga dibahas menjelang
disahkannya pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh PPKI. pada saat itu terdapat beberapa
keputusan yang salah satunya adalah disahkannya UUD 1945. di dalam UUD 1945 yang sah
tersebut terdapat poin Pancasila yang diubah dari hasil piagam Jakarta yaitu kalimat
"Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya menjadi
“ketuhanan Yang Maha Esa”. hingga pada akhirnya atas dasar kearifan dan kebijaksanaan the
Founding Fathers dalam melaksanakan dan mengesahkan Pembukaan UUD 1945 dan Pancasila
maka dikenallah UUD 1945 dan Pancasila sebagaimana kita ketahui sekarang. jadi, dengan
mencoba mengetahui sejarah perumusan Pancasila maka kita bisa berlaku bijaksana dalam
menyimpulkan berbagai polemik yang dihadirkan oleh beberapa literatur berbeda.

3. Pengertian Pancasila Secara Terminologis

Disahkannya undang-undang dasar negara Republik Indonesia oleh PPKI secara yuridis
juga menandakan disahkannya Pancasila dalam bagian pembukaan UUD 1945, tersebut
tercantum rumusan Pancasila, yaitu, ketuhanan Yang Maha Esa, manusia an yang adil dan
beradab, persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan perwakilan, keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Rumusan tersebutlah yang secara konstitusional sah dasar Negara Republik Indonesia.
Meskipun dalam beberapa kasus terdapat rumusan yang berbeda-beda tentang Pancasila
sebagaimana yang terjadi dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, Kaelan (2014:16-17)

Semenjak disahkan secara konstitusional pada 18 Agustus 1945, Pancasila dapat


dikatakan sebagai dasar (falsafah) negara, pandangan hidup, ideologi nasional, dan ligelatur
(pemersatu) dalam perikehidupan kebangsaan dan kenegaraan Indonesia. Singkat kata, sila
adalah dasar statis yang mempersatukan sekaligus bintang penuntun (leistar) yang dinamis,
yang mengarahkan bangsa dalam mencapai tujuannya (Yudi Latif, 2015: 41)

Soekarno juga pernah mengatakan bahwa Pancasila adalah satu alat pemersatu
bangsa Indonesia dari Sabang Sampai Merauke dan bukan hanya sekedar sebagai alat
pemersatu tapi juga sebagai alat pemersatu dalam perjuangan rakyat/bangsa untuk
melenyapkan segala penyakit yang dibawa oleh lawan dalam kurun waktu berpuluh-puluh
tahun, yakni imperialisme. Perjuangan suatu bangsa melawan imperialisme, mencapai
kemerdekaan dan suatu perjuangan bangsa Indonesia untuk mencapai corak sendiri-sendiri
(Soekarno, 1945, I: 3).

B. TUJUAN PENDIDIKAN PANCASILA

1. Pentingnya Mempelajari Pendidikan Pancasila

Pentingnya pendidikan Pancasila tentunya tidak terlepas dari visi pendidikan Pancasila.
dalam buku Pendidikan Pancasila untuk Perguruan Tinggi yang diterbitkan oleh
kemenristekdikti( 2016) disebutkan bahwa pendidikan Pancasila mempunyai visi terwujudnya
kepribadian civitas akademika yang bersumber pada nilai-nilai Pancasila.

Sedangkan visinya yaitu :

1. Mengembangkan Potensi Akademik peserta didik (misi psikopedagogis).


2. Menyiapkan peserta didik untuk hidup dan kehidupan dalam masyarakat, bangsa, dan
negara ( misi psikososial)
3. Membangun budaya berpancasila sebagai salah satu determinan kehidupan ( misi
sosiokultural)
4. Mengkaji dan mengembangkan pendidikan Pancasila sebagai sistem pengetahuan
terintegrasi atau disiplin ilmu sintetik (Synthetic Discipline) sebagai misi akademik.

Artinya bahwa pendidikan Pancasila penting bagi dunia pendidikan guna


mengembangkan potensi peserta didik agar mereka dapat hidup bermasyarakat berbangsa
dan bernegara dengan baik, kemudian menumbuhkan kembangkan budaya Pancasila dalam
determinan kehidupan peserta didik baik untuk saat ini atau saat yang akan datang.

C. Landasan Pendidikan Pancasila

1. Landasan Historik

Bangsa Indonesia terbentuk melalui suatu proses sejarah yang cukup panjang Kerajaan
Kutai Sriwijaya, Majapahit sampai datangnya bangsa lain menjajah serta menguasai bangsa
Indonesia. Beratus-ratus tahun bangsa Indonesia dalam perjalanan hidupnya berjuang untuk
menemukan sebagai suatu bangsa yang merdeka, serta memiliki suatu prinsip yang tersimpul
dalam pandangan hidup serta filsafat hidup bangsa. Proses yang cukup panjang dalam
perjalanan sejarah bangsa Indonesia menemukan jati dirinya, yang didalamnya tersimpul ciri
khas, sifat dan karakter bangsa yang berbeda dengan bangsa lain oleh para pendiri negara kita
dirumuskan dalam suatu rumusan yang sederhana namun mendalam yang meliputi lima
prinsip (lima sila) yang kemudian diberi nama Pancasila.

Jadi secara historis bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam setiap sila Pancasila
sebelum dirumuskan dan disahkan menjadi dasar negara Indonesia secara objektif historis
telah dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri. Sehingga asal nilai-nilai Pancasila tersebut tidak
lain adalah dari bangsa Indonesia sendiri atau dengan kata lain bangsa Indonesia sebagai kuasa
materialis Pancasila. oleh karena itu berdasarkan fakta objektif historis kehidupan bangsa
Indonesia tidak dapat dipisahkan dengan nilai-nilai Pancasila. Atas dasar pengertian dan alasan
historis inilah maka sangat penting bagi generasi penerus bangsa terutama kalangan di era
milenial untuk mengkaji, memahami, dan mengembangkan berdasarkan dekatan ilmiah, yang
pada gilirannya akan memiliki suatu kesadaran serta wawasan kebangsaan yang kuat
berdasarkan nilai-nilai yang dimilikinya sendiri. Materi inilah yang dalam kurikulum
internasional disebut civic education, mata kuliah yang membahas tentang ‘’National
Philosophyi” bangsa Indonesia. Hal ini harus dipahami oleh seluruh generasi penerus bangsa,
Karena bangsa Indonesia secara historis memiliki nilai-nilai kebudayaan, adat istiadat serta
nilai-nilai keagamaan yang secara historis melekat pada bangsa.

2. Landasan Kultural

Setiap bangsa di dunia dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara senantiasa
memiliki suatu pandangan hidup, filsafathidup serta pegangan hidup agar tidak terombang-
ambing dalam kancah. Pergaulan masyarakat internasional. setiap bangsa memiliki ciri khas
serta pandangan hidup yang berbeda-beda dengan bangsa lain. Negara komunis meletakkan
dasar filsafat negara nya pada suatu konsep ideologi tertentu, mendasarkan ideologinya pada
suatu konsep pemikiran Karl Marx.

Berbeda dengan bangsa-bangsa lain, bangsa Indonesia mendasarkan pandangan hidupnya


dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara Pada suatu asas kultural yang dimiliki dan
melekat pada bangsa itu sendiri. Nilai-nilai kenegaraan dan kemasyarakatan yang terkandung
dalam sila-sila Pancasila bukanlah hanya merupakan suatu hasil konseptual seseorang saja
melainkan merupakan suatu hasil karya besar bangsa Indonesia sendiri, yang diangkat dari
nilai-nilai kultural yang dimiliki oleh bangsa Indonesia sendiri melalui proses refleksi filosofis
para pendiri negara seperti Soekarno, Moh. Yamin, Moh. Hatta, Soepomo serta tokoh pendiri
negara lainnya.

Satu-satunya karya besar bangsa Indonesia yang sejajar dengan karya besar bangsa
lain di dunia ini adalah hasil pemikiran tentang bangsa dan negara yang mendasarkan
pandangan hidup suatu prinsip nilai yang tertuang dalam sila-sila Pancasila. Oleh karena itu
para generasi penerus bangsa terutama kalangan milenial sudah seharusnya untuk mendalami
secara dinamis dalam arti mengembangkannya sesuai dengan tuntunan zaman.

3. Landasan Yuridis

Landasan yuridis perkuliahan pendidikan Pancasila pendidikan tinggi tertuang dalam


undang-undang No. Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional. pasal 1 ayat 2 disebutkan
bahwa sistem pendidikan nasional berdasarkan Pancasila. Hal ini mengandung makna bahwa
secara material Pancasila merupakan sumber hukum pendidikan nasional.

Selain itu mata kuliah Pancasila adalah mata kuliah yang mendidik warga negara untuk
mengetahui, memahami dan merealisasikan nilai-nilai pancasila baik sebagai negara. Oleh
karena itu perkuliahan Pancasila dilakukan untuk membentuk karakter bangsa dengan
menanamkan nilai-nilai kebangsaan serta kecintaan terhadap tanah air yang dalam kurikulum
internasional disebut sebagai civic education, citizenship education.

Dalam SK Dirjen Dikti No. 43/DIKTI/KEP/2006, jelaskan bahwa misi Pendidikan


Kewarganegaraan adalah untuk memantapkan kepribadian mahasiswa agar secara konsisten
mampu mewujudkan nilai-nilai dasar Pancasila, rasa kebangsaan dan cinta tanah air dalam
menguasai dan mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi. Jadi maksud dari SK Dirjen
Dikti No. 43/DIKTI/KEP/2006. tersebut maka Pancasila kewarganegaraan adalah berbasis
Pancasila sebagai filsafat bangsa dan negara Indonesia. Berdasarkan ketentuan tersebut maka
secara material melalui kenegaraan pendidikan Pancasila bahkan Filsafat Pancasila adalah
wajib diberikan di pendidikan tinggi dan secara eksplisit terdapat dalam rambu-rambu
pendidikan kepribadian.
4. Landasan Filosofis

Pancasila adalah sebagai dasar filsafat negara dan pandangan filosofis bangsa Indonesia.
Oleh karena itu sudah merupakan suatu keharusan moral untuk secara konsisten
merealisasikannya dalam setiap aspek kehidupan bermasyarakat, bangsa dan bernegara. Hal
ini berdasarkan secara filosofis aktif bahwa bangsa Indonesia dalam hidup bermasyarakat dan
bernegara berdasarkan pada nilai-nilai yang tertuang dalam sila-sila Pancasila yang secara
filosofis merupakan filosofi bangsa Indonesia sebelum mendirikan negara.

Secara filosofis, bangsa Indonesia sebelum mendirikan negara adalah sebagai bangsa yang
berketuhanan dan berkemanusiaan, Hal ini berdasarkan kenyataan objektif bahwa manusia
adalah makhluk Tuhan yang maha esa. Syarat mutlak suatu negara adalah adanya persatuan
yang terwujud kan sebagai rakyat (merupakan unsur pokok negara). Sehingga secara filosofis
negara persatuan dan kerakyatan. konsekuensinya rakyat adalah merupakan dasar ontologis
demokrasi karena rakyat merupakan asal mula kekuasaan negara dan sekaligus sebagai unsur
pokok negara.

Atas dasar pengertian filosofis tersebut maka dalam bernegara nilai-nilai Pancasila
merupakan dasar filsafat negara. Konsekuensinya dalam setiap aspek penyelenggaraan negara
harus bersumber pada nilai-nilai Pancasila termasuk sistem peraturan perundang-undangan di
Indonesia. Oleh karena itu dalam realisasi kenegaraan termasuk dalam proses informasi
dewasa ini merupakan suatu keharusan bahwa Pancasila merupakan sumber nilai dalam
pelaksanaan kenegaraan baik dalam pembangunan nasional, ekonomi, politik, hukum, sosial
budaya, maupun pertahanan dan keamanan.

C. Tujuan Pendidikan Pancasila

Dalam UU No. 20 Tahun 2013 tentang sistem Pendidikan Nasional dan juga termuat dalam
SK Dirjen Dikti. No.43/DIKTI/KEP/2006, dijelaskan Bahwa tujuan materi pancasila dalam
rambu-rambu pendidikan kepribadian mengarahkan pada moral yang diharapkan terwujud
dalam kehidupan sehari-hari yaitu perilaku yang memancarkan iman dan taqwa terhadap
Tuhan Yang Maha Esa dalam masyarakat yang terdiri atas berbagai golongan agama,
kebudayaan dan beraneka ragam kepentingan, memantapkan kepribadian mahasiswa agar
secara konsisten mampu mewujudkan nilai-nilai dasar Pancasila, rasa kebangsaan dan cinta
tanah air dalam menguasai, menerapkan dan mengembangkan ilmu pengetahuan teknologi
dan seni dengan penuh rasa tanggung jawab dan bermoral.

Tujuan pendidikan diartikan sebagai seperangkat tindakan intelektual dan berorientasi


pada kompetensi mahasiswa pada bidang profesi masing-masing. Kompetensi lulusan
pendidikan pancasila adalah seperangkat tindakan intelektual, penuh tanggung jawab sebagai
seorang warga negara dalam memecahkan berbagai masalah dalam hidup bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara dengan menerapkan pemikiran yang berlandaskan nilai-nilai
Pancasila. Sifat intelektual tersebut tercermin pada kemahiran, diperlihatkan sebagai
kebenaran tindakan ditilik dari aspek iptek, etika ataupun kepatutan agama serta budaya.

Pendidikan Pancasila bertujuan untuk menghasilkan peserta didik yang berperilaku, (1)
memiliki kemampuan untuk mengambil sikap yang bertanggung jawab sesuai dengan hati
nuraninya, (2) memiliki kemampuan untuk mengenali masalah hidup dan kesejahteraan serta
cara-cara memecahkannya, (3) mengenali perubahan-perubahan dan perkembangan ilmu
pengetahuan teknologi dan seni, (3) memiliki kemampuan untuk memaknai peristiwa sejarah
dan nilai-nilai budaya bangsa untuk menggalang persatuan Indonesia.

Melalui pendidikan Pancasila, warga negara Republik Indonesia diharapkan mampu


memahami, menganalisis dan menjawab masalah-masalah yang dihadapi oleh masyarakat
bangsanya secara berkesinambungan dan konsisten berdasarkan cita-cita dan tujuan bangsa
Indonesia.
BAB II

PANCASILA DALAM LINTASAN SEJARAH BANGSA

A. Nilai-Nilai Awal Pancasila

1. Zaman Kerajaan Lokal Nusantara

Di periode sejarah kerajaan-kerajaan nusantara, kita bisa menemukan banyak nilai yang
nanti akan mewujudkan konkret dalam bentuk Pancasila di masyarakat Kutai menampilkan
nilai-nilai sosial politik dan ketuhanan dalam bentuk kerajaan, kenduri, serta sedekah kepada
para Brahmana (Kaelan, 2019 : 29).

Sementara itu, nilai tentang cinta kesejahteraan bersama dalam suatu negara mulai muncul
dalam kerajaan Sriwijaya yang terkenal dengan slogannya ”marvuat vanua Criwijaya
siddhayatra subhiksa" alisa suatu cita-cita negara yang adil dan makmur (Kaelan, 2010 : 30).

Kerajaan Majapahit menyumbangkan nilai persatuan ketika Patih Gajah Mada di masa
pemerintahan raja Hayam Wuruk kekuasaan keluar Jaya. Dia menyatakan Sumpah Palapa dan
dengan dibantu oleh mpu Nala dan Adityawarman, iya menaklukkan satu persatu jawa.
sehingga, boleh dibilang Daerah yang dikuasai Hayam Wuruk hampir meliputi seluruh wilayah
Indonesia sekarang. Nilai internasionalisme ditemukan di era ini mengingat Majapahit saat itu
melakukan mitreka satata (Persahabatan yang kekal dan sederajat) dengan negara-negara di
Asia Tenggara (Setiadi, 2007 : 18).
2. Zaman Prarevolusi Kemerdeka

Zaman kerajaan lokal Nusantara, nilai-nilai Pancasila hanya ada secara implisit dan dan
tersebar di kepulauan nusantara dan terdapat dalam kebudayaan kebudayaan daerah sejak
awal abad ke-20 nilai-nilai Pancasila mulai terumus secara eksplisit sebagai nilai-nilai mendasar
dalam zaman pergerakan nasional.

Pada awal abad ini terjadi peristiwa peristiwa dimana nilai-nilai Pancasila muncul secara
fragmentaris dalam tiga tahapan sebagai berikut (Poespowardojo, 1989 : 16-17). Pertama,
bangkitnya kesadaran kebangsaan lewat peristiwa dan tokoh :

 R. A Kartini dalam tulisan dan perilaku yang memperjuangkan emansipasi bagi kaum
wanita itu nilai dasar yang diketengahkan olehnya adalah mengangkat martabat dan
perkembangan pribadi manusia titik perjuangan beliau ini mencerminkan Sila ke-2.

 Berdirinya Budi Utomo pada 1908 yang memperjuangkan kemandirian, martabat bangsa
dan kesadaran nasional dengan tumpuan kekuatan kebudayaan, perjuangan ini
mencerminkan Sila ke- 1, ke-2, dan ke-5.

 Berdirinya Sarekat dagang Islam SDI, yang nantinya menjadi Sarekat Islam, 1911 yang
memperjuangkan persamaan derajat, kemandirian solidaritas, dan perkembangan sosial
ekonomi masyarakat dengan tumpuan kekuatan agama dan Perdagangan mencerminkan
Sila ke-1 ke-2 ke-3 dan ke-5.

Kedua, bangkitnya kesadaran politis yang terwujud dalam gerakan-gerakan politik seperti

 Berdirinya Indische Partij dengan pimpinan Douwes Dekker pada 1912 yang ingin
mencapai kemerdekaan dan membangun Patriotisme semua ‘’kaum Hindia’’ menegakkan
persamaan derajat, solidaritas, dan keadilan sosial. gerakan ini mencerminkan Sila ke 1,
ke-3, dan ke-5.

 Berdirinya Jong Java, Jong Ambon, Jong Sumatra, dan lain-lain yang ingin menanamkan
nilai kepribadian, kemandirian dan solidaritas serta mewujudkan cita-cita persatuan
dengan dasar nasionalisme menuju terwujudnya Indonesia Raya. Mencerminkan sila-3.

 Berdirinya PNI dan partai-partai lain yang ingin memperjuangkan kemerdekaan Indonesia
dengan semangat nasionalisme dan patriotisme. gerakan ini mencerminkan Sila ke-3 dan
ke-4.

Ketiga, bangkitnya kesadaran ideologis yang ditandai oleh gerakan dan peristiwa sebagai
berikut :

 Kongres Pemuda Indonesia pada 1928 yang menghasilkan Sumpah Pemuda: Kesatuan
tanah air, bangsa, dan bahasa Indonesia yang memperjuangkan persamaan derajat dan
kemerdekaan. peristiwa ini mencerminkan Sila ke-2, ke-3, dan ke-4.

 Pembuangan, penyingkiran dan pengasingan sejumlah tokoh kemerdekaan ke berbagai


daerah, seperti ke Boven Digul, Ende, Banda Neira dan lain sebagainya.

B. Sejarah Perumusan dan Pengesahan Pancasila

1. Periode Pengusulan (29 Mei – 1 Juni 1945)

BPUPKI adalah badan yang merupakan perwujudan dari pemerintah Jepang untuk
memberikan kemerdekaan tanpa syarat. Sekaligus, perwujudan dari anjuran Jepang supaya
Indonesia berani mendirikan Negara Indonesia merdeka dihadapan musuh musuh Jepang yaitu
pihak termasuk kaki tangannya NICA (Netherland Indie Civil Administration), yang ingin
mengembalikan kekuasaan Kolonial nya di Indonesia (Kaelan,2010 : 34). Badan ini dibentuk
oleh pemerintah pendudukan Jepang pada 29 April 1945.

Sidang berlangsung selama 4 hari mulai dari tanggal 29 Mei 1945 hingga hingga 1 Juni
1945, yang diadakan di gedung volksraad. Agenda utama sidang ini adalah menuruti
permintaan Dr. Radjiman tentang dasar negara Indonesia merdeka. sejumlah anggota pun
melontarkan gagasan gagasan mereka dengan tokoh utama, diantaranya

Pertama, M. Yamin. Menyampaikan pidato berjudul dan dasar Negara Kebangsaan


Republik Indonesia pada 29 Mei 1945, m Yamin mengusulkan calon rumusan dasar negara
berupa 1) peri kebangsaan, 2) peri kemanusiaan, 3) peri ketuhanan, 4) peri kerakyatan, dan 5)
Kesejahteraan Rakyat (kutip dari Setiadi, 2007: 27).

Kedua, Prof. Dr. Mr. Soepomo. Pada tanggal 31 Mei 1945 Soepomo menyampaikan
pidato yang menyodorkan lima sila berupa, 1) persatuan, 2) musyawarah, 3) keseimbangan
lahir dan batin, 4) musyawarah, 5) Keadilan rakyat (Warman Adam, 2012 : 116).

Ketiga, Ir. Soekarno pada 1 Juni 1945. ditempatkan berpidato paling akhir soekarno
soekarno justru dianggap berhasil menyintesiskan berbagai pandangan yang telah muncul dan
orang pertama yang mengonseptualisasikan dasar negara itu dalam pengertian "dasar
falsafah".

Soekarno mengusulkan lima sila yang ia namakan sebagai Pancasila sebagai dasar filsafat
negara. Kelima sila usulan Soekarno itu adalah, 1) nasionalisme atau perikemanusiaan, 3)
mufakat atau demokrasi, 4) Kesejahteraan Sosial, 5) Ketuhanan yang berkebudayaan.

Akhirnya. usulan Soekarno itu disambut tepuk tangan riuh seluruh peserta sidang yang
berjumlah 62 orang. Bulan ini juga diterima secara aklamasi oleh BPUPKI sebagai dasar dalam
penyusunan falsafah negara (MPR, 2017 : 34). Momen inilah yang kemudian dijadikan
landasan untuk nantinya menetapkan 1 Juli sebagai hari lahir Pancasila dan hari libur nasional.

Kemudian pada akhir masa persidangan pertama BPUPKI Ketua BPUPKI lantas
membentuk panitia kecil yang bertugas untuk mengumpulkan usul-usul para anggota yang
akan dibahas pada masa sidang lanjutkan. Panitia kecil ini diketuai oleh Soekarno sendiri, dan
memiliki delapan anggota, yang terdiri dari enam wakil golongan kebangsaan, dan dua wakil
golongan Islam. Itu sebabnya panitia kecil dikenal sebagai panitia delapan. (MPR, 2017 : 35).

2. Periode Perumusan Hingga Piagam Jakarta (18 Juni 1945 – 22 Juni 1945)

Anda mungkin juga menyukai