Anda di halaman 1dari 8

CHAPTER 5

MEASURMENT THEORY

PENGERTIAN
Pengukuran (measurement) merupakan bagian yang sangat penting dalam suatu
penyelidikan ilmiah. Tujuan pengukuran tersebut adalah untuk menjadikan data yang
dihasilkan lebih informative dan menjadi lebih bermanfaat. Pengukuran dipakai dalam
berbagai disiplin pengetahuan ataupun bidang pekerjaan dan profesi termasuk bidang
akuntansi. Sebagai penyedia informasi akuntansi memerlukan pengukuran karena data
kuantitatif merupakan bagian dominan dari informasi akuntansi. Konsep pengukuran secara
umum akuntansi dipandang sebagai displin pengukuran dan pengkomunikasian.

SKALA PENGUKURAN
Menurut Steven, skala dapat digambarkan secara umum menjadi nominal, ordinal, interval
atau rasio

1. Skala Nominal
“Dalam pengukuran, nomor yang digunakan menunjuk kepada jumlah atau tingkat
kepemilikan dari suatu objek, dan bukan menunjukkan kepada objek itu sendiri,
Sedangkan dalam skala nominal, nomor menunjukkan kepada objek atau kelompok dari
objek” Dalam skala nominal, nomor hanya diigunakan sebagai sebuauh label. Contohnya
adalah penomoran pemain sepak bola.
2. Skala Ordinal
Skala ordinal dibuat ketika suatu operasi memeringkat objeknya sehubungan dengan
properti yang diberikan. Kelemahan skala ordinal adalah interval antar nomor tidak
memberitahukan apa - apa tentang perbedaan kuantitas kepemilikan yang diwakilinya.
3. Skala Interval
Skala interval memberikan informasi yang lebih daripada skala orginal. Tidak hanya
memberi peringkat kepada objeknya, tetapi juga jarak antara interval skalanya diketahui
dan sama. Kelemahan skala interval adalah titik nolnya dibuat dengan bebas.
4. Skala Rasio
 memberikan peringkat kepada objek atau kejadian
 interval antar objek diketahui dan sama
 Asal yang unik, titik nol yang alami, dimana jaraknya dengan objek terakhir diketahui
OPERASI YANG DIIJINKAN DALAM PENGUKURAN
Tidak semua operasi aritmatik dapat digunakan dengan skala interval. Penjumlahan dan
pengurangan masih bisa digunakan dengan skala interval, namun pengkalian dan pembagian
tidak.
Tidak ada operasi aritmatik yang dapat digunakan dengan menggunakan skala ordinal.
Kita tidak dapat menjumlah, mengurangi, mengkali, dan membagi nomor atau interval dengan
mengunakan skala ini. Oleh karena itu, skala ordinal hanya dapat memberikan informasi yang
terbatas

TIPE TIPE PENGUKURAN


Menurut Campbell, pengukuran bisa diakui hanya ketika ada konfirmasi teori - teori
empiris (hukum) untuk mendukung pengukuran. Tipe pengukuran yang lebih jauh,
pengukuran fiat, yang diungkapkan oleh Togerson, menjadi tambahan atas pengukuran
fundamental dan turunan yang didiskusikan Campbell.
1. Pengukuran Fundamental
Pengukuran fundamental merupakan pengukuran dimana angka-angka bisa diterapkan
pada benda dengan mengacu pada hukum alam dan tidak bergantung pada pengukuran
variabel apapun. Hal-hal seperti panjang, hambatan listrik, nomor, dan volume merupakan
hal-hal yang bisa diukur. Sebuah skala rasio bisa diformulasikan pada tiap-tiap benda
sebagai hukum dasar yang dihubungkan dengan pengukuran yang berbeda (jumlah) pada
benda-benda yang sudah ada.
2. Pengukuran Turunan
Menurut Campbell, sebuah pengukuran turunan merupakan pengukuran yang bergantung
dari pengukuran dua atau lebih benda lain. Contohnya adalah pengukuran kepadatan, yang
bergantung pada pengukuran massa dan volume. Dalam akuntansi, contoh pengukuran
turunan adalah keuntungan, yang diturunkan dari penambahan dan pengurangan
pendapatan dengan beban.
3. Pengukuran Formal
Ini adalah tipe pengukuran dalam ilmu sosial dan akuntansi, menggunakan definisi yang
dibangun secara acak untuk dihubungkan dengan hal - hal yang bisa diamati dengan pasti
(variabel) pada konsep yang telah ada, tanpa perlu teori konfirmasi untuk mendukung
hubungan tersebut. Untuk mengukur validitas pengukurannya, ilmuwan sosial berusaha
menghubungkan hal-hal yang dipelajari dengan variabel lain untuk melihat manfaatnya.
Contohnya, jika kita ingin mengukur kemampuan aritmatik orang, kita mungkin memilih
untuk menguji mereka dalam suatu tes aritmatik. Bagaimanapun, tidak adateori empiris
yang konfirmasi untuk menilai tes yang kita lakukan, dan kita membuat asumsi ketika kita
membangun skala pengukuran. Kita bisa memprediksikan bahwa pada kebanyakan orang,
yang mempunyai nilai tes yang tinggi juga akan berprestasi dalam kuliah matematika.

KEANDALAN DAN AKURASI


Apa yang dimaksud dengan keandalan dari sebuah pengukuran atau akurasi dari sebuah
pengukuran? Untuk menjawab pertanyaan ini, pertama-tama kita perlu menekankan bahwa
tidak ada pengukuran yang bebas dari kesalahan kecuali perhitungan.
Sumber-sumber Kesalahan
1. Operasi pengukuran ditetapkan dengan kurang tepat.
Aturan untuk menetapkan angka untuk suatu properti biasanya terdiri dari `seperangkat
operasi`. Seperangkat operasi mungkin tidak dinyatakan dengan tepat dan karena itu
mungkin dapat ditafsirkan dengan kurang tepat oleh orang yang mengukur.
2. Pengukur.
Pengukur mungkin saja salah mengartikan aturan, berat sebelah, atau menerapkan atau
membaca instrumennya secara tidak benar.
3. Instrumen.
Banyak operasi yang membutuhkan digunakannya instrumen fisik, seperti penggaris atau
termometer atau barometer, yang mungkin saja rusak.
4. Lingkungan.
Tempat dilaksanakannya operasi pengukuran dapat mempengaruhi hasilnya.
5. Atribut tidak jelas.
Apa yang akan diukur mungkin tidak jelas, terutama apabila pengukurannya melibatkan
sebuah konsep yang tidak dapat diukur secara langsung.

PENGUKURAN YANG DAPAT DIANDALKAN


Sering diperlukan bahwa sebelum unsur-unsur seperti aktiva, kewajiban, pendapatan, dan
beban diakui dalam laporan keuangan, unsur-unsur tersebut harus mampu untuk dilakukan
pengukuran yang dapat diandalkan. Gagasan keandalan menggabungkan dua aspek: ketepatan
dan kepastian pengukuran, dan pengungkapan yang secara meyakinkan mewakili sehubungan
dengan transaksi ekonomi yang mendasarinya dan berbagai peristiwa. Aspek mempengaruhi
ketepatan pengukuran.
Istilah ‘presisi’ sering digunakan dalam dua konteks. Pertama, mungkin merujuk ke
nomor, dalam hal ini adalah berlawanan dengan gagasan pendekatan. Kedua, berkaitan
dengan operasi pengukuran, dalam hal ini berkaitan dengan tingkat penyempurnaan dari
operasi atau kinerjanya, serta persetujuan hasil antara operasi pengukuran yang digunakan
berulang kali yang diterapkan pada properti tertentu.
Arti terakhir ini pada dasarnya sama dengan keandalan. Dengan menyatukan dua istilah,
kita dapat mengatakan bahwa keandalan dari pengukuran berkaitan dengan ketepatan di mana
suatu properti tertentu diukur dengan menggunakan satu perangkat operasi.

PENGUKURAN YANG AKURAT


Konsistensi hasil, presisi dan kehandalan tidak selalu menyebabkan akurasi. Meskipun
prosedur pengukuran mungkin sangat handal, memberikan hasil yang sangat tepat, namun
tidak mungkin menghasilkan hasil yang akurat. Alasannya adalah akurasi berhubungan
dengan seberapa dekat pengukuran menuju ‘nilai sejati ' dari atribut pengukuran.
Sifat fundamental, seperti panjang dari suatu objek, dapat ditentukan secara akurat dengan
membandingkan objek dengan standar yang mewakili nilai sebenarnya.
Masalahnya adalah pada beberapa pengukuran nilai yang sebenarnya tidak diketahui.
Untuk menentukan ketepatan dalam akuntansi, kita perlu tahu atribut apa yang perlu kita ukur
untuk mencapai tujuan pengukuran. Tujuan dari akuntansi untuk menyajikan informasi yang
berguna. Oleh karena itu akurasi pengukuran berkaitan dengan gagasan pragmatis dari
‘kegunaan’, tetapi akuntan tidak sama dalam menentukan spesifikasi dan standar kuantitatif
yang harus diterapkan.

PENGUKURAN PADA AKUNTANSI


Pengukuran pada akuntansi termasuk pada kategori pengukuran turunan untuk kapital dan
profit. Profit pada akuntansi termasuk turunan, menurut standar akuntansi internasional dari
perubahan pada kapital dengan fair-value dari aset bersih. Nilai kapital diturunkan dari nilai
bersih pengukuran fair value aset dan kewajiban sehingga kita harus mengukur nilai awal
kapital, nilai pendapatan yang diterima, penggunaan kapital, perubahan pada fair value pada
aset bersih. Penambahan kapital selama periode tersebut akan mengukur laba pada periode
tersebut, yang datang dari berbagai sumber, seperti operasi dan pengukuran-kembali.
Bandingkan pendekatan pengukuran ini dengan pendekatan yang diambil sebelum
pengenalan standar akuntansi internasional. Pendapatan yang diterima dibandingkan dengan
penggunaan aset bersih dalam suatu periode dan jika pemasukan lebih besar dari penggunaan
kapital bersih, kita memiliki tambahan pada kapital.
Pada tahun-tahun pertama masehi, tujuan akuntansi adalah menghitung dan mengamankan
aset dengan menggunakan akuntansi satu-entri. Dengan sistem ini kapital diukur dengan
melihat luas tanah, ternak, produk agrikultur. Kapital dihitung bukan dengan alasan finansial,
melainkan hanya dihitung dan dirinci.
Setelah perang salib, pada abad kesebelas, pembukaan rute perdagangan Timur Tengah
dan Asia menciptakan permintaan barang jual beli (sutra, rempah, karpet, dan sebagainya).
Kota perdagangan di Italia memainkan peran penting dalam transportasi krusader ke Tanah
Suci dan kembali dengan barang-barang. Aktivitas ini mensyaratkan adanya laba usaha. Laba
didasarkan pada kembalinya dari (biasanya) perjalanan satu tujuan pulang. yang biasanya
dibiayai rekanan-rekanan dan diperhitungkan setelah memperhitungkan kapital awal.
Sehingga kapital akhir diukur sebagai akumulasi kekayaan dari perdagangan individual
ditambah kapital awal. Dari sisi pemangku kepentingan usaha, laba disajikan sebagai
pertambahan kekayaan. Lebih lanjut lagi, penggunaan sistem angka Arab bersamaan dengan
konsep kapital yang dikembalikan membawa kita kepada evolusi akuntansi dobel-entri.
Sistem ini digunakan secara luas oleh pedagang Italia dari abad ke-12 sampai ke-16 dan
pertama kali didokumentasikan oleh Luca Pacioli sebagai “Sistem Venice” pada 1494.
Pada abad ke-18 di Inggris terjadi perkembangan dalam bentuk perusahaan joint stock
dengan kewajiban terbatas, kelas manajemen yang terpisah, dan saham yang dapat ditransfer.
Banyak perusahaan jenis ini bankrut, mengakibatkan kerugian besar bagi kreditor, yang
membawa kepada Undang-undang Pendaftaran dan Pengaturan Perusahaan Joint Stock.
Undang-undang ini menekankan pada perlindungan terhadap kreditor dan penilaian akuntansi
yang konservatif. Sehingga definisi kapital turunan bergerak menuju “kapital kreditor” dan
menghasilkan penerimaan nilai yang lebih rendah dari biaya dan harga pasar sebagai prinsip
pengukuran. Pada abad ke-19, konsep kapital lain muncul, mengikuti ekspansi kereta api di
US. Konsep kapital ini berkisar pada mempertahankan keutuhan dari aset yang ada lebih dari
satu periode (going concern) seperti mesin dan jalur kereta api agar melanjutkan kemampuan
persahaan kereta untuk menyediakan jasa transportasi dengan level yang sama. Hal ini
menghasilkan konsep depresiasi sebagai metode untuk memelihara dana (kapital) untuk
mengganti aset, dan konsep going concern dari pemeliharaan kapital.
Hingga titik ini di sejarah, teori kapital dan pemeliharaan kapital masih sedikit
dikembangkan, hanya kumpulan konsep yang kabur. Tetapi, pada 1940 Paton dan Littleton
memproduksi pernyataan definitif pertama tentang konsep kapital dan laba. Mereka
mendefinisikan laba sebagai turunan dari penyandingan dan alokasi biaya historis dengan
pendapatan yang dihasilkan. Konsep dan prinsip Paton dan Littleton membentuk dasar sistem
akuntansi biaya historis konvensional yang adalah sistem dominan sebelum perkenalan
standar akuntansi internasional pada 2005.
Pada periode normatif pada 1960-an muncul banyak tantangan pada prinsip penilaian
biaya historis dan pemeliharaan kapital. Kritikus secara deduktif berargumen bahwa penilaian
perusahaan berdasarkan biaya historis yang usang tidak berguna bagi pengambilan keputusan
ekonomis dan laba urunan tidak mengukur penggunaan kontemporer sumber daya. Laba
diturunkan dari menggunakan nilai kapital “berharga pasar” dan melihat penambahan
sebenarnya dari daya beli atau kemampuan untuk mempertahankan suplai barang dan jasa.
Konsekuensinya, kita memiliki beberapa sistem pengukuran akuntansi. Perbedaan
perspektif ini merefleksikan bermacam-macam batas pada akuntansi dan kurangnya kesamaan
pendapat tentang prinsip pengukuran, tetapi dengan sistem alokasi biaya historis sebagai
sistem yang konvensional dan dominan. Belakangan ini IASB (International Accounting
Standard Board) telah memberikan pandangan bahwa globalisasi bisnis memberikan
dukungan yang meningkat terhadap kebutuhan untuk adanya satu standar akuntansi yang
digunakan di seluruh dunia untuk menghasilkan informasi keuangan yang dapat
dibandingkan.
Hal ini menghasilkan dua perkembangan yang penting untuk dicatat pada pengaturan
standar akuntansi internasional oleh IASB yang disinyalir melalui standar akuntansi seperti
IAS 39/AASB 139 Instrumen Keuangan: Pengakuan dan Pengukuran dan Agenda Proyek
IASB: Melaporkan Pendapatkan Komprehensif (Pelaporan Performa)—(1) bahwa
pengukuran laba dan pengakuan pendapatan harus terhubung dengan pengakuan tepat waktu,
dan (2) bahwa pendekatan “fair vale” harus diadopsi sebagai prinsip pengukuran kerja.
Sehingga, pada 2005 kita memiliki prinsip pengukuran yang fokus pada perubahan pada nilai
aset dan kewajiban daripada pelengkapan proses penghasilan. Singkatnya, ini berarti bahwa
perubahan pada fair value aset dan kewajiban dapat diakui sesegera mungkin setelah mereka
muncul dan dilaporkan sebagai komponen pendapatan. Lebih jauh lagi, fokus telah berpindah
menuju konsep penilaian dengan neraca sebagai gudang utama dari informasi terkait nilai dan
pengguna utama informasi akuntansi adalah pemegang saham dan investor. Meskipun, tentu
saja, konsep ini tidak berjalan tanpa kontroversi.
Beberapa perusahaan berargumen bahwa akuntansi fair value dari IASB secara
fundamental mengubah fokus manajemen risiko. Perusahaan akan menurunkan aktivitas
hedging mereka karena mereka khawatir dengan akibat akuntansi dengan IAS 39/AASB 139.
Salah satu konsekuensinya adalah dana pensiun perusahaan akan muncul sebagai kewajiban
pada neraca (IAS 19/AASB 119 Benefit Pegawai) dan ini perlu untuk dilindungi nilainya.
Rangkuman Agenda Proyek IASB: Pelaporan Pendapatan Komprehensif (Pelaporan
Performa) menyoroti pemikiran IASB tentang pengukuran pendapatan dan aset khususnya
aplikasi pengukuran fair value. IASB belakangan ini telah memulai kembali proyek pelaporan
performa, tetapi beberapa isu yang baru-baru ini dibahas adalah:
1. Informasi akuntasi semestinya mengarah kepada pengambil keputusan yang membuat
keputusan ekonomi sebuah entitas.
2. Entitas harus menyajikan pernyataan tunggal tentang semua item pendapatan dan beban
yang diakui sebagai kumpulan lengkap pernyataan finansial.
3. Pernyataan tersebut harus sepenuhnya inklusif:
a. Pernyataan itu harus juga berisi efek dari semua perubahan pada aset dan kewajiban
bersih pada suatu periode, selain transaksi dengan pemilik.
b. Aset dan kewajiban harus dinilai dengan fair value yang mengira-ngira harga pasar
tetapi pengganti-pengganti seperti arus kas masa depan discounted. harga pasar
terdepresiasi, atau model kalkulasi harga aset yang dapat digunakan pada ketiadaan
pasar likuid.
c. Penentuan pendapatan seharusnya dibagi antara profit sebelum pengukuran kembali
dan efek pengukuran kembali.
4. Semua pendapatan dan beban harus dikategorikan dan ditampilkan dengan cara yang
(a) meningkatakan pemahaman pengguna tentang performa yang dicapai.
(b) mendukung pembuatan ekspektasi performa masa depan.
5. Laba seharusnya tidak berdasarkan gagasan realisasi.
6. Fokus semestinya pada:
(a) transparansi yang lebih besar
(b) informasi yang berguna untuk investor dan relevansi data untuk pengambilan
keputusan
(c) konsep keandalan yang telah digantikan keterpercayaan yang representatif.
Dengan sistem ini laporan laba rugi akan menjadi sisa antara aset bersih awal dengan aset
bersih akhir, ketimbang neraca menjadi sisa antara biaya yang belum dialokasikan setelah
proses penyandingan, yang adalah kasus pada pengukuran biaya historis. Meskipun isu ini
tidak lagi disepakati, mereka menggambarkan pemikiran lama IASB adalah indikator dari
arah yang mungkin di masa depan.

MASALAH PENGUKURAN BAGI AUDITOR


Fokus pengukuran laba telah bergeser dari pendapatan dan beban yang cocok untuk menilai
perubahan nilai wajar aktiva bersih, misalnya pengakuan kerugian penurunan nilai. Auditor
harus menentukan apakah manajemen telah membuat penilaian yang tepat dan masuk akal.
Adanya berbagai alternatif metode penilaian atas aset yang menimbulkan masalah tersendiri
bagi auditor. Terdapat banyak cara penilaian aset yang dapat diterima oleh auditor jika
memenuhi persyaratan :
1. metode penilaian diaplikasikan secara tepat dan konsisten,
2. menggunakan asumsi yang beralasan,
3. data yang digunakan untuk penilaian tersebut valid.
Pada prakteknya, Auditor kadang menerima tekanan dari manager perusahaan yang audit
untuk menerima metode penilaian atas aset perusahaan tersebut jika tidak maka auditee akan
mencari auditor yang lain. Masalah lain yang muncul adalah audit atas biaya historical seperti
standar biaya persediaan. Seharusnya biaya atas persediaan ditetapkan secara tepat, tapi biaya
itu didasarkan atas asumsi proses produksi yang dipengaruhi oleh kondisi yang berubah-ubah.

Anda mungkin juga menyukai