Anda di halaman 1dari 8

GENUS : ASCARIS

Ascaris adalah jenis cacing gilig yang besar. Bibirnya mempunyai peninggian bergigi, tetapi
tidak ada interlabia atau sayap servikal. Ekor cacing jantan berbentuk kerucut, tanpa sayap
kaudal tetapi terdapat sejumlah papila.
MORPOLOGI, cacing Ascaris suum berbentuk bulat panjang, memiliki kutikula yang tebal
serta memiliki tiga buah bibir pada bagian mulutnya. Dua buah bibirnya terletak pada bagian
dorsal. Masing-masing bibir dilengkapi dengan papillae dibagian lateral dan subventral dan
dilengkapi pula dengan sederetan gigi pada permukaan sebelah dalam. Ukuran panjang tubuh
cacing jantanberkisar antara 15-25 cm dengan diameter penampang lintang 3 mm. Sedangkan
cacing betina dapat mencapai panjang 41 cm dengan diameter penampang lintangnya 5 mm.

SIKLUS HIDUP
Dalam perkembangannya, cacing A. suum melalui dua fase perkembangan yakni fase
eksternal (diluar tubuh ternak) dan fase internal ( di dalam tubuh ternak)

Fase eksternal : dimulai sejak telur cacing Ascaris dikeluarkan bersama dengan faeses dari
dalam tubuh ternak penderita saat defikasi. Di alam luar, pada kondisi lingkungan yang
menunjang, telur akan berkembang sehingga didalam telur terbentuk larva stadium I. Bila
kondisi tetap menunjang, larva stadium I akan menyilih menjadi larva stadium II yang
bersifat infeksius (telur infektif) dan siap menulari ternak babi apabila telur tertelan.

Fase internal dimulai saat telur yang infektif tertelan oleh hospes definitif. Didalam usus
halus, telur infektif tersebut dicerna oleh enzim pencernaan dan terbebaslah larva stadium II.
Larva II akan menembus dinding usus halus menuju hati atau larva akan mengikuti peredaran
darah vena porta menuju ke hati. Selanjutnya larva II tersebut menembus kapsul hati dan
masuk melalui sel-sel parenkem hati untuk selanjutnya ikut peredaran darah dari hati menuju
ke jantung, paru-paru, dan bahkan dapat menyebar seluruh organ tubuh. Jika babi bunting
dapat terjadi infeksi prenatal. Juga larva dapat mencapai kelenjar susu, didalam kelenjar susu,
larva cacing akan bersifat dorman (tidak berkembang lebih lanjut atau mengalami fase
istirahat ) dan baru akan berkembang didalam tubuh keturunannya (anak) bila mana sudah
lahir dan penularannya melalui air susu.
Didalam paru-paru larva stadium II berkembang menjadi larva III, kemudian keluar dari
kapiler alveoli paru-paru menuju bronchioli, bronchi dan selanjutnyake trachea, pharing
(iritasi terjadi proses batuk) akhirnya larva III tertelan dan sampailah kembali ke dalam usus
halus. Di dalam usus halus larva III menyilih menjadi larva IV dan menyilih untuk menjadi
larva V (dewasa).

Cacing betina  dewasa dapat menghasilkan telur sebanyak 200.000 butir per har, dan diduga
bahwa seekor cacing A. suum betina dewasa selama hidupnya dapat menghasilkan telur
sebanyak 27 milyard butir. Telur berukuran 50-80 X 40-60 mikron, berdinding tebal,
berwarna kuning kecoklatan serta pada bagian luarnya dilapisi oleh lapisan albumin yang
tidak rata sehingga membentuk tonjolan yang bergerigi (ciri khas dari genus Ascaris ).
HOSPES DEFINITIF DAN PREDILEKSI, berparasit pada babi dan predeleksinya didalam
usus halus.

GENUS : PARASCARIS
Merupakan cacing nematodadengan tubuh yang tebal dan bahkan lebih besar dari Ascaris.
Ketiga bibir tampak jelas dipisahkan oleh alur horizontal menjadi bagian anterior dan
posterior. Ujung posterior cacing jantan membulat atau berbentuk kerucut tumpul dengan
sayap kaudal kecil. Tidak ada gubernakulum.
SPESIES, Parascaris equorum, berpredeleksi di dalam usus halus kuda termasuk zebra dan
equidae. Cacing jantan panjangnya 15 – 28 cm dan diameternya 3-6 mm, spikulanya sama
besar dengan panjang 2 – 2,5 mm. Cacing betina panjangnya 18 – 50 cm dengan diameter
mencapai 8 mm. Vulva terletak  1/ 4 anterior tubuh, telurnya berbentuk agak bulat dengan
diameter 9-10 mikron, kulit tebal berbintik-bintik halus.
SIKLUS HIDUP, sama dengan A. suum.

GENUS : TOXOCARA
Dikenal 3 spesies penting yaitu : Toxocara canis, T. cati  dan T. Vitulorum

1.   Toxocara canis, berpredeleksi dalam usus halus anjing dan rubah, lebih besar dari Toxascaris
leonina. Cacing jantan panjangnya mencapai 10 cm dan yang betina 18 cm. Telurnya
berbentuk agak bulat berukuran 85-90X75 mikron dengan dinding tebal dan berbintik-bintik
halus.
2.   Toxocara cati, berpredeleksi didalam usus halus kucing. Morfologinya hampir sama dengan
T. canis, cacing jantan panjangnya 3 – 7 cm, spikulumnya tidak sama besar dan bersayap.
Cacing betina panjangnya 4-12 cm. Telur berukuran 65 – 75 mikron.
3.   Toxocara vitolurum, berpredeleksi didalam usus halus sapi, kerbau, domba dan kambing.
Bibirnya lebar pada pangkalnya dan semakin keujung menyempit. Cacing jantan panjangnya
mencapai 25 cm dengan diameter 5 mm. Ujung posteriornya meruncing dan sering disebut
berujung paku. Cacing betina panjangnya 30 cm dengan diameter 6 mm. Vulva cacing
terletak 1/8 ujung anterior tubuh. Telurnya berukuran 75-95 X 60 – 75 mikron.  SIKLUS
HIDUP, sama dengan A. suum

GENUS : TOXASCARIS
Cacing dari genus ini hampir sama dengan Toxocara sp., perbedaannya bibir lobulus anterior
terpisah oleh sebuah alur yang dalam dan lobulus tersebut melebar dan pada ujungnya
berlobus dua.
SPESIES, Toxascaris leonina, berpredeleksi didalam usus halus anjing, kucing, rubah dan
berbagai filidae. Ujung anterior cacing dewasa membengkok ke dorsal, cacing jantang
panjangnya 2 – 7 cm dengan diameter1,5 – 2 mm. Sedangkan cacing betina panjangnya 2 –
10 cm, vulvanya berada 1/3 anterior tubuh. Telur mempunyai kulit yang tebal dan halus
dengan ukuran 5 – 85 X 60 –75 mikron.
SIKLUS HIDUP, larva II infektif menetas didalam usus halus, kemudian masuk kedalam
mukosa usus untuk beberapa saat dan akhirnya kembali lagi kedalam usus dan mengalami
perkembangan lebih lanjut menjadi dewasa.

GENUS  : OXYURIS

SPESIES : O. equi., dijumpai didalam usus besar dari bangsa kuda di seluruh dunia. Cacing
jantan Panjang 9 – 12 mm dan betina sampai 150 mm.
MORPOLOGI,  Oesofagus sempit ditengah. Yang jantan mempunyai spikulum 120 – 150
mikron. Ekor memiliki 2 pasang papilla besar dan beberapa papilla kecil. Cacing betina muda
berwarna hampir putih, agak melengkung dan memiliki ekor pendek dengna ujung membulat
runcing. Cacing berwarna keabuan atau kecoklatan dengan ekor langsing. Telur bulat
panjang, agak mendatar pada ujungnya dengan sumbat pada satu ujungnya. Ukuran telur 90
X 42 mikron.

SIKLUS HIDUP
Cacing betina dan betina muda hidup di caecum dan colon crasum. Setelah pembuahan,
betina yang dewasa kelamin mengembara ke rectum dan merayap ke luar melalui anus. Telur
dilepaskan dalam gerombolan-gerombolan di kulit daerah perianal. Perkembangan telur cepat
dan menjadi stadium infektif dalam 3-5 hari. Telur infektif dapat mencapai daerah perianal
dan menetas disitu, namun biasanya telur-telur terjatuh ditanah. Pada keadaan lembab telur
dapat hidup dalam beberapa minggu, tetapi pada kondisi kurang menunjang telur akan mati.
Infeksi terjadi karena menelan telur infektif. Larva infektif terbebas di dalam usus halus dan
larva stadium III akan dijumpai didalam mukosa cryptus dari colon dan caecum. Larva
stadium 4 akan dijumpai sekitar 8 – 10 hari setelah menelan telur. Dewasa kelamin akan
dicapai sekitar 4-5 bulan setelah infeksi.

GENUS : ASCARIDIA
SPESIES : Ascaridia galli, A. columbae, A. dissimilis yang predeleksinya di dalam usus
halus ternak unggas seperti ayam, mentog, kalkun, itik dan berbagai burung liar di seluruh
dunia.
MORFOLOGI : Ascaridia galli merupakan cacing berbentuk silinder, berukuran paling besar
pada unggas. Cacingberwarna putih kekuning-kuningan, memiliki tiga buah bibir yang
berukuran sama, esofagus berbentuk alat pemukul dan tidak dijumpai adanya bulbus
posterior.
            Cacing jantan panjangnya 5-6 cm dan ekornya mempunyai alae kecil yang dilengkapi
dengan sepuluh pasang papillae yang sebagian besar pendek dan tebal. Mempunyai sucker
(batil isap ) precloaka dan berbentuk bundar dengan tepi cutikuler yang tebal. Spikulum tidak
sama besarnya, tetapi sama panjang berukuran 1-2,4 mm dan tidak ada gubernakulum.
            Cacing betina dewasa berukuran 7,2 – 11,6 cm, bagian ekornya memipih kebagian
ujung, sedangkan lubang kelamin terletak lebih kearah depan (pertengahan tubuh).
            Telur cacing A. galli berbentuk oval dengan dinding yang halus, licin, tidak
bersegmen dan belum berkembang saat dikeluarkan. Telur cacing berukuran 73 – 92 X 45-57
mikron. Cacing betina dewasa mengeluarkan telur sebanyak 250.000 butir setiap hari.

  SIKLUS HIDUP
Telur cacing keluar bersama tinja hospes definitif terinfeksi pada saat defikasi. Di alam luar
telur akan mengalami perkembangan yaitu di dalam telur akan terbentuk larva, telur infeksius
(telur dengan larva stadium II) akan dicapai setelah kira-kira 10 hari dan sangat tahan
terhadap pengaruh luar, dan bahkan dapat bertahan selama tiga bulan pada tempat
yang  teduh tetapi cepat terbunuh dalam kekeringan, kepanasan dan terkena sinar matahari
langsung.
            Unggas terinfeksi bila makan/minum yang tercemar telur infektif atau termakannya
cacing tanah yang sebelumnya menelan telur cacing infektif, transmisi dapat terjadi secara
mekanik langsung ke dalam usus hospes definif. Setelah telur infeksius tertelan, didalam
saluran pencernaan hospes definitif , karena pengaruh enzem pencernaan telur akan menetas
dan terbebaslah larva stadium II. Setelah menetas, larva II akan menetapdidalam lumen usus
selama 8 hari dan mengalami ekdisis ( menyilih) menjadi larva III, setelah itu larva III akan
masuk kedalam mukosa usus halus sampai  hari ke-17 menyilih menjadi larva IV dan
akhirnya masuk ke lumen usus dan menjadi dewasa ( 6-8 minggu ).
GENUS : HETERAKIS

Spesies yang penting adalah heterakis gallinarum, dijumpai didalam caecum dari ternak
unggas, bebek, mentog, angsa dan bangsa burung.
Cacing jantan berukuran panjang 7-13 mm. Cacing betina 10-15 mm. Memiliki alae lateralis
yang besar, dengan esofagusbulbus yang kuat. Ekor cacing jantan diperlengkapi alae yang
besar, sebuah sucker precloaca yang menonjol dan membulat serta 12 pasang papillae.
Spikula tidak sama, yang kanan langsing 2 mm, yang kiri memiliki sayap lebar 0,65 –0,7
mm. Vulva ditengah-tengah tubuh cacing betina. Telur berdinding tebal, halus dengan ukuran
65-80 u X 35 – 46 mikron.

SIKLUS HIDUP
Telur cacing keluar bersama tinja saat defikasi, kemudian telur cacing diluar tubuh hospes
berkembang menjadi stadium II yang infektif setelah 14 hari (27 0 C), tetapi perkembangan
biasanya lebih lama sampai beberapa minggu pada suhu yang lebih rendah. Telur sangat
tahan terhadap kondisi lingkungan dan tahan sampai berbulan-bulan.
 Bila hospes menelan telur infektif, larva menetas dalam usus halus setelah 1-2 jam.
Sekitar 4 hari kemudian cacing-cacing muda tersebut berada dalam mukosa caecum dan
dapat merusak kelenjar disitu. Didalam kelenjar larva stadium II berada selama 2-5 hari
sebelum melanjutkan perkembangan di dalam lumen. Pada 6 hari setelah infeksi menyilih
menjadi stadium III, kemudia pada  hari ke-10 menyilih menjadi stadium IV dan pada hari
ke-15 menjadi dewasa. Periode prepaten adalah 24-30 hari setelah infeksi.
            Cacing tanah dapat membantu sebagai reservoir (inang paretenik), dimana dalam
tubuh cacing tanah parasit berada sebagai larva stadium II. Infeksi terjadi karena memakan
cacing tanah yang mengandung larva stadium II.

ORDO RABDITIDA
GENUS : STRONGYLOIDES
Cacing ini disebut cacing benang, terdapat bentuk bebas di alam dan bentuk parasitik didalam
intestinum vertebrata. Bentuk parasitik adalahPARTHENOGENETIK dan telur dapat
berkembang diluar tubuh hospes, langsung menjadi larva infektif yang bersifat parasitik atau
dapat menjadi bentuk larva bebas yang jantan dan betina. Cacing ini esofagus panjang dan
bentuk selindris, vulva terletak pada bagian pertengahan tubuh posterior, ekor pendek dan
telur telah berembrio.

Bentuk bebas : adanya cacing jantan dan betina dengan esofagus rabditiform, ujung posterior cacing
betina meruncing ke ujung vulva terletak di pertengahan tubuh.
Bentuk parasitik : esofagus filariform tanpa bulbus posterior, larva infektif dari generasi parasitik
mampu menembus kulit dan ikut aliran darah.

SIKLUS HIDUP
Terjadi bentuk parasitik sempurna dan non parasitik sempurna dan terjadi kombinasi
dari kedua bentuk. Betina parthenogenetik dijumpai terbenam di dalam mukosa usus halus.
Bentuk ini memproduksi telur transparan berdinding tipis yang dikeluarkan bersama tinja.
(kecuali S. stercoralis, telur ini menetas didalam tinja dan larva stadium I dijumpai didalam
tinja).
            Larva stadium I dapat berkembang langsung menjadi larva stadium 3 yang
infektif (siklus Homogenik), atau berkembang menjadi bentuk jantan dan betina bebas yang
akan dapat memproduksi larva infektif (siklus heterogenik). Bila kondisi lingkungan
menunjang siklus heterogenik yang dominant dan bila tidak menunjang siklus homogenik
yang dominant.
            Pada siklus heterogenik larva stadium I ditransformasikan secara cepat sehingga
dalam 48 jam terbentuk cacing jantan dan betina bebas yang dewasa kelamin. Melalui
kopulasi, betina bebas memproduksi telur yang akan menetas dalam beberapa jam dan
kemudian mengalami metamorposa menjadi larva infektif. Hanya satu generasi larva yang
diproduksi oleh betina bebas.
            Pada siklus homogenik larva stadium I cepat mengalami perubahan menjadi larva III
(infektif) yakni sekitar 24 jam pada suhu 27 0C. infeksi pada hospes vertebrata terjadi dengan
menembus kulit, tetapi dapat juga secara oral dan menembus mukosa mulut/esofagus dan
dibawa bersama darah ke paru-paru, memecah alveoli – bronchiole – bronchus – trachea –
pharing dan tertelan. Periode prepaten 5 – 7 hari. Infeksi prenatal terjadi pada S. ransomi,
pada babi dan S. papillosus pada sapi. Dan juga melalui air susu.

ORDO : STRONGYLIDA

GENUS : STRONGYLUS

Terdapat capsulla buccalis bentuk globoid yang berkembang sempurna pada dinding dorsal.
Tetapi anterior capsulla buccalis biasanya memiliki alat kutikuler berbentuk daun yang
disebut corona radiata. Terdapat corona radiata external pada lubang mulut dan corona
radiata internal pada dinding sebelah dalam capsulla buccalis. Bursa pada cacing jantan
berkembang sempurna dan kuat yang memiliki cabang-cabang (alur) yang tipik didalamnya.
            Strongylus equinus, dijumpai didalam sekum dan colon bangsa kuda , termasuk zebra.
Warna cacing abu-abu hitam. Kadang-kadang kemerahan karena darah dalam saluran
pencernaan yang tampak. Cacing jantan panjangnya 26-35 mm, yang betina 38-47 mm,
dengan penampang 2 mm.Capsulla buccalis oval dan memiliki corona radiata external dan
internal. Pada pangkal dari capsula buccalis terdapat gigi dorsal yang besar dan dua gigi
subventral yang lebih kecil. Cacing jantan memiliki dua spikula. Vulva dari cacing betina
terletak sekitar 12-14 mm dari bagian posterior tubuh.
Bentuk telur oval, dinding tipis dan telah mengalami awal segmentasi pada saat dilepaskan
dari tubuh, ukuran telur 70 – 85 u X 40-75 mikron.
Spesies lain :  S. edentatus, S. vulgaris, S. asini.
SIKLUS HIDUP
            Telur –telur keluar bersama tinja dan telah mengalami awal segmentasi. Dinding telur
tipis, terdiri dari lapisan dinding sebelah luar yang terdiri dari bahan chitin dan membrana
vitellinus di dalamnya. Pada suhu 26 C terbentuk larva stadium I dalam waktu 20-24 jam
yang menetas dari telur dan menjadi larva stadium bebas. Setelah menetas, larva berada pada
stadium I, yaitu bentuk rhabditiform. Makanan larva adalah bakteri , kemudian terus
bertumbuh dan menyilih menjadi larva stadium II. Bentuk rhabditiform esofagus berkurang,
kemudian tumbuh menjadi larva yang kutikulanya masih tetap berasal dari stadium
sebelumnya dan bersifat infeksius. Larva stadium infeksius tidak makan bakteri  dari alam
sekitarnya, tetapi memperoleh makanannya dari granula makanan yang tersimpan didalam
sel-sel intestinum.
Larva infeksius tidak aktif masuk kedalam tubuh hospes, tetapi tertelan bersama makanan.
            Larva stadium infeksius bersifat :
1.      geotrofik negatif : selalu merayap keatas ke daun-daun rumput dan lain-lain.
2.      Phototropic pada sinar lemah, tapi takut pada sinar kuat, sehingga larva merayap naik pada
pagi hari dan sore hari atau pada cuaca mendung.
3.      Migrasi terjadi lebih aktif pada keadaan panas dibanding dingin.

Kemampuan hidup larva pada pasture tergantung pada kondisi lingkungan yaitu, kelembaban,
suhu dan sinar matahari. Karena persedian makanan terbatas, kondisi yang mendukung
pergerakan maka larva lebih cepat mati. Pada musim panas, larva tidak dapat hidup lebih dari
3 bulan, tetapi pada musim dingin dapat hidup setahun atau lebih.
            Infeksi terjadi karena memakan larva infeksius dan perkembangan larva stadium
infektifselanjutnya yaitu pelepasan dan pergantian kulit yang terjadi didalam usus halus
hospes.
Pada Strongylus equinus, larva yang telah berganti kulit, menembus masuk mukosa sekum
dan kolon dan masuk ke sub serosa untuk membentuk nodule disitu. Sebelas hari setelah
infeksi, terbentuk larva didalam nodule. Larva stadium 4 migrasi ke rongga peritonium, terus
ke hati yang berlangsung selama 6-8 minggu. Antara 2-4 bulan setelah infeksi, larva
meninggalkan hati melalui ligamentum hepatika dan pergi ke rongga peritonium melalui
pankreas. Setelah 118 hari dari saat infeksi, terbentuk larva stadium 5 dan menuju ke sekum
dan kolon. Periode prepaten adalah 260 hari.

GENUS : HAEMONCHUS

MORFOLOGI :   Cacing  Haemonchus contortus merupakan cacing lambung yang besar,


sehingga disebut juga cacing ” Barberpole” , cacing lambung berpilin atau cacing kawat pada
ruminansia. Cacing H. contortus berpredeleksi didalam abomasum kambing, sapi, kambing
dan ruminansia lain.
            Cacing jantan panjangnya 10-20 mm diameter 400 mikron, berwarna merah terang
serta memiliki spikula dan bursa. Bursanya ditemukan di bagian posterior tubuh tersusun oleh
dua lobus lateral yang simetris dan satu lobus dorsal yang tidak simetris, sehingga
membentuk percabangan seperti huruf  Y dan berwarna mengkilat.
            Cacing betina mempunyai ukuran lebih panjang dari cacing jantan yaitu 18-30 mm
dengan diameter 500 mikron, nampak adanya anyaman-anyaman yang membentuk spiral
antara organ genital (Ovarium) yang berwarna putih dengan usus yang berwarna merah
karena penuh berisi darah, sehingga akan nampak berwarna merah puti secara berselang
seling. Mempunyai  ” Flaf anterior” yang menutupi permukaan vulva yang umumnya besar
dan menonjol. Cacing betina dewasa mampu bertelur sebanyak 5.000 – 10.000 butir setiap
hari.  Telur berbentuk lonjong dan berukuran 70-85 X 41 –48 mikron yang pada saat keluar
bersama tinja, perkembangan telur telah mengalami stadium morula (didalam telur telah
mengandung 16-32 sel).

SIKLUS HIDUP
            Telur cacing dikeluarkan bersama faeses dari hewan penderita ke alam bebas, setelah
24 jam pada lingkungan yang mendukung (suhu dan kelembaban) akan segera menetas dan
terbebaslah larva stadium I. Pada kondisi yang tetap mendukung larva I akan ekdisis menjadi
larva II, kemudian akan menjadi larva III yang infektif.  Larva III akan merayap keatas daun
atau rumput-rumputan serta dapat bertahan hidup untuk beberapa minggu – bulan jika kondisi
tetap menunjang.
            Jika larva infektif dimakan hospes definitif melalui rumput yang tercemar, maka
selanjutnya menyilih menjadi larva IV dan menempel pada mukosa abomasum untuk
menghisap darah. Larva IV akan mengalami penyilihan yang terakhir menjadi cacing muda
yang berpredeleksi didalam abomasum serta menghisap darah. Cacing betina sudah dapat
bertelur dalam waktu 18 – 21 hari setelah infeksi.
Spesies lain :
1.      H. placei , berpredeksi didalam lambung sapi, tetapi juga menginfeksi domba dan
ruminansia lain. Morfologi sangat mirip dengan H. contortus hanya spikulum cacing jantan
lebih panjang dengan kait-kait terminal panjang juga, sedang cuping vulva cacing betina
bentuknya mengecil seperti bintil.
2.      H. similis, menginfeksi lambung sapi dan kadang-kadang domba.

GENUS : OESOPHAGUSTOMUM

MORFOLOGI, Cacing ini memiliki capsula buccalis silindris dan sempit. Memiliki corona


radiata. Mempunyai bursa terdiri 3 lobi dan ada spikula. Merupakan parasit pada caecum dan
colon pada ternak sapi, kambing, domba, babi dan kera. Sering disebut cacing nodular, sebab
larva cacing  membentuk nodular pada intestinum.
            O. columbionum : dijumpai pada colon domba, kambing, unta. Cacing jantan Panjang
12-16,5 mm. Dan betina sekitar 15-21,5 mm, dengan penampang sekitar 0,45 mm. Ukuran
telur berkisar 73-39 U X 34-45 mikron.
            O. radiatum : dijumpai didalam colon sapi, kerbau dan zebu. Cacing jantan panjang
14-17mm dan betina 16-22 mm.
            O. dentatum : dijumpai di dalam usus besar babi.

SIKLUS HIDUP
            Telur keluar bersama tinja hospes . di luar tubuh perkembangan stadium bebas sama
dengan Strongylus sp.  Stadium infektif dicapai pada kondisi optimum dalam waktu 6-7 hari.
Setelah ditelan larva infektif mengalami pergantian kulit dalam usus halus dan sehari setelah
infeksi larva menembus dinding usus yakni pylorus sampai ke rectum. Kondisi selanjutnya
terjadi didalam muskularis mukosa yaitu 4-5 hari setelah infeksi dan larva tumbuh sampai
sekitar 1,5 –2,5 mm setelah 5-7 hari, larva kembali masuk kedalam lumen intestinum dan
migrasi kecolon. Disitu mengalami ekdisis ke empat dan berubah menjadi cacing
dewasa.  Telur tampak pertama pada tinja penderita setelah 41 hari infeksi. Sebagian larva
dapat tinggal menetap dalam mukosa dalam waktu yang lebih lama pada anak domba.

GENUS  : STEPHUNURUS

MORFOLOGI
Cacing in memilki capsul bukalis berbentuk cawan, berisi gigi-gigi. Spesies yang penting
yaituStephurus dentatus yang merupakan cacing ginjal pada babi. Dijumpai didalam jaringan
lemak perirenal, Pars pelvina dari ginjal dan dinding ureter. Kadang-kadang sebagai parasit
eratika pada hati dan alat-alat abdomen lainnya serta alat-alat di rongga thorak.  Parasit ini
tersebar di wilayah tropis dan sub tropis. Cacing jantan panjangnya 20-30 mm, cacing betina
30-45 mm. Yang betina 2 mm lebarnya. Capsula bukalis berbentuk cawan dengan dinding
tebal dengan 6 gigi tebal pada dasarnya. Bursa pada jantan kecil dengan alur yang pendek.
Kedua buah spikula sama panjang. Vulva terletak dekat dengan anus. Telur berbentuk elips
berdinding tipis dengan ukuran 90-120 u X 43-70 mikron.

SIKLUS HIDUP
Cacing dewasa biasanya hidup berkumpul didalam atau dekat ginjal di tempat [perhubungan
dengan ureter dan telur dikeluarkan bersama urine hospes. Pada stadium ini embrio didalam
telur terdiri sekitar 32-64 sel. Perkembangan larva stadium preinfektif sama dengan
Strongylus sp. Pada suhu optimal 26 C, telur menetas setelah 24-36 hari dan larva mencapai
stadium infektif 4 hari setelah mengalami dua kali ekdisis.
            Infeksi terjadi per-os atau melalui kulit.  Cacing tanah dapat bertindak sebagai
pembawa penyakit. Larva infektif dapat berkumpul dalam masa emoebocyte dari cacing
tanah dan dapat hidup disini selama beberapa minggu atau bulan. Kulit pembungkus larva
infektif segera akan lepas setelah infeksi dan ecdisis ketiga terjadi setelah 72 jam kemudian,
yaitu pada dinding lambung atau kulit atau otot-otot abdominal setelah infeksi perkutan.
Dari kedua jalan infeksi, larva menuju ke hati. Bila infeksi per oral melalui pembuluh darah
porta dan dicapai sekitar 3 hari, dan bila perkutan melalui paru-paru dan sistem sirkulasi
dalam 40 hari. Dari hati mengembara dibawah kapsul hati dan menembus kapsul hati
mencapai rongga peritonium. Kemudian mencapai jaringan perirenal dan menembus dinding
ureter, serta membentuk cyste yang melanjut menghubungkan diri dengan ureter.

Anda mungkin juga menyukai