Anda di halaman 1dari 21

TUGAS MAKALAH

Analisis Faktor Risiko Masalah Gizi Penyebab Stunting Pada


Daerah Pesisir
(Kecamatan Poleang Barat, Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara)

Disusun guna memenuhi tugas Mata Kuliah Pangan Hayati Laut II

Dosen : dr. I Putu Sudayasa, M.Kes

Oleh :
Muhammad Haris Munandar
K1A1 18 039

FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
UNIVERITAS HALU OLEO
KENDARI
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
segala limpahan nikmat dan pertolongan-Nya, sehingga dapat terselesaikan makalah
yang berjudul “Analisis Faktor Risiko Masalah Gizi Penyebab Stunting Pada
Daerah Pesisir” ini dengan baik pada waktunya.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dan keterbtasan dalam


penyajian data dalam makalah ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan
saran yang membangun dari semua pembaca demi kesempurnaan makalah ini.
Semoga makalah ini berguna dan dapat menambah pengetahuan pembaca.

Berbagai masukan dan pendapat dari orang-orang yang membaca makalah ini
sangat diharapkan demi perbaikan karya yang selanjutnya. Semoga makalah ini
dapat menambah wawasan untuk mencapai kehidupan yang lebih baik lagi.

Kendari, Maret 2020

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
KATA PENGANTAR...................................................................................... ii
DAFTAR ISI.................................................................................................... iii
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................................... 2
C. Tujuan................................................................................................. 2
BAB II. PEMBAHASAN
A. Data Statistik Geografi Dan Demografi Dari Wilayah
Kec. Poleang Barat, Kab. Bombana, Sulawesi Tenggara....................3
B. Faktor Resiko Dari Masalah Gizi Stunting............................................7
C. Penyebab Masalah Gizi Stunting Bisa Terjadi.......................................8
D. Gambaran Umum Masyarakat Pesisir Diwilayah
Kec. Poleang Barat, Kab. Bombana, Sulawesi Tenggara...................10
E. Upaya Yang Bisa Dilakukan Untuk Mengatasi Masalah
Gizi Stunting ........................................................................................12
BAB III. PENUTUP
A. Kesimpulan...........................................................................................14
B. Saran.....................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................15
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Stunting merupakan permasalahan yang semakin banyak ditemukan dinegara

berkembang, termasuk Indonesia. Menurut United Nations InternationalChildren’s

Emergency Fund (UNICEF) satu dari tiga anak mengalami stunting. Sekitar

40% anak di daerah pedesaan mengalami pertumbuhan yang terhambat. Oleh sebab

itu, UNICEF mendukung sejumlah inisiasi untukmenciptakan lingkungan nasional

yang kondusif untuk gizi melalui peluncuran Gerakan Sadar Gizi Nasional (Scaling

Up Nutrition – SUN) di mana program inimencangkup pencegahan stunting.

Stunting didefinisikan sebagai keadaan tubuh yang pendek dan sangat pendek

hingga melampaui defisit -2 SD di bawah median panjang atau tinggi badan.


Stunting juga sering disebut sebagai RetardasiPertumbuhan Linier (RPL) yang
muncul pada dua sampai tiga tahun awalkehidupan dan merupakan refleksi dari
akibat atau pengaruh dari asupan energidan zat gizi yang kurang serta pengaruh dari
penyakit infeksi, karena dalamkeadaan normal, berat badan seseorang akan
berbanding lurus atau linierdengan tinggi badannya.

Ada 178 juta anak didunia yang terlalu pendek berdasarkan usia

dibandingkan dengan pertumbuhan standar WHO. Prevalensi anak stunting di


seluruh dunia adalah 28,5% dan di seluruh negara berkembang sebesar 31,2%.
Prevalensianak stuntingdibenua Asia sebesar 30,6% dan di Asia Tenggara sebesar

29,4%. Permasalahan stunting di Indonesia menurut laporan yang dikeluarkan oleh


UNICEF yaitu diperkirakan sebanyak 7,8 juta anak mengalami stunting, sehingga
UNICEF memposisikan Indonesia masuk kedalam 5 besar negara dengan jumlah
anak yang mengalami stunting tinggi. Data Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2013
diketahui bahwa prevalensi kejadian stunting secara nasional adalah 37,2 %, dimana

terdiri dari 18,0 % sangat pendek dan 19,2 % pendek, yang berarti telah terjadi
peningkatan sebanyak 1,6 % pada tahun 2010 (35,6 %) dan tahun 2007 (36,8 %).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana data statistik geografi dan demografi dari wilayah Kec. Poleang
Barat, Kab. Bombana, Sulawesi Tenggara ?
2. Apa faktor resiko dari masalah gizi Stunting
3. Mengapa masalah gizi Stunting bisa terjadi ?
4. Bagaimana gambaran umum masyarakat pesisir diwilayah Kec. Poleang Barat,
Kab. Bombana, Sulawesi Tenggara?
5. Bagaimana upaya yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah gizi Stunting ?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui data statistik demografi dan geografi dari wilayah Kec.
Poleang Barat, Kab. Bombana, Sulawesi Tenggara .
2. Untuk mengetahui faktor resiko dari masalah gizi Stunting .
3. Untuk mengetahui penyebab masalah gizi Stunting bisa terjadi .
4. Untuk mengetahui gambaran umum masyarakat pesisir diwilayah Kec. Poleang
Barat, Kab. Bombana, Sulawesi Tenggara .
5. Untuk mengetahui upaya yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah gizi
Stunting.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Data Statistik Geografi Dan Demografi Dari Wilayah Kecamatan Poleang


Barat , Kabupaten Bombana, Sulawesi Tenggara
1. Geografi

Gambar 1. Peta Kecamatan Poleang Barat


Secara astronomis, Kecamatan Poleang Barat terletak antara
4˚32’9,5” - 4˚44’12,6” Lintang Selatan, serta antara 121˚27’46,7” -
121˚43’8,2” Bujur Timur. Berdasarkan posisi geografisnya, Kecamatan Poleang
Barat memiliki batas – batas yaitu:

 di sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Kolaka,


 sebelah Selatan dan Timur berbatasan dengan Kecamatan Poleang,
 serta di sebelah Barat berbatasan dengan Teluk Bone.

Kecamatan ini merupakan hasil pemekaran dari Kecamatan Poleang yang


mekar menjadi empat kecamatan, diantaranya adalah Kecamatan Poleang,
Kecamatan Poleang Barat, Kecamatan Poleang Tengah, dan Kecamatan
Tontonunu. Kecamatan Poleang Barat mekar berdasarkan Perda No 05 Tahun
2005 yang diresmikan pada tanggal 20 Mei 2005 oleh Pejabat Bupati
Bombana Dr. H. Sjafiuddin Dullah. Sp.Pd dengan PLT camat Arsyad Hamid.
SH. Kecamatan Poleang Barat terdiri dari 11 desa. Dapat dilihat bahwa, Desa
Analere memiliki wilayah terluas yakni 81,18 km², sedangkan Desa Lameo-
Meong memiliki wilayah terkecil yang hanya seluas 7,20 km².

Secara administratif, Ibukota Kecamatan Poleang Barat adalah Desa


Rakadua. Desa Analere merupakan desa yang paling jauh dari ibukota
kecamatan yaitu mencapai 27 kilometer, sedang yang paling dekat adalah Desa
Lameo-Meong yang berjarak 3 kilometer ke ibukota kecamatan.

2. Demografi
Sumber utama data kependudukan adalah Sensus Penduduk
yang dilaksanakan setiap sepuluh tahun sekali. Sensus Penduduk telah
dilaksanakan sebanyak enam kali sejak Indonesia merdeka yaitu tahun 1961,
1971, 1980, 1990,2000 dan 2010. Selain Sensus Penduduk, untuk
menjembatani ketersediaan data kependudukan diantara dua periode sensus,
BPS melakukan Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS). SUPAS telah
dilakukan sebanyak lima kali, tahun 1976, 1985, 1995, 2005, dan terakhir
2015. Data kependudukan selain Sensus dan SUPAS adalah proyeksi
penduduk.
Di dalam sensus penduduk, pencacahan dilakukan terhadap seluruh
penduduk yang berdomisili di wilayah teritorial Republik Indonesia termasuk
Warga Negara Asing kecuali anggota Korps Diplomatik beserta keluarganya.
Berbeda dengan pelaksanaan sensus penduduk sebelumnya, Sensus
Penduduk 2010 melaksanakan metode pencacahan lengkap termasuk
pula anggota rumah tangga Korp Diplomatik Republik Indonesia yang tinggal di
luar negeri.Sensus Penduduk 2010 dilakukan serentak di seluruh tanah air mulai
tanggal 1-31 Mei 2010. Metode pengumpulan data dilakukan dengan wawancara
antara petugas sensus dengan responden. Cara pencacahan yang dipakai dalam
sensus penduduk adalah kombinasi antara de jure dan de facto. Bagi penduduk
yang bertempat tinggal tetap dipakai cara de jure, dicacah di mana mereka biasa
tinggal, sedangkan untuk penduduk yang tidak bertempat tinggal tetap dicacah
dengan cara de facto, yaitu dicacah di tempat di mana mereka ditemukan
petugas sensus biasanya pada malam ‘Hari Sensus’. Termasuk penduduk yang
tidak bertempat tinggal tetap adalah tuna wisma, awak kapal berbendera
Indonesia, penghuni perahu/rumah apung, masyarakat terpencil/ terasing dan
pengungsi.

Bagi mereka yang mempunyai tempat tinggal tetap, tetapi sedang


bertugas ke luar wilayah lebih dari enam bulan, tidak dicacah di tempat
tinggalnya. Sebaliknya, seseorang atau keluarga menempati suatu bangunan
belum mencapai enam bulan tetapi bermaksud menetap di sana dicacah
di tempat tersebut.
Gambar 2. Banyaknya Penduduk Menurut Desa/Kelurahan, 2017
(Data masih bergabung dengan desa Baliara)

Gambar 3. Penduduk Menurut Desa/Kelurahan dan Jenis Kelamin, 2017


Gamabr 4. Luas Daerah, Jumlah, dan Kepadatan Penduduk Menurut Desa/Kelurahan,
2017

Gambar 5.Jumlah Penduduk dan Rumah Tangga Menurut Desa/Kelurahan, 2017


Gambar 6. Banyaknya Kelahiran Menurut Jenis Kelamin dan Desa/Kelurahan, 2017

Gambar 7. Banyaknya Kematian Menurut Jenis Kelamin dan Desa/Kelurahan, 2017


B. Faktor Resiko Dari Masalah Gizi Stunting
Stunting disebabkan oleh faktor multi dimensi dan tidak hanya disebabkan
oleh faktor gizi buruk yang dialami oleh ibu hamil maupun anak balita. Intervensi
yang paling menentukan untuk dapat mengurangi pervalensi stunting oleh
karenanya perlu dilakukan pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) dari anak
balita. Beberapa faktor yang menjadi penyebab stunting dapat digambarkan
sebagai berikut:

1. Praktek pengasuhan yang kurang baik, termasuk kurangnya pengetahuan ibu


mengenai kesehatan dan gizi sebelum dan pada masa kehamilan, serta setelah ibu
melahirkan. Beberapa fakta dan informasi yang ada menunjukkan bahwa 60%
dari anak usia 0-6 bulan tidak mendapatkan Air Susu Ibu (ASI) secara ekslusif, dan
2 dari 3 anak usia 0-24 bulan tidak menerima Makanan Pendamping Air Susu
Ibu (MP- ASI). MP-ASI diberikan/mulai diperkenalkan ketika balita berusia diatas
6 bulan. Selain berfungsi untuk mengenalkan jenis makan- an baru pada bayi,
MPASI juga dapat mencukupi kebutuhan nutrisi tubuh bayi yang tidak lagi dapat
disokong oleh ASI, serta membentuk daya tahan tubuh dan perkembangan sistem
imunologis anak terhadap makanan maupun minuman.
2. Masih terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan ANC-Ante Natal Care
(pelayanan kesehatan untuk ibu selama masa kehamilan), Post Natal Care dan
pembelajaran dini yang berkualitas. Informasi yang dikumpulkan dari publikasi
Kemenkes dan Bank Dunia menyatakan bahwa tingkat kehadiran anak di Posyandu
semakin menurun dari 79% di 2007 menjadi 64% di 2013 dan anak belum
mendapat akses yang memadai ke layanan imunisasi. Fakta lain adalah 2 dari 3 ibu
hamil belum mengkonsumsi sumplemen zat besi yang memadai serta masih
terbatasnya akses ke layanan pembelajaran dini yang berkualitas (baru 1 dari 3
anak usia 3-6 tahun belum terdaftar di layanan PAUD/Pendidikan Anak Usia Dini).
3. Masih kurangnya akses rumah tangga / keluarga ke makanan bergizi.
Penyebabnya karena harga makanan bergizi di Indonesia masih tergolong mahal.
4. Kurangnya akses ke air bersih dan sanitasi. Data yang diperoleh di lapangan
menun- jukkan bahwa 1 dari 5 rumah tangga di Indonesia masih buang air besar
(BAB) di ruang terbuka, serta 1 dari 3 rumah tangga belum memiliki akses ke air
minum bersih.
C. Penyebab Masalah Gizi Stunting Bisa Terjadi

Stunting terjadi karena kurangnya asupan gizi pada anak dalam 1000 hari pertama
kehidupan, yaitu semenjak anak masih di dalam kandungan hingga anak berusia 2
tahun. Salah satu penyebabnya adalah kurangnya asupan protein.

Stunting pada anak bisa disebabkan oleh masalah pada saat kehamilan, melahirkan,
menyusui, atau setelahnya, seperti pemberian MPASIyang tidak mencukupi asupan
nutrisi.

Selain nutrisi yang buruk, stunting juga bisa disebabkan oleh kebersihan
lingkungan yang buruk, sehingga anak sering terkena infeksi. Pola asuh yang kurang
baik juga ikut berkontribusi atas terjadinya stunting. Buruknya pola asuh orang tua
sering kali disebabkan oleh kondisi ibu yang masih terlalu muda, atau jarak antar
kehamilan terlalu dekat.

Gambar 8. Penderita Gangguan Akibat Stunting


D. Gambaran Umum Masyarakat Pesisir Diwilayah Kec. Poleang Barat, Kab.
Bombana, Sulawesi Tenggara .

1. Pendidikan
Pelaksanaan pembangunan pendidikan di Kecamatan Poleang Barat mengalami
peningkatan dari tahun ke tahun. Indikator yang dapat mengukur tingkat
perkembangan pembangunan pendidikan di Kecamatan Poleang seperti banyaknya
sekolah dan guru, perkembangan berbagai rasio dan sebagainya.

Gambar 9. Jumlah Sekolah, Guru, dan Murid TK di Bawah Kemdikbud


Menurut Desa/Kelurahan, 2017/2018

Gambar 10. Jumlah Sekolah, Guru, dan Murid SD di Bawah Kemdikbud


Menurut Desa/Kelurahan, 2017/2018
Gambar 11. Jumlah Sekolah, Guru, dan Murid SMPN di Bawah Kemdikbud
Menurut Desa/Kelurahan, 2017/2018

Gambar 11. Jumlah Sekolah, Guru, dan Murid SMAN di Bawah Kemdikbud
Menurut Desa/Kelurahan, 2017/2018
2. Kesehatan
Puskesmas Pembantu (Pustu) yaitu unit pelayanan kesehatan masyarakat yang
membantu kegiatan Puskesmas di sebagian dari wilayah kerja. Pada beberapa
daerah balai pengobatan telah berubah fungsi menjadi Pustu walaupun papan nama
masih tertulis balai pengobatan.

Gambar 12. Jumlah fasilitas kesehatan menurut desa/kelurahan 2017/2018


3. Perikanan
Data statistik perikanan merupakan data sekunder yang bersumber dari
Dinas Perikanan. Statistik perikanan dibedakan atas data Perikanan Tangkap dan
Perikanan Budidaya. Perikanan Tangkap diklasifikasikan atas penangkapan ikan di
laut dan penangkapan ikan di perairan umum. Perikanan Budidaya diklasifikasikan
atas jenis budidaya yaitu budidaya laut, tambak, kolam, karamba, jaring apung dan
sawah.

Gambar 13. Produksi Perikanan Laut dan Perikanan Darat menurut


desa/kelurahan 2017/2018

E. Upaya Yang Bisa Dilakukan Untuk Mengatasi Masalah Gizi Stunting


Upaya percepatan perbaikan gizi merupakan upaya Global, tidak saja untuk
Indonesia, melainkan semua negara yang memiliki masalah gizi stunting. Upaya ini
diinisiasi oleh World Health Assembly 2012. Adapun target yang telah ditetapkan
dalam upaya penurunan prevalensi stunting antara lain: menurunnya prevalensi
stunting, wasting dan dan mencegah terjadinya overweight pada balita, menurunkan
prevalensi anemia pada wanita usia subur, menurunkan prevalensi bayi berat lahir
rendah (BBLR), meningkatkan cakupan ASI eksklusif. Sebagai negara anggota PBB
dengan prevalensi stunting yang tinggi turut berupaya dan berkomitmen dalam upaya
percepatan perbaikan gizi ‘scaling up nutrition (SUN)’ masyarakat. Upaya tersebut
tidak terlepas dari rencana jangka panjang, menengah dan jangka pendek dengan
mengacu kepada undang-undang yang telah ditetapkan oleh Badan Legislatif.
Undang-Undang nomor 17/2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang
(2005-2025) menyebutkan, pembangunan pangan dan perbaikan gizi dilaksanakan
secara lintas sektor meliputi produksi, pengolahan, distribusi, hingga konsumsi
pangan dengan kandungan gizi yang cukup, seimbang, serta terjamin keamanannya.
Selanjutnya, Undang-Undang Kesehatan nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan
menyebutkan, arah perbaikan gizi adalah meningkatnya mutu gizi perorangan dan
masyarakat melalui, perbaikan pola konsumsi makanan yang sesuai dengan gizi
seimbang; perbaikan perilaku sadar gizi, aktivitas fisik, dan kesehatan; peningkatan
akses dan mutu pelayanan gizi yang sesuai dengan kemajuan ilmu dan teknologi; dan
peningkatan sistem kewaspadaan pangan dan gizi. Sejalan dengan kedua undang-
undang tersebut, terbit Undang- Undang tentang Pangan nomor 18 tahun 2012 yang
menetapkan kebijakan di bidang pangan untuk perbaikan status gizi masyarakat.
Pemerintah dan Pemerintah Daerah menyusun Rencana Aksi Pangan dan Gizi setiap 5
(lima) tahun.Dari ketiga undang-undang tersebut selanjutnya diterbitkan Perpres N0.
5/ 2010 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (2010-2014) menyebutkan,
arah Pembangunan Pangan dan Gizi yaitu meningkatkan ketahanan pangan dan status
kesehatan dan gizi masyarakat. Selanjutnya, Inpres No. 3/2010 menegaskan tentang
penyusunan Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi (RAN-PG) 2011-2015 dan
Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi (RAD-PG) 2011-2015 di 33 provinsi.
Peraturan Presiden nomor 42/2013 tentang Gerakan Nasional Perbaikan Gizi
diterbitkan untuk mendukung upaya penggalangan partisipasi dan kepedulian
pemangku kepentingan secara terencana dan terkoordinir untuk percepatan perbaikan
gizi dalam 1000 hari pertama kehidupan (1000 HPK). Dengan demikian, instrumen
pendukung kebijakan dalam percepatan perbaikan gizi sudah cukup lengkap, dan
membutuhkan upaya implementasi yang terorganisir dan dapat diterapkan disetiap
tingkatan oleh setiap elemen yang terlibat. Dengan terbitnya Perpres ini, dibutuhkan
upaya yang lebih konkrit, fokus pada 1000 HPK dan integrasi kegiatan secara lintas
program (upaya spesifik) maupun lintas sektoral (upaya sensitif) oleh semua stakes
holders.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Masalah gizi di Indonesia cukup berat yang ditandai dengan banyaknya kasus
gizi kurang . Malnutrisi merupakan suatu dampak keadaan status gizi. Salah satunya
keadaan malnutrisi berhubungan dengan stunting. Prevalensi stunting di Indonesia
lebih tinggi daripada negara di Asia Tengga- ra, seperti Myanmar (35%), Vietnam
(23%), dan Thailand (16%) dan menduduki pering- kat ke-5 dunia. Stunting
disebabkan oleh faktor multi dimensi. Intervensi yang paling menentukan untuk
dapat mengurangi pravalensi stunting, perlu dilakukan pada 1.000 Hari
Pertama Kehidupan (HPK) dari anak balita. Pencegahan stunting dapat dilakukan
antara lain dengan cara 1.Pemenuhan kebutuhan zat gizi bagi ibu hamil. 2.ASI
eksklusif sampai umur 6 bulan dan setelah umur 6 bulan diberi makanan
pendamping ASI (MPASI) yang cukup jumlah dan kualitasnya. 3.Memantau
pertumbuhan balita di posyandu. 4.Meningkatkan akses terhadap air bersih dan
fasilitas sanitasi, serta menjaga kebersihan lingkungan.

B. Saran
Setiap warga masyarakat harus memiliki pengetahuan akan dampak stunting
terhadap kehidupan, mengingat dampak yang ditimbulkan dari stunting sangat
berpengaruh bagi kehidupan bangsa kedepannya oleh karena itu sangat diperlukan
peran dari seluruh pihak terkait, dalam hal ini pemerintah agar diberikannya
sosialisasi terhadap masyarakat pengetahuan akan dampak stunting , pemenuhan gizi
ataupun nutrisi seimbang bagi seluruh masyarakat, serta pemenuhan fasilitas yang
memadai diseluruh aspek kemasyarakatan.
DAFTAR PUSTAKA

Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI. Riset


kesehatan dasar (Riskesdas). Jakarta: Balitbang Kemenkes RI; 2013.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Bombana. 2017. Kecamatan Poleang Barat


DalamAngka 2017. Rumbia : Badan Pusat Statistik

Kementerian Kesehatan RI. Peraturan menteri kesehatan republik indonesia


nomor 39 tahun 2016 tentang pedoman penyelenggaran program Indonesia sehat. Jakarta:
Kemenkes RI; 2016.

Sulastri D. Faktor determinan kejadian stunting pada anak usia sekolah di


kecamatan lubuk kilangan Kota Padang. J Kesehat - Maj Kedokt Andalas. 2012;36(1):39–
50.

MCA Indonesia. Stunting dan masa depan Indonesia. Millenn Chall Acc -
Indones. 2013;2010:2–5.www.mca-indoniseea.go.

Anda mungkin juga menyukai