Anda di halaman 1dari 5

PEMERIKSAAN GLUKOSA

Metode Metode Benedict


Prinsip Dalam suasana alkalis dan pemanasan kupri direduksi menjadi kupro oleh
glukosa atau bahan pereduksi lain. Senyawa kupro berwarna hijau kuning
sampai merah bata, intensitas warna endapan tergantung banyaknya
bahan pereduksi dalam urin
Reagen Benedict :
 CuSO4 . 5H2O ........... 17.3 g
 Natrium citrat ............. 17.3 g
 Natrium carbonat anhydrous .... 100.0 g atau Na 2CO3 10 H2O....
200,0 g
 Aquadest ........... 1000,0 mL
Alat  Tabung reaksi
 Rak tabung
 Penjepit tabung
 Pipet tetes
 :Lampu spritus
 Karet penghisap
Sampel Urin

Landasan Teori

Urin atau air seni adalah cairan yang diekskresikan oleh ginjal yang kemudian
akan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses urinasi. Fungsi utama urin adalah
untuk membuang zat sisa seperti racun atau obat-obatan dari dalam tubuh. Eksreksi
urin diperlukan untuk membuang molekul-molekul sisa dalam darah yang disaring
oleh ginjal dan untuk menjaga homeostasis cairan tubuh. Urin disaring di dalam
ginjal, dibawa melalui ureter menuju kandung kemih, dan akhirnya dibuang keluar
tubuh melalui uretra. Urin terdiri dari air dengan bahan terlarut berupa sisa
metabolisme (seperti urea), garam terlarut, dan materi organik. Cairan dan materi
pembentuk urin berasal dari darah atau cairan interstisial (Chernecky and Berger,
2008).
Komposisi urin berubah sepanjang proses reabsorpsi ketika molekul yang
penting bagi tubuh, misal glukosa, diserap kembali ke dalam tubuh melalui molekul
pembawa. Cairan yang tersisa mengandung urea dalam kadar yang tinggi dan
berbagai senyawa yang berlebih atau berpotensi racun yang akan dibuang keluar
tubuh. Materi yang terkandung di dalam urin dapat diketahui melalui urinalisis. Urea
yang dikandung oleh urin dapat menjadi sumber nitrogen yang baik untuk tumbuhan
dan dapat digunakan untuk mempercepat pembentukan kompos Dari urin kita bisa
memantau penyakit melalui perubahan warnanya. (Chernecky and Berger, 2008).
Diabetes adalah suatu penyakit yang dapat dideteksi melalui urin. Urin
seorang penderita diabetes akan mengandung gula yang tidak akan ditemukan
dalam urin orang yang sehat. Pemeriksaan terhadap adanya glukosa dalam urine
termasuk pemeriksaan penyaring. Untuk menyatakan keberadaan suatu glukosa,
dapat dilakukan dengan cara yang berbeda- beda. Cara yang tidak spesifik dapat
dilakukan dengan menggunakan suatu zat dalam reagen yang berubah sifat dan
warnanya jika direduksi oleh glukosa. Diantaranya adalah penggunaan reagen
fehling yang dapat dipakai untuk menyatakan adanya reduksi yang mengandung
garam cupri. Sedangkan pembuktian glukosuria secara spesifik dapat dilakukan
dengan menggunakan enzim glukosa oxidase (Prasetya, 2011).
Glukosa urine adalah pemeriksaan urine rutin, pemeriksaan dasar yang dapat
dipakai untuk melakukan pemeriksaan laboratorium. Secara rutin pemeriksaan
glukosa urine ditekankan terhadap kemungkinan adanya glukosa dalam urine atau
glukosuria. Glukosa dalam urine dapat deteksi dengan cara yang berbeda-beda.
Pada pemeriksaan glukosa urine sebaiknya penderita jangan makan zat reduktor
vitamin C. Karena zat tersebut dapat memberikan hasil positif palsu dengan cara
reduksi.
Tes glukosa urine sering dilakukan untuk memantau penyakit diabetes. Jika kadar
glukosadalam darah melebihi batas ambang ginjal terhadap glukosa (160-180 mg /
dl), maka glukosa akan ikut dikeluarkan bersama urinatau disebut glukosuria. Tes
glukosa urin dapat dilakukan dengan menggunakan reaksi reduksi, dikerjakan
dengan menggunakan fehling, benedict, dan clinitest. Ketiga jenis tes ini dapat
digolongkan dalam jenis pemeriksaan semi-kuantitatif. Sedangkan tes glukosa
dengan reaksi enzimatik dilakukan dengan metode carik celup yang tergolong dalam
pemeriksaan semi-kuantitatif dan kuantitatif (Subawa.2010).
Pemeriksaan terhadap adanya glukosa dalam urin termasuk pemeriksaan
penyaring. Menyatakan adanya glukosa dapat dilakukan dengan cara yang
berbeda-beda asasnya. Cara yang tidak spesifik menggunakan sifat glukosa
sebagai zat pereduksi; pada test-test semacam itu terdapat suatu zat dalam reagen
yang berubah sifat dan warnanya jika direduksi oleh glukosa. Di antara banyak
macam reagens yang dapat dipakai untuk menyatakan adanya reduksi yang
mengandung garam cuprilah banyak digunakan.
Glukosaria dapat dibuktikan juga dengan cara spesifik yang menggunakn enzim
glukosa-oxidasa untuk merintis serentetan reaksi dan berakhir dengan perubahan
warna dalam reagens yang digunakan,
Metoda standar pada pemeriksaan glukosuria adalah metoda Benedict, tetapi
metoda Benedict bukanlah gold standard karena gold standard adalah pemeriksaan
glukosa darah puasa (Zamanzad B, 2009). Pada prinsipnya, glukosa dalam urine
akan mereduksi kuprisulfat (dalam benedict) menjadi kuprosulfat yang terlihat
dengan perubahan warna dari larutan Benedict tersebut.
Tes reduksi ini tidak spesifik karena ada zat lain yang juga mempunyai sifat
pereduksi seperti halnya glukosa sehingga dapat memberikan reaksi positif palsu
untuk glukosuria misalnya fruktosa, sukrosa, galaktosa, pentose, laktosa, dan
beberapa zat bukan gula seperti asam homogentisat, alkapton, formalin, glukoronat,
serta karena pengaruh obat : streptomisin, salisilat kadar tinggi, vitamin C. Selain itu
hasil yang diperoleh masih bersifat semi kuantitatif untuk menafsir kadar glukosa
urin secara kasar.
Tingginya kadar glukosa dalam urine dipengaruhi oleh : 1) Kadar gula dalam darah,
2) Aliran darah ke Glomerulus, 3) Tingkat reabsorpsi tubuler, dan 4) Aliran urine.
Jumlah bahan pereduksi yang dinyatakan glukosa dalam urine biasanya kurang
dari 0.1 %. Jumlah ini tidak cukup untuk menyebabkan reaksi positif pada tes yang
biasa digunakan di laboratorium, oleh karena itu jika ada uji glukosa yang positif
harus diteliti lebih lanjut untuk memastikan kelainannya. Glukosa adalah gula yang
paling sering ditemukan seperti laktosa, fruktosa, galaktosa dan pentosa. dalam
keadaan normal tidak ditemukan glukosa (negatif) dalam urine. Secara kuantitatif
dapat ditemukan sampai 0.8 mmol/L, namun tidak dapat terdeteksi denagn metode
pemeriksaan yang ada.
Adanya glukosa yang dapat terdeteksi dalam urine dikenal dengan istilah
glucosuria atau glycosuria , kedua - duanya benar. Glukosuria terjadi jika kadar gula
dalam darah atau kadar gula dalam ultra - filtrat glomerulus melampaui kemampuan
reabsorpsi tubulus renalis (disebut ambang ginjal / Threshold), yakni 9 - 10 mmol/L .
Keadaannya glukosuria dapat bersifat fisiologik atau patologik, dan dokter yang
merawatnya harus dapat membedakannya. Glukosuria biasanya terjadi bila kadar
gula dalam darah lebih besar dari 180 - 200 mg/dL. Glukosaria dapat dibuktikan
juga dengan cara spesifik yang menggunakn enzim glukosa-oxidasa untuk merintis
serentetan reaksi dan berakhir dengan perubahan warna dalam reagens yang
digunakan.
Renal glukosaria artau glukosaria tanpa hiperglikemi terjadi karena reabsorpsi
tubulus terhadap glukosa di bawah normal atu disfungsi tubulus. Kejadian seperti ini
tidak patologik, dapat terjadi setelah makan banyak atau karena stress emosi, pada
keadaan galaktosemia, cystinosis, lead poisoning dan mieloma. Renal glukosa juga
dapat terjadi pada wanita hamil, hal ini karena GFR (Glomerulo filtration rate )
meningkat, akibatnya tidak semua glukosa yang difilter dapat direabsorpsi.
Glukosa dalam urine dapat diperiksa dengan reageb strip dan reagen basah. Yang
paling sering digunakan ada 2 macam yakni: (1) Uji reduksi yang didasarkan pada
reduksi ion logam tertentu oleh glukosa dan (2) Uji enzimatik yang didasarkan pada
aksi enzim glucose oxidase terhadap glukosa.
Reduksi ion logam seperi Cu++ (Benedict dan Fehling ) bukanlah reaksi spesifik
terhadap glukosa, karena bahan pereduksi lain yang terdapat dalam urine juga
dapat mereduksi ion logam. Bahan pereduksi lain misalnya ; kreatini, asam urat ,
asam askorbat, beberapa gula pereduksi lain (pentose, frukotose, galaktose, laktose
) , asam glukuronik dari glukuronat, salicyluric acid dan asam homogentisat. Semua
bahan pereduksi ini dapat menyebabkan reaksi positif palsu (tidak menyatakan
adanya glukosa dalam urine).
Pemeriksaan berdasarkan enzimatik, misalnya uji carik celup Combur, merupakan
reaksi spesifik terhadap glukosa. Tetapi beberapa substansi seperti asam askorbat
(vitamin c) kadar tinggi, NaF, ketone konsentrasi sedang, salisilat lebih dari 2
gram/hari, pyridium, menyebabkan kemampuan strip berkurang atau menghambat
tes akhirnya terjadi negatif palsu.
Reaksi positif palsu (dengan reagen strip ) dapat terjadi jika urine terkontaminasi
dengan H2O2, peroksidase bakteri, hipoklorit (pemutih). Sensitivitas dengan metode
enzimatik pada level 0.1 %.
Prosedur Kerja
1. Masukkan 5 mL reagen Benedict ke dalam tabung reaksi.
2. Tambahkan 8 tetes urine. Homogenkan.
3. Panaskan di atas api sampai mendidih 1-2 menit atau 5 menit kedalam penangas air.
Letakkan di rak tabung baca hasil setelah 5 menit

Interpretasi hasil 1. Negatif : Bila larutan tetap jernih


2. Positif 1 : Hijau kekuningan
3. Positif 2 : Kuning keruh
4. Positif 3 : Jingga lumpur
5. Positif 4 : Merah bata

Pustaka
1. Sinaga, Hotman. 2011. Urinalisa. Palembang : Multi Sara
2. Gandasoebrata, R. 2011. Penuntun Laboratorium Klinik. Jakarta Timur : PT Dian Rakyat
3. Pusdinakes. Depkes RI. Petunjuk Kimia Klinik Penenalan Bahan Urine. Jakarta
4. Cahyany, R. P. (2018). Glukosa Urine. PENGUKURAN KADAR GLUKOSA URIN
DENGAN METODE OKSIDASI REDUKSI BENEDICT , 1-6
5. Febrian Sulfia, Z. F. (2018). Glukosa Urine. Pengaruh Kadar Glukosa Urine Metode
Benedict, Fehling Dan Stick Setelah Ditambahkan Vitamin C Dosis Tinggi/ 1000 Mg, 1-2

Anda mungkin juga menyukai