AN NAHL AYAT 125 Disusun memenuhi tugas matakuliah Tafsir Tarbawi
Dosen Pengampu :
DEDEN SAEFUL RIDWAN, MZ, MA
Oleh :
Alda Novira Ainu Sabila
NIM : 1819010002
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH (STIT) ISLAMIC
VILLAGE
TANGERANG 2019/2020 SUMMARY
A. ISI KANDUNGAN SURAH AL MAIDAH AYAT 67
Surat Al-Maidah merupakan surat ke-5 dalam Al-Quran. Terdiri
dari 120 ayat. Surat ini termasuk surat Madaniyah (yang diturunkan di Madinah).
Dalam ayat tersebut tersirat makna bahwa menyampaikan risalah
merupakan perintah Allah. Allah memerintahkan Nabi Muhammad untuk menyampaikan risalah kenabiannya kepada umatnya. Jika nabi tidak menyampaikan risalah tersebut maka termasuk orang yang tidak menyampaikan amanat. Dalam ayat tersebut redaksi yang digunakan adalah kata balligh. Kata balligh dalam bahasa Arab merupakan pernyataan yang sangat jelas apalagi bentuknya fi’il amar. Dalam tafsir Jalalain lafadz baligh terselip kandungan jami’ yang berarti seluruhnya.Dalam Tafsir Ibnu Katsir juga dijelaskan hal yang sama yaitu menyampaikan seluruh yang diterima dari Allah SWT. Berarti kata balligh dalam ayat tersebut berarti menyampaikan semua risalah yang telah Allah turunkan kepada Rasululloh SAW, nabi tidak boleh menyembunyikan sedikitpun dari risalahnya. Arti baligh menurut Imam Al-Qurthubi lebih menampakan pada proses penyampaian amanah kepada masyarakat. Karena diawal penyebaran agama Islam nabi khawatir kepada orang-orang musyrik Makah. Kemudian Allah memerintahkan untuk menampakan kerisalahan tersebut dengan diturunkannya ayat ini. Dan Allah memberitahu kepada nabi bahwa Allah akan menjaga keselamatannya. Bahkan bila nabi tidak menyampaikan ayat, menyembunyikan risalah dan amanat tersebut maka nabi dikatakan sebagai orang yang kadzab, berdusta.
Kata “Baligh” dalam bahasa Arab atinya sampai, mengenai
sasaran, atau mencapai tujuan. Bila dikaitkan dengan qawl (ucapan), kata baligh berarti fasih, jelas maknanya, terang, tepat mengungkapkan apa yang dikehendaki. Karena itu prinsip qaulan balighan dapat diterjemahkan sebagai prinsip komunikasi yang efektif. Komunikasi yang efektif dan efisien dapat diperoleh bila memperhatikan pertama, bila dalam pembelajaran menyesuaikan pembicaranya dengan sifat khalayak. Istilah Al-Quran “fii anfusihiim”, artinya penyampaian dengan “bahasa” masyarakat setempat. Hal yang kedua agar komunikasi dalam proses pembelajaran dapat diterima peserta didik manakala komunikator menyentuh otak atau akal juga hatinya sekaligus. Tidak jarang di sela khotbahnya nabi berhenti untuk bertanya atau memberi kesempatan yang hadir untuk bertanya, terjadilah dialog. Khutbah nabi pendek tetapi padat penuh makna (jawami’ al kalim) sehingga menyentuh dalam setiap sanubari pendengarnya. Menyampaikan risalah kenabian bagi Rasululloh SAW sangatlah berat, karena hal tersebut menjadi tanggungjawab dunia akherat. Sehingga Nabi menegaskan kembali tentang tugas beliau yang telah dipikulkan kepadanya ketika haji wada’ sebagai sebuah pertanggungjawaban perintah. Ini artinya sebuah perintah harus dipertanggungjawabkan. Bagi seorang guru pada akhir tugas pembelajaran harus ada pertanggungjawaban sehingga hasilnya dapat diketahui oleh wali murid, publik atau masyarakat umum.
Implementasi metode tabligh dalam konteks pendidikan
diantaranya adalah bahwa guru harus menyampaikan ilmunya kepada siswa sesuai dengan kadar kemampuannya, tidak boleh ada materi- materi yang seharusnya disampaikan tetapi tidak disampaikan. Guru seyogyanya selalu meningkatkan pengetahuan dan kompetensinya dari hari kehari yang pada ujungnya keilmuan tersebut diajarkan atau disampaikan kepada siswa-siswanya. Untuk dapat mengimplementasikan metode tabligh, guru dituntut untuk mengetahui dan menguasai metode atau strategi dalam menyampaikan materi. Karena sebaik apapun materi kalau disampaikan menggunakan metode yang kurang tepat maka pemahaman siswa terhadap materi yang disampaikan bisa tidak utuh atau bahkan bisa keliru. Penyampaian materi juga harus humanis, artinya guru harus menghargai hak-hak siswanya, memperlakukan siswanya sebagai manusia yang punya potensi untuk dikembangkan. Selain itu guru juga harus punya kesadaran dan komitmen dalam dirinya bahwa ilmu yang mereka miliki adalah sebuah amanah Tuhan untuk disampaikan dan dipertanggungjawabkan kelak.
B. ISI KANDUNGAN SURAH AN NAHL AYAT 125
Surat An-Nahl merupakan surat ke-16 dalam Al-Quran. Terdiri dari 128 ayat dan merupakan surat Makiyyah, kecuali tiga ayat yang terakhir merupakan surat Madaniyyah. Surat ini diturunkan setelah surat Al Kahfi. Ayat ini mengajak Rasulullah SAW dan seluruh pendidikan dan ilmuwan Islam agar menggunakan cara yang tepat dalam mengajak manusia menuju kebenaran. Karena semua orang tidak dapat diajak lewat satu cara saja. Artinya, hendaknya berbicara kepada orang lain sesuai dengan kemampuan dan informasi yang dimilikinya. Oleh karenanya, ketika menghadapi ilmuwan dan orang yang berpendidikan hendaknya menggunakan argumentasi yang kuat. Menghadapi orang awam atau masyarakat kebanyakan hendaknya memberikan pelajaran atau nasihat yang baik. Sementara membantah atau berdialog dua arah dengan mereka yang keras kepala harus dilakukan dengan cara yang baik dan berpengaruh. Karena ayat tersebut sejatinya membahas tentang dakwah bukan tentang pendidikan, maka agar tidak terjadi salah persepsi dalam mengkontekstualisasikan makna yang tersirat dalam Surat An-Nahl ayat 125 dengan konteks pendidikan, maka perlu terlebih dahulu untuk memahami dan mempertemukan makna dakwah dan pendidikan berdasarkan definisinya. beberapa definisi mengenai dakwah dan pendidikan di atas dapat disimpulkan bahwa dalam proses dakwah dan pendidikan terdapat kesamaan dalam masingmasing komponennya. Sehingga metode yang menjadi sarana dakwah ini juga dapat diterapkan dalam dunia pendidikan. Kesamaan tersebut yang pertama, yaitu adanya subjek. Dalam konteks dakwah disebut da’i, sedangkan dalam konteks pendidikan disebut pendidik atau guru. Kedua, adanya objek. Dalam perspektif dakwah disebut mad’u, sedangkan dalam perspektif pendidikan disebut siswa/ murid. Ketiga adalah adanya materi. Hanya saja materi dakwah lebih terfokus pada ilmu agama. Sedangkan materi pendidikan lebih luas dari itu, tidak hanya menyangkut ilmu agama saja, melainkan juga ilmu-ilmu yang lain, seperti ekonomi, kewarganegaraan, fisika dan lain sebagainya. Adapun komponen keempat, yaitu adanya tujuan yang hendak dicapai, yaitu perubahan ke arah yang positif (perubahan jasmani maupun rohani) terhadap objek (mad’u atau peserta didik) sasarannya, melalui transformasi ilmu pengetahuan dan nilai-nilai atau ajaran-ajaran yang disampaikan melalui aktifitas dan prosesnya masing-masing. Sehingga objek (mad’u atau peserta didik) tersebut menjadi manusia yang lebih baik dan sempurna serta bertakwa kepada Allah. Adanya kesamaan komponen dakwah dan komponen pendidikan tersebut, maka ayat ini dapat dijadikan referensi dalam dunia pendidikan, diantaranya adalah referensi tentang metode pendidikan. Diantara metode pendidikan yang dapat kita ambil dari ayat tersebut adalah: Al-Hikmah, hikmah mengandung arti pengetahuan yang dalam yang menjelaskan kebenaran serta menghilangkan kesalahpahaman melalui tutur kata yang tegas dan benar serta mempengaruhi jiwa, akal budi yang mulia, dada yang lapang dan hati yang bersih. Mau’idzah Hasanah, Mau’idzah hasanah diklasifikasikan dalam beberapa bentuk: a. Nasihat atau petuah b. Bimbingan, pengajaran (pendidikan) c. Kisah-kisah d. Kabar gembira dan peringatan e. Wasiat (pesan-pesan positif) Mujadalah, Berdasarkan penafsiran para mufassir, dapat diketahui bahwa mujadalah bi al-lati hiya ahsan, mengandung arti sebagai berikut: a. Bantahan yang lebih baik, dengan memberi manfaat, bersikap lemah lembut, perkataan yang baik, bersikap tenang dan hati-hati, menahan amarah serta lapang dada. b. Percakapan dan perdebatan untuk memuaskan penantang. c. Perdebatan yang baik, yaitu membawa mereka berpikir untuk menemukan kebenaran, menciptakan suasana yang nyaman dan santai serta saling menghormati d. Perbantahan atau pertukaran pikiran dengan baik yaitu tidak menyakiti hati dan menggunakan akal yang sehat. Dalam proses pendidikan, jidal/ mujadalah bi al-lati hiya ahsan secara esensial adalah metode diskusi/ dialog yang dilaksanakan dengan baik sesuai dengan nilai Islami. Proses diskusi bertujuan menemukan kebenaran, memfokuskan diri pada pokok permasalahan. Menggunakan akal sehat dan jernih, menghargai pendapat orang lain, memahami tema pembahasan, antusias, mengungkapkan dengan baik, dengan santun, dapat mewujudkan suasana yang nyaman dan santai untuk mencapai kebenaran serta memuaskan semua pihak.