Anda di halaman 1dari 17

NAMA : FRISKA VERONIKA LENAK

NIM : 19504007

JURUSAN : MATEMATIKA

TUGAS : PENDIDIKAN AGAMA KATOLIK

BAB 3

Yesus Kristus dan Karya Penyelamatan – Nya

1. Mengidentifikasi Yesus dalam KS PL dan KS PB.

KRISTUS DALAM PERJANJIAN LAMA

* 2 Raja-raja 5:14
LAI TB, Maka turunlah ia membenamkan dirinya tujuh kali dalam sungai Yordan sesuai dengan
perkataan abdi Allah itu. Lalu pulihlah tubuhnya kembali seperti tubuh seorang anak dan ia
menjadi tahir.
KJV, Then went he down, and dipped himself seven times in Jordan, according to the saying of
the man of God: and his flesh came again like unto the flesh of a little child, and he was clean.
Hebrew,
‫טהָר׃‬
ְ ִּ ‫קטֹן וִַי‬
ָ ‫אלֹהִים וַָיָָּשָׁב ְבְָּשָׂרֹו ִכִּבְַשַׂר נַעַר‬
ֱ ‫ה‬
ָ ׁ‫טֹבֹּל ַבַַּיַּרְֵדֵּן ֶשֶׁבַע ְפְּעָמִים ִכ ִּ ְדבַר אִיש‬
ְ ִּ ‫וֵַיֵּר ֶד וִַי‬
Translit, VAYÊRED VAYITBOL BAYARDÊN SYEVA' PE'ÂMÎM KIDVAR 'ÎSY
HÂ'ELOHÎM VAYÂSYÂV BESÂRÔ KIVSAR NA'AR QÂTON VAYITHÂR.

Salah satu ajaran asasi dalam Perjanjian Baru ialah bahwa Yesus Kristus (sang Mesias) adalah
penggenapan Perjanjian Lama. Penulis Surat Ibrani mengemukakan bahwa Yesus adalah pewaris
dari semua yang telah dikatakan Allah melalui para nabi (Ibrani 1:1-2). Yesus sendiri
menandaskan bahwa Ia datang untuk menggenapi Taurat dan kitab nabi-nabi (Matius 5:17).
Setelah kebangkitan-Nya yang penuh kemuliaan, Ia menunjukkan kepada para pengikut-Nya dari
Taurat Musa, kitab nabi-nabi, dan kitab Mazmur (yaitu, ketiga bagian utama Perjanjian Lama
Ibrani) bahwa Allah sudah sejak lama menubuatkan segala sesuatu yang terjadi pada diri-Nya
(Lukas 24:25-27, 44-46). Untuk memahami dengan lebih jelas nubuat-nubuat Perjanjian Lama
tentang Yesus Kristus, kita harus membahas tipologi.

PRINSIP-PRINSIP TIPOLOGI
Suatu penelaahan Perjanjian Lama yang cermat menyatakan unsur-unsur (disebut tipe atau
lambang dari bahasa Yunani, "τυπος - tupos") yang digenapi di dalam kedatangan Mesias (yang
merupakan antitipe); dengan kata lain, terdapat persesuaian di antara berbagai oknum, peristiwa,
atau hal dalam Perjanjian Lama dan Yesus Kristus dalam Perjanjian Baru.
Perhatikan dua prinsip dasar berhubungan dengan pola nubuat dan penggenapan ini.

1) Dalam melihat bagaimana sebuah nas Perjanjian Lama menunjuk ke depan kepada Kristus,
kita harus selalu mulai dengan melihat nas itu sebagai mengungkapkan suatu peristiwa dalam
sejarah penebusan Allah, yaitu kita harus mempelajari dahulu nas Perjanjian Lama sebagai
peristiwa sejarah dan baru kemudian melihat bagaimana nas tersebut menunjuk kepada
kedatangan Yesus Kristus sebagai Mesias yang dijanjikan.

2) Kita harus menyadari bahwa penggenapan Mesianis dari suatu nas Perjanjian Lama sering kali
terjadi pada tingkatan rohani yang lebih tinggi daripada peristiwa Perjanjian Lama-nya.
Sebenarnya, orang Perjanjian Lama yang terlibat dalam kisah itu mungkin tidak melihat bahwa
apa yang mereka alami itu menubuatkan kedatangan Anak Allah. Misalnya, Daud mungkin tidak
sadar ketika menggubah Mazmur 22 (Mazmur 22:1-31) bahwa penderitaannya menubuatkan
penderitaan Kristus di salib. Demikian pula, orang-orang buangan yang meratap ketika melewati
kuburan Rahel di Rama (Yeremia 31:15) tidak mengetahui bahwa satu hari air mata mereka akan
digenapi di dalam kematian semua bayi laki-laki seumur dua tahun ke bawah di Betlehem
(Matius 2:18). Sering kali kita hanya dapat melihat sebuah nas Perjanjian Lama sebagai nubuat
tentang Tuhan kita bila dipandang dari sudut penyataan Perjanjian Baru.

GOLONGAN-GOLONGAN TIPE NUBUAT.

Kita dapat menemukan setidak-tidaknya empat pola berbeda yang dengannya Perjanjian Lama
menunjuk ke depan dan menubuatkan kedatangan Kristus dalam Perjanjian Baru.

1) Nas-nas Perjanjian Lama khusus yang dikutip dalam Perjanjian Baru. Beberapa nas Perjanjian
Lama jelas menubuatkan Kristus karena dikutip demikian dalam Perjanjian Baru; misalnya,
Matius mengutip Yesaya 7:14 untuk membuktikan bahwa Perjanjian Lama menubuatkan
kelahiran Kristus dari seorang perawan (Matius 1:23), dan Mikha 5:1 untuk membuktikan bahwa
Yesus akan lahir di Betlehem (Matius 2:6). Markus mengingatkan para pembacanya (Markus
1:2-3) bahwa kedatangan Yohanes Pembaptis sebagai pendahulu Kristus sudah dinubuatkan oleh
Yesaya (Yesaya 40:3) dan Maleakhi (Maleakhi 3:1). Zakharia menubuatkan peristiwa Yesus
dielu-elukan di Yerusalem (Zakharia 9:9; bandingkan dengan Matius 21:1-5; Yohanes 12:14-15).
Pengalaman Daud sebagaimana terungkap dalam Mazmur 22:19 menubuatkan para tentara di
salib yang membagi-bagi pakaian Yesus (Yohanes 19:23-24), dan pernyataannya dalam Mazmur
16:8-11 ditafsirkan sebagai sebuah nubuat yang jelas tentang kebangkitan Yesus (Kisah Para
Rasul 2:25-32; 13:35-37). Penulis surat Ibrani menyatakan bahwa Melkisedek (bandingkan
dengan Kejadian 14:18-20; Mazmur 110:4) melambangkan Kristus, imam besar kekal kita.
Masih banyak lagi contoh yang bisa disebutkan.

2) Nas-nas Perjanjian Lama yang disinggung penulis Perjanjian Baru. Pola lainnya yang
dengannya Kristus dapat dijumpai dalam Perjanjian Lama adalah nas-nas Perjanjian Baru yang
tanpa mengutip nas Perjanjian Lama tertentu, mengacu kepada oknum, peristiwa, atau benda
Perjanjian Lama sebagai nubuat tentang Kristus. Misalnya, dalam ayat nubuat pertama dalam
Alkitab (Kejadian 3:15), Allah berjanji akan mengutus keturunan wanita untuk membinasakan
keturunan ular. Pasti nas inilah yang di pikirkan Paulus ketika mengatakan bahwa Kristus
dilahirkan dari seorang perempuan untuk menebus mereka yang berada di bawah hukum Taurat
(Galatia 4:4-5; bandingkan dengan Roma 16:20), sebagaimana halnya Yohanes ketika
mengatakan bahwa Anak Allah datang untuk "membinasakan perbuatan-perbuatan Iblis itu" (1
Yohanes 3:8). Acuan Yohanes Pembaptis kepada Yesus sebagai Anak Domba Allah yang
menghapus dosa dunia (Yohanes 1:29,36) mengacu ke belakang ke Imamat 16:1-34 dan Yesaya
53:7, dan Yesus yang disebut "anak domba Paskah kita" oleh Paulus (1 Korintus 5:7)
menunjukkan bahwa pembunuhan anak domba Paskah menubuatkan kematian Kristus bagi kita
(Keluaran 12:1-14). Yesus sendiri mengatakan bahwa hal Musa meninggikan ular tembaga di
padang gurun (Bilangan 21:4-9) menubuatkan diri-Nya tergantung di salib. Dan ketika Yohanes
mengatakan bahwa Yesus, Firman Allah itu, ikut dalam penciptaan segala sesuatu (Yohanes 1:1-
3) mau tidak mau kita berpikir tentang Mazmur 33:6, "Oleh Firman Tuhan langit telah dijadikan,
oleh nafas mulut-Nya segala tentaranya" (bandingkan dengan Ibrani 1:3, 10-12). Ini hanyalah
sebagian dari banyak nas Perjanjian Baru yang menyinggung nas Perjanjian Lama yang
berhubungan dengan Kristus.

3) Oknum, peristiwa, atau benda Perjanjian Lama yang berfokus pada tema penebusan. Keluaran
Israel dari Mesir, yang sepanjang Perjanjian Lama dipandang sebagai peristiwa penebusan
terbesar di bawah perjanjian yang lama, melambangkan Kristus dan penebusan yang dibawa-Nya
di bawah perjanjian yang baru. Beberapa tipe dalam kitab Keluaran melambangkan Kristus dan
penebusan-Nya adalah Musa, Paskah, penyeberangan Laut Merah, manna, air dari batu karang,
Kemah Suci dan perabotan-perabotannya, dan imam besar.

4) Pola-pola dalam peristiwa Perjanjian Lama yang melambangkan cara Allah menghadapi kita
di dalam Kristus. Banyak kisah dalam Perjanjian Lama menyatakan suatu pola tentang urusan
Allah dengan umat-Nya yang digenapi di dalam Yesus Kristus. Perhatikan contoh-contoh
berikut:

(a) Abraham harus menunggu dengan sabar hampir 25 tahun sebelum Allah membuka
kandungan Sara dan memberi mereka Ishak. Tidak satu pun usaha Abraham dapat mempercepat
lahirnya putra yang dijanjikan Allah. Pola ini digenapi dalam Perjanjian Baru, ketika Allah
mengutus Anak-Nya sebagai Juruselamat dunia ketika sudah genap waktunya (Galatia 4:4); tidak
ada usaha manusia yang dapat mempercepat kedatangan Kristus. Keselamatan kita adalah karena
inisiatif Allah (bandingkan dengan Yohanes 3:16) bukan usaha manusia.

(b) Sebelum bangsa Israel keluar dari Mesir dengan kuasa Allah yang bermurah hati, mereka
harus berseru dalam keadaan putus asa kepada Allah agar dibebaskan dari musuh mereka
(Keluaran 2:23-24; 3:7). Peristiwa ini menubuatkan rencana penebusan Allah di dalam Kristus
untuk kita. Sebelum kita dapat mengharapkan pembebasan oleh kasih karunia Allah dari dosa-
dosa dan musuh-musuh rohani kita, kita harus berseru kepada-Nya dan memohon kasih karunia-
Nya yang menyelamatkan (bandingkan dengan Kisah Para Rasul 2:37-38; 16:29-33; 17:30-31).
Barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan akan diselamatkan.

(c) Ketika Naaman, orang Aram, mencari kesembuhan penyakitnya dari Allah Israel, ia
diperintahkan untuk mencuci dirinya tujuh kali di dalam Sungai Yordan. Sekalipun pada
mulanya Naaman marah, ia harus merendahkan diri dan harus tunduk serta memandikan diri di
Sungai Yordan agar sembuh (2 Raja-raja 5:1-14). Nas ini melambangkan Yesus dan perjanjian
baru — bahwa kasih karunia Allah yang menyelamatkan itu menjangkau sampai di luar bangsa
Israel (bandingkan dengan Lukas 4:27; Kisah Para Rasul 22:21; Roma 15:8-12), dan bahwa
untuk menerima keselamatan itu, kita harus meninggalkan kesombongan kita dan merendahkan
diri di hadapan Allah (bandingkan dengan Yakobus 4:10; 1 Petrus 5:6), dan mencari pembasuhan
di dalam darah Yesus, persediaan Allah untuk pembersihan kita (bandingkan dengan Kisah Para
Rasul 22:16; 1 Korintus 6:11; Titus 3:5; 1 Yohanes 1:7,9; Wahyu 1:5).

Secara ringkas, sekalipun Perjanjian Lama menceritakan kisah-kisah tentang orang-orang saleh
pada masa lampau yang menjadi teladan bagi kita (bandingkan dengan 1 Korintus 10:1-13;
Ibrani 11:1-40; Yakobus 5:16-18), sebenarnya ia berbuat lebih dari itu, karena Perjanjian
Lama "adalah penuntun bagi kita sampai Kristus datang, supaya kita dibenarkan karena
iman" (Galatia 3:24).

KRISTUS DALAM TYPOLOGI PERJANJIAN LAMA

I. Pendahuluan
Tersembunyi dalam Perjanjian Lama terdapat banyak sekali kebenaran yang bersifat Kristologis
di dalam bentuk tipe-tipe alkitabiah. Dibandingkan dengan baqian-baqian lain dari
theologia, typologi selalu mengalami kelemahan-kelemahan tertentu sehingga sering tidak
dipercayai. Oleh karena alasan ini dan berbagai alasan yang lain maka typologi secara tidak adil
telah diabaikan dalam pembahasan theologis. Patrick Fairbairn mengatakan dalam pembukaan
tulisannya mengenai pokok ini.

"Typologi Alkitab merupakan salah satu bagian yang paling diabaikan dalam pengetahuan
theologis. Typologi tidak pernah sama sekali bebas dari sasaran keragu-raguan dan ketidak
pastian. Sebagian ahli berpandangan bahwa typologi -- karena sifatnya -- adalah suatu lapangan
yang tak dapat memuaskan untuk diselidiki atau dikembangkan guna memberikan hasil yang
pasti dan dapat dihargai."[1]

Kesulitan dengan typologi ialah bahwasanya sifatnya lebih banyak tunduk pada pandangan


pribadi seseorang yang menyelidikinya dari pada kepada cara-cara penafsiran yang biasa.
Sering typologi dikacaukan dengan penafsiran allegoris. typologi adalah contoh dari sesuatu,
sedangkan allegori adalah lambang, ibarat, kiasan tentang sesuatu. Keduanya berbeda. Maka
penafsiran typologi yang dikacaukan dengan allegori menghasilkan ajaran yang tidak sejalan
dengan ajaran-ajaran dalam bagian-bagian Alkitab yang lain.

typologi terutama berusaha menerapkan suatu fakta bersejarah sebagai suatu contoh dari sebuah
kebenaran rohani. Webster menjelaskan dalam kamusnya, sebuah tipe adalah "suatu gambar atau
gambaran dari sesuatu yang akan datang." [2] Oleh karena itu sifatnya meramalkan, dan dari ini
kita dapat mengharapkan bantuan yang memadai bagi ajaran tentang Kristus. Suatu studi
mengenai typologi yang bersifat Kristologis mencakup kira-kira lima puluh tipe-tipe penting
tentang Kristus -- ini merupakan separuh dari seluruh tipe yang diakui dalam typologi[3].

Dalam Perjanjian Baru ada dua kata Yunani yang dipergunakan untuk menyatakan sebuah
tipe ; "τυπος - tupos" dan υποδειγμα - hupodeigma. Lewis Sperry Chafer menyatakan,

"Typos berarti suatu cap yang berfungsi sebagai sebuah contoh atau pola, dan yang bersifat
contoh dalam Perjanjian Lama adalah contoh atau pola dari apa yang bersifat kenyataan dalam
Perjanjian Baru.

Kata "τυπος - tupos" ini diterjemahkan dalam beberapa kata seperti:


• 'Contoh' - 1 Korintus 10:11:
• 'Teladan' - Filipi 3:17; 1 Tesalonika 1:7; 2 Tesalonika 3:9; 1 Petrus 5:3; 1 Timotius 4: 12;
• 'Gambaran' - Roma 5: 14; bekas (paku) - Yohanes 20:25 ....

υποδειγμα - hupodeigma berasal dari kata δειγμα - deigma berarti contoh atau model, dan kalau


digabungkan dengan υπο – hupo menunjukkan sesuatu yang mudah kelihatan oleh mata
manusia.

υποδειγμα - hupodeigma diterjemahkan sebagai :


• 'Teladan' - Yohanes 13: 15;
• 'Contoh' - Ibran i 4:11; 8:5;
• 'Lambang' (pola) - Ibrani 9:23."[4]

Typologi sebagai sebuah cabang dari pernyataan Alkitabiah didirikan di dalam Kitab Suci sendiri
sebagaimana terbukti dari seringnya dipakai dalam Perjanjian Baru. Misalnya di sini bukan
pembicaraan yang lebih luas mengenai typologi itu sendiri, melainkan apa sumbangannya
terhadap Kristologi.

Dalam studi tentang typologi kita harus menghindari dua buah ekstrim :


Pertama, kecenderungan membatasi typologi hanya pada contoh-contoh yang jelas disebut dalam
Perjanjian Baru. Memang contoh-contoh yang disebut dalam Perjanjian Baru jelas bersifat
menggambarkan. Misalnya, beberapa kasus (kisah dua anak Abraham, Galatia 4 :22-31)
barangkali akan dianggap ekstrim apabila tidak disokong oleh otoritas Perjanjian Baru.

[i]Kedua, sebaliknya ada orang-orang yang "menemukan" typologi dalam hampir seluruh


keadaan di Perjanjian Lama sehingga mengabaikan cara penafsiran yang utama. Penafsiran yang
bersifat typologi ada beraneka ragam, mulai dari yang tampaknya merupakan typologis
langsung, sampai pada yang hanya suatu persamaan belaka. Kita tidak bisa terlalu menekankan
bahwa gambaran-gambaran yang tidak mempunyai otoritas Alkitabiah yang tegas adalah bersifat
ilustrasi, dan bukan bukti bagi pokok-pokok ajaran.

Sebagaimana ditunjukkan oleh banyak penulis, typologi menyangkut hal-hal :

1) orang;
2) peristiwa;
3) benda;
4) lembaga-lembaga; dan
5) upacara-upacara.

Tidak mungkin mengumpulkan ke dalam suatu pembicaraan singkat


kekayaan typologi mengenai Kristus yang terdapat dalam Perjanjian Lama. Tetapi dari pada
menghilangkan sama sekali sumbangan yang penting ini, kita akan berusaha membuat ihtisar
dari tipe-tipe yang perlu dan sumbangannya yang bersifat nubuat .

Yesus dalam kitab suci Perjanjian Baru

Dalam Alkitab Perjanjian Baru terjemahan Bahasa Indonesia versi LAI (Lembaga Alkitab
Indonesia) kata “Tuhan” memang secara eksklusif hanya digunakan untuk 3 pribadi : Allah,
Yesus dan Roh Kudus. Jadi ada “3 Tuhan” dalam terjemahan tersebut. Yang paling sering
digunakan adalah untuk menyebut Yesus, Tuhan Yesus

Namun ada terjemahan Alkitab Bahasa Indonesia yang tidak menggunakan kata “Tuhan” untuk
menyebut Yesus. Misalnya Alkitab versi KSI menggunakan frasa “Junjungan kita Yang Ilahi”.
Dalam Alkitab Bahasa Jawa digunakan istilah “Gusti”. Dalam Bahasa Inggris kebanyakan
digunakan istilah “Lord” (ada juga yang menggunakan kata “Master”). Sedangkan kata yang
diterjemahkan sebagai “Tuhan” dalam Alkitab berbahasa Indonesia, bahasa aslinya, yaitu Bahasa
Yunani adalah “Kurios”. Baik “Kurios”, Gusti” maupun “Lord” adalah sebutan untuk pribadi-
pribadi yang dianggap mulia, terhormat dan terkemuka, misalnya untuk kaum bangsawan, raja,
ratu, tokoh agama, dan juga termasuk digunakan juga untuk menyebut Sang Pencipta Yang
Mahakuasa. Jadi penggunaan “Kurios”, Gusti” maupun “Lord” dalam Alkitab Bahasa Yunani,
Jawa dan Inggris tidak ekslusif digunakan hanya untuk Yesus dan Allah sebagaimana kata
"Tuhan" yang digunakan dalam Alkitab berbahasa Indonesia. 

Kemudian kata “Allah” dalam Alkitab berbahasa Indonesia merupakan terjemahan atau padanan
dari kata “Theos” (Kitab Perjanjian Baru, bahasa asli :Yunani) dan “Elohim” (Kitab Perjanjian
Lama, bahasa asli : Ibrani) yang mengacu kepada pribadi yang tertinggi yang mengatasi segala
sesuatu, Supreme Being, Yang Mahakuasa, Sang Pencipta. Dalam Bahasa Inggris “Theos”
diterjemahkan sebagai “God”.

Siapa Yesus?

Dalam Alkitab Perjanjian Baru, Yesus disebut sebagai “Anak Allah”. Istilah ini digunakan
karena Yesus, tidak seperti manusia lain ( yang diciptakan oleh Allah), berasal dari Allah.
Karena Allah adalah sumber atau asal dari Yesus, maka Allah adalah “Bapa” dari Yesus (dalam
Bahasa Ibrani kata “bapa” juga berarti “sumber”). Yesus bukan termasuk ciptaan Allah karena ia
adalah Firman Allah yang inkarnasi menjadi manusia. Karena itu Yesus disebut juga “Anak
Manusia”. Allah dan Anak Allah (Yesus) adalah kekal (tidak berawal dan tidak berakhir). 

Yesus, menurut Alkitab adalah cahaya dan gambar Allah yang dapat dipahami dan dilihat oleh
manusia (karena ia sendiri adalah manusia). Sedangkan Allah sendiri adalah sosok yang tidak
terjangkau oleh manusia. Artinya manusia tidak bisa melihat Allah dalam keadaan yang
sesungguhnya. “Melihat”, bukan hanya dalam pengertian melihat dengan mata jasmani, namun
Allah tidak bisa dideteksi dengan semua indra manusia dan dibayangkan atau dipikirkan dan
dipahami oleh pikiran manusia. Hanya satu manusia yang bisa “melihat” Allah dalam keadaan
yang sesungguhnya yaitu Yesus. Yesus mengenal Allah secara sempurna karena Yesus sendiri
berasal dari Allah, dia adalah Anak Allah.

Hal yang ditekankan Alkitab adalah bahwa Allah dan Yesus, masing-masing adalah 2 pribadi
yang berbeda, sekalipun mereka mempunyai hubungan yang sangat dekat dan erat. Analogikan
dengan hubungan antara suami istri. Hubungan suami istri demikian erat sehingga secara hukum
manusia pun mereka dianggap “satu”. Namun mereka masing-masing bukan orang yang sama.
Alkitab menyebut Allah sebagai Bapa. Sedangkan Yesus sebagai Anak Allah, dan disebut
sebagai Tuhan. Kedua istilah itu mempunyai pengertian berbeda dan tidak pernah dipertukarkan
dan secara konsisten digemakan diseantero Alkitab Perjanjian Baru. Tidak ada satu pun ayat
yang menyebut Yesus sebagai Allah. Alkitab hanya mengenal istilah Anak Allah, tidak ada
istilah “Allah Anak” di seantero Alkitab. Kedua istilah itu mempunyai pengertian yang sangat
berbeda. (Demikian juga di Alkitab tidak ada ”Allah Roh Kudus”, yang ada adalah Roh Kudus
atau Roh Allah).

Yesus membawa atau menyatakan semua sifat dan karakter Allah, Bapanya, kepada manusia.
Karena itu ia sebagai Anak dapat diibaratkan sebagai cahaya yang dapat nampak kepada mata
manusia, atau bagai gambar atau foto dari Bapa (Allah), namun ia sendiri bukan Bapa (Allah).
Bapa sendiri ada diluar jangkauan kita. Yesus adalah perantara Bapa dengan kita. Alkitab
terkesan begitu menekankan untuk membedakan Yesus dengan Allah, antara Anak dengan Bapa.

2. Menjelaskan karya dan pewartaan Yesus tentang kerajaan Allah.

Obsesi Yesus adalah mewartakan dan memberi kesaksian tentang Kerajaan Allah.
Bagaimana Yesus memperjuangkan Kerajaan Allah itu?  

            Dalam mewartakan Kerajaan Allah, Yesus kerapkali memakai perumpamaan, yaitu cerita
yang diambil dari kehidupan sehari-hari untuk menyampaikan suatu kebenaran, khususnya
tentang kerajaan Allah. Dengan perumpamaan itu, para pendengar lebih mudah menangkap
pesan yang ingin disampaikan oleh Yesus. Perumpamaan membuat orang tertantang untuk
mencari dan menemukan pesan ysng berkaitan dengan Kerajaan Allah. Perumpamaan-
perumpamaan itu, pendengar lebih mudah menangkap pesan yang ingin disampaikan oleh Yesus.
Perumpamaan membuat orang tertantang untuk mencari dan menemukan pesan yang berkaitan
dengan kerajaan Allah. Perumpamaan-perumpamaan Yesus mengenai Kerajaaan Allah mau
menyampaikan hal-hal berikut :

a.      Kerajaan Allah Sudah Dekat

Yesus mewartakan bahwa Kerajaan Allah sudah dekat, bahkan sudah datang terutama
dalam diri Yesus. Ketika Yesus berkeliling Palestina untuk mewartakan Kabar Baik, sehingga
Kerajaan Allah mulai tampak ditengah-tengah umatNya ( lih. Luk 10 : 23 – 24).

Pewartaan Kerajaan Allah yang sudah dekat itu terungkap dalam perumpamaan tentang
pohon Ara (lih Mrk 13 : 28 – 32). Dekatnya Kerajaan Allah membawa nada ancaman dalam
perumpamaan tentang orang yang menghadap hakim (lih Luk 12 : 57 – 58) untuk menuntut
kembali pinjaman dari orang yang berhutang kepadanya. Maksud Yesus adalah : Kita sekalian
adalah orang yang berhutang (berdosa)., maka harus segera dibereskan perkara itu (bertobat)
supaya jangan terlambat; penghakiman terakhir sudah diambang pintu.

Berdekatan dengan perumpamaan tentang pohon ara adalah perumpamaan tentang


bendahara yang tidak jujur ( Luk 16 : 1 – 8 ). Perumpamaan in antara lain mau mengatakan
bahwa orang harus cerdik, sebab Kerajaan Allah sudah diambang pintu untuk mengadakan
pertanggungjawaban. Dekatnya Kerajaan Allah berarti juga dekatnya penghakiman Allah.

Perumpamaan tentang pohon ara yang tidak berbuah ( Luk 13 : 6-9) mau
menggambarkan bahwa Allah itu sungguh sabar, tetapi jika pada waktunya orang tidak
menghasilkan buah pertobatan (Luk 3: 8-9), maka penghakiman akan mendatangi orang itu.

Penghakiman Allah akan datang secara tiba-tiba dan tidak disangka-sangka (Mat 24: 50).
Hal ini diilustrasikan dalam perumpamaan tentang pencuri yang datang pada waktu malam disaat
yang tidak diketahui (Mat 24: 43-44). Kedatangan Kerajaan Allah dan penghakiman yang tidak
disangka-sangka itu terungkap dalam perumpamaan tentang gadis yang bijaksana dan gadis yang
bodoh (Mat 24: 1-13).

b.      Kerajaan Allah berarti Alla Mulai Memerintah

            Kerajaan Allah berarti Allah yang memerintah sebagai raja. Allah yang memerintah
dilukiskan oleh Yesus sebagi Bapa. Allah itu sungguh-sungguh Bapa yang baik hati dan suka
mengampuni. Dalam perumpamaan domba yang hilang (Luk 15: 3-7 ), Yesus menggambarkan
Allah yang suka mengampuni. Dalam perumpamaan orang-orang upahan dikebun anggur (Mat
20 :1-5), Allah digambarkan sebagai “Bapa keluarga” yang baik hatiterhadap orang-orang yang
tidak berjasa. Orang yang dimaksud adalah “ pemungut cukai, pelacur, dan orang berdosa” yang
bertobat dan atas dasar kebaikan allah menerima pemerintahanNya.

      Dalam perumpamaan anka yang hilang atau Bapa yang mengasihi anak yang hilang (Luk 15 :
11-32) mau menunjukkan balas kasih dan ksi Allah terhadap orang yang berdosa dan sukacita
Nya karena bertobat. Perumpamaan in juga sekaligus berisi kritik trhadap orang Farisi 9 yang
dilambangkan anak yang sulung) yang membanggakan jasanya, tetapi tidak mengeti sikap hati
Bapa. Ketiga perumpamaaan dalam Luk 15 : 1-32 (domaba yang hilang, dirham yang hilang, dan
anak yang hilang) mau menekankan sukacita Allah yang menyambut orang berdosa yang
bertobat ke dalam Kerajaan Nya.

c.      kerajaan Allah Menurut Sikap Pasrah (Iman) Manusia Kepada Allah    


Allah meraja dengan kasih. Oleh karena itu, manusia dituntut sikap pasrah, dan sikap
iman kepada Allah. Allah menjadi harapan, sandaran, dan andalan bagi manusia. Manusia tidak
boleh mengandalkan hal-hal lain, seperti harta, kekuasaan, bahkan dirinya sendiri.

      Yesus menentang orang-orang Farisi karena mereka terlalu mengandalkan jasa-jasa dan
kekuatan diri mereka. Yesus memuji orang-orang miskin dan menderita sebagai yang “
berbahagia”, karena dalam kemiskinannya itu mereka hanya mengandalkan Allah dan
mempercayakan diri pada Allah. Yesus tentu saja tidak mendukung kemiskinan, bahkan Ia
memperjuangkan kesejahteraan lahir batin bagi umat. Yesus mengecam ketidakadialn yang
dilakukan oleh para petinggi pemerintahan dan agama.

      Yesus tidak menyapa berbahagia kepda orang-orang yang saleh dan taat pada Taurat seperti
kaum Farisi, sebab mereka mengandalkan dirinya sendiri. Yesus menyapa orang miskin dan
menderita, sebab mereka mengandalakan Allah. Bapa perumpamaan Yesus tentang orang farisi
dan pemungut cukai yang berdoa di bait Allah (Luk 18 : 9-14)

d.      Kerajaan Allah itu suatu Karunia

      Kerajaan Allah adalah karunia dari Allah, bukan hanya jasa masnusia. Dengan kata lain,
pemerintahan Allah tidak ditegakkan atau diwujudkan hanya oleh daya upaya manusia. Kerajaan
Allah sebagai karunia Allah ini diilustrasikan dalam perumpamaan “ benih yang tumbuh “ (Mrk
4: 26-29); “ ragi “ (Mat 13: 33), Biji sesawi (Mat. 13: 31-32) dan penabur (Mrk 4:1-9).

      Titik perbandingan dalam perumpamaan-perumpamaan tersebut terletak pada keajaiban


bahwa “ benih” itu tumbuh, menjadi pohon besar, dan menghasilkan buah berlimpah, walaupun
banyak rintangan. Demikianlah juga tentang kerajaan Allah, walaupun banyak rintangannya
(penabur), Kerajaan Allah dengan kekuatannya sendiri (benih dan ragi) akan diwujudkan
danmenghasilkan buah berlimpah.

      Kerajaan Allah sebagai karunia Allah harus diperjuangkan dan dikembangkan oleh manusia
sebagai nilai yang paling tinggi.karena itu, manusia yang telah memperolehnya patut bergembira
dan bersedia memperjuangkan dan mengembangkanya dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini
diilustrasikan dalam perumpamaan tentang “ harta terpendam” dengan usaha yang tidak kenal
lelah, akhirnya harta itu ditemukan sehingga mendatangkan kegembiraan luar biasa bagi
empunya “ Harta terpendam”. Ini menggambarkan sesuatu yang sangat bernilai, yakni Kerajaan
Allah. Orang dengan gembira hati mengorbankan segala sesuatu demi Kerajaan Allah. Orang
denga gembira hati mengorbankan segala sesuatu demi Kerajaan Allah yang paling berharga dan
bernilai.

3. Menjelaskan sengsara, wafat dan kebangkitan Kristus


a) Makna sengsara yesus Kristus
Dalam perjalanan hidupNya, Yesus juga tak luput dari penderitaan bahkan sampai wafat di
kayu salib. Makna penderitaan yang dialami Yesus pertama-tama merupakan konsekuensi dari
tugas perutusanNya untuk melaksanakan kehendak Bapa mewartakan dan menegakkan Kerajaan
Allah di dunia.

Penderitaan Yesus berakar pada dan didorong oleh kasih Allah kepada seluruh dunia (Rm
5:8). Secara bebas suka-rela Yesus mengemban misi ini dan mempersembahkan diri-Nya kepada
Bapa surgawi sebagai kurban persembahan sempurna untuk kepentingan kita. Dengan
penyerahan diri-Nya secara sempurna kepada rencana penyelamatan Bapa, Yesus
mempersembahkan suatu kurban yang lengkap, yang tidak dapat pernah diulangi dan ini terus-
menerus dipersembahkan kepada Bapa di surga.

Sebagai orang yang beriman, kita juga diajak untuk selalu meneladani sikap Yesus dalam
menghadapi penderitaan dan kematian yaitu bersikap tabah dan taat penuh pada kehendak Tuhan
melalui doa dan melalui penyerahan diri sepenuhnya kepada Penyelenggaraan Ilahi.

*Sikap dalam Menghadapi Penderitaan

Penderitaan merupakan bagian tak terpisahkan dalam hidup manusia. Tak jarang
penderitaan dapat membawa kematian. Penderitaan dapat diakibatkan oleh berbagai sebab antara
lain akibat kesalahan sendiri atau kesalahan orang lain maupun demi memperjuangkan sesuatu
hal baik.

Penderitaan itu sendiri ditanggapi orang secara berbeda. Ada orang yang bila menderita
menjadi putus harapan, menyalahkan diri sendiri, menyalahkan orang lain, bahkan menyalahkan
Tuhan. Akibatnya hidup terasa bagai beban dan tak punya arti lagi, muncul sikap dendam pada
oranglain, atau menjauhi Tuhan. Bila toh akhirnya ia mati, maka kematiannya seolah merupakan
kematian tanpa arti. Kematian merupakan akhir dari segalanya.

Ada juga orang yang ketika menderita berusaha menjalaninya dengan tabah, berusaha
tegar , mendekatkan diri pada Tuhan untuk memohon kekuatan darinya, sehingga munculah
sikap positif dalam menghadapi penderitaan tersebut, yaitu kesadaran bahwa penderitaan yang
dialaminya adalah demi perjuangan untuk memperoleh hidup yang lebih  benar, lebih baik,lebih
adil,dan lebih bermartabat. Kalaupun kematian menyongsongnya, ia tidak terlalu takut, bahkan
kematian baginya dipandang sebagai awal kemenangan.

Untuk itu, dalam menghadapi penderitaan kita harus menjalaninya dengan tabah,
berusaha tegar, mendekatkan diri pada Tuhan untuk memohon kekuatan dari-Nya, sehingga
muncullah sikap positif dalam menghadapi penderitaan tersebut, yaitu kesadaran bahwa
penderitaan yang dialami Yesus adalah demi perjuangan untuk memperoleh hidup yang lebih
benar, lebih baik, lebih adil, dan lebih bermartabat. Kalaupun kematian menyongsong-Nya, Ia
tidak terlalu takut, bahkan kematian baginya dipandang sebagai awal kemenangan.
b) Wafat

Yesus mati di kayu salib untuk membebaskan semua manusia dari dosa. Karena dosalah Dia
mati. Dengan demikian, tidak ada dasar untuk menuduh orang-orang Yahudi, kekuatan politik
atau militer tertentu sebagai penyebab kematian Yesus.  Kematian Yesus sebenarnya sebagai
penebusan yang tidak ada hubungannya dengan bangsa/ras dan politik. Allah-lah yang
bertanggung-jawab atas dosa-dosa. Allah-lah yang mengutus Putera-Nya yang tunggal, agar
dengan demikian kita memperoleh kehidupan. Inti pokok dari sejarah penyelamatan adalah
hasrat Allah untuk menebus. 

Kematian Yesus sangat mengerikan dan mengenaskan, namun pentinglah bagi kita untuk
memahami bagaimana kematian-Nya sejalan serta sesuai dengan rencana penyelamatan ilahi dari
Allah sendiri: “Dia yang diserahkan Allah menurut maksud dan rencana-Nya, telah kamu
salibkan…” (Kis 2:2). Ingat juga apa yang dikatakan Yesus yang sudah bangkit kepada kedua
orang murid dalam perjalanan ke Emaus: “Hai kamu orang bodoh, betapa lambannya hatimu
untuk mempercayai segala sesuatu, yang telah dikatakan para nabi! Bukankah Mesias harus
menderita semuanya itu untuk masuk ke dalam kemuliaan-Nya?”  Lalu Ia menjelaskan kepada
mereka apa yang tertulis tentang Dia dalam seluruh Kitab Suci, mulai dari kitab-kitab Musa dan
segala kitab nabi-nabi (Luk 24:25-27).

Kita dapat melihat bahwa melalui kematian-Nya di kayu salib, kemanusiaan Yesus
memperbaiki kembali ketaatan sempurna dan penuh kasih  manusia yang dulu pernah dirusak.
Yesus membuat hal itu mungkin bagi umat manusia (seperti Adam dan Hawa sebelum kejatuhan
mereka) untuk menggantungkan diri dan hidup seturut setiap firman yang keluar dari mulut
Allah. Inilah satu alasan mengapa Allah menjadi manusia. 

c) Kebangkitan Yesus
Penderitaan dan kematian Yesus bagi kebanyakan orang Yahudi pada zamanNya, Yesus
dianggap gagal, sia-sia dan seluruh karyaNya seolah musnah seiring dengan kematianNya,
seolah-olah Yesus tidak akan diperhitungkan lagi. Tetapi dengan peristiwa kebangkitanNya dari
alam maut, Allah membalikkan semua pikiran tersebut. Kebangkitan Yesus membuat kehadiran
Yesus tidak lagi terbatas pada ruang dan waktu. Ia hadir dimana-mana dalam hati setiap
muridNya. kehadiranNya itu mampu mempengaruh hati manusia, menjadi semangat hidup
banyak orang.

Melalui kebangkitannya orang-orang tidak hanya mengenang karya dan ajaranNya, tetapi
menjadikan dia sebagai kekuatan hidup sehari-hari. Kehadirannya mampu membuat orang tidak
hanya sanggup meneruskan karya-Nya melainkan secara aktif dan kreatif melakukannya.
Kebangkitan Yesus merupakan pembenaran dari Allah terhadap sabda dan karyanya,
pembenaran terhadap perjuangan Yesus Kristus.

Kebangkitan Yesus mencerminkan dua hal yang bersifat hakiki tentang Allah :

1.      Kebangkitan Yesus menunjukkan campur tangan ilahi dari Trinitas dalam waktu dan ruang,
untuk menjadikan misi penebusan Yesus berbuah.

2.      Kebangkitan Yesus memberi kesaksian tentang dan bagaimana jalan menuju hidup
kemuliaan Bapa surgawi. Kehidupan ini memenuhi janji-janji tentang sebuah hati perjanjian
yang baru, yang dibuat melalui Yeremia dan Yehezkiel, kerinduan Hosea dan Mikha akan
keadilan dan belas kasih bagi semua orang, dan juga antisipasi akan kasih sempurna Allah yang
dinyatakan dalam Kitab Ulangan dan Mazmur 119.

Kebangkitan Yesus adalah permulaan dari corak kehidupan baru, kelahiran baru dan
permulaan suatu kehidupan yang lebih mulia. Kisah kebangkitan Yesus sendiri tidak banyak
dilaporkan dalam kitab suci. Namun demikian, bukti-bukti yang dapat menunjukkan bahwa
Yesus benar-benar bangkit antara lain:

1.      Para murid yang melihat kubur Yesus terbuka dan kosong (Yohanes 20:1-10)

2.      Kain kafan Yesus yang tertinggal

3.      Berita malaikat yang mengatakan Yesus sudah bangkit

4.      Dan beberapa kali penampakan Yesus kepada murid-muridnya.

Akhirnya, selagi kita melihat kemanusiaan Yesus sebagai suatu model untuk kita sendiri,
kita disadarkan bahwa kebangkitan adalah apa yang terjadi dengan kita apabila diri kita tidak lagi
dirusakkan oleh dosa. Diangkatnya Maria ke surga pada akhir ziarahnya di dunia merupakan
ilustrasi tentang akhir-alamiah tubuh kita, sekali kita telah dibebaskan dari segala dosa, seperti
Yesus yang dapat melihat Bapa, muka ketemu muka. 
Yesus adalah sang Juruselamat. Ialah penyelamat dan penolong umat manusia. Ia hadir
untuk menggenapi kehendak Bapa. Dengan sengsara, wafat dan kebangkitan Yesus ini, Ia ingin
membuktikan cinta kasih tak terbatas untuk manusia. PenderitaanNya yang amat sangat besar ini,
karena ingin memberi yang terbaik untuk manusia agar pewartaan kerajaan Allah dapat benar-
benar terlaksana. Walaupun saat wafat, Yesus dicemooh karena tidak dapat menyelamatkan
diriNya sendiri, tapi Tuhan datang membangkitkanNya pada hari yang ke-3. Sehingga inilah
yang menjadi bukti kuat pewartaan cinta kasih Tuhan dalam diriNya.

Sengsara, wafat dan kebangkitan Yesus perlu kita maknai sebagai hal yang benar-benar
baik dan penting. Sengsara dan wafat Yesus menunjukkan cinta Yesus pada umat manusia
melalui pengorbananNya yang amat luar biasa. Dan kebangkitan Yesus merupakan permulaan
dari corak kehidupan baru, kelahiran baru dan permulaan suatu kehidupan yang lebih mulia. Jadi
setelah kita memaknai betapa baiknya makna dibalik sengsara, wafat dan kebangkitan Yesus kita
bisa mulai merenungkan betapa sakitnya disiksa, dihina, dicela, dan dipaku pada kayu salib.
Belum lagi, ditikam lambungNya.

 “Tidak tahukah kamu bahwa kita semua yang telah dibaptis dalam Kristus, telah dibaptis
dalam kematian-Nya? Dengan demikian, kita telah dikuburkan bersama-sama dengan Dia
melalui baptisan dalam kematian, supaya, sama seperti Kristus telah dibangkitkan dari antara
orang mati oleh kemuliaan Bapa, demikian juga kita akan hidup dalam hidup yang baru” (Rm
6:3-4).  Kata-kata Santo Paulus tersebut seharusnya memberikan kepada kita pengharapan yang
mendalam.

Karena hidup ini yang adalah milik kita melalui sengsara, wafat dan kebangkitan Yesus,
maka kita  dapat menghadapi hari-hari kita dengan pengharapan dan suatu semangat penuh
sukacita, karena kita merangkul kebenaran yang dicanangkan oleh Santo Paulus: “Dalam
semuanya itu kita lebih daripada orang-orang yang menang, melalui Dia yang telah mengasihi
kita. Sebab aku yakin bahwa baik maut, maupun hidup, baik malaikat-malaikat, maupun
pemerintah-pemerintah, baik yang ada sekarang, maupun yang akan datang, atau kuasa-kuasa,
baik yang di atas, maupun yang di bawah, ataupun sesuatu makhluk lain, tidak akan dapat
memisahkan kita dari kasih Allah, yang ada dalam Kristus Yesus, Tuhan kita” (Rm 8:37-39).

4. Menjelaskan Yesus sungguh Allah dan sungguh Manusia.

Pada umumnya, kita mengasihi seseorang yang sudah kita kenal sebelumnya. Selanjutnya,
jika kita sungguh- sungguh mengasihi orang itu, maka tentu kita ingin mengenalnya lebih dalam.
Hal ini juga berlaku dalam hubungan kita dengan Kristus. Siapakah Kristus itu bagi kita?
Siapakah Kristus itu sebenarnya? Pertanyaan-pertanyaan serupa ini seharusnya mengantar kita
untuk lebih mengenal dan mengasihi Dia. Ia menjadi Penyelamat kita manusia, karena Ia adalah
sungguh-sungguh Allah, dan sungguh-sungguh manusia. Karena Kristus adalah Allah, maka Ia
sudah ada sebelum dunia ini diciptakan. Namun Ia rela menjelma menjadi manusia, karena
mengasihi kita. Pada saat waktunya genap, Ia memilih untuk dilahirkan ke dunia, maka Putera
Tunggal Allah yang tak terbatas, masuk ke dalam sejarah manusia. Hakekat ke-Allahan dan ke-
manusiaan Kristus ini adalah ciri khas Yesus, yang membuat-Nya berbeda dari para nabi ataupun
orang kudus manapun.

*Yesus sungguh Allah, sungguh manusia

Bagi orang Katolik, sebutan bahwa Yesus adalah sungguh Allah dan sungguh manusia,
tidaklah asing. Namun apakah kita sungguh memahaminya? Apakah kita mengetahui dasar-
dasarnya mengapa dikatakan bahwa Yesus Kristus adalah  Putera Tunggal Allah yang menjadi
manusia, sehingga Ia adalah sungguh-sungguh Allah, dan sungguh-sungguh manusia?

Ya, istilah Teologi yang menjelaskan ciri khas Pribadi Yesus ini adalah “hypostatic
union“. Ini merupakan misteri Kristus yang tidak sepenuhnya dapat kita pahami selama kita
hidup di dunia ini, namun begitu jelas diajarkan dalam Alkitab. Yesus Kristus adalah Juru
Selamat manusia yang menghapuskan dosa-dosa kita. Yesus adalah Pengantara kita yang
menghubungkan kita dengan Allah. Sebagai manusia, Yesus dengan kehendak bebas-Nya
mempersembahkan kurban penghapus dosa, yaitu diri-Nya sendiri, dan karena Ia adalah Tuhan,
maka korban-Nya ini bernilai tak terbatas, sehingga mampu menghapus semua dosa manusia di
sepanjang sejarah. Jika Gereja Katolik mempertahankan kebenaran ini, adalah karena kedua hal
ini, ke-Allahan Yesus dan kemanusiaan-Nya, adalah “kedua hal yang sama pentingnya dalam
karya keselamatan Allah.” ((Lihat George D Smith, D.D, PhD. ed., The Teaching of the Catholic
Church, A Summary of Catholic Doctrine, (New York: The Macmillan Company, 1960) p. 361))

5. Menjelaskan makna hidup Yesus bagi Manusia

Yesus Kristus telah turun ke dunia. Pohon natal dan dekorasi lainnya mulai dipasang di
rumah dan beberapa tempat umum. Sinterklas tidak lupa untuk ikut serta dalam senang anak-
anak kecil. Itu semua adalah pertanda bahwa natal akan tiba lagi. Natal adalah hari peringatan
lahirnya Sang Juruselamat Dunia, Kristus. Sudahkah kamu memaknai kedatangan Anak Manusia
pertama kali di Kota Betlehem?

Di era modern ini, natal hanya sekedar seremonial biasa saja. Banyak manusia tidak
memaknai menyambut Yesus Kristus dengan benar. Buktinya, manusia semakin tenggelam di
dalam nafsu. Perang tidak kunjung berhenti. Korupsi merajarela. Pornografi dan Pornoaksi
dirilis. Banyaknya gereja palsu dan nabi-nabi palsu muncul. Pernikahan sesama jenis pun
dilegalkan di berbagai negara, seperti Amerika Serikat dan Jerman. Ateisme dan Gereja
Setantumbuh pesat di dunia. Hari Natal Dibuat sarana untuk melakukan seks bebas dan dosa
lainnya. Manusia sebaliknya tidak melakukan ibadah dan perenungan diri saat Natal. Begitulah
sekarang, tantangan gereja masa kini begitu banyak.

Makna Kelahiran Yesus bagi Manusia


Banyak yang bisa Anda dapatkan dari Hari Natal. Namun, ada 3 hal penting yang harus
kamu pertanyakan dari fakta terbesar dalam sejarah umat manusia tersebut. Berikut ini adalah
pelajaran yang dapat Anda peroleh dari kedatangan Putra Allah yang pertama kali hadir di kota
mungil Betlehem.

1. Kesederhanaan

Kelahiran Yesus Kristus ke dunia memiliki banyak makna yang tersirat. Kita harus
meminta bantuan-Nya untuk membuka tabir yang tersirat itu. Bila kamu membaca Alkitab tanpa
meminta bantuan Tuhan, semuanya akan menjadi sia-sia. Banyak hal yang bisa kita bahas dari
peristiwa kelahiran Yesus Kristus atau Natal.

Yesus lahir di kandang domba. Sebuah fakta yang harusnya membuat kita sadar. Mesias
dan Raja Dunia yang dijanjikan oleh Allah Bapa yang dilahirkan di kandang domba, bukan di
istana atau di rumah mewah. Yesus menunjukkan kesederhanaannya kepada umat
manusia. Namun, dewasa ini, manusia tidak malu untuk memamerkan kekayaannya terlalu
berlebihan. Bahkan, orang yang pamer harta sering kita jumpa di dalam gereja. Mereka
menggunakan aksesoris emas yang belerbihan, tas mahal, makeup yang terlalu tebal, dan baju
mahal.

2. Kerendahan Hati

Banyak orang kaya yang tidak membantu orang miskin. Mereka menentang orang miskin
dengan stigma bodoh, kolot, dan tak beretika. Mereka lebih memilih memperkaya harta benda
mereka dan lupa untuk memperkaya iman. Padahal, Tuhan Yesus sudah bersabda:

Jangan pernah pamerkan kekayaanmu dengan berlebihan. Yesus sudah memberi kita


pelajaran tentang kesederhanaan melalui kelahirannya yang begitu sederhana. Harta yang kau
terima itu tidak akan kau bawa saat kau bawa penghakiman nanti. Teladanilah sifat makna
kelahiran Yesus Kristus yang hidup sederhana dari kelahiran sampai kenaikannya ke surga.

3. Mukjizat itu Nyata

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia  , mukjizat adalah kejadian (peristiwa) ajaib


yang sukar dipahami oleh kemampuan akal manusia. Peristiwa natal berbicara tentang
mukjizat. Yesus lahir dari seorang perawan yang dikandung oleh Roh Kudus. Maria
mengandung seorang anak melalui proses yang bagi kita semua tidak masuk akal. Bagaimana
mungkin ada orang yang bisa mengandung tanpa dibuahi dan perawan?

Melalui kisah inilah, Dia bertanya tentang mukjizat. Inilah sebenarnya mukjizat-Nya


yang pertama. Peristiwa kelahirannya yang begitu luar biasa merupakan kemustahilan bagi
manusia. Namun, hal ini mungkin dilakukan oleh makna kelahiran Yesus Kristus. Dalam
melakukan pelayanan pun, Dia melakukan begitu banyak mukjizat. 
4. Kepemimpinan

Yesus Kristus adalah manifestasi Allah dalam bentuk manusia. Bagi kita semua, Allah
adalah Pencipta dan Pemimpin dunia dan surga. Dia datang ke dunia untuk menggembalakan
domba yang tersesat seperti yang ditulis di dalam

Gembala yang berperan sebagai pemimpin yang akan meminta domba-


dombanya. Penggembala juga yang menuntun domba untuk beraktivitas di padang rumput pada
pagi hari dan juga kembali ke kandang pada hari sakit. Gembala akan sangat sedih jika ada satu
saja dombanya yang hilang. Gembala tidak hanya duduk diam saja. Dia ingat domba-dombanya
terus-menerus. Jika ada dombanya yang sedang sakit, sang gembala tentu akan langsung
merawat dombanya itu. Itulah yang dilakukan oleh makna kelahiran Yesus Kristus. Dia
berinkarnasi menjadi manusia dan turun ke bumi untuk menggembalakan umat-Nya yang
tersesat dan sedang sakit. Dia tidak hanya diam di Surga. Yesus turun langsung untuk
memperbaiki semua kerusakan yang ada di dunia. Itulah sifat pemimpin yang baik. Pemimpin itu
tidak harus berhasil saja, tetapi juga melayani.

5. Pelayanan

Yesus turun ke dunia tidak hanya membahas umat-Nya saja, tetapi juga ikut melayani
umat manusia. Dia melayani masyarakat yang sakit, miskin, dan sedih. Yesus tidak memilih
bersahabat dengan senang. Bahkan, seorang penzinah dan pemungut cukai pun ditemaninya.

Anda mungkin juga menyukai