Anda di halaman 1dari 6

Nama : Maharani Cantika Sulaiman

NIM : 010001700254
Tugas Konsolidasi Tanah
1. Ketentuan hukum yang mengatur tentang Konsolidasi Tanah:
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1991 tentang
Kondolidasi tanah.
(Pasal 1), Konsolidasi Tanah (KT) adalah kebijaksanaan pertanahan mengenai
penataan kembali penguasaan dan penggunaan tanah serta usaha pengadaan tanah
untuk kepentingan pembangunan, untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan
pemeliharaan sumber daya alam dengan melibatkan pastisipasi aktif masyarakat.
2. a. Wujud partisipasi aktif masyarakat dalam pelaksanaan Konsolidasi Tanah
(KT):
Partisipasi aktif masyarakat berwujud kesepakatan para pemegang hak atas tanah
dan/atau penggarap tanah.
b. 5 prinsip Konsolidasi Tanah :
 kegiatan konsolidasi tanah membiayai dirinya sendiri
 adanya “land polling” yang juga merupakan ciri khas konsolidasi tanah
 hak atas tanah sebelum dan sesudah konsolidasi tidak berubah menjadi lebih
tinggi atau lebih rendah
 konsolidasi tanah melibatkan peran serta secara aktif para pemilik tanah
 tanah yang diberikan kembali kepada pemilik mempunyai nilai lebih tinggi
daripada sebelum konsolidasi tanah.
3. Pengaturan bentuk dan tata letak tanah melalui KT dilakukan dengan cara:
 Penggeseran letak
 Penggabungan
 Pemecahan
 Penukaran
 Penataan letak
 Penghapusan letak
4. a. Tujuan pokok KT:
Konsolidasi tanah bertujuan menyediakan tanah untuk kepentingan pembangunan dan
meningkatkan kualitas lingkungan hidup serta memberikan pemanfaatan tanah yang
optimal.
b. Manfaat yang dapat diraih dari pelaksanaan KT:
 Kebutuhan akan adanya lingkungan pemukiman atau areal pertanian dapat
terpenuhi
 Membantu mempercepat laju pembangunan pemukiman atau pembangunan
daerah pertanian di pedesaan
 Pemerataan hasil-hasil pembangunan yang langsung dinikmati oleh pemilik
tanah
 Menghindari akses-akses yang sering timbul dalam hal penyediaan tanah
secara konvensional
 Konsolidasi tanah merupakan manifestasi prinsip gotong-royong dan
penerapan Pasal 6 UUPA tentang fungsi sosial hak atas tanah
 Lebih jauh dapat menempatkan rakyat sebagai subjek dalam pembangunan

c. Yang menjadi sasaran KT:

Sasaran konsolidasi tanah adalah terwujudnya penguasaan dan penggunaan tanah


yang tertib dan teratur sesuai kemampuan dan fungsinya dalam rangka tata tertib
pertanahan.

5. Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pemilihan lokasi dalam KT terkait


dengan sasaran KT:
1) Perkotaan:
 Wilayah yang padat pemukiman
 Wilayah yang sudah mulai tumbuh dan direncanakan menjadi daerah
pemukiman tertentu
 Wilayah yang direncanakan menjadi kota/daerah pemukiman baru
2) Pedesaan :
 Wilayah yang dibentuk dan kondisi pemilikan tanahnya belum efisien dan
mempunyai potensi besar sebagai wilayah pertanian
 Lokasi yang terkait dan dapat dikaitkan dengan kegiatan pembangunan yang
dilaksanakan oleh pemerintah maupun swasta, contoh: pembangunan
bendungan/irigasi, percetakan sawah baru, pembangunan jalan
 Wilayah yang bentuk dan kondisi pemilikan tanahnya belum efisien.
6. Yang disebut daerah slum, dan penyebab timbulnya Slum:
Daerah Slum merupakan perkampungan kumuh, lebih cenderung pada pertumbuhan
perkampungan yang tidak teratur dengan kondisi/kualitas yang rendah, kurangnya
prasarana dan fasilitas yang dibutuhkan. Timbulnya Slum disebabkan oleh:
 Kelambatan pengadaan prasarana umum oleh pemerintah sehingga penduduk
mengambil inisiatif untuk mengatur diri sendiri dalam mengadakan prasarana
umum, tanpa memerhatikan kepentingan wilayah/lingkungan secara luas
 Pemilikan dan penguasaan tanah/petak yang ada biasanya tidak teratur, namun
terdesak kebutuhan untuk membangun pemukiman sehingga tumbuh wilayah
pemukiman yang alamiah dengan kondisi tidak teratur, kotor, dan tidak aman
 Pembangunan wilayah pemukiman dengan model konvensional
 Bentuk dan kondisi kepemilikan tanah pertanian sangat memengaruhi
produktivitas
7. Beberapa aspek KT:
 Aspek pengaturan penguasaan atas tanah, tidak saja menata dan menerbitkan
bentuk fisik bidang-bidang tanah, tetapi juga hubungan hukum antara pemilik
dan tanahnya
 Aspek penyerasian pengguna tanah dengan rencana tata guna tanah/tata ruang
 Aspek penyediaan tanah untuk kepentingan pembangunan jalan dan fasilitas
umum lainnya yang diperlukan
 Aspek peningkatan kualitas lingkungan hidup atau konservasi sumber daya
alam.
8. Peraturan perundang-undangan yang mendasari pelaksanaan KT:
1) Undang-Undang Pokok Agraria (UU No. 5/1960) tentang Peraturan Dasar Pokok-
Pokok Agraria (UUPA)
2) Undang-Undang No. 56/Prp/1960 tentang Luas Tanah Pertanian
3) PP No. 224/1961 tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti
Rugi
4) Surat Edaran Mendagri No. 590/5648/Agr tanggal 9 Desember 1985 tentang
Peningkatan dan Pemantapan Pelaksanaan Konsolidasi Tanah
5) Surat Edaran Mendagri No. 590/5468/Agr tanggal 22 Desember 1985 tentang
Peningkatan dan Pemantapan Pelaksanaan Konsolidasi Tanah Perkotaan
6) Peraturan Mendagri No. 2/1987 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Kota
7) Peraturan Kepala BPN No. 4/1991 tentang Konsolidasi Tanah.

9. Penyelenggaraan KT pada garis besarnya meliputi kegiatan:


 Pemilihan lokasi objek KT
 Penyuluhan kepada para pemegang hak atas tanah/yang menguasai tanah
calon objek KT
 Kesepakatan para calon PKT
 Penelitian mengenai tanah-tanah yang bersangkutan: statusnya, pemegang
haknya/yang menguasainya secara fisik, batas-batasnya, luasnya, dan lain-
lainnya
 Pelepasan hak/penguasaan fisik atas tanah-tanah objek KT oleh para peserta
KT
 Pelaksanaan kegiatan fisik berdasarkan desain yang sudah ditetapkan.
10. 4 kepastian yang perlu diperoleh sebelum pelaksanaan KT:
 Status tanah-tanah yang bersangkutan, yaitu apakah tanah hak atau tanah
negara dan jika tanah hak, hak atas apa yang dipunyai calon PKT yang
bersangkutan
 Kalau tanah hak siapa pemegang haknya, sedang kalau tanah negara siapa
yang menguasainya
 Ada atau tidak adanya beban-beban atau pihak lain: tanah bisa dalam
keadaan sengketa, sita atau dijadikan jaminan utang, disewakan atau
digadaikan kepada pihak lain
 Batas-batas dan luas tanah masing-masing serta bangunan dan tanaman
penting yang ada diatasnya

Hal-hal tersebut perlu diusahakan untuk diperoleh kepastiannya, agar pelepasam


haknya oleh para pemegang hak dan penyerahan fisik oleh yang menguasainya
tidak mengandung cacat hukum, yang memungkinkan timbulnya sengketa atau
gugatan di kemudian, setelah konsolidasi selesai dilaksanakan, satuan-satuan
tanah yang baru sudah dikuasai dan diberikan haknya kepada para PKT dan para
peminat satuan-satuan Tanah Pengganti Biaya Pelaksanaan Konsolidasi.

11. Persyaratan pelaksanaan KT dalam pasal 4 Peraturan Kepala BPN Nomor 4


Tahun 1991:
Ditetapkan bahwa KT dapat dilaksanakan apabila sekurang-kurangnya 85% dari
pemilik tanah yang luas tanahnya meliputi sekurang-kurangnya 85% dari luas seluruh
areal tanah yang akan dikonsolidasi, menyatakan persetujuannya. Apa yang harus
dilakukan, jika pemilik tanah yang 15% tersebut tidak bersedia turut serta.
Jika tanah yang bersangkutan letaknya terpencar diantara tanah-tanah yang pemegang
haknya bersedia turut serta, kiranya dalam rangka ketentuan hukum yang ada
sekarang ini harus digunakan ketentuan UU No 20 Tahun 1961 tentang Pencabutan
Hak atas Tanah jika yang tidak bersedia itu penggarap tanah negara, penyelesaiaannya
bisa menggunakan ketentuan UU No 51 Prp 1960.
12. 2 sistem pelaksanaan KT:
1. Sistem sukarela
a. Sistem sukarela dilaksanakan apabila diperoleh persetujuan dari seluruh
pemilik tanah di wilayah yang akan dikonsolidasi.
2. Sistem wajib
a. Sistem wajib dilaksanakan dengan dasar ikatan peraturan perundang-
perundangan yang berlaku untuk itu.
13. Keuntungan dari hasil pelaksanaan KT (yang merupakan daya tarik untuk
memperoleh persetujuan/kesediaan pemilik mengikuti KT):
 Meningkatkan nilai tanah yang dapat dinikmati secara langsung oleh
pemilik tanah
 Meningkatkan efisiensi penggunaan tanah, dan terbentuknya petak-petak
tanah yang teratur dan masing-masing menghadap ke jalan
 Terciptanya lingkungan hidup yang lebih baik
 Mempercepat realisasi pembangunan terutama prasarana umum
 Tidak ada pihak-pihak yang dirugikan seperti dapat terjadi dalam
pembangunan sistem konvensional
 Terwujudnya administrasi pertanahan yang tertib, di mana setiap bidang
tanah secara langsung diterbitkan haknya dengan pemberian sertifikat
tanahnya.
14. Alternatif kebijaksanaan yang dapat dikembangkan lebih lanjut, terkait dengan
penyediaan tanah untuk fasosum melalui KT:
 Pengadaan tanah prasarana dan fasilitas umum begitu pula
pembangunannya dilaksanakan oleh warga masyarakat sendiri.
Kebijaksanaan ini merupakan jalur swadaya masyarakat
 Pengadaan tanah untuk prasarana dan fasilitas umum dilaksanakan oleh
warga masyarakat sendiri, sedangkan pembangunannya dilaksanakan oleh
pemerintah melalui APBN/APBD. Kebijaksanaan ini merupakan jalur
campuran antara swadaya masyarakat dengan pemerintah
 Pengadaan tanah untuk prasarana dan pembangunannya dilaksanakan
pemerintah, sedangkan tanah-tanah warga masyarakat yang langsung dapat
memanfaatkan prasarana, dilakukan konsolidasi. Kebijaksanaan ini
termasuk jalur campuran antara pemerintah dengan swadaya masyarakat
yang dikaitkan dengan konsolidasi tanah
 Perlu diterapkan jalur kebijaksanaan khusus pada tanah-tanah objek
landreform di mana tanah untuk prasarana dan fasilitas umum serta bidang
tanah yang dikonsolidasi merupakan tanah yang langsung dikuasai oleh
negara sebagai objek landreform.
15. a. Hubungan KT dengan Pendaftaran Tanah:
 Hubungan KT dengan pendaftaran tanah ialah pelaksanaan KT terdiri dari
pendaftaran subjek dan objek tanah yang hasil pendaftaran tersebut
selanjutnya dijadikan dasar untuk pembuatan desain blok yang dibawa dalam
musyawarah bersama masyarakat
b. Perbedaan KT dengan pembebasan tanah/hak:
 Pasal 1 angka 1 Peraturan Ka. BPN No. 4 Tahun 1991, konsolidasi tanah
adalah kebijakan pertanahan mengenai penataan kembali penguasaan dan
penggunaan tanah serta usaha pengadaan tanah untuk kepentingan
pembangunan, untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan pemeliharaan
sumber daya alam dengan melibatkan partisipasi aktif masyarakat.
 Pasal 1 ayat (1) Permendagri No. 15 Tahun 1975 mendefinisikan
pembebasan tanah sebagai berikut: “Pembebasan tanah ialah melepaskan
hubungan hukum yang semula terdapat di antara pemegang hak/penguasa
tanahnya dengan cara memberikan ganti rugi”.
c. Hubungan KT dengan penataan ruang:
Hubungan KT dengan penataan ruang sama-sama saling berkaitan untuk kepentingan
pembangunan, meningkatkan kualitas lingkungan dan pemeliharaan sumber daya
alam dengan melibatkan parisipasi aktif dari masyarakat.

Anda mungkin juga menyukai