NIM : 010001700254
Matkul : Teknik Penyusunan Perundang-Undangan (TPPU)
Dosen : Dr. Andari Yurikosari, SH.MH.
UNDANG-UNDANG
1. JUDUL :
UNDANG –UNDANG NOMOR 22 TAHUN 2001 TENTANG MINYAK DAN
GAS BUMI
2. PEMBUKAAN :
a) Frase : DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
b) Jabatan Pembentuk : PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
c) Konsiderans
Menimbang :
a. bahwa pembangunan nasional harus diarahkan kepada terwujudnya
kesejahteraan rakyat dengan melakukan reformasi di segala bidang
kehidupan berbangsa dan bernegara berdasarkan Pancasila dan Undang-
Undang Dasar 1945;
b. bahwa minyak dan gas bumi merupakan sumber daya alam strategis tidak
terbarukan yang dikuasai oleh negara serta merupakan komoditas vital
yang menguasai hajat hidup orang banyak dan mempunyai peranan
penting dalam perekonomian nasional sehingga pengelolaannya harus
dapat secara maksimal memberikan kemakmuran dan kesejahteraan
rakyat;
c. bahwa kegiatan usaha minyak dan gas bumi mempunyai peranan penting
dalam memberikan nilai tambah secara nyata kepada pertumbuhan
ekonomi nasional yang meningkat dan berkelanjutan;
d. bahwa Undang-Undang Nomor 44 Prp. Tahun 1960 tentang Pertambangan
Minyak dan Gas Bumi, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1962 tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang- Undang Nomor 2
Tahun 1962 tenteng Kewajiban Perusahaan Minyak Memenuhi Kebutuhan
Dalam Negeri, dan Undang-Undang Nomar 8 Tahun 1971 tentang
Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara sudah tidak
sesuai Iagi dengan perkembangan usaha pertambangan minyak dan gas
bumi;
e. bahwa dengan tetap mempertimbangkan perkembangan nasional maupun
internasional dibutuhkan perubahan peraturan perundangundangan tentang
Pertambangan Minyak den Gas Bumi yang dapat menciptakan kegiatan
usaha minyak dan gas bumi yang mandiri, andal, transparan, berdaya
saing, efisien, dan berwawasan pelestarian Lingkungan, serta mendorong
perkembangan potensi dan peranan nasional;
f. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e tersebut di atas soda untuk
memberikan Iandasan hukum bagi Iangkah-langkah pembaruan dan
penataan atas penyelenggaraan pengusahaan minyak dan gas bumi, maka
perlu membentuk Undang- Undang tentang Minyak dan Gas Bumi;
d) Dasar Hukum
Mengingat :
1. Pasal 5 ayat (1); Pasal 20 ayat (1), ayat (2), ayat (4), dan ayat (5); Pasal 33
ayat (2) dan ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945;
3. BATANG TUBUH
a. Ketentuan Umum : Pasal 1
1. Minyak Bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi
tekanan dan temperatur atmosfer berupa fasa cair atau padat, termasuk aspal, lilin
mineral atau ozokerit, dan bitumen yang diperoleh dan proses penambangan, tetapi
tidak termasuk batubara atau endapan hidrokanbon lain yang berbentuk padat yang
diperoleh dari kegiatan yang tidak berkaitan dengan kegiatan usaha minyak dan gas
bumi.
2. Gas Bumi adalah hasil proses alami berupa hidrokarbon yang dalam kondisi tekanan
dan temperatur atmosfer berupa fasa gas yang diperoleh dan proses penambangan
minyak dan gas bumi.
4. Bahan Bakar Minyak adalah bahan bakar yang berasal dan/atau diolah dari Minyak
Bumi.
6. Survei Umum adalah kegiatan lapangan yang meliputi pengumpulan, analisis, dan
penyajian data yang berhubungan dengan informasi kondisi geologi untuk
memperkirakan letak dan potensi sumber daya Minyak dan Gas Bumi di luar Wilayah
Kerja.
7. Kegiatan Usaha Hulu adalah kegiatan usaha yang berintikan atau bertumpu pada
kegiatan usaha Eksplorasi dan Eksploitasi.
10. Kegiatan Usaha Hilir adalah kegiatan usaha yang berintikan atau bertumpu pada
kegiatan usaha Pengolahan, Pengangkutan, Penyimpanan, dan/atau Niaga.
11. Badan Usaha adalah Perusahaan berbentuk badan hukum yang menjalankan jenis
usaha bersifat tetap, terus-menerus dan didirikan sesuai dengan peraturan perundang-
undangan yang berlaku serta bekerja dan berkedudukan dalam wilayah Negara
Kesatuan Republik Indonesia.
12. Izin Usaha adalah izin yang diberikan kepada Badan Usaha untuk melaksanakan
Pengolahan, Pengangkutan, Penyimpanan dan/atau Niaga dengan tujuan memperoleh
keuntungan dan/atau laba.
13. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah perangkat Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang terdiri dan Presiden beserta para Menteri.
14. Pemerintah Daerah adalah Kepala Daerah beserta perangkat Daerah Otonom yang
lain sebagai Badan Eksekutif Daerah.
15. Badan Pelaksana adalah suatu Badan yang dibentuk untuk melakukan pengendalian
Kegiatan Usaha Hulu di bidang Minyak dan Gas Bumi.
16. Badan Pengatur adalah suatu Badan yang dibentuk untuk melakukan pengaturan dan
pengawasan terhadap penyediaan dan pendistribusian Bahan Bakar Minyak dan Gas
Bumi pada Kegiatan Usaha Hilir.
17. Menteri adalah Menteri yang bidang tugas dan tanggung jawabnya meliputi kegiatan
usaha Minyak dan Gas Bumi.
Pasal 51
1. (1) Setiap orang yang melakukan Survei Umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal
19 ayat (1) tanpa hak dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun
atau denda paling tinggi Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
2. (2) Setiap orang yang mengirim atau menyerahkan atau memindahtangankan data
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 tanpa hak dalam bentuk apa pun dipidana
dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling tinggi Rp.
10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Pasal 52
Pasal 53
Pasal 60
1. dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun, Pertamina dialihkan bentuknya
menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) dengan Peraturan Pemerintah;
e. KETENTUAN PENUTUP
Pasal 66
(2) Segala peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 44 Prp. Tahun 1960
tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor
133, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2070) dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun
1971 tentang Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (Lembaran
Negara Tahun 1971 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2971) dinyatakan
tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan atau belum diganti dengan peraturan baru
berdasarkan Undang-undang ini.
Pasal 67
Undang-undang ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang
mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Undang-undang ini dengan penempatannya
dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 23 Nopember 2001
SEKRETARIS NEGARA REPUBLIK INDONESIA,
ttd
BAMBANG KESOWO
PERATURAN DAERAH
c. Konsiderans : Menimbang :
3. BATANG TUBUH :
a. Ketentuan Umum :
Pasal 1
5. Kepala Dinas adalah Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Berau.
7. Pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan dalam rangka penelitian,
pengelolaan atau pengusahaan mineral dan batubara yang meliputi penyelidikan
umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan
pemurnian, pengangkutan dan penjualan serta kegiatan pascatambang.
8. Mineral adalah senyawa anorganik yang terbentuk di alam yang memiliki sifat fisik
dan kimia tertentu serta susunan kristal teratur atau gabungannya yang membentuk
batuan, baik dalam bentuk lepas atau padu.
9. Batubara adalah endapan senyawa organik karbonan yang terbentuk secara alamiah
dari sisa tumbuh-tumbuhan.
10. Pertambangan Mineral adalah Pertambangan kumpulan mineral yang berupa bijih
atau batuan, di luar panas bumi, minyak dan gas bumi serta air tanah.
11. Pertambangan Batubara adalah Pertambangan endapan karbon yang terdapat di dalam
bumi, termasuk bitumen padat, gambut dan batuan aspal.
12. Usaha Pertambangan adalah kegiatan dalam rangka pengusahaan mineral atau
batubara yang meliputi tahap penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan,
konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan
serta pasca tambang.
Materi yang diatur dalam Peraturan Daerah Kabupaten Riau nomor 17 tahun 2011
merupakan materi limpahan dari peraturan yang lebih tinggi tingkatannya
c. KETENTUAN PIDANA :
Pasal 222
Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa IUP, atau IPR sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17, Pasal 51, Pasal 56, Pasal 58, Pasal 68 ayat (1) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) Tahun dan denda paling banyak Rp.
10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
Pasal 223
Pemegang IUP, atau IPR yang dengan sengaja menyampaikan laporan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 43 ayat (1), Pasal 81 huruf e, Pasal 85 ayat (4), Pasal 152 ayat
(1) dan ayat (2) dengan tidak benar atau menyampaikan keterangan palsu dipidana
dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) Tahun dan denda paling banyak Rp.
10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).
d. KETENTUAN PERALIHAN :
Pasal 224
Semua izin pertambangan yang telah ada sebelum berlakunya Peraturan daerah ini,
dinyatakan tetap berlaku sampai jangka waktu berakhirnya izin.
e. KETENTUAN PENUTUP :
Pasal 225
Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, Peraturan Daerah Nomor 25 Tahun
1997 tentang Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C dan
Peraturan Daerah Nomor 6 Tahun 2003 tentang Tata Cara Izin Usaha Pertambangan
Umum dinyatakan dicabut dan tidak berlaku.
Pasal 226
4. PENUTUP :
Ditetapkan di Tanjung Redeb Pada tanggal, 7 Oktober 2011 BUPATI BERAU, ttd H.
MAKMUR HAPK
2. Di bawah nama Peraturan dicantumkan jabatan pembentuk Peraturan yang seluruhnya
ditulis dengan huruf kapital, yang diletakkan di tengah marjin dan diakhiri dengan tanca baca
koma (,).
3. Konsiderans
a. Konsiderans diawali dengan kata Menimbang, yang dicantumkan setelah nama jabatan
dan diletakkan sebelah kiri marjin. Huruf awal ditulis dengan huruf kapital dan diakhiri
dengan tanda baca titik dua (:).
b. Konsiderans memuat uraian singkat mengenai pokok-pokok pikiran yang menjadi latar
belakang dan alasan pembuatan Peraturan.
c. Jika konsiderans memuat lebih dari satu pokok pikiran, maka tiap pokok pikiran harus
dirumuskan dalam rangkaian kalimat yang merupakan satu kesatuan pengertian.
d. Tiap-tiap pokok pikiran diawali dengan huruf abjad dan dirumuskan dalam satu kalimat
utuh yang diawali dengan kata "bahwa" yang ditulis dengan huruf kecil dan diakhiri dengan
tanda baca titik koma (;)
4. Dasar Hukum
a. Dasar hukum diawali dengan kata Mengingat yang ditulis sejajar dengan Menimbang.
b. Huruf awal kata Mengingat ditulis dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda baca
titik dua ( : ).
c. Dasar hukum memuat dasar kewenangan pembuatan Peraturan dan memuat peraturan
perundang-undangan yang memerintahkan pembuatan Peraturan tersebut atau yang
mempunyai kaitan langsung dengan materi yang akan diatur.
d. Peraturan perundang-undangan yang digunakan sebagai dasar hukum hanya peraturan
perundang-undangan yang tingkatannya sama atau lebih tinggi.
e. Peraturan Kepala BPKP yang akan dicabut dengan Peraturan yang akan ditetapkan, tidak
dicantumkan sebagai dasar hukum.
f. Undang-undang, Peraturan Pemerintah yang dijadikan dasar hukum perlu dilengkapi
dengan pencantuman Lembaran Negara dan Tambahan Lembaran Negara yang diletakkan di
antara tanda kurung ( ).
g. Jika jumlah peraturan perundang-undangan yang dijadikan dasar hukum lebih dari satu,
maka urutan pencantuman perlu memperhatikan tata urutan hirarki dan diurutkan secara
kronologis berdasarkan saat pengeluarannya.
h. Jika dasar hukum memuat lebih dari satu peraturan perundang-undangan, maka tiap dasar
hukum diawali dengan angka Arab 1, 2, dan seterusnya yang diakhiri dengan tanda baca titik
koma (;).
5. Memutuskan
Kata MEMUTUSKAN ditulis seluruhnya dengan huruf kapital, tanpa spasi antar huruf dan
diakhiri dengan tanda baca titik dua (:) serta diletakkan di tengah marjin.
6. Menetapkan
a. Kata Menetapkan dicantumkan sesudah MEMUTUSKAN yang letaknya disejajarkan ke
bawah dengan kata Menimbang dan Mengingat.
b. Huruf awal kata Menetapkan ditulis dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanca baca
titik dua (:).
7. Nama Peraturan
Nama yang tercantum dalam judul Peraturan dicantumkan lagi setelah kata Menetapkan yang
didahului dengan pencantuman jenis Peraturan tanpa menyebutkan nomor dan tahun,
seluruhnya ditulis dengan huruf kapital dan diakhiri dengan tanda baca titik (.).
C. BATANG TUBUH
1. Batang tubuh Peraturan yang bersifat mengatur memuat semua substansi (materi)
Peraturan yang dirumuskan dalam pasal-pasal.
2. Pasal merupakan satuan aturan yang memuat satu norma dan dirumuskan dalam satu
kalimat yang disusun secara singkat, jelas, dan lugas.
3. Pasal diberi nomor urut dengan angka Arab dan huruf awal kata Pasal ditulis dengan
huruf kapital.
4. Pasal dapat dirinci dalam beberapa ayat, yang masing-masing ayat diberi nomor urut
dengan angka Arab yang ditulis di antara tanda baca kurung ( ) tanpa diakhiri tanda baca titik
(.)
5. Satu ayat hendaknya hanya memuat satu norma yang dirumuskan dalam satu kalimat
utuh.
6. Materi Peraturan lebih baik dirumuskan dalam banyak pasal yang singkat dan jelas
daripada ke dalam beberapa pasal yang masing-masing pasal memuat banyak ayat, kecuali
yang menjadi isi pasal itu merupakan satu rangkaian yang tidak dapat dipisahkan
7. Pada umumnya materi dalam batang tubuh dikelompokkan ke dalam:
a. Ketentuan Umum.
b. Materi Pokok yang Diatur.
c. Ketentuan Peralihan (jika diperlukan).
d. Ketentuan Penutup.