Anda di halaman 1dari 2

COVID-19 ANCAMAN SERIUS EKSISTENSI OAP: ‘LOCKDOWN’ PAPUA !

A
papun argumentasi yang hendak disampaikan, patut digaris bawahi bahwa jika
berbicara mengenai virus corona (COVID-19) yang mematikan, maka sebagai
orang asli Papua, etnis Melanesia, bangsa Papua yang kini sudah jadi etnis
minoritas di atas negeri sendiri yang berada dalam bayang-bayang kepunahan, maka
solusinya hanya satu: save manusia Papua dengan melakukan lockdown wilayah Papua ! Jika
dipikirkan dan direnungkan, pernyataan ini tidaklah berlebihan. Sebaliknya, ini merupakan
satu-satunya langkah protektif agar penularan virus ini bisa segera dicegah. Jika tidak, kita
akan kehilangan banyak nyawa yang akan semakin mengurangi populasi orang asli Papua.
Setidaknya ada beberapa alasan yang dapat dikemukakan dibalik pentingnya lockdown
wilayah Papua ini.
a. Jumlah Populasi Orang Asli Papua Semakin Menurun
Argumentasi ini sebenarnya sudah sangat jelas dan nyata. Walau tidak ada data valid yang
dapat menunjukkan berapa total populasi OAP yang tersisa saat ini, tetapi secara real dapat
kita lihat bagaimana di berbagai wilayah Papua sudah dikuasai oleh para pendatang
(imigran). Di berbagai aspek sudah didominasi oleh para imigran. Sebut saja, ekonomi,
pemerintahan (walau katanya ada Otsus), pendidikan, perhubungan, kesehatan dst. Frekuensi
mereka di Papua khususnya dalam keterpilihan dalam pileg yang dominan telah memberikan
sinyal bahwa jumlah OAP sedang berada dalam kondisi terdepresi. Walau konsentrasi OAP
diperkirakan masih menguasai beberapa wilayah pedalaman dan pegunungan, namun secara
pasti tidak dapat diperkirakan secara akurat. Apalagi angka kematian OAP dalam beberapa
tahun terakhir ini sangat tinggi. Entah, yang meninggal karena penyakit, kecelakaan dan
minuman keras serta pembunuhan oleh aparat TNI/POLRI lewat operasi militer berjilid-jilid
yang masih berlangsung sampai hari ini. Dengan melihat kondisi ini, agar tidak semakin
mereduksi jumlah populasi OAP, maka keputusan lockdown Papua untuk securitisasi dan
proteksi dari pandemi virus Corona ini musti segera diberlakukan oleh pemerintah Papua.
Apakah ini merupakan peristiwa penyerta yang terjadi dalam mengenapi prediksi pakar
demografi Australia, Jim Elmsly bahwa populasi OAP akan menipis pada tahun 2030?
Entahlah. Untuk itu, dalam mereduksi jatuhnya korban jiwa dalam kasus ini kembali kepada
pengambil kebijakan Papua saat ini.
b. Pasien Positif di Merauke berasal dari Luar Papua (Imigran)
Sekali lagi kabupaten Merauke menjadi pintu masuk penyakit Corona alias COVID-19.
Mengapa bukan melalui kabupaten lain di Papua ? Sebagaimana kasus HIV-AIDS yang
pertama kali muncul di Merauke pada 1995 silam, pada tahun 2020 ini juga kita dikagetkan
dengan penemuan dua kasus baru COVID-19 yang berdasarkan hasil pemeriksaan di
Balitbangkes Jakarta dinyatakan positif. Apa makna ini semua? Mengapa harus berawal dari
Merauke? Apakah wilayah ini merupakan sumber masuk segala penyakit di Papua? Entahlah.
Terlepas dari pertanyaan seperti ini, yang penting dipahami bahwa memang wilayah selatan
Papua ini sudah menjadi wilayah yang telah didominasi oleh para migran dari nusantara.
Maka wajar jika peluang masuknya segala jenis penyakit bahkan segala hal-hal yang
berbahaya (kontradiktif) dengan entitas Kepapuaan menjadi tidak bisa dibendung lagi di sana.
Patut dipahami bahwa masuknya virus Corona ini awalnya diperantarai oleh seorang migran
yang masuk ke wilayah Merauke sesudah melakukan perjalanan ke Bogor (republika.co.id
23.03.2020). Orang tersebut diketahui telah bersama-sama dengan pasien positif Corona
selama di Bogor dan menularkan virusnya kepada seorang perawat di RSUD Merauke yang
pertama kali merawatnya. Dari kejadian ini maka dapat dipahami bahwa potensi masuknya
virus corona ke Papua makin terbuka lebar, jika tidak ada upaya lockdown wilayah Papua.
c. Kultur Orang Papua Dapat Menjadi Jembatan Penularan Yang Berbahaya
Argumentasi berikut adalah tentang kultur orang asli Papua yang dapat menjadi medium
transmisi virus COVID-19. Kultur yang dimaksud adalah kultur dalam keseharian hidup soal
solidaritas, sapa menyapa dan gaya berinteraksi antar personalia. Orang Papua juga memiliki
pola kehidupan yang sudah dikonstruksi sejak moyang dengan hidup secara berkelompok
dalam satu rumah besar. Hal ini akan menjadi sebuah ancaman jika infiltrasi virus Corona
mencapai wilayah Papua dan menyebar hingga ke pelosok-pelosok Papua. Hal itu dapat
menyebabkan epidemi luar biasa yang jika tidak cepat dan tepat ditangani akan menimbulkan
banyaknya korban jiwa. Oleh sebab itu, maka upaya lockdown Papua dalam rangka
mencegah transmisi virus COVID-19 ini musti dipikirkan dan dijalankan sebagai upaya
prenventive action pemerintah melalui dinas kesehatan provinsi hingga Kabupaten Kota.
d. Fasilitas Kesehatan di Papua Masih Terbatas
Satu hal penting yang musti dipahami dan diakui oleh Pemerintah Provinsi Papua sekaligus
di daerah adalah masih terbatasnya sarana dan prasarana kesehatan. Kondisi ini, dapat
memperparah situasi, apabila penyebaran virus corona tidak bisa dicegah sedini mungkin.
Berbagai fasilitas kesehatan yang dibangun tentu memiliki keterbatasan entah dari aspek
tenaga terampil kesehatan, fasilitas medical chek up kesehatan, maupun layanan terintegrasi
dan berkesinambungan. Hal-hal ini sudah sejak lama masih menjadi pekerjaan rumah yang
masih terus menyita anggaran dan konsentrasi. Oleh sebabnya, maka upaya lockdown dapat
menjadi sebuah solusi berjangka dalam menghambat dan membendung penularan virus
COVID-19 tersebut.
e. Kesadaran Masyarakat tentang PHBS Masih Rendah
Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) merupakan konsep ideal berkehidupan menurut para
ahli kesehatan yang dengannya orang yang menerapkan pola tersebut dipastikan dapat
terhindar dari segala kesakitan atau gangguan kesehatan. Maka PHBS direkomendasikan oleh
setiap pegiat kesehatan kepada masyarakat awam sebagai pedoman untuk mencegah
terjangkitnya suatu penyakit. Akan tetapi, kondisi yang ada saat ini sangat memprihatinkan
bahwa secara faktual banyak masyarakat Melanesia di Papua tidak semuanya mengetahui dan
memahami praksis PHBS ini. Hal ini bukan saja sebagai implikasi lemahnya sosialisasi dan
pendekatan pencegahan yang dilakukan oleh para pegiat dan institusi kesehatan, tetapi juga
sebagai kelalaian pemerintah mencerdaskan dan menyehatkan rakyat. Oleh karena itu, maka
selain melakukan kebut sosialisasi PHBS mungkin upaya tepat adalah pemerintah harus
mengambil kebijakan untuk me-lockdown Papua agar masyarakat bisa disekuritisasi dari
serangan wabah mematikan COVID-19 itu.
Berdasarkan uraian singkat ini, mungkin sudah saatnya, para pengambil kebijakan di
tanah Papua menyatakan lockdown Papua dalam jangka waktu tertentu demi menghindarkan
rakyat Melanesia di Papua terhindar dari pandemi virus Corona yang mematikan tersebut.
Semoga !..(**).

Anda mungkin juga menyukai