Anda di halaman 1dari 4

ASURANSI

1. Pengertian Asuransi

Dalam bahasa Belanda, kata asuransi disebut Assurantie yang terdiri dari kata ”assuradeur”
yang berarti penanggung dan “geassureerde” yang berarti tertanggung. Kemudian dalam bahasa
Prancis disebut “Assurance” yang berarti menanggung sesuatu yang pasti terjadi. Sedangkan dalam
bahasa latin disebut “Assecurare” yang berarti meyakinkan orang. Selanjutnya bahasa Inggris kata
asuransi disebut “Insurance” yang berarti menanggung sesuatu yang mungkin atau tidak mungkin
terjadi dan “Assurance” yang berarti menanggung sesuatu yang pasti terjadi.

Di Indonesia pengertian Asuransi menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1992 tentang Usaha
Asuransi adalah sebagai berikut:
Asuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dengan mana
pihak penanggung mengikatkan diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi, untuk
memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan atau kehilangan
keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hukum kepada pihak ketiga yang mungkin akan
diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau untuk memberikan
suatu pembayaran yang didasarkan atas meninggal atau hidupnya seseorang yang
dipertanggungkan.

2. Landasan Hukum Asuransi

Asal mula kegiatan asuransi yang dijalankan di Indonesia merupakan kelanjutan asuransi
yang ditinggalkan oleh pemerintah Hindia Belanda.Sedangkan Peraturan Pemerintah Indonesia yang
mengatur tentang asuransi baru dikeluarkan pada tahun 1976 dengan keluarnya Surat Keputusan
Menteri Keuangan pada waktu itu.

Kemudian Surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1136/KMK/IV/1976 tentang


Penetapan Besarnya Cadangan Premi dan Biaya oleh Perusahaan Asuransi di Indonesia. Selanjutnya
keluar Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1249/KMK.013/1988 Tanggal 20 Desember 1988
tentang Ketentuan dan Tata Cara Pelaksanaan di Bidang Asuransi Kerugian dan Nomor
1250/KMK.013/1988 Tanggal 20 Desember 1988 tentang Asuransi Jiwa.

Peraturan Menteri Keuangan ini kemudian tidak berlaku lagi dengan keluarnya Undang-
Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian di Indonesia dan Peraturan Pemerintah
Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian. Di samping kedua
perundang-undangan dan peraturan tersebut, dasar acuan pembinaan dan pengawasan usaha
asuransi di Indonesia juga didasarkan kepad Keputusan Menteri Keuangan Nomor:
- 223/KMK.017/1993 Tanggal 26 Februari 1993 tentang Izin Perusahaan Asuransi dan Reasuransi.
- 224/KMK.017/1993 Tanggal 26 Februari 1993 tentang Kesehatan Keuangan Perusahaan
Asuransi dan Reasuransi.
- 225/KMK.017/1993 Tanggal 26 Februari 1993 tentang Penyelenggaraan Usaha Asuransi dan
Perusahaan Reasuransi.
- 226/KMK.017/1993 Tanggal 26 Februari 1993 tentang Perizinan dan Penyelenggaraan Kegiatan
Usaha Penunjang Usaha Asuransi.
3. Jenis Jenis Asuransi
Jenis-jenis asuransi yang berkembang di Indonesia dewasa ini jika dilihat dari berbagai segi
adalah sebagai berikut.
- Dilihat dari segi fungsinya:
a. Asuransi Kerugian (non life insurance)
b. Asuransi Jiwa (life insurance)
c. Reasuransi (reinsurance)

- Dilihat dari segi kepemilikannya


a. Asuransi milik pemerintah
b. Asuransi milik swasta nasional
c. Asuransi milik perusahaan asing
d. Asuransi milik campuran

4. Keuntungan Asuransi
Perusahaan asuransi sebagai lembaga keuangan tentu saja mengharapkan keuntungan
atas usaha yang dijalankannya.Keuntungan ini digunakan untuk membiayai seluruh aktivitasnya.
Demikian pula dengan nasabah yang mengharapkan polis asuransi akan menerima manfaat dengan
jasa asuransi yang digunakannya.

Keuntungan dari usaha asuransi untuk masing masing pihak adalah sebagai berikut :

- Bagi Perusahaan Asuransi


a. Keuntungan dari premi yang diberikan ke nasabah.
b. Keuntungan dari hasil penyertaan modal diperusahaan lain.
c. Keuntungan dari hasil bunga dari investasi di surat-surat berharga.
- Bagi Nasabah
a. Memberikan rasa aman.
b. Merupakan simpanan yang ada pada saat jatuh tempo dapat ditarik kembali.
c. Terhindar dari resiko kerugian atau kehilangan.
d. Memperoleh penghasilan dimasa yang akan datang.
e. Memperoleh penggantian akibat kerusakan atau kehilangan.

5. Prinsip Prinsip Asuransi


Pelaksanaan perjanjian asuransi antara perusahaan asuransi dengan pihak nasabahnya
tidak dapat dilakukan secara sembarangan.Setiap perjanjian dilakukan mengandung prinsip prinsip
asuransi.Tujuannya adalah untuk menghindari hal hal yang tidak diinginkan dikemudian hari antara
pihak perusahaan asuransi dengan pihak nasabahnya.

Prinsip prinsip asuransi yang dimaksud adalah sbagai berikut :


- Insurable Interest merupakan hal yang berdasarkan hukum untuk mempertaanggungkan suatu
resiko berkaitan dengan keuangan, yang diakui sah secara hukum antara tertanggung dengan
suatu yang dipertanggungkan dan dapat menimbulkan hak dan kewajiban keuangan secara
hukum. Semua ini tergambar dari kontrak asuransi. Kemudian dalam hal ini perlu menyebutkan
adanya kepentingan terhadap barang yang dipertanggungkan.
- Utmost Good Faith atau “itikad baik” dalam penetapan setiap suatu kontrak haruslah
didasarkan kepada itikad baik antara tertanggung dan penanggung mengenai seluruh informasi
baik materil maupun immaterill.
- Indemnity atau ganti rugi artinya mengendalikan posisi keuangan tertanggung setelah terjadi
kerugian seperti pada posisi sebelum terjadinya kerugian tersebut. dalam hal ini tidak berlaku
bagi kontrak asuransi jiwa dan asuransi kecelakaan karena prinsip ini didasarkan kepada
kerugian bersifat keuangan.
- Proximate Cause adalah suatu sebab aktif, efisien yang mengakibatkan terjadinya suatu
peristiwa secara berantai atau berurutan dan intervensi kekuatan lain, diawali dan bekerja
dengan aktif dari suatu sumber baru dan independen.
- Subrogation merupakan hak penanggung yang telah memberikan ganti rugi kepada tertanggung
untuk menuntun pihak lain yang mengakibatkan kepentingan asuransinya mengalami suatu
peristiwa kerugian. Artinya dengan prinsip ini penggantian kerugian tidak mungkin lebih besar
dari kerugian yang benar benar dideritanya.
- Contribution suatu prinsip dimana penanggung berhak menjadi penanggung penanggung lain
yang memiliki kepentingan yang sama untuk ikut bersama mebayar ganti rugi kepada seorang
tertanggung, meskipun jumlah tanggungan masing masing penanggung belum tentu sama
besarnya.

6. Jenis jenis Resiko


Dalam pertanggungan asuransi terdapat berbagai jenis risiko yang dihadapi, besa
kecilnya suatu resiko merupakan salah satu pertimbangan besarnya premi asuransi yangharus
dibayar. Dalam praktiknya risiko risiko yang timbul dari setiap pemberian usaha pertanggungan
asuransi adalah sebagai berikut :
- Risiko murni, artinya bahwa ada ketidakpastian terjadinya suatu kerugian atau dengan kata lain
hanya ada peluang merugi dan bukan suatu peluang keuntungan, contoh rumah mungkin akan
terbakar, atau mobil yang dikendarai mungkin akan tertabrak atau kapal dan muatannya
mungkin akan tenggelam. Jadi dalam hal ini kerugian terjadi atau tidak terjadi sama sekali.
- Risiko spekulatif, artinya resiko dengan terjadinya dua kemungkinan yaitu peluangan untuk
mengalami kerugian keuangan atau memperoleh keuntungan. Dalam hal ini kemungkinan
terjadi kerugian atau keuntungan.
- Risiko individu
Risiko individu dibagi atas tiga macam, diantaranya :
a. Risiko pribadi, risiko kemampuan seseorang untuk memperoleh keuntungan, akibat sesuatu
hal seperti sakit, kehilangan pekerjaan atau mati.
b. Risiko harta, risiko kehilangan harta apakah dicuri, hilang rusak yang menyebabkan kerugian
keuangan.
c. Risiko tanggung gugat, yaitu risiko yang disebabkan apabila kita menanggung kerugian
seseorang dan kita harus membayarnya. Contohnya kelalaian dijalan yang menyebabkan
orang lain tertabrak dan harus mengganti kerugian tersebut.

7. Asuransi Syariah
Definisi asuransi syari'ah menurut Dewan Syariah Nasional adalah usaha untuk saling
melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang melalui investasi dalam bentuk aset dan
atau tabarru' yang memberikan pola pengembalian untuk menghadapi risiko/ bahaya tertentu
melalui akad yang sesuai dengan syariah.
Asuransi Syariah adalah sebuah sistem dimana para partisipan/ anggota/ peserta
mendonasikan/ menghibahkan sebagian atau seluruh kontribusi yang akan digunakan untuk
membayar klaim, jika terjadi musibah yang dialami oleh sebagian partisipan/ anggota/ peserta.
Peranan perusahaan disini hanya sebatas pengelolaan operasional perusahaan asuransi serta
investasi dari dana-dana/ kontribusi yang diterima/ dilimpahkan kepada perusahaan.
Asuransi syari'ah disebut juga dengan asuransi ta'awun yang artinya tolong menolong atau
saling membantu. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa Asuransi ta'awun prinsip dasarnya adalah
dasar syariat yang saling toleran terhadap sesame manusia untuk menjalin kebersamaan dalam
meringankan bencana yang dialami peserta.

8. Perbedaan Asuransi Konvensional dan Asuransi Syariah

Secara garis besar, misi utama asuransi konvensional adalah misi ekonomi dan misi sosial.
Sedangkan dalam asuransi syariah misi yang di emban adalah misi aqi’dah, misi ibadah, misi
ekonomi dan misi pemberdayaan umat.

Dalam asuransi syariah terdapat Dewan Pengawas Syariah yang berfungsi untuk mengawasi
pelaksanaa operasional perusahaan agar terbebas dari praktik-praktik yang bertentangan dengan
prinsip syariah. Dan dalam asuransi konvensional tidak ada dewan pengawas sehingga dalam
praktiknya tidak diawasi dan kemungkinan pelaksanaannya tidak sesuai dengan kaidah syariah.

Akad yang ada dalam asuransi konvensional didasarkan pada jual-beli sedangkan akad
dalam asuransi syariah didasarkan pada tolong-menolong.
Invenstasi dana dalam asuransi konvensional bebas tetapi masih dalam batas-batas
perundang-undangan dan tidak dibatasi oleh halal-haramnya objek atau system yang digunakan.
Beda halnya dengan investasi dana asuransi syariah. Investasi dilakukan dengan batas perundang-
undangan, sepanjang tidak bertenangan dengan prinsip syariah. Bebas dari riba dan tenpat investasi
yang terlarang.
Selain itu, dana yang terkumpul dari premi peserta asuransi konvensional seluruhnya
menjadi milik perusahaan dan perusahaan bebas menginvestasikan dana tersebut kemana saja.
Sedangkan dana yang terkumpul dari peserta asuransi syariah dalam bentuk iuran atau kontribusi
sepenuhnya milik peserta. Perusahaan hanya berperan sebagai pemegang amanah dalam mengelola
dana tersebut.

Tidak ada pemisahan dana dalam asuransi konvensional. Pada beberapa produk tertentu
dapat mengakibatkan dana hangus. Dalam asuransi syariah ada pemisahan dana yaitu dana ta’barru,
derma dan dana peserta sehingga tidak mengenal dana hangus.

Adanya transfer of risk  dalam asuransi konvensional atau terjadinya transfer resiko dari
nasabah keped menanggung (perusahaan). Lain halnya dalam asuransi syariah yang mengenal
adanya sharing of risk  yang berarti terjadinya proses saling menanggung antara satu peserta dengan
peserta lain.
Sumber dana klaim dalam asuransi konvensional dari rekening perusahaan. Perusahaan
akan menanggung resiko dari peserta asuransi. Ini terjadi karena segala resiko sudah ditransfer dari
nasabah ke perusahaan. Sumber dana klaim dalam asuransi syariah dari rekening ta’barru, yaitu
peserta saling menanggung. Jika salah satu peserta mengalami musibah, maka peserta lain akan ikut
menanggung resiko.
Dalam asuransi konvensional. Seluruh keuntungan yang didapat adalah milik perusahaan.
Sedangkan dalam asuransi syariah keuntungan tidak sepenuhnya milik perusahaan tetapi dibagi
antara peserta dan perusahaan. Sesuai dengan prinsip bagi hasil.

Anda mungkin juga menyukai