Anda di halaman 1dari 32

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Bullying

1. Pengertian Bullying

Bullying adalah tindakan yang disengaja oleh pelaku pada

korbannya yang mana perbuatan tersebut bukanlah suatu kelalaian dimana

tindakan itu terjadi berulang-ulang dan didasari perbedaan power yang

mencolok. Bullying juga merupakan tindakan agresif, situasi dimana

seseorang yang kuat (baik secara fisik maupun mental) menekan,

melecehkan, dan menyakiti seseorang yang lemah dengan sengaja dan

berulang-ulang, untuk menunjukkan kekuasaannya. Korban tidak berani

membela karena lemah secara fisik atau mental (Sejiwa, 2008).

Dalam bahasa Indonesia, secara etimologi kata bully berarti

penggertak, orang yang mengganggu orang lemah. Sedangkan secara

terminologi menurut Tattum bullying adalah “..the willful, conscious

desire to hurt another and put him/her under stress”. Olweus juga

mengatakan hal yang serupa bahwa bullying adalah perilaku negatif yang

mengakibatkan seseorang ada dalam keadaan tidak nyaman/terluka dan

biasanya terjadi berulang-ulang (Wiyani, 2012).

Bullying adalah bagian dari tindakan agresi yang dilakukan

berulang kali oleh seseorang/anak yang lebih kuat terhadap anak yang

lebih lemah secara psikis dan fisik. Bullying juga merupakan sebuah
hasrat untuk menyakiti, hasrat ini diperlihatkan kedalam sebuah aksi yang

menyebabkan seseorang menderita. Aksi ini dilakukan langsung oleh

seseorang atau kelompok yang lebih kuat, tidak bertanggung jawab,

dilakukan berulang kali dan dengan keadaan senang (Astuti, 2008).

Pendidikan adalah wadah untuk membentuk dan mengembangkan

potensi yang dimiliki oleh peserta didik baik bersifat akademik maupun

non akademik. Pendidikan bukan hanya didapatkan di sekolah tetapi

didalam keluarga dan lingkungan masyarakat juga terdapat pendidikan

yang bisa diambil. Sekolah adalah tempat siswa menimbah ilmu dan

sekolah dapat mempengaruhi perilaku siswa. Sekolah yang seharusnya

menjadi tempat bagi siswa menimbah ilmu serta membantu membentuk

karakter pribadi yang positif ternyata malah menjadi tempat suburnya

praktek-praktek bullying (Pratiwi, 2012:3).

Bullying adalah pola perilaku agresif yang melibatkan ketidak

seimbangan kekuasaan dengan tujuan membuat orang lain merasa tidak

aman, dilakukan atas dasar perbedaan pada penampilan, budaya, ras,

agama, orientasi seksual dan identitas gender orang lain (Mustikasari,

2015).

Bullying sepertinya sudah menjadi bagian hidup siswa. Kasus

bullying dalam bentuk paling ringan seperti kata-kata hingga kekerasan

fisik mudah ditemukan di lingkungan sekolah. Apabila hal ini terjadi,

sekolah menjadi tempat yang tidak menyenangkan dan bahkan

menakutkan (Argiati, 2010).


Tindakan Bullying yang terjadi di sekolah dapat menimbulkan

banyak dampak bagi siswa yang terlibat didalamnya. Bullying di sekolah

merupakan salah satu penyebab bunuh diri pada anak-anak di Indonesia

(Soeriaatmadja, 2011).

Definisi bullying menurut KPAI, adalah kekerasan fisik dan

psikologis berjangka panjang yang dilakukan seseorang atau kelompok

terhadap seseorang yang tidak mampu mempertahankan diri. Dapat pula

dikatakan bahwa bullying adalah tindakan yang dilakukan seseorang

secara sengaja membuat orang lain takut atau terancam (KPAI, 2016).

Menurut Riauskina, Djuwita, dan Soesetio (2005) mendefinisikan

bullying sebagai perilaku agresif yang dilakukan berulang-ulang oleh

seorang/sekelompok yang memiliki kekuasaan, terhadap orang lain yang

lebih lemah, dengan tujuan menyakiti orang tersebut. Perilaku bullying

dapat dibagi menjadi 5 kategori:

a. Kontak Fisik Langsung (memukul, mendorong, menggigit,

menjambak, menendang, mengunci orang dalam ruangan mencubit,

mencakar, juga termasuk memeras dan merusak barang-barang yang

dimiliki orang lain).

b. Kontak Verbal Langsung (mengancam, mempermalukan,

merendahkan, mengganggu, memberi panggilan nama (name

calling), sarkasme, merendahkan (put-downs), mencela/mengejek,

mengintimidasi, memaki, menyebarkan gosip).


c. Perilaku Non-Verbal Langsung (melihat dengan sinis, menjulurkan

lidah, menampilkan ekspresi muka yang merendahkan, mengejek,

atau mengancam, biasanya disertai oleh bullying fisik atau verbal).

d. Perilaku non verbal-tidak langsung (mendiamkan seseorang,

memanipulasi persahabatan sehingga menjadi retak, sengaja

mengucilkan atau mengabaikan, mengirimkan surat kaleng).

e. Pelecehan seksual (kadang dikategorikan perilaku agresi fisik atau

verbal).

Menurut Barbara Coloroso (The Bully, The Bullied, dan The

Bystander) (2006), disebutnya dengan istilah tiga mata rantai penindasan

yakni:

a. Bullying, terjadi karena ada pihak yang menindas.

b. Ada penonton yang diam atau mendukung, entah karena takut atau

karena merasa satu kelompok.

c. Ada pihak yang dianggap lemah dan menganggap dirinya sebagai

pihak yang lemah (takut untuk mengatakan kepada guru atau orang

tua, melawan, atau malah memberi pemakluman).

Bullying merupakan tindakan penggunaan kekuasaan untuk

menyakiti seseorang atau sekelompok orang baik secara verbal, fisik,

maupun psikologis sehingga korban merasa tertekan, trauma, dan tak

berdaya. Dalam lingkungan keluarga terdapat peran dan keterlibatan

orang tua yang tercermin didalam pelaksanaan pola asuh. Keluarga


merupakan lingkungan yang paling bertanggung jawab dalam

mengembangkan kematangan emosi anak- anaknya. (Sejiwa, 2006).

Saat ini, bullying merupakan istilah yang sudah tidak asing di

telinga masyarakat Indonesia. Pelaku bullying sering disebut dengan

istilah bully. Seorang bully tidak mengenal gender maupun usia. Bahkan,

bullying sudah sering terjadi di sekolah-sekolah dan dilakukan bukan

hanya para remaja, tetapi pada anak usia Sekolah Dasar berumur 6-12

tahun (Rigby, 2005).

Pada saat terjadi bullying di sekolah, ada tiga peran yang

dimainkan oleh siswa, yaitu sebagai pelaku, korban, pelaku-korban, dan

saksi bullying (bystander). Pelaku adalah siswa yang melakukan perilaku

bullying terhadap siswa lain. Karakteristik pelaku bullying meliputi

pelaku memiliki fisik yang lebih kuat dibandingkan siswa lainnya,

kurang mampu memahami dan merasakan apa yang dirasakan oleh orang

lain, memiliki sikap positif terhadap kekerasan, agresif terhadap teman

sebaya dan orang dewasa, akrab dengan pelaku, kurang mampu

mengontrol diri, cenderung mendominasi, tidak mau mentaati norma

sosial, sering memaksa korban, perilaku kurang baik di sekolah dan

sering dikeluarkan dari sekolah, memiliki kelompok, berasal dari

keluarga yang mengabaikan, keras, dan otoriter, serta ada riwayat

perilaku bullying (Wahyuni, 2012).

2. Bentuk-bentuk Bullying
Ada beberapa jenis bullying menurut (Yayasan Semai Jiwa Amini,

2008:

a. Bullying Fisik

Bullying ini bisa diartikan dengan jenis bullying yang terlihat

oleh mata, dan siapapun dapat melihatnya karena terjadi sentuhan

fisik antara pelaku dan korban bullying itu sendiri.

Contoh-contoh tindakan yang termasuk kedalam bullying

fisik antara lain: memukul, mendorong, menggigit, menjambak,

menendang, mengunci orang dalam ruangan, mencubit, mencakar,

meludahi, memalak, menimpuk juga termasuk menampar dan

merusak barang-barang yang dimiliki orang lain.

b. Bullying Verbal

Jenis bullying ini bisa diartikan jenis bullying yang bisa

terdeteksi oleh indra pendengaran. Contoh-contoh tindakan yang

termasuk kedalam bullying verbal antara lain: membentak, meledek,

mencaci maki, mencela, mempermalukan didepan umum, menebar

gossip atau bahkan fitnah, dan mengancam (Yayasan Semai Jiwa

Amini, 2008).

c. Bullying Psikologis

Ini merupakan jenis bullying yang paling berbahaya karena

tidak terungkap oleh indra penglihatan dan pendengaran kita.

Bullying psikologis terjadi diam-diam dan diluar jangkauan

pemantauan. Contoh-contoh bullying psikologis antara lain:


mendiamkan seseorang, memanipulasi persahabatan sehingga

menjadi retak, sengaja mengucilkan atau mengabaikan, meneror

lewat pesan pendek atau email dan memandang dengan tatapan yang

merendahkan (Yayasan Semai Jiwa Amini, 2008).

Menurut Yayasan Semai Jiwa Amini (2008), tipe-tipe bullying

sebagai berikut:

a. Over Bullying

Meliputi bullying secara fisik dan secara verbal, misalnya

dengan mendorong hingga jatuh, memukul, mendorong dengan

keras, member julukan nama, mengancam dan mengejek dengan

tujuan untuk menyakiti.

b. Indirect Bullying

Meliputi agresi relasional, dimana bahaya yang ditimbulkan

oleh pelaku bullying dengan cara mengancurkan hubungan-

hubungan yang dimiliki oleh korban, termasuk upaya mengucilan,

menyebarkan gosip, dan meminta pujian atau suatu tindakan tertentu

dari kompensasi persahabatan. Bullying dengan cara tidak langsung

sering dianggap tidak terlalu berbahaya jika cara bergurau antar

teman saja. Bullying secara fisik akan semakin berkurang ketika

siswa menjadi lebih dewasa tetapi bullying yang sifatnya merusak

hubungan akan terus terjadi hingga usia dewasa (Yayasan Semai

Jiwa Amini, 2008).

3. Ciri-ciri Perilaku Bullying


Menurut Parillo (2008) pelaku bullying memiliki ciri-ciri “the

psychological profile of bullies a suggest that they suffer from low self-

esteem and a poor self-image”. Pelaku bullying memiliki harga diri yang

rendah serta citra diri yang buruk. Pelaku bullying telah memiliki peran

dan pengaruh penting di kalangan teman-temannya di sekolah. Biasanya

pelaku bullying telah mempunyai sistem sendiri untuk menyelesaikan

masalahnya di sekolah. Dapat dikatakan juga bahwa secara fisik para

pelaku bullying tidak hanya didominasi oleh anak yang berbadan besar

dan kuat, anak bertubuh kecil maupun sedang yang memiliki dominasi

yang besar secara psikologis dikalangan teman-temannya juga dapat

menjadi pelaku bullying. Alasan utama mengapa seseorang menjadi

pelaku bullying adalah karena para pelaku bullying adalah karena para

pelaku bullying merasakan kepuasan tersendiri apabila ia “berkuasa” di

kalangan teman sebayanya.

Bullies atau pelaku adalah seseorang yang melakukan bullying

dikarenakan beberapa faktor yang melatarbelakanginnya, berdasarkan

penelitian Mclaughin, Ray & Eve (2005), dinyatakan bahwa pelaku

bullying sebenarnya ingin menyembunyikan rasa insecure (rasa tidak

amannya) dan rasa bosan terhadap dirinya sendiri, dan pada

kenyataannya bully dapat memunculkan rasa percaya diri dan harga diri

yang tinggi (Salsabiela, 2010).

Ciri-ciri Pelaku Bullying menurut (Salsabiela, 2010) adalah:


a. Anak yang menunjukkan agresivitas dalam mengharapkan sesuatu

ataupun perhatian.

b. Kurang memiliki empati dan sulit bertenggang rasa terhadap anak

lain.

c. Tidak ada rasa bersalah. Pelaku bullying sepenuhnya percaya bahwa

korban memprovokasi munculnya aksi bullying tersebut.

d. Merasa dirinya lebih unggul, mengharapkan kemenangan disetiap

situasi.

e. Memiliki orang tua dan orang terdekat yang menjadi model perilaku

agresif

f. Memiliki jalan pikiran yang tidak realistik.

Victims atau korban merupakan individu yang lemah, tidak

mampu baik secara fisik maupun psikologis, terisolasi secara sosial,

selalu terlihat sendiri, insecurity, dan memiliki kepercayaan diri yang

rendah. Semua anak dapat menjadi korban bullying. Anak-anak atau

remaja yang menjadi korban bullying, memiliki karakteristik mudah

cemas, dan rendahnya harga diri (Salsabiela, 2010).

Ciri-ciri anak yang berpotensi sebagai korban Bullying menurut

(Salsabiela, 2010) adalah:

a. Terisolasi dan tak punya teman di sekolah.

b. Mudah mengalami kecemasan, merasa tidak aman, dan kurang

mampu dalam berteman.


c. Tidak punya keberanian dalam membela diri sendiri.

d. Mudah menangis, mudah menyerah (terutama saat mengalami

tindakan bullying).

e. Mungkin mengalamai kekerasan dirumah.

f. Mengalami kesukaran belajar

g. Bystanders adalah orang yang tampak berada disekitar dan memiliki

peran intervensi terhadap terjadinya bullying.

4. Dampak Perilaku Bullying

Hasil studi yang dilakukan oleh The National Youth Violence

Prevention Resource Center (NYVPRC) menunjukkan bahwa dampak

yang ditimbulkan dari perilaku bullying baik bagi pelaku, korban, serta

yang menyaksikan, yaitu:

a. Bullies (Pelaku Bullying): memiliki tingkat kepercayaan diri yang

sangat tinggi dan merasa harga dirinya tinggi sehingga menyebabkan

mereka berwatak keras, tidak memiliki empati, dan emosi yang tidak

terkontrol. Mereka mempunyai keinginan mendominasi dalam segala

hal sehingga merasa memiliki kekuasaan. Dampak lain yang

ditimbulkan dari perilaku bullying adalah prestasi rendah, berbuat

anarkis seperti tawuran, dan menentang orang tua atau bahkan guru.

b. Victims (Korban Bullying): korban akan selalu merasa takut dan

cemas sehingga mempengaruhi konsentrasi belajar disekolah bahkan

dalam waktu panjang, hal ini dapat mempengaruhi kepercayaan diri


sehingga menuntun mereka untuk menghindari sekolah dan

memunculkan perilaku menarik diri dari lingkungan pergaulannya.

Dampak lain yang ditimbulkan adalah korban merasa depresi dan

merasa dirinya dan orang lain tidak ada yang menolongnya. Pada

tingkatan yang lebih ekstrim, korban mungkin akan melakukan

bunuh diri yang menurutnya dapat menyelesaikan masalahnya.

c. Bystander (Orang yang menyaksikan bullying): merupakan orang

yang menyaksikan bullying, dalam hal ini mereka akan berasumsi

bahwa bullying merupakan perilaku yang dapat diterima secara

sosial. Dalam kondisi ini, siswa mungkin akan bergabung dengan

pelaku karena takut menjadi sasaran berikutnya dan sebagian dari

mereka mungkin menganggap praktik bullying tidak perlu

dihentikan.

Bullying, merupakan kejadian negatif yang sudah banyak menyita

perhatian masyarakat. Seseorang dianggap sebagai korban bullying

apabila dihadapkan pada tindakan negatif dari seseorang atau lebih,

dilakukan berulang-ulang dan terjadi dari waktu ke waktu. Selain itu

bullying melibatkan kekuatan dan kekuasaan yang tidak seimbang,

sehingga korban berada pada kondisi yang tidak berdaya untuk

mempertahankan diri secara efektif untuk melawan tindakan negatif yang

diterimanya. Bullying akan selalu melibatkan adanya ketidakseimbangan

kekuatan, niat untuk mencederai, ancaman agresi lebih lanjut, dan teror.

Bullying merupakan salah bentuk perilaku agresi. Ejekan, hinaan, dan


ancaman seringkali merupakan pancingan yang dapat mengarah ke

agresi. Rasa sakit dan kekecewaan yang ditimbulkan oleh penghinaan

akan mengundang reaksi siswa untuk membalas. Penghinaan muncul

dengan tiga keunggulan psikologis yang jelas, yang memungkinkan anak

melukai tanpa merasa empati, iba, ataupun malu (Coloroso, 2006).

Beberapa dampak yang diakibatkan oleh tindakan ini pun sangat

luas cakupannya. Anak yang menjadi korban bullying lebih beresiko

mengalami berbagai masalah kesehatan. Baik secara fisik, maupun

psikologis. Adapun masalah yang lebih mungkin diderita anak-anak yang

menjadi korban bullying, antara lain munculnya berbagai masalah

psikologis seperti depresi, kegelisahan, cemas, rasa takut, meningkatkan

isolasi sosial, memunculkan perilaku menarik diri, rasa tidak aman

berada di lingkungan sekolah, penurunan semangat belajar dan prestasi

akademik.

Psychologmania (2012), juga mengungkapkan bahwa siswa akan

terperangkap dalam peran pelaku bullying, tidak bisa mengembangkan

hubungan yang sehat. Efek jangka panjang bagi pelaku bullying adalah

pelaku akan mudah menjadi kriminal karena pelaku sudah terbiasa lepas

control, tidak lagi menghargai norma yang berlaku di masyarakat.

5. Faktor-faktor Bullying

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pontzer, menemukan

bahwa ada dua faktor yang mempengaruhi anak berperilaku bullying,

yaitu faktor internal dan respon eksternal. Faktor internal antara lain,
kemampuan berempati, kemampuan mengendalikan diri, sikap terhadap

perilaku kekerasan, dan sikap terhadap permusuhan. Sedangkan faktor

eksternal antara lain, pola asuh orang tua, kelekatan antara anak dan

orang tua, iklim sekolah, dan lingkungan (Pontzer, 2010).

Banyak faktor-faktor penyebab terjadinya perilaku bullying,

sedikitnya terdapat empat faktor yang dapat menyebabkan perilaku

bullying, diantaranya:

a. Faktor Individu, dalam hal ini terdapat dua kelompok individu yang

terlibat secara langsung dalam peristiwa bully, yaitu pembuli dan

korban bully. Kedua kelompok ini merupakan faktor utama yang

mempengaruhi perilaku bully. Ciri kepribadian dan sikap seseorang

individu mungkin menjadi penyebab kepada suatu perilaku bully.

1) Pembuli (bullies)

Pembuli cenderung menganggap dirinya senantiasa diancam dan

berada dalam bahaya. Pembuli ini biasanya bertindak

menyerang sebelum diserang. Ini merupakan bentuk

pembenaran dan dukungan terhadap tingkah laku agresif yang

telah dilakukannya. Biasanya, bullies memiliki kekuatan secara

fisik dengan penghargaan diri yang baik dan berkembang.

Namun demikian, bullies juga kurang, didikan yang tidak

sempurna serta peran dukungan keluarga yang kurang

berpotensi untuk menjadi pelaku bully.


b. Hubungan keluarga, dalam hal ini anak akan meniru berbagai nilai

dan perilaku anggota keluarga yang ia lihat sehari-hari sehingga

menjadi nilai dan perilaku yang dianut (hasil dari imitasi).

Sehubungan dengan perilaku imitasi anak, jika anak dibesarkan

dalam keluarga yang menoleransi kekerasan atau bullying, maka ia

mempelajari bahwa bullying adalah suatu perilaku yang bisa

diterima dalam membina suatu hubungan atau dalam mencapai apa

yang terjadi di lingkungannya, sehingga kemudian ia meniru

perilaku bullying tersebut.

c. Teman sebaya, merupakan salah satu faktor besar dari perilaku

bullying pada remaja disebabkan oleh adanya teman sebaya yang

memberikan pengaruh negatif dengan cara menyebarkan ide (baik

secara aktif maupun pasif) bahwa bullying bukanlah suatu masalah

besar dan merupakan suatu hal yang wajar untuk dilakukan.

d. Pengaruh media, survey yang dilakukan Kompas (Saripah, 2010)

memperlihatkan bahwa, 56,9% anak meniru adegan-adegan film

yang ditontonnya, umumnya mereka meniru gerakannya (64%) dari

kata-katanya (45%). Melalui pelatihan yang diselenggarakan oleh

Yayasan Sejiwa (2007) terangkum pendapat orang tua tentang alasan

anak-anak menjadi pelaku bullying, diantaranya:

1) Karena mereka pernah menjadi korban bullying.

2) Ingin menunjukkan eksistensi diri dan ingin diakui.

3) Pengaruh tayangan TV yang negatif.


4) Balas dendam.

e. Faktor Sekolah, dalam hal ini lingkungan, praktik dan kebijakan

sekolah mempengaruhi aktivitas, tingkah laku, serta interaksi pelajar

di sekolah. Rasa aman dan dihargai merupakan dasar kepada

pencapaian akademik yang tinggi di sekolah. Jika hal ini tidak

dipenuhi, maka pelajar/siswa akan bertindak untuk mengontrol

lingkungan mereka dengan melakukan tingkah laku anti-sosial

seperti melakukan bully terhadap orang lain. Managemen dan

pengawasan disiplin sekolah yang lemah akan mengakibatkan

lahirnya tingkah laku bully di sekolah (Pearce & Robin, 1998).

6. Kecenderungan Perilaku Bullying

Kecenderungan adalah hasrat atau kesiapan reaktif yang tertuju

pada suatu objek konkrit dan selalu muncul secara berulang-ulang.

Paulhan membagi kecenderungan dalam empat bagian, yaitu:

a. Kecenderungan Vital : lahap, kecenderungan minuman keras,

dan lain-lain.

b. Kecenderungan Egoistik : individualistis, brutal, merasa paling

“super” dan menyendiri.

c. Kecenderungan Sosial : persahabatan, kerukunan, bergotong

royong, hasrat untuk berbuat baik dan lain-lain.

d. Kecenderungan Abstrak : jujur, adil, dan sadar akan kewajiban

(Kartono, 1996).
B. Dukungan Keluarga

1. Dukungan Keluarga

Keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung

karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan

mereka hidup dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan

didalam perannya masing-masing menciptakan serta mempertahankan

kebudayaan (Friedman, 2010).

Dukungan keluarga adalah sikap, tindakan dan penerimaan

keluarga terhadap anggota keluarganya yang bersifat mendukung selalu

siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan. Dalam hal ini

penerima dukungan keluarga akan tahu bahwa ada orang lain yang

memperhatikan, menghargai dan mencintainya (Friedman, 2010).

Dukungan keluarga merupakan sebuah proses yang terjadi

sepanjang masa kehidupan, dukungan yang diberikan pada setiap siklus

perkembangan kehidupan juga berbeda. Dukungan yang diberikan oleh

keluarga membuat anggota keluarga mampu berfungsi dengan berbagai

kepandaian dan akal, sehingga dapat meningkatkan kesehatan dan

adaptasi keluarga (Friedman, 2010).

Anantasari (2006), menyatakan bahwa lingkungan keluarga

apabila cenderung mengarah pada hal-hal negatif seperti sering terjadi

kekerasan (memukul, menendang meja dan lain-lain), sering memaki-

maki menggunakan kata kotor, sering menonton televisi yang

didalamnya terdapat unsur/adegan kekerasan yang pada akhirnya dapat


berimbas pada perilaku anak. Sifat anak usia sekolah, yang cenderung

meniru akan melakukan hal yang sama dan dipraktikkan di lingkungan

sekolah/lingkungan bermainnya sesuai apa yang dilihatnya.

Menurut House dan Kahn (1985 dikutip Friedman 2010) ada 4

jenis dukungan keluarga, diantaranya:

a. Dukungan Emosional, yang melibatkan ekspresi rasa empati, peduli

terhadap seseorang sehingga memberikan perasaan nyaman.

b. Dukungan Penghargaan, yaitu dukungan yang terjadi lewat

ungkapan penghargaan positif pada individu, dorongan untuk maju

atau memberikan penghargaan terhadap ide yang disampaikan

individu.

c. Dukungan Informasional, mengacu pada pemberian nasehat, usulan,

saran, petunjuk dan pemberian informasi.

d. Dukungan Instrumental, mengacu pada penyedian barang, dana, dan

jasa.

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa dukungan

keluarga adalah berupa dukungan yang diterima oleh individu

berupa dukungan emosional, dukungan penghargaan, dukungan

informasional, dan dukungan instrumental sehingga membuat

nyaman dan meningkatkan kesehatan keluarga.

2. Jenis Dukungan Keluarga


Friedman (2010) mengemukakan bahwa ada empat jenis

dukungan keluarga yaitu dukungan emosional, informasional,

instrumental, dan penghargaan/penilaian.

a. Dukungan Emosional (Emotional or Esteem Support)

Jenis dukungan emosi mencakup ungkapan simpati, empati,

cinta, kepercayaan, penghargaan, kepedulian dan pandangan positif

dan semangat/dorongan terhadap orang yang bersangkutan.

Dukungan emosional ini memberikan rasa nyaman dan

jaminan/kepastian akan perasaan disayang dan dimiliki saat ada

tekanan hidup. Keluarga sebagai tempat yang aman, damai untuk

beristirahat dan membantu anggota keluarga dalam penguasaan

emosi. Saat remaja menghadapi persoalan tidak merasakan sendirian

dalam menanggung beban, tetapi masih ada orang lain yang mau

mendengar keluhan serta membantu dalam menghadapi solusi.

Keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk istrahat dan

pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi bagi remaja.

b. Dukungan Instrumental (Tangible or Instrumental Support)

Jenis dukungan mencakup bantuan yang diberikan secara

langsung atau nyata terhadap persoalan yang dihadapi. Bantuan yang

diberikan keluarga dapat berupa bantuan praktis dan konkrit.

Bantuan konkrit misalnya memenuhi kebutuhan ekonomi (uang)

seperti uang jajan, atau menghibur saat individu mengalami stres,


menyediakan obat saat remaja sakit. Bantuan praktis seperti

memberikan waktu bagi remaja agar dapat beristirahat setelah lelah

melakukan aktifitas di luar rumah.

c. Dukungan Informasional (Informational Support)

Jenis dukungan mencakup pemberian nasehat, pengarahan,

ide, petunjuk, saran, atau umpan balik mengenai bagaimana orang

melakukan sesuatu dan mengatasi persoalan yang dihadapi.

Dukungan ini dapat dilakukan dengan memberi informasi yang

dibutuhkan oleh seseorang. Keluarga dianggap mampu menjadi

sumber dan penyebar informasi bagi anggota keluarga.

d. Dukungan Penilaian (Appraisal Support)

Dukungan ini akan memberikan rasa keanggotaan sebagai

anggota keluarga (identitas keluarga), membimbing dan memberikan

solusi saat menghadapi masalah. Penilaian adalah bentuk

penghargaan yang diberikan keluarga kepada remaja berdasarkan

kondisi sebenarnya. Penilaian ini bisa positif dan negatif. Dukungan

keluarga yang sangat membantu adalah penilaian positif.

3. Fungsi Keluarga

Dalam suatu keluarga ada beberapa fungsi keluarga yang dapat

dijalankan yaitu:
a. Fungsi Biologis, adalah fungsi untuk meneruskan keturunan,

memelihara, dan membesarkan anak, serta memenuhi kebutuhan gizi

keluarga (Mubarak, dkk 2009).

b. Fungsi Psikologis, adalah memberikan kasih sayang dan rasa aman

bagi keluarga memberikan perhatian diantara keluarga, memberikan

kedewasaan kepribadian anggota keluarga (Mubarak, dkk 2009).

c. Fungsi Ekonomi, adalah mencari sumber-sumber penghasilan untuk

memenuhi kebutuhan keluarga saat ini dan menabung untuk

memenuhi kebutuhan keluarga dimasa yang akan datang (Mubarak,

dkk 2009). Fungsi ekonomi merupakan fungsi keluarga untuk

memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarga termasuk sandang,

pangan dan papan (Setiawati, 2007).

d. Fungsi Sosialisasi, adalah membina sosialisasi pada anak,

membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat

perkembangan masing-masing dan meneruskan nilai-nilai budaya

(Mubarak, dkk 2009). Fungsi sosialisasi adalah fungsi yang

mengembangkan proses interaksi dalam keluarga yang dimulai sejak

lahir dan keluarga merupakan tempat individu untuk belajar

bersosialisasi (Setiawati, 2007).

e. Fungsi Pendidikan, adalah untuk menyekolahkan anak untuk

memberikan pengetahuan, keterampilan, membentuk perilaku anak

sesuai dengan bakat dan minat yang dimilikinya, mempersiapkan

anak untuk kehidupan dewasa yang akan datang dalam memenuhi


perannya sebagai orang dewasa serta mendidik anak sesuai dengan

tingkat perkembangannya (Mubarak, dkk 2009).

C. Remaja

1. Pengertian Remaja

Masa remaja adalah masa transisi dalam rentang kehidupan

manusia, menghubungkan masa kanak-kanak dan masa masa dewasa

(Santrock, 2003).

Remaja, yang dalam bahasa aslinya disebut adolescence, berasal

dari bahasa latin adolescare yang artinya “tumbuh atau tumbuh untuk

mencapai kematangan”. Bangsa primitif dan orang-orang purbakala

memandang masa puber dan masa remaja tidak berbeda dengan periode

lain dalam rentang kehidupan. Anak dianggap sudah dewasa apabila

sudah mampu mengadakan reproduksi (Ali & Asrori, 2006).

Remaja adalah masa perkembangan transisi antara masa kanak-

kanak dan masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif,

dan sosio emosional (Kozier, 2010).

Masa remaja adalah masa transisi yang ditandai oleh adanya

perubahan fisik, emosi dan psikis. Masa remaja, yakni antara usia 10-19

tahun, adalah suatu periode masa pematangan organ reproduksi manusia,

dan sering disebut masa pubertas. Masa remaja adalah periode peralihan

dari masa anak ke masa dewasa (Widyastuti, 2009).

Remaja (adolescence) adalah individu yang sedang berada pada

masa perkembangan transisi antara masa anak-anak dan masa dewasa


yang mencakup perubahan biologis, kognitif dan sosio-emosional. Dalam

hal ini, fase terpenting dan tersulit dalam perubahan sosial yang dialami

remaja adalah penyesuaian diri dengan meningkatnya pengaruh

kelompok teman sebaya, perubahan dalam perilaku sosial,

pengelompokan sosial yang baru, nilai-nilai baru. Remaja mempunyai

nilai baru dalam menerima atau tidak menerima anggota-anggota

kelompok. Salah satu permasalahan yang sering dihadapi para remaja

berhubungan dengan penolakan teman sebaya adalah munculnya perilaku

bullying yang merupakan bentuk khusus agresi dikalangan teman sebaya

(Santrock, 2007).

Berdasarkan pendapat para ahli diatas, dapat kita tarik kesimpulan

bahwa remaja adalah masa transisi dalam rentang kehidupan manusia

yang menghubungkan masa kanak-kanak dan masa dewasa dan ditandai

dengan adanya perubahan fisik emosi dan psikis.

2. Tugas Perkembangan Remaja

Harlock (1996) menjelaskan bahwa semua tugas perkembangan

pada masa remaja dipusatkan pada penanggulangan sikap dan pola

perilaku yang kekanak-kanakan dan mengadakan persiapan untuk

menghadapi masa dewasa.

Tugas-tugas tersebut antara lain:

a. Mencapai hubungan baru dan yang lebih matang dengan teman

sebaya baik pria maupun wanita.

b. Mencapai peran sosial pria, dan wanita.


c. Menerima keadaan fisiknya dan menggunakan tubuhnya secara

efektif.

d. Mengharapkan dan mencapai perilaku sosial yang bertanggung

jawab.

e. Mencapai kemandirian emosional dari orang tua dan orang-orang

dewasa lainnya.

f. Mempersiapkan karir ekonomi.

g. Mempersiapkan perkawinan dan keluarga.

h. Memperoleh tingkatan nilai dan sistem etis sebagai pegangan untuk

berperilaku mengembangkan ideology.

3. Ciri-Ciri Masa Remaja

Menurut Hurlock (2012), terdapat beberapa ciri pada remaja yang

harus diketahui:

a. Pertumbuhan Fisik

Pertumbuhan fisik mengalami perubahan dengan cepat, lebih

cepat dibandingkan dengan masa anak-anak dan masa dewasa, untuk

mengimbangi pertumbuhan yang cepat itu, remaja membutuhkan

makan dan tidur yang lebih banyak.

b. Perkembangan Seksual

Seksual mengalami perkembangan yang kadang-kadang

menimbulkan masalah dan menjadi penyebab timbulnya perkelahian,

bunuh diri, dan sebagainya. Tanda-tanda perkembangan seksual pada

anak laki-laki diantaranya yaitu alat reproduksi spermanya mulai

bereproduksi, remaja laki-laki mengalami mimpi basah dan tanpa


sadar mengeluarkan sprema. Sedangkan pada anak perempuan sudah

mengalami menstruasi.

c. Cara berfikir kausalitas

Adalah menyangkut hubungan sebab akibat. Remaja, sudah

mulai berfikir kritis sehingga remaja akan melawan bila orang tua,

guru, lingkungan masih menganggapnya sebagai anak kecil. Bila

guru dan orang tua tidak memahami cara berfikir remaja, akibatnya

akan timbul kenakalan remaja seperti bullying atau kekerasan dalam

berteman.

d. Emosi yang meluap-luap

Dalam hal ini, keadaan emosi pada remaja masih labil karena

erat hubungannya dengan keadaan hormon. Sewaktu-waktu dia bisa

bersedih, dan sewaktu-waktu juga dia bisa marah.

e. Mulai tertarik pada lawan jenis

Secara biologis manusia terbagi menjadi dua jenis, yaitu laki-

laki dan perempuan. Dalam kehidupan sosial remaja, mereka mulai

tertarik kepada lawan jenisnya dan mulai berpacaran. Jika dalam hal

ini orang tua kurang mengerti dan selalu melarang, maka akan

menimbulkan masalah dan menjadikan remaja tertutup kepada orang

tuanya.

f. Menarik perhatian lingkungan


Pada masa ini remaja mulai mencuri perhatian dari

lingkungannya, berusaha mendapatkan status dan peranan dalam

kehidupan masyarakat.

g. Terikat dengan kelompok

Remaja dalam kehidupan sosial sangat tertarik pada

kelompok sebayanya sehingga tidak jarang orang tua dinomorduakan

sedangan kelompoknya diutamakan. Dalam hal ini, remaja berfikir

bahwa hanya kelompok/teman sebayanya lah yang bisa mengerti.

4. Tahap Tumbuh Kembang Remaja

Menurut Soetjiningsih (2007), dalam tumbuh kembangnya

menuju dewasa berdasarkan kematangan psikososial dan seksual, semua

remaja akan melewati tahapan berikut:

a. Masa Remaja awal/dini (early adolescence)

Pada tahap ini, remaja yang berumur 10-14 tahun akan

mengalami perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri. Mereka

akan mengembangkan pemikiran-pemikiran baru, cepat tertarik pada

lawan jenis dan berusaha mencari perhatian. Remaja pada masa ini

berusaha untuk tidak bergantung pada orang lain. Rasa penasaran

yang tinggi atas diri sendiri menyebabkan remaja membutuhkan

privasi.

b. Masa Remaja pertengahan


Remaja pertengahan berumur 15-17 tahun, remaja pada fase

ini mengalami masa sukar baik untuk dirinya sendiri maupun orang

dewasa yang berinteraksi dengan dirinya. Proses kognitif remaja

pada masa ini lebih rumit. Melalui pemikiran operasional formal,

remaja pertengahan mulai bereksperimen dengan ide, memikirkan

apa yang dapat dibuat dengan barang-barang yang ada dan

mengembangkan wawasan.

Remaja pada fase ini berfokus pada masalah identitas tidak

terbatas pada aspek fisik tubuh. Remaja pada fase ini sudah mulai

bereksperimen secara seksual, ikut serta dalam perilaku beresiko,

dan mulai mengembangkan pekerjaan diluar rumah. Pada fase ini

remaja juga bisa mengalami kehamilan yang tidak diinginkan,

kecanduan rokok, minuman keras dan obat-obat terlarang.

c. Masa Remaja Akhir

Remaja akhir berumur 18-21 tahun, remaja pada fase ini

ditandai dengan pemikiran yang sudah matang, sudah mulai

memikirkan masa depan baik pendidikan, kejuruan, dan seksual.

Remaja akhir biasanya lebih berkomitmen pada pasangan seksualnya

daripada remaja pertengahan.

Dalam perjalanan kehidupannya, remaja tidak akan lepas dari

berbagai macam konflik dalam perkembangannya. Konflik yang

biasanya sering dihadapi oleh remaja semakin kompleks seiring


dengan perubahan yang mereka alami pada berbagai dimensi

kehidupan dalam diri mereka yaitu dimensi biologis, dimensi

kognitif, dimensi moral dan dimensi psikologis.

D. Hubungan Antara Dukungan Keluarga dengan Kecenderungan Perilaku

Bullying

Masa remaja merupakan masa dengan kemampuan bersosialisasi yang

kuat dan penanaman nilai-nilai yang didapatkan dalam keluarga. Didalam

keluarga, remaja mendapatkan pembelajaran tingkah laku dari interaksinya

dengan orang tua dan saudara dirumah untuk dijadikan bekal berperilaku

ketika ada didalam masyarakat sehingga pengawasan dan kontrol dari orang

tua tetap merupakan hal yang penting selama masa remaja dan mungkin

memiliki pengaruh langsung terhadap perilaku remaja (Wong et al, 2009).

Anak remaja, periode ini kadang disebut sebagai masa transisi dalam

kehidupan manusia, masa untuk mempunyai tantangan baru. Kekuatan

kognitif untuk memikirkan banyak faktor secara simultan memberikan

kemampuan pada anak-anak usia sekolah untuk mengevaluasi diri sendiri dan

merasakan evaluasi teman-temannya. Dapat disimpulkan sebagai sebuah

penghargaan diri menjadi masalah sentral bagi anak usia sekolah (Behrman et

al. 2000).

Di dalam keluarga, anak usia remaja sudah pasti mendapatkan

pembelajaran tingkah laku dari interaksinya dengan orang tua dan saudara
atau kerabat dirumah untuk dijadikan suatu bekal/ilmu pembelajaran ketika

berada di lingkungan sekolah.

Anak remaja, cenderung merasa mempunyai tantangan baru. Masa

remaja adalah masa transisi yang ditandai oleh adanya perubahan fisik, emosi

dan psikis. Masa remaja, yakni antara usia 10-19 tahun, adalah suatu periode

masa pematangan organ reproduksi manusia, dan sering disebut masa

pubertas.

Masa remaja adalah periode peralihan dari masa anak ke masa

dewasa. Pada masa ini, banyak ditemukan tindakan bullying yang terjadi pada

anak remaja. Contoh bullying yang biasanya ditemukan di lingkungan adalah

mengolok-olok teman sebayanya, berkata kasar, melakukan tindakan

kekerasan, mengejek, berkata seperti membentak, mendorong dan lain-lain.

Dukungan keluarga merupakan sebuah proses yang terjadi sepanjang

masa kehidupan, dukungan yang diberikan pada setiap siklus perkembangan

kehidupan juga berbeda. Dukungan yang diberikan oleh keluarga membuat

anggota keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal,

sehingga dapat meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga (Friedman,

2010).

Anantasari (2006), menyatakan bahwa lingkungan keluarga apabila

cenderung mengarah pada hal-hal negatif seperti sering terjadi kekerasan

(memukul, menendang meja dan lain-lain), sering memaki-maki

menggunakan kata kotor, sering menonton televisi yang didalamnya terdapat


unsure/adegan kekerasan yang pada akhirnya dapat berimbas pada perilaku

anak. Remaja dengan tahap awal lebih cenderung meniru semua perilaku

yang terjadi dirumahnya dan bisa dipraktekkan kepada teman sebaya di

lingkungan sekolahnya.

Saat ini, banyak kasus yang beredar baik di media televisi atau

dilingkungan tentang perilaku kekerasan. Ini merupakan sebuah kasus yang

mengkhawatirkan, salah satu kasus kekerasan yang paling sering terjadi

adalah kasus Bullying. Bullying bisa terjadi dimana saja, kapan saja, dan

menimpa siapa saja. Dalam hal ini, bullying yang biasa terjadi di sekolah atau

yang biasa disebut dengan school bullying, di tempat kerja yang disebut

dengan workplace bullying, dan internet atau teknologi digital yang disebut

dengan cyber bullying.

Perilaku Bullying berkembang dari proses interaksi yang

berkesinambungan dengan lingkungan rumah/keluarga sebagai tempat

dasarnya. Perilaku bullying merupakan hasil dari dinamika interaksi yang

terjadi didalam keluarga. Jika relasi didalam rumah positif, maka anak akan

memperoleh pengalaman hubungan persaudaraan yang positif. Sedangkan

jika relasi yang terjadi dirumah agresif, maka anak juga akan berperilaku

agresif yang akan dibawa anak keluar rumah. Anak-anak pelaku bullying

berpotensi dan cenderung menjadi pelaku kenakalan remaja dan pelaku tindak

kekerasan serta terjebak dalam tindak kriminal (Anthony, 2014).


E. Kerangka Teori Penelitian Penyebab Bullying:
1. Perbedaan kelas
(senioritas)
2. Ekonomi Faktor
3. Meningkatkan Individu
popularitas
Sumber: Morrisan (2008)
Faktor
Tahap Tumbuh Teman
Kecenderungan Perilaku Sebaya Bentuk Dukungan
Kembang Remaja
Bullying: Keluarga:
1. Remaja Awal (10-
Faktor 1. Bentuk Bullying Faktor 1. Dukungan Emosional
14 tahun)
Individu: (Yayasan Semai Jiwa 2. Dukungan
2. Remaja Keluarga
Amini, 2008). Penghargaan/Penilaian
Remaja Pertengahan (15- Perilaku
2. Ciri-ciri Bullying 3. Dukungan Instrumental
17 tahun) Bullying
(Parillo, 2008). Faktor Media 4. Dukungan Informasional
3. Remaja Akhir (18-
3. Dampak Bullying Masa
21 tahun) Sumber: Friedman (2010)
(Coloroso, 2013).
4. Faktor Bullying Sumber:
Sumber:
(Pontzer, 2010). Pontzer
Soetjiningsih (2007)
(2010)

Gambar 2.1 Kerangka Teori


Modifikasi Sumber: Soetjiningsih (2007), Friedman (2010), Morrisan (2008), Yayasan Semai Jiwa Amini (2008), Parillo (2008), Coloroso
(2013), Pontzer (2010)

46
F. Kerangka Konsep Penelitian

Variabel Independen Variabel Dependen

Dukungan Keluarga Kecenderungan Perilaku

Bullying

Faktor-faktor yang mempengaruhi


1. Dukungan Instrumental
kecenderungan perilaku bullying:
2. Dukungan Emosional 1. Faktor Individu
3. Dukungan Penilaian 2. Faktor Teman Sebaya
3. Faktor Keluarga
4. Dukungan Informasional
4. Faktor Media Masa

Gambar 2.2 Kerangka Konsep


Keterangan:
= diteliti

= tidak diteliti 47

= arah penelitian

G. Hipotesis Penelitian
Hipotesis dapat diartikan sebagai suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap

permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul, (Arikunto, 2010:

110).

Ada dua jenis hipotesis yang digunakan dalam penelitian:

1. Hipotesis kerja atau disebut juga hipotesis alternatif (Ha).

Hipotesis kerja menyatakan adanya hubungan antar variabel x dan y, atau adanya

perbedaan antara dua kelompok.

2. Hipotesis nol (H0) sering juga disebut hipotesis statistik

Karena biasanya dipakai dalam penelitian yang bersifat statistik, yaitu diuji dengan

perhitungan statistik.

Hipotesis dari penelitian ini adalah:

a. Ha : ada hubungan antara dukungan keluarga dengan kecenderungan perilaku

bullying pada remaja di SMP Muhammadiyah 1 Purwokerto

b. Ho : tidak ada hubungan antara dukungan keluarga dengan kecenderungan

perilaku bullying pada remaja di SMP Muhammadiyah 1 Purwokerto.

48

Anda mungkin juga menyukai