PEMBAHASAN
Istilah nikah berasal dari bahasa Arab, yaitu ( ) النك اح, adapula yang
mengatakan perkawinan menurut istilah fiqih dipakai perkataan nikah dan
perkataan zawaj. Sedangkan menurut istilah Indonesia adalah perkawinan.
Dewasa ini kerap kali dibedakan antara pernikahan dan perkawinan, akan tetapi
pada prinsipnya perkawinan dan pernikahan hanya berbeda dalam menarik akar
katanya saja. Perkawinan adalah ;
عبارة عن العقد المشهور المشتمل على األركان والشروط
Sebuah ungkapan tentang akad yang sangat jelas dan terangkum atas rukun-
rukun dan syarat-syarat.
Para ulama fiqih pengikut mazhab yang empat (Syafi’i, Hanafi, Maliki, dan
Hanbali) pada umumnya mereka mendefinisikan perkawinan pada :
بلفظ انكاح أو تزويج أو معناهما عقد يتضمن ملك وطء
Akad yang membawa kebolehan (bagi seorang laki-laki untuk berhubungan
badan dengan seorang perempuan) dengan (diawali dalam akad) lafazh nikah
atau kawin, atau makna yang serupa dengan kedua kata tersebut.
3
4
اط ٌل
ِ َ ب.ٌاطل ْ ايُّ َما ا ْم َرأ ِة نُ ِك َح
ِ َ فَنِ َك ُحهَا ب،ت ِب َغي ِْر ا ِذ ِن َولِ ْيهَا
Artinya : “ Wanita mana saja yang menikah tanpa izin walinya maka nikahnya
batal… batal.. batal.” (HR Abu Daud, At-Tirmidzy dan Ibnu Majah)
2. Saksi
Rasulullah sallallahu `Alaihi Wasallam bersabda:
3. Akad Nikah
Akad nikah adalah perjanjian yang berlangsung antara dua pihak yang
melangsungkan pernikahan dalam bentuk ijab dan qabul. Ijab adalah penyerahan
dari pihak pertama, sedangkan qabul adalah penerimaan dari pihak kedua. Ijab
dari pihak wali si perempuan dengan ucapannya, misalnya: “Saya nikahkan anak
saya yang bernama si A kepadamu dengan mahar sebuah kitab Riyadhus
Shalihin.”
Qabul adalah penerimaan dari pihak suami dengan ucapannya, misalnya:
“Saya terima nikahnya anak Bapak yang bernama si A dengan mahar sebuah kitab
Riyadhus Shalihin.”
Dalam aqad nikah ada beberapa syarat dan kewajiban yang harus dipenuhi:
5. Adanya Saksi-saksi.
Seorang lelaki yang telah berketetapan hati untuk menikahi seorang wanita,
hendaknya meminang wanita tersebut kepada walinya. Apabila seorang lelaki
mengetahui wanita yang hendak dipinangnya telah terlebih dahulu dipinang oleh
lelaki lain dan pinangan itu diterima, maka haram baginya meminang wanita
tersebut. Karena Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda:
ْ الَ يَ ْخطُبُ ال َّر ُج ُل َعلَى ِخ
َ طبَ ِة أَ ِخ ْي ِه َحتَّى يَ ْن ِك َح أَ ْو يَ ْت ُر
ك
“Tidak boleh seseorang meminang wanita yang telah dipinang oleh saudaranya
hingga saudaranya itu menikahi si wanita atau meninggalkannya (membatalkan
pinangannya).” (HR. Al-Bukhari no. 5144)
Ketika wali si wanita didatangi oleh lelaki yang hendak meminang si wanita atau
ia hendak menikahkan wanita yang di bawah perwaliannya, seharusnya ia
memerhatikan perkara berikut ini:
1. Memilihkan suami yang shalih dan bertakwa. Bila yang datang kepadanya
lelaki yang demikian dan si wanita yang di bawah perwaliannya juga
menyetujui maka hendaknya ia menikahkannya karena Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam pernah bersabda:
َّ إِال،ُض ْو َن ِد ْينَ هُ َو ُخلُقَ هُ فَ َز ِّو ُج ْوه
َ ْب إِلَ ْي ُك ْم َم ْن تَر
َ َفَ َس ا ٌد َع ِريْضٌ إِ َذا َخط
ض َو ِ ْتَ ْف َعلُوا تَ ُك ْن فِ ْتنَةٌ فِي ْاألَر
“Apabila datang kepada kalian (para wali) seseorang yang kalian ridhai agama
dan akhlaknya (untuk meminang wanita kalian) maka hendaknya kalian
menikahkan orang tersebut dengan wanita kalian. Bila kalian tidak
melakukannya niscaya akan terjadi fitnah di bumi dan kerusakan yang besar.”
(HR. At-Tirmidzi no. 1084, dihasankan Al- Imam Al-Albani rahimahullahu dalam
Al-Irwa` no. 1868, Ash-Shahihah no. 1022)
7
2.4 Hukum Nikah
Adapun hukum menikah, dalam pernikahan berlaku hukum taklifi yang lima
yaitu:
1. Wajib bagi orang yang sudah mampu nikah, sedangkan nafsunya telah
mendesak untuk melakukan persetubuhan yang dikhawatirkan akan terjerumus
dalam praktek perzinahan.
2. Haram bagi orang yang tidak mampu memenuhi kebutuhan nafkah lahir dan
batin kepada calon isterinya, sedangkan nafsunya belum mendesak.
3. Sunnah bagi orang yang nafsunya telah mendesak dan mempunyai
kemampuan untuk nikah,tetapi ia masih dapat menahan diri dari berbuat
haram.
4. Makruh bagi orang yang lemah syahwatnya dan tidak mampu memenuhi
kebutuhan calon isterinya.
5. Mubah bagi orang tidak terdesak oleh alasan yang mewajibkan segera nikah
atau karena alasan yang mengharamkan untuk nikah.
Islam telah menganjurkan kepada manusia untuk menikah dan ada banyak
hikmah di balik anjuran tersebut. Antara lain adalah :
Dari Abi Ayyub ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Empat hal yang merupakan
sunnah para rasul : [1] Hinna',1 [2] berparfum, [3] siwak dan [4] menikah. (HR.
At-Tirmizi 1080)
ًق لَ ُكم ِّم ْن أَنفُ ِس ُك ْم أَ ْز َواجًا لِّتَ ْس ُكنُوا إِلَ ْيهَا َو َج َع َل بَ ْينَ ُكم َّم َو َّدة
َ ََو ِم ْن آيَاتِ ِه أَ ْن َخل
َ ت لِّقَ ْو ٍم يَتَفَ َّكر
ُون َ َِو َرحْ َمةً إِ َّن فِي َذل
ٍ ك آَل يَا
Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih dan sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi
kaum yang berfikir.(QS. Ar-Ruum : 21)
Dari Anas ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Orang yang diberi rizki oleh
Allah SWT seorang istri shalihah berarti telah dibantu oleh Allah SWT pada
separuh agamanya. Maka dia tinggal menyempurnakan separuh sisanya. (HR.
Thabarani dan Al-Hakim 2/161).
menentang setiap perasaan yang bertentangan dengan gharizah ini. Untuk itu
maka dianjurkannya supaya kawin dan melarang hidup membujang dan kebiri.
Seorang muslim tidak halal menentang perkawinan dengan anggapan,
bahwa hidup membujang itu demi berbakti kepada Allah, padahal dia mampu
kawin atau dengan alasan supaya dapat seratus persen mencurahkan hidupnya
untuk beribadah dan memutuskan hubungan dengan duniawinya.
Abu Qilabah mengatakan "Beberapa orang sahabat Nabi bermaksud akan
menjauhkan diri dari duniawi dan meninggalkan perempuan (tidak kawin dan
tidak menggaulinya) serta akan hidup membujang. Maka berkata Rasulullah s.a.w,
dengan nada marah lantas ia berkata:
'Sesungguhnya orang-orang sebelum kamu hancur lantaran keterlaluan, mereka
memperketat terhadap diri-diri mereka, oleh karena itu Allah memperketat juga,
mereka itu akan tinggal di gereja dan kuil-kuil. Sembahlah Allah dan jangan
kamu menyekutukan Dia, berhajilah, berumrahlah dan berlaku luruslah kamu,
maka Allah pun akan meluruskan kepadamu.
Kemudian turunlah ayat:
ْ ت َما أَ َح َّل هّللا ُ لَ ُك ْم َوالَ تَ ْعتَ ُد
َوا إِ َّن هّللا َ ال ْ وا الَ تُ َحرِّ ُم
ِ وا طَيِّبَا ْ ُين آ َمن
َ يَا أَيُّهَا الَّ ِذ
َ ي ُِحبُّ ْال ُم ْعتَ ِد
ين
Hai orang-orang yang beriman! Jangan kamu mengharamkan yang baik-baik
dari apa yang dihalalkan Allah untuk kamu dan jangan kamu melewati batas,
karena sesungguhnya Allah tidak suka kepada orang-orang yang melewati batas.
(QS. Al-Maidah: 87)
Selain itu secara filosofis, menikah atau berpasangan itu adalah merupakan
ciri dari makhluk hidup. Allah SWT telah menegaskan bahwa makhluk-makhluk
ciptaan-Nya ini diciptakan dalam bentuk berpasangan satu sama lain.
2.6 Tujuan Nikah
فَإِنِّي ُم َكاثِ ٌر بِ ُك ُم اأْل ُ َم َم،تَ َز َّوج ُْوا ْال َو ُد ْو َد ْال َولُ ْو َد
“Menikahlah kalian dengan wanita yang penyayang lagi subur, karena (pada
hari kiamat nanti) aku membanggakan banyaknya jumlah kalian di hadapan
umat-umat yang lain.”
3. Menjaga kemaluannya dan kemaluan istrinya, menundukkan pandangannya
dan pandangan isterinya dari yang haram. Karena Allah Subhanahu wa Ta'ala
memerintahkan:
Secara garis besar, perkawinan yang tidak dicatat di negara Indonesia ini
sama saja dengan membiarkan adanya hidup bersama dengan status hukum yang
tidak tetap, dan ini sangat merugikan para pihak yang terlibat (terutama
perempuan), terlebih lagi kalau sudah ada anak-anak yang dilahirkan. Mereka
yang dilahirkan dari orang tua yang hidup bersama tanpa dicatatkan
perkawinannya, memiliki akibat hukum dengan dijadikannya satus anak tersebut
sama dengan anak yang lahir dari perkawinan diluar nikah, sehingga anak tersebut
hanya mempunyai hubungan hukum dengan ibunya, dalam arti tidak mempunyai
hubungan hukum dengan bapaknya. Dengan perkataan lain secara yuridis tidak
mempunyai bapak.
tuanya menikahkan siri dengan tujuan untuk mengikat dulu supaya tidak
diambil oleh orang lain.
2. Nikah siri dilakukan karena adanya hubungan terlarang, misalnya salah satu
atau kedua pihak sebelumnya pernah menikah secara resmi dan telah
mempunyai isteri atau suami yang resmi, tetapi ingin menikah lagi dengan
orang lain.
3. Nikah siri dilakukan dengan dalih menghindari dosa karena zina.
Kekhawatiran karena hubungannya yang semakin hari semakin dekat,
menimbulkan kekhawatiran akan terjadinya perbuatan yang melanggar
syariah. Pernikahan siri dianggap sebagai jalan keluar yang mampu
menghalalkan gejolak cinta sekaligus menghilangkan kekhawatiran terjadinya
zina.
4. Nikah siri dilakukan karena pasangan merasa belum siap secara materi dan
secara sosial. Hal ini biasa dilakukan oleh para mahasiswa, disamping karena
khawatir terjadi zina, mereka masih kuliah, belum punya persiapan jika harus
terbebani masalah rumah tangga. Status pernikahan pun masih
disembunyikan supaya tidak menghambat pergaulan dan aktivitas dengan
teman-teman di kampus.
5. Nikah siri dilakukan karena pasangan memang tidak tahu dan tidak mau tahu
prosedur hukum. Hal ini bisa terjadi pada suatu masyarakat wilayah desa
terpencil yang jarang bersentuhan dengan dunia luar. Lain lagi dengan
komunitas jamaah tertentu misalnya, yang menganggap bahwa kyai atau
pemimpin jamaah adalah rujukan utama dalam semua permasalahan termasuk
urusan pernikahan. Asal sudah dinikahkan oleh kyainya, pernikahan sudah
sah secara Islam dan tidak perlu dicatatkan, juga nikah siri dilakukan untuk
menghindari beban biaya dan prosedur administrasi yang berbelit-belit.
6. Nikah siri dilakukan hanya untuk penjajakan dan menghalalkan hubungan
badan saja. Bila setelah menikah ternyata tidak ada kecocokan maka akan
mudah menceraikannya tanpa harus melewati prosedur yang berbelit-belit di
persidangan. Dilihat dari tujuannya, hal ini sangat merendahkan posisi
perempuan yang dijadikan objek semata, tanpa ada penghargaan terhadap
lembaga pernikahan baik secara islam maupun secara hukum.
14
1. Masalah-masalah keagamaan yang bersifat umum dan menyangkut umat Islam
Indonesia secara nasional.
2. Masalah-masalah keagamaan di suatu daerah yang diduga dapat meluas ke
daerah lain. (pasal 10)
16
Akad nikah bukanlah muamalah biasa, akan tetapi perjanjian yang sangat
kuat, seperti disebutkan dalam al-Qur'an :
Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, padahal
sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain
sebagai suami-isteri. dan mereka (isteri-isterimu) telah
mengambil dari kamu perjanjian yang kuat. (QS.An-Nisa ayat 2)
Apabila akad hutang piutang atau hubungan kerja yang lain harus dicatatkan,
mestinya akad nikah yang begitu luhur, agung, dan sakral lebih utama lagi untuk
dicatatkan.
2.11 Hak Isteri atas Suami (yaitu hak isteri yang harus dipenuhi
oleh suami)
1) Terkait kebendaan
Salah satunya adalah memberikan mahar. Karena mahar merupakan
keadilan dan keagungan bagi para wanita. Harta suami adalah harta isteri, harta
istri adalah miliknya sendiri.
“Berikanlah maskawin kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian
yang wajib, kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari
maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu
(sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya.” (QS An Nisa 4)
Kedua adalah memberikan belanja (nafkah). Memenuhi kebutuhan makan,
tempat tinggal, pakaian, pengobatan dan kadar nafkah yang harus diberikan
kepada isteri janganlah berlebihan. Berikan secara wajar.
“…dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan
cara ma’ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar
kesanggupannya.” (QS Al Baqarah 233)
4. Mendapatkan rasa tenang, kasih sayang, dan rasa cinta dari suaminya.
5. Mendapatkan pengajaran ilmu syariat dan akhlak. Kalau ada istri yang telah
menunaikan kewajibannya dengan baik sebagai maka suami TIDAK BOLEH
melarangnya untuk menghadiri majelis ilmu selama suami belum bisa
memenuhi kebutuhan tersebut.
6. Berlaku adil ketika melakukan poligami.
2.12 Hak Suami atas Isteri (Yaitu kewajiban yang harus dipenuhi
isteri kepada suaminya)
Hak suami yang wajib dipenuhi isteri adalah hak yang sifatnya bukan benda,
karena isteri seharusnya tak dibebani kewajiban kebendaan yang diperlukan untuk
mencukupkan kebutuhan hidup dalam rumah tangga. Bahkan diutamakan isteri
tidak bekerja mencari nafkah. Hal ini dimaksudkan agar isteri dapat fokus
membina keluarga. Menjadi pengecualian jika tulang rusuk telah menjadi tulang
punggung keluarga, yang muncul seperti kasus TKW yang bekerja di luar negeri
sedangkan suaminya diam di rumah, atau wanita sebagai janda yang dicerai atau
suaminya meninggal.
1. Menggauli suaminya secara layak sesuai dengan fitrahnya.
2. Memberikan rasa tenang dalam rumah tangganya.
3. Taat dan patuh pada suami selama suami tidak menyuruhnya untuk melakukan
perbuatan maksiat.
4. Menjaga dirinya dan harta suaminya bila suaminya tidak ada di rumah.
5. Menjauhkan sesuatu dari segala perbuatan yang tidak disukai suaminya.
Termasuk di dalamnya adalah mengundang teman lelaki dan perempuan nya
ke rumah selama suami tidak ada.
6. Menjauhkan dari memperlihatkan muka yang tidak enak dipandang dan suara
yang tidak enak didengar.
7. Tidak keluar rumah tanpa seizin suami. Seiring teknologi yang semakin
canggih izin lebih mudah dilakukan dengan mengirim sms, telepon dan media
yang lain.
21