MODUL 2
PENYAKIT YANG DAPAT DICEGAH DENGAN IMUNISASI (PD3I),
IMUNOLOGI, DAN VAKSIN PROGRAM IMUNISASI
I. DESKRIPSI SINGKAT
Pencegahan/perlindungan terhadap penyakit infeksi dihubungkan dengan
suatu kekebalan, yaitu kekebalan aktif dan kekebalan pasif. Kekebalan aktif
adalah perlindungan yang dihasilkan oleh sistem kekebalan seseorang
sendiri. Jenis kekebalan ini biasanya menetap seumur hidup. Kekebalan pasif
adalah perlindungan yang diberikan oleh zat-zat yang dihasilkan oleh hewan
atau manusia yang diberikan kepada orang lain, biasanya melalui suntikan.
Kekebalan pasif sering memberikan perlindungan yang efektif, tetapi
perlindungan ini akan menurun setelah beberapa minggu atau bulan.
Dari penyakit menular yang telah ditemukan, sampai saat ini di Indonesia
baru 8 (delapan) macam yang diupayakan pencegahannya melalui program
imunisasi yang selanjutnya kita sebut Penyakit yang Dapat Dicegah
Dengan Imunisasi (PD3I).
Sejak dimulainya program imunisasi di Indonesia pada tahun 1956 dengan
imunisasi cacar, saat ini telah dikembangkan menjadi 8 (delapan) jenis
vaksinasi yaitu BCG, Campak, OPV/ IPV, DPT-HB-Hib, DT, Td, TT, dan
Hepatitis B untuk bayi baru lahir.
Untuk mencapai tujuan pelayanan imunisasi dengan baik, karakteristik vaksin
harus kita ketahui secara benar meliputi komposisi, kemasan, penyimpanan,
indikasi, kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) yang mungkin bisa terjadi.
Kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI/Adverse Event Following
Immunization) adalah kejadian medik yang berhubungan dengan imunisasi,
baik berupa reaksi vaksin ataupun efek simpang, toksisitas, reaksi
sensitivitas, efek farmakologis; atau kesalahan program, koinsidensi, reaksi
suntikan, atau hubungan kausal yang tidak dapat ditentukan. Pada keadaan
tertentu lama pengamatan KIPI dapat mencapai masa 42 hari (artritis kronik
pasca vaksinasi rubella), atau bahkan sampai 6 bulan (infeksi virus campak
vaccine-strain pada pasien imunodefisiensi pasca vaksinasi campak, dan
polio paralitik serta infeksi virus polio vaccine-strain pada resipien non
imunodefisiensi atau resipien imunodefisiensi pasca vaksinasi polio).
Modul ini dirancang dalam tiga bagian sebagai berikut:
8
Modul Basic Health Worker’s bagi Petugas Puskesmas
Direktorat Simkar dan Kesma, Ditjen PP dan PL Kementerian Kesehatan RI
Modul 2: PD3I, Imunologi, dan Vaksin Program Imunisasi
6) Vaksin Campak
7) Vaksin Hepatitis B
8) Vaksin DPT/HB/Hib (Diphteri Pertusis Tetanus/ HepatitisB/
Hemophilus Influenza type B)
III. BAHAN BELAJAR
1. Indonesia, Departemen Kesehatan RI. 2005. Keputusan Menteri
Kesehatan RI No. 1611/Menkes/SK/ XI/2005 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Imunisasi. Ditjen PP & PL Depkes RI : Jakarta.
2. Indonesia, Ditjen PP & PL, Depkes RI. 2005. Pedoman Teknis
Imunisasi Tingkat Puskesmas. Ditjen PP & PL Depkes RI : Jakarta.
3. Indonesia, Ditjen PP & PL Depkes RI dan PATH. 2005. Modul 1,2,3,4,5
& 6 Pelatihan Safe Injection. Ditjen PPM & PL Depkes RI : Jakarta
IV. URAIAN MATERI
A. Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)
1. Jenis Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi
Penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi di Indonesia
adalah:
a. Difteri
b. Pertusis
c.Tetanus
d. Tuberkulosis
e. Campak
f. Poliomielitis
g. Hepatitis B
h. Hemofilus influenza tipe B
i. Meningitis
j. Rabies
k.Dan penyakit lain yang tidak termasuk dalam program imunisasi
nasional seperti Rubela, Tifoid, Influenza, Pneumokokus,
Rotavirus, Mumps, Japanese Encephalitis, Varicela, Human
Papiloma Virus, Hepatitis A
2. Gejala Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I)
a. Difteri
Difteri adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri
Corynebacterium diphtheriae. Penyebarannya adalah melalui
kontak fisik dan pernafasan. Gejala awal penyakit adalah
radang tenggorokan, hilang nafsu makan dan demam ringan.
10
Modul Basic Health Worker’s bagi Petugas Puskesmas
Direktorat Simkar dan Kesma, Ditjen PP dan PL Kementerian Kesehatan RI
Modul 2: PD3I, Imunologi, dan Vaksin Program Imunisasi
b. Pertusis
Disebut juga batuk rejan atau batuk 100 hari adalah penyakit pada
saluran pernafasan yang disebabkan oleh bakteri Bordetella
pertussis. Penyebaran pertusis adalah melalui percikan ludah
(droplet infection) yang keluar dari batuk atau bersin. Gejala
penyakit adalah pilek, mata merah, bersin, demam, dan batuk
ringan yang lama-kelamaan batuk menjadi parah dan
menimbulkan batuk menggigil yang cepat dan keras. Komplikasi
pertusis adalah pneumania bacterialis yang dapat menyebabkan
kematian.
c. Tetanus
Adalah penyakit yang disebabkan oleh Clostridium tetani yang
menghasilkan neurotoksin. Penyakit ini tidak menyebar dari orang
ke orang, tetapi melalui kotoran yang masuk ke dalam luka yang
dalam . Gejala awal penyakit adalah kaku otot pada rahang,
disertai kaku pada leher, kesulitan menelan, kaku otot perut,
berkeringat dan demam.
11
Modul Basic Health Worker’s bagi Petugas Puskesmas
Direktorat Simkar dan Kesma, Ditjen PP dan PL Kementerian Kesehatan RI
Modul 2: PD3I, Imunologi, dan Vaksin Program Imunisasi
e. Campak
Adalah penyakit yang disebabkan oleh virus myxovirus viridae
measles. Disebarkan melalui udara (percikan ludah) sewaktu
bersin atau batuk dari penderita. Gejala awal penyakit adalah
demam, bercak kemerahan, batuk, pilek, konjunctivitis (mata
merah). Selanjutnya timbul ruam pada muka dan leher, kemudian
menyebar ke tubuh dan tangan serta kaki.
12
Modul Basic Health Worker’s bagi Petugas Puskesmas
Direktorat Simkar dan Kesma, Ditjen PP dan PL Kementerian Kesehatan RI
Modul 2: PD3I, Imunologi, dan Vaksin Program Imunisasi
13
Modul Basic Health Worker’s bagi Petugas Puskesmas
Direktorat Simkar dan Kesma, Ditjen PP dan PL Kementerian Kesehatan RI
Modul 2: PD3I, Imunologi, dan Vaksin Program Imunisasi
14
Modul Basic Health Worker’s bagi Petugas Puskesmas
Direktorat Simkar dan Kesma, Ditjen PP dan PL Kementerian Kesehatan RI
Modul 2: PD3I, Imunologi, dan Vaksin Program Imunisasi
15
Modul Basic Health Worker’s bagi Petugas Puskesmas
Direktorat Simkar dan Kesma, Ditjen PP dan PL Kementerian Kesehatan RI
Modul 2: PD3I, Imunologi, dan Vaksin Program Imunisasi
1) Imunoglobulin
Diperoleh dengan mengumpulkan antibodi imunoglobulin (IgG)
dari ribuan donor dewasa. Karena berasal dari banyak donor
yang berbeda, maka mengandung badge antibodi karena
banyak antigen yang berbeda. Terutama digunakan untuk post
exposure hepatitis A dan campak.
2) Homolog human hiperimun globulin
Merupakan produk antibodi yang berisi antibodi spesifik
dengan titer tinggi, dibuat dari plasma darah manusia.
Bagaimanapun, karena hiperimun globulin dibuat dari plasma
manusia maka mengandung juga antibodi-antibodi lainnya
dalam jumlah kecil. Hiperimun globulin ini digunakan untuk
profilaksis post exposure beberapa penyakit, termasuk
hepatitis B, rabies, tetanus dan varicella.
3) Heterolog hiperimun serum (anti toksin)
Produk ini berasal dari binatang, biasanya dari kuda dan
mengandung satu macam antibodi. Digunakan misalnya untuk
mengobati kasus difteria dan botulism. Masalah yang dapat
timbul oleh produk ini adalah reaksi serum sickness yaitu
suatu reaksi alergi terhadap protein kuda.
b. Kekebalan aktif
Kekebalan aktif terjadi sebagai akibat stimulasi sistem imunologi
yang menghasilkan antigen spesifik humoral (antibodi) dan
kekebalan selular. Tidak seperti kekebalan pasif, kekebalan aktif
biasanya dapat bertahan untuk beberapa tahun dan sering sampai
seumur hidup.
16
Modul Basic Health Worker’s bagi Petugas Puskesmas
Direktorat Simkar dan Kesma, Ditjen PP dan PL Kementerian Kesehatan RI
Modul 2: PD3I, Imunologi, dan Vaksin Program Imunisasi
suhu tinggi dan cahaya oleh karena itu harus disimpan dengan
hati-hati.
Vaksin hidup yang ada sekarang berasal dari virus ialah campak,
gondongan (mumps), rubella, polio, yellow fever dan cacar air
(varicella). Vaksin hidup yang berasal dari bakteri adalah BCG
dan tifoid oral.
b. Vaksin inactived
Vaksin ini dihasilkan dengan menumbuhkan bakteri atau virus
pada media kultur, kemudian diinaktifkan dengan pemanasan
atau secara kimiawi (pada umumnya dengan formalin).
Pada vaksin fraksional, organisme dimurnikan hanya bagian-
bagian yang diperlukan misalnya polisakarida dari pneumokokus,
diambil dari kapsul luar.
Vaksin inactivated tidak hidup dan tidak bisa berkembang biak.
Seluruh dosis antigen diberikan melalui suntikan dan vaksin ini
tidak menyebabkan ”penyakit”, meskipun pada kasus defisiensi
imun.
Tidak seperti vaksin hidup, maka antigen inaktif tidak dipengaruhi
oleh antibodi yang beredar. Vaksin jenis ini dapat diberikan
meskipun ada antibodi (contoh pada bayi atau pasca pemberian
produk darah yang mengandung antibodi).
Vaksin inaktif selalu memerlukan dosis ulang. Pada umumnya
dosis pertama tidak menghasilkan kekebalan, hanya rangsangan
pada sistem kekebalan. Perlindungan akan timbul setelah
suntikan kedua dan ketiga.
Berbeda dengan vaksin hidup, di mana reaksi kekebalannya
hanya sama dengan infeksi alami (kekebalan selular dominan),
reaksi kekebalan pada vaksin inactivated paling dominan adalah
kekebalan humoral dan sedikit atau tidak ada kekebalan seluler.
Titer antibodi yang dihasilkan oleh vaksin inaktif akan berkurang
dengan berjalannya waktu. Sehingga untuk beberapa vaksin
inaktif diperlukan dosis tambahan (ulangan) untuk menaikkan titer
antibodi (booster).
Ketika tidak ditemukan antigen yang dapat dipakai sebagai
vaksin, maka vaksin dibuat dari ”sel utuh”. Vaksin yang berasal
dari sel utuh bakteri, sangat reaktogenik (seringkali menyebabkan
reaksi simpang yang merugikan). Ini disebabkan karena reaksi
dari komponen bakteri yang sebenarnya tidak diperlukan untuk
memberikan perlindungan.
Saat ini vaksin inaktif utuh: berasal dari sel virus utuh (Influenza,
polio, rabies, hepatitis A) dan bakteri inaktif utuh (pertussis,
typhoid, cholera, pes). Vaksin inaktif fraksional: subunit (hepatitis
B, influenza, acellular pertussis, typhoid injeksi), toxoid (difteri,
19
Modul Basic Health Worker’s bagi Petugas Puskesmas
Direktorat Simkar dan Kesma, Ditjen PP dan PL Kementerian Kesehatan RI
Modul 2: PD3I, Imunologi, dan Vaksin Program Imunisasi
1. Penggolongan Vaksin
20
Modul Basic Health Worker’s bagi Petugas Puskesmas
Direktorat Simkar dan Kesma, Ditjen PP dan PL Kementerian Kesehatan RI
Modul 2: PD3I, Imunologi, dan Vaksin Program Imunisasi
21
Modul Basic Health Worker’s bagi Petugas Puskesmas
Direktorat Simkar dan Kesma, Ditjen PP dan PL Kementerian Kesehatan RI
Modul 2: PD3I, Imunologi, dan Vaksin Program Imunisasi
Efek simpang:
Reaksi lokal yang timbul setelah imunisasi BCG adalah wajar, suatu
pembengkakan kecil, merah, lembut biasanya timbul pada daerah bekas suntikan,
yang kemudian berubah menjadi vesikel kecil, dan kemudian menjadi sebuah ulkus
kecil dalam waktu 2-4 minggu. Reaksi ini biasanya hilang dalam 2-5 bulan, dan
umumnya pada anak-anak meninggalkan bekas berupa jaringan parut dengan
diameter 2-10 mm. Jarang sekali nodus atau ulkus tetap bertahan. Kadang-kadang
pembesaran getah bening pada daerah ketiak dapat timbul 2-4 bulan setelah
imunisasi. Sangat jarang sekali kelenjar getah bening tersebut menjadi supuratif.
Suntikan yang kurang hati-hati dapat menimbulkan abses dan jaringan parut..
b. Vaksin TT
Diskripsi :
Vaksin TT merupakan suspense kolodial homogen berwarna
putih susu dalam vial gelas, mengandung toksoid tetanus
murni, teradsorbsi kedalam aluminium fosfat.
Gambar 3
Indikasi :
Vaksin TT
Vaksin digunakan untuk pencegahan terhadap tetanus dan
perlindungan terhadap tetanus neonatorum pada wanita usia
subur.
Cara pemberian dan dosis :
Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih dahulu
agar suspensi menjadi homogen.
Untuk mencegah tetanus/tetanus neonatal terdiri dari 2
dosis primer yang disuntikkan secara intra muskular atau
subkutan dalam, dengan dosis pemberian 0,5 ml dengan
interval 4 minggu. Dilanjutkan dengan dosis ketiga
setelah 6 bulan berikutnya. Untuk mempertahankan
kekebalan terhadap tetanus pada wanita usia subur,
maka dianjurkan diberikan 5 dosis. Dosis keempat dan
kelima diberikan dengan interval minimal 1 tahun
setelah pemberian dosis ketiga dan keempat. Imunisasi
TT dapat diberikan secara aman selama masa
kehamilan bahkan pada periode trimester pertama.
Sebelum vaksin dipergunakan, periksa dahulu masa
kadaluarsa dan label VVM
22
Modul Basic Health Worker’s bagi Petugas Puskesmas
Direktorat Simkar dan Kesma, Ditjen PP dan PL Kementerian Kesehatan RI
Modul 2: PD3I, Imunologi, dan Vaksin Program Imunisasi
Kontra indikasi:
Gejala-gejala berat karena dosis TT sebelumnya.
Hipersensitif terhadap komponen vaksin.
Imunisasi sebaiknya tidak diberikan pada keadaan
demam atau infeksi akut. Pada demam ringan (minor
afebrille illness) seperti injeksi ringan pada pernapasan
bagian atas, imunsasi dapat diberikan.
Efek Simpang :
Efek simpang jarang terjadi dan bersifat ringan. Gejala-gejala seperti lemas dan
kemerahan pada lokasi suntikan yang bersifat sementara, dan kadang-kadang
gejala demam.
c. Vaksin DT
Diskripsi :
Vaksin DT merupakan suspensi kolodial homogen
Gambar 4 berwarna putih susu dalam vial gelas, mengandung
toksoid tetanus dan toksoid difteri murni yang
Vaksin DT
teradsorbsi kedalam alumunium fosfat.
Indikasi :
Untuk pemberian kekebalan simultan terhadap difteri
dan tetanus pada anak-anak.
Cara pemberian dan dosis :
Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih
dahulu agar suspensi menjadi homogen
Disuntikkan secara intra muskular atau subkutan
dalam, dengan dosis pemberian 0,5 ml.
Dianjurkan untuk anak usia di bawah 8 tahun.
Untuk usia 8 tahun atau lebih dianjurkan
imunisasi dengan vaksin Td.
Sebelum vaksin dipergunakan, periksa dahulu
masa kadaluarsa dan label VVM.
Kontra indikasi:
Dosis kedua DT jangan diberikan apabila anak
menderita reaksi berat terhadap dosis
sebelumnya.
Hipersensitif terhadap komponen dari vaksin..
Efek Simpang :
Gejala-gejala seperti lemas dan kemerahan pada lokasi suntikan yang bersifat
sementara, dan kadang-kadang gejala demam.
23
Modul Basic Health Worker’s bagi Petugas Puskesmas
Direktorat Simkar dan Kesma, Ditjen PP dan PL Kementerian Kesehatan RI
Modul 2: PD3I, Imunologi, dan Vaksin Program Imunisasi
e. Vaksin Campak
Diskripsi :
Vaksin campak merupakan vaksin virus hidup yang
24
Modul Basic Health Worker’s bagi Petugas Puskesmas
Direktorat Simkar dan Kesma, Ditjen PP dan PL Kementerian Kesehatan RI
Modul 2: PD3I, Imunologi, dan Vaksin Program Imunisasi
f. Vaksin Hepatitis B
Diskripsi :
Vaksin hepatitis B adalah vaksin virus recombinan
25
Modul Basic Health Worker’s bagi Petugas Puskesmas
Direktorat Simkar dan Kesma, Ditjen PP dan PL Kementerian Kesehatan RI
Modul 2: PD3I, Imunologi, dan Vaksin Program Imunisasi
g. Vaksin DPT-HB-Hib
Diskripsi :
Vaksin DTP-HB-Hib (Vaksin Jerap Difteri,
Tetanus, Pertusis, Hepatitis B Rekombinan,
26
Modul Basic Health Worker’s bagi Petugas Puskesmas
Direktorat Simkar dan Kesma, Ditjen PP dan PL Kementerian Kesehatan RI
Modul 2: PD3I, Imunologi, dan Vaksin Program Imunisasi
27
Modul Basic Health Worker’s bagi Petugas Puskesmas
Direktorat Simkar dan Kesma, Ditjen PP dan PL Kementerian Kesehatan RI
Modul 2: PD3I, Imunologi, dan Vaksin Program Imunisasi
h. Vaksin Td
Diskripsi :
vaksin Td merupakan suspensi berwarnaputih dalam
vial gelas, mengandung toksoid tetanus dan toksoid
difteri, dengan komponen difteri yang rendah, yang
Gambar telah dimurnikan dan teradsorbsi pada alumunium
Vaksin Td fosfat.
Indikasi :
Imunisasi ulangan terhadap tetanus dan difteri
pada individu mulai usia 7 tahun.
Cara pemberian dan dosis :
Sebelum digunakan vaksin harus dikocok terlebih
dahulu agar suspensi menjadi homogen
Disuntikkan secara intra muskular atau subkutan
dalam, dengan dosis pemberian 0,5 ml
Sebelum vaksin dipergunakan, periksa dahulu
label VVM.
Kontra indikasi
Dosis kedua dan selanjutnya jangan diberikan pada
28
Modul Basic Health Worker’s bagi Petugas Puskesmas
Direktorat Simkar dan Kesma, Ditjen PP dan PL Kementerian Kesehatan RI
Modul 2: PD3I, Imunologi, dan Vaksin Program Imunisasi
29
Modul Basic Health Worker’s bagi Petugas Puskesmas
Direktorat Simkar dan Kesma, Ditjen PP dan PL Kementerian Kesehatan RI
Modul 2: PD3I, Imunologi, dan Vaksin Program Imunisasi
Kontra indikasi
Kontra indikasi umumnya pada imunisasi :
vaksinasi harus ditunda pada mereka yang
sedang menderita demam, penyakit akut atau
penyakit kronis progresif.
Hipersensitif pada saat pemberian vaksin ini
sebelumnya
Penyakit demam akibat inffeksi akut : tunggu
sampai sembuh
Alergi terhadap Streptomycin
Efek simpang
Reaksi lokal pada tempat penyuntikan : nyeri, kemerahan, indurasi dan bengkak
bisa terjadi dalam waktu 48 jam setelah penyuntikan dan bisa bertahan selama
satu atau dua hari. Kejadian dan tingkat keparahan dari reaksi lokal tergantung
pada tempat dan cara penyuntikan dan juga jumlah dosis yang sebelumnya
diterima.
Reaksi sistemik : demam dengan atau tanpa disertai myalgia, sakit kepala atau
limfadenopati
LATIHAN SOAL
B. Campak
C. HIV
D. Difteri
3. Berikut ini adalah vaksin yang sensitif terhadap beku (Freeze sensitive = FS),
kecuali:
A. BCG
B. Hepatitis B
C. DPT
D. TT
4. Berikut ini adalah vaksin yang sensitif terhadap panas (Heat sensitive = HS),
kecuali:
A. BCG
B. Campak
C. Polio
D. Hepatitis B
31
Modul Basic Health Worker’s bagi Petugas Puskesmas
Direktorat Simkar dan Kesma, Ditjen PP dan PL Kementerian Kesehatan RI
Modul 2: PD3I, Imunologi, dan Vaksin Program Imunisasi
32
Modul Basic Health Worker’s bagi Petugas Puskesmas
Direktorat Simkar dan Kesma, Ditjen PP dan PL Kementerian Kesehatan RI
Modul 2: PD3I, Imunologi, dan Vaksin Program Imunisasi
REFERENSI
2. Indonesia, Ditjen PP & PL, Depkes RI. 2005. Pedoman Teknis Imunisasi
Tingkat Puskesmas. Ditjen PP & PL Depkes RI : Jakarta.
3. Indonesia, Ditjen PP & PL Depkes RI dan PATH. 2005. Modul 1,2,3,4,5 & 6
Pelatihan Safe Injection. Ditjen PPM & PL Depkes RI : Jakarta
33
Modul Basic Health Worker’s bagi Petugas Puskesmas
Direktorat Simkar dan Kesma, Ditjen PP dan PL Kementerian Kesehatan RI