Anda di halaman 1dari 3

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit saluran pernapasan adalah penyebab kesakitan dan kematian
terbesar pada balita, salah satunya yaitu pneumonia. Pneumonia dapat terjadi
karena rongga alveoli paru-paru yang disebabkan oleh mikroorganisme seperti
Streptococcus pneumonia, Streptococcus aures, Haemophyllus influenza,
Escherichia coli dan Pneumocytis jirovenci (Widagdo, 2012.)
Pneumonia merupakan peyakit yang banyak terjadi yang menginfeksi
kira-kira 450 juta orang pertahun dan terjadi di seluruh penjuru dunia. Penyakit
ini juga merupakan penyebab kematian pada semua kelompok yang
menyebabkan jutaan orang meninggal (7% dari kematian total dunia) setiap
tahun. Angka kejadian pneumonia paling besar terjadi pada anak-anak yang
berusia kurang dari lima tahun. (Langke, dkk, 2016)
Menurut World Health Organitation (WHO) tahun 2013 di dunia, angka
kematian akibat pneumonia atau infeksi saluran pernapasan akut, yang
mempengaruhi paru-paru dinyatakan menjadi penyebab kematian sekitar 1,2 juta
anak setiap tahun. Dapat dikatakan, setiap jam ada 230 anak di dunia yang
meninggal karena pneumonia. Angka itu bahkan melebihi angka kematian yang
di sebabkan oleh AIDS, malaria dan tuberkulosis (Siregar & Aryayuni, 2019)
Berdasarkan data laporan ruin Subdit ISPA tahun 2018, didapatkan
insiden (per 1000 balita) di Indonesia sebanyak 20,06% hampir sama dengan
data tahun sebelumnya yaitu 20,56%. Pada tahun 2018 Angka kematian akibat
pneumonia pada balita sebesar 0,08%. Angka kematian akibat Pneumonia pada
kelompok bayi lebih tinggi yaitu sebesar 0,16% dibandingkan pada kelompok
anak umur 1-4 tahun sebesar 0,05%. Selama tahun 2018 tercatat jumlah kasus
Pneumonia pada balita di Indonesia sebanyak 505.331kasus dengan 131.382
kasus terjadi di Jawa Barat. (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2018)
Anak dengan pneumonia biasanya lebih banyak memproduksi mucus
akibat reaksi inflamasi yang merupakan infeksi mikroorganisme (Corwin, 2019).
Peningkatan produksi lendir yang berlebihan sering menumpuk dan menjadi
kental sehingga sulit untuk dikeluarkan dan pada umumnya anak belum bisa
mengeluarkan dahak atau sputum sendiri yang mengakibatkan bersihan jalan
nafas tidak efektif yaitu ketidakmampuan membersihkan sekret atau obstruksi
jalan nafas untuk mempertahankan jalan nafas tetap paten (NANDA, 2015)
Salah satu penanganan pada pasien bronkopneumonia dan pneumonia
adalah dengan pemberian terapi inhalasi yang bertujuan untuk mempermudah
pengeluaran dahak dan juga dapat melebarkan lumen bronchus. (Sukarmin,
2013). Pemberian terapi inhalasi yaitu teknik yang dilakukan dengan pemberian
uap dengan menggunakan obat Ventolin 1 ampul dan Flexotide 1 ampul. Obat
Ventolin adalah obat yang digunakan untuk membantu mengencerkan secret
yang diberikan dengan cara diuap dan Flexotide digunakan untuk mengencerkan
secret yang terdapat dalam bronkus (Sutiyo dan Nurlaila 2017). Keuntungan
utama dari terapi inhalasi ini adalah obat yang diberikan aan secara langsung
menuju lumen internal dari saluran nafas dan kemudian menuju target kerja obat
di dalam paru-paru. Dengan pemberian terapi inhalasi yang tepat biasanya dapar
terjadi pemulihan pada kasus bronkopneumonia.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh (Astuti, Marhamam, Diniyah, 2019)
tentang Penerapan Terapi Inhalasi Nebulizer Untuk Mengatasi Bersihan Jalan
Napas pada Pasien Bronkopneumonia mengemukakan bahwa terjadi penuruna
frekuensi pernafasan anak yang sebelumnya sebanyak 43x/menit menjadi
26x/menit setelah dilakukan pemberian terapi nebulizer dengan NaCl 1cc,
Ventolin 1cc dan Bisolvon 10 tetes.
Berdasarkan latar belakang tersebut penulis tertarik untuk melakukan
penelitian tentang “Penerapan Prosedur Inhalasi Pada Pasien Anak dengan
Masalah Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif.”

B. Rumusan Masalah
Bagaimana penerapan prosedur inhalasi pada pasien anak dengan masalah
bersihan jalan nafas tidak efektif ?

C. Tujuan Studi Kasus


1. Tujuan Umum
Memperoleh gambaran penerapan prosedur inhalasi pada pasien anak
dengan masalah bersihan jalan nafas tidak efektif.
2. Tujuan Khusus :
Memperoleh Gambaran :
a. Profil 2 (dua) orang klien
b. Penerapan prinsip-prinsip pelaksanaan prosedur keperawatan
c. Pelaksanaan prosedur keperawatan
d. Faktor pendukung dan penyulit dalam pelaksanaan prosedur
e. Perbedaan Frekuensi pernafasan pasien.

D. Manfaat Studi Kasus


1. Bagi rumah sakit
Menambah keluasan ilmu dan pengembangan bidang keperawatan bagi
Rumah Sakit dalam penerapan prosedur inhalasi pada pasien anak dengan
masalah bersihan jalan nafas tidak efektif.
2. Bagi tenaga kesehatan
Memberikan gambaran kepada tenaga kesehatan (Perawat) dalam penerapan
prosedur inhalasi pada pasien anak dengan masalah bersihan jalan nafas
tidak efektif.
3. Bagi penulis
Memperolah pengalaman, keluasan ilmu dalam mengimplementasikan
penerapan prosedur inhalasi pada pasien anak dengan masalah bersihan jalan
nafas tidak efektif.

E. Sistematika Penulisan
Bab I pendahuluan berisi tentang latar belakang, rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II tinjauan
pustaka berisi tentang prosedur inhalasi pada pasien anak dan konsep masalah
bersihan jalan nafas tidak efektif. Bab III metodologi penelitian berisi tentang
desain penelitan, subjek studi kasus, instrument dan pengumpulan data, metode
pengumpulan data, pengolahan dan analisi, dan etika penelitian.

Anda mungkin juga menyukai