Anda di halaman 1dari 25

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah hirobbilalamin, banyak nikmat yang Allah berikan, tetapi sedikit


sekali yang kita ingat. Segala puji hanya layak untuk Allah SWT seru sekalian alam
atas segala berkat, rahmat, taufik, serta hidayah-Nya yang tiada terkira besarnya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan asuhan keperawatan dengan judul ”laporan
asuhan keperawatan obstruksi usus ileus”
Pembuatan askep ini kami ajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah
menyimak, namun dalam pembuatan makalah asuhan keperawatan ini masih jauh dari
kata sempurna untuk itu kami memohon kepada pembaca makalah ini sudi kiranya
untuk memberikan kritik dan saran yang sifatnya konstruktif demi perbaikan
pembuatan makalah selanjutnya .
Tak lupa kami ucapkan terima kasih
1.      Kepada Yang terhormat dosen pembimbing yang telah memberikan motivasi kepada
kami sehingga terbentuknya maklah asuhan keperawatan ini
2.      Kepada teman-teman satu angkatan yang telah memberikan moral maupun materil
sehingga bisa terwujudnya makalah askep ini.
Rupanya tak ada gading yang tak retak begitulah kata –kata yang kami pantas
ucapkan demi penyempurnaan pembuatan – pembuatan rangkuman dimasa yang akan
datang.
Meskipun penulis berharap isi dari askep ini bebas dari kekurangan dan
kesalahan, namun selalu ada yang kurang. Oleh karena itu, penulis mengharapkan
kritik dan saran yang membangun agar askep  ini dapat lebih baik lagi. Akhir kata
penulis berharap agar askep ini bermanfaat bagi semua pembaca.
Jombang, 06 April 2015
Penyusun,
DAFTAR ISI
HALAMAN DEPAN........................................................................................................... i
LEMBAR PEGESAHAN.................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR........................................................................................................ iii
DAFTAR ISI..................................................................................................................... iv
BAB I................................................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang............................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................................
1.3 Tujuan........................................................................................................................
BAB II..................................................................................................................................
2.1 Pengertian...................................................................................................................
2.2 Tanda dan Gejala........................................................................................................
2.3 Klasifikasi Peitonitis...................................................................................................
2.4 Etiologi.......................................................................................................................
2.5 Patofisiologi................................................................................................................
2.6 Pathway......................................................................................................................
2.7 Pemeriksaan Diagnostik peritonitis.............................................................................
2.8
penatalaksanaan......................................................................................................................
BAB III................................................................................................................................
3.1 Pengkajian..................................................................................................................
3.2 Diagnosa Keperawatan...............................................................................................
3.3 Rencana Intervensi.....................................................................................................
3.4 Evaluasi......................................................................................................................
BAB IV................................................................................................................................
4.1 Simpulan....................................................................................................................
Daftar Pustaka......................................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Ileus obstruksi  adalah gangguan pada aliran normal isi usus sepanjang traktus
intestinal. Obstruksi usus dapat akut atau kronis, parsial atau total (komplit),
keperahannya tergantung pada usus yang terkena, derajat dimana lumen tersumbat dan
khususnya derajar dimana sirkulasi darah dalam dinding usus terganggu.
Ileus obstruktif adalah blok saluran usus yang menghambat pasase cairan,
flatus, dan makanan, dapat secara mekanis atau fungsional. Ileus obstruktif adalah
kerusakan parsial atau komplit ke arah depan dari isi usus. Obstruksi pada ileus sering
terjadi karena mempunyai segmen yang paling sempit. Ileus obstruksi adalah keadaan
dimana usus terjadi sumbatan mencegah aliran normal dari susu melalui saluran usus
yang dapat bersifat parsial atau komplit. Abstrak Ileus obstruktif merupakan
gangguan pasase usus oleh sebab adanya sumbatan atau obstruksi dan sebab lain yang
menyebabkan menyempitnya atau tersumbatnya lumen usus.
1.2  Rumusan Masalah
1.   Apa pengertian dari ileus obstruksi?
2.   Apa saja  patofisiologi ileus obstruksi ?
3.   Apa saja cara penanganan pada pasien obstruksi ?

1.3  Tujuan Penulisan


1.      Agar mahasiswa tahu dan mengerti tentang ileus obstruksi
2.      Agar mahasiswa tahu dan mengerti patofisiologi ileus obstruksi
3.      Agar mahasiswa tahu dan mengerti tentang cara penanganan terhadap pasien
dengan penyakit ileus obstruksi.
BAB II
DASAR TEORITIS
2.1 Konsep Medis
2.1.1.      Definisi
a.   Ileus obstruksi adalah gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal isi usus
sepanjang saluran usus.
b.   Ileus obstruktif adalah suatu penyumbatan mekanis pada usus dimanamerupakan
penyumbatan yang sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi usus.
c.    Ileus obstruksi terjadi ketika ada gangguan yang menyebabkan terhambatnya aliran
normal isi usus sedangkan peristaltiknya normal.   Obstruksi Ilius adalah gangguan
aliran isi usus yang bisa disebabkan oleh adanya mekanik dan non mekanik sehingga
terjadi askumuli cairan dan gas di lumen usus.
2.1.2.      Anatomi dan Fisiologi
a.       Anatomi
Usus halus membentang dari pylorus hingga katup ileosekal. Panjang usus
halus sekitar 12 kaki atau 3,6 meter . usus ini mengisi bagian tengah dan rongga
abdomen. Ujung proksimalnya berdiameter sekitar 3,8 cm tetapi makin kebawah garis
tengahnya semakin berkurang sampai menjadi sekitar dua cm. usus halus dibagi
menjadi duodenum, jejunum dan ileum.
Panjang duedonum sekitar 25 cm mulai dari pylorus sampai jejunum.
Pemisahan duodenum dan jejunum ditandai oleh adanya ligamentum treitz yaitu suatu
pita muskulo fibrosa yang berperan sebagai Ligamentum Suspensorium
(penggantung). Sekitar 2/5 dari usus halus adalah jejunum, Jejunum terletak diregio
mid abdominalis sinistra dan ileum terletak di regio mid abdominalis dextra sebelah
bawah. Tiga  perlima bagian akhir adalah ileum. Masuknya kimus kedalam usus halus
diatur oleh spingther pylorus, sedangkan pengeluaran zat yang telah tercerna kedalam
usus besar yang diatur oleh katup ileus sekal. Katup illeus sekal juga mencegah
terjadinya refluk dari usus besar ke dalam usus halus. Apendik fermivormis yang
berbentuk tabung buntu berukuran sebesar jari kelingking terletak pada daerah illeus
sekal yaitu pada apeks sekum.
Dinding usus halus terdiri dari 4 lapisan dasar. Yang paling luar (lapisan
serosa) dibentuk oleh peritoneum. Peritoneum mempunyai lapisan visceral dan
parietal. Ruang yang terletak diantara lapisan-lapisan ini disebut sebagai rongga
peritoneum. Omentum memilik lipatan-lipatan yang diberi nama yaitu mesenterium
yang merupakan lipatan peritoneum lebar menyerupai kipas yang menggantung
jejenum dan ileum dari dinding posterior abdomen, dan memungkinkan usus bergerak
dengan leluasa.  Omentum majus merupakan lapisan ganda peritoneum yang
menggantung dari kurva tura mayor lambung dan berjalan turun kedepan visera
abdomen. Omentum biasanya mengandung banyak lemak dan kelenjar limfe yang
membantu melindungi peritoneum terhadap infeksi. Omentum minus merupakan
lipatan peritoneum yang terbentuk dari kurvatura lambung dan bagian atas duodenum
menuju ke hati, membentuk ligamentum suspensorium hepatogastrika dan
ligamentum hepatoduodenale .
Usus halus mempunyai dua lapisan lapisan luar terdiri dari serabut serabut
longitudinal yang lebih tipis dan lapisan dalam terdiri atas serabut serabut sirkuler.
Penataan yang demikian membantu gerakan peristaltic usus halus. Lapisan submukosa
terdiri atas jaringan ikat sedangkan lapisan mukosa bagian dalam tebal serta banyak
mengandung pembuluh darah dan kelenjar yang berfungsi sebagai absorbsi. Lapisan
mukosa dan sub mukosa membentuk lipatan-lipatn sirkuler yang disebut sebgai
valvula coniventes atau lipatan kercking yang menonjol kedalam lumen sekitar tiga
sampai sepuluh millimeter. Villi merupakan tonjolan-tonjolan mukosa seperti jari-jari
yang jumlahnya sekitar 4 atau 5 juta yang terdapat di sepanjang usus halus, dengan
panjang 0,5 sampai 1,5 mm. Mikrovilli merupakan tonjolan yang menyerupai jari-jari
dengan panjang sekitar 1 mm pada permukaan luar setiap villus. Valvula coni ventes
vili dan mikrovilli sama sama-menambah luas permukaan absorbsi hingga 1,6 juta
cm2.
b.      Fisiologi
            Usus halus memepunyai dua fungsi utama yaitu pencernaan  dan absorbsi
bahan-bahan nutrisi dan air. Proses pencernaan yaitu proses pemecahan makanan
menjadi bentuk yang dapat tercerna melalui kerja berbagai enzim dalam saluran
gastrointestinal. Proses pencernaan dimulai dari mulut dan lambung oleh kerja ptyalin,
HCL, Pepsin, mucus dan lipase lambung terhadap makanan yang masuk. Proses ini
berlanjut dalam duodenum terutama oleh kerja enzim-enzim pancreas yang
menghindrolisis karbohidrat, lemak dan protein menjadi zat-zat yang lebih sederhana.
Mucus memberikan perlindungan terhadap asam sekeresi empedu dari hati membantu
proses pemecahan dengan mengemulsikan lemak. Sehingga memberikan permukaan
yang lebih luas bagi kerja lipase pancreas.
Absorbsi adalah pemindahan hasil akhir pencernaaan karbohidrat, lemak dan
protein melalui dinding usus kedalam sirkulasi darah dan limfe untuk digunakan oleh
sel-sel tubuh. Selain itu juga diabsorbsi air, elektrolit dan vitamin. Walaupun banyak
zat yang diabsorbsi disepanjang usus halus namun terdapat tempat tempat absorbsi
khusus bagi zat-zat gizi tertentu. Absorbsi gula, asam amino dan lemak hampir selesai
pada saat kimus mencapai pertengahan jejunum. Besi dan kalsium sebagian besar
diabsorbsi dalam duodenum dan jejunum. Dan absorbsi kalium memerlukan vitamin
D, larut dalam lemak (A,D,E,K) diabsorsi dalam duodenum dengan bantuan garan-
garam empedu. Sebagian besar vitamin yang larut dalam air diabsorbsi dalam usus
halus bagian atas. Absorbsi vitamin B12 berlangsung dalam ileum terminalis melalui
mekanisme transport usus yang membutuhkan factor intrinsic lambung. Sebagian
asam empedu yang dikeluarkan kantung empedu kedalam duodenum untuk membantu
pencernaan lemak akan di reabsorbsi dalam ileum terminalis dan masuk kembali ke
hati. Siklus ini disebut sebagai sirkulasi entero hepatic garam empedu, dan sangat
penting untuk mempertahankan cadangan empedu.
2.1.3.      Etiologi
     Obstruksi non-mekanis atau ileus adinamik sering terjadi setelah pembedahan
abdomen karena adanya adanya refleks penghambatan pristaltik akibat visera
abdomen yang tersentuh tangan. Refleks penghambatan pristaltik ini sering disebut
sebagai ileus paralatik, walaupun paralisis peristaltik ini tidak terjadi seara total.
Keadaan lain yang sering menyebapkan terjadinya ileus adinamik adalah peritonitis.
Atoni usus dan peraganagn gas sering timbul menyertai berbagai kondisi traumatik,
terutama setelah fraktur iga, trauma medula spinalis, dan fraktur tulang belakang.
     Penyebap obstruksi mekanis berkaitan dengan kelompok usia yang terserang dan
letak obstruksi. Sekitar 50% obstruksi terjadi pada kelompok usia pertengahan dan
tua, dan terjadi akibt perlekatan yang disebapkan oleh pembedahan sebelumnya.
Tomor ganas dan volvulus merupakan penyebap tersering obstruksi usus pada usia
pertengahan dan orang tua. Kanker kolon merupakan penyebap 90% obstruksi yang
terjadi. Volvulus adalah usus yang terpelintir, paling sering terjadi pada pria usia tua
dan biasanya mengenai kolon sigmoid. Inkarserasi lengkung usus pada hernia
inguinalis atau femoralis sangat sering menyebapkan terjadinya obstruksi usus halus.
Intususepsi adalah invaginasi salah satu bagian usus ke dalam bagian berikutnya dan
merupakan penyebap obstruksiyang hampis selalu di temukan pada bayi dan balita.
Intususepsi sering terjadi pada ileum terminalis yang masuk ke dalam sekum. Benda
asing dan kelainan kongenital merupakan penyebap lain obstruksi yang terjadi pada
anak dan bayi.

      2.1.4.      Jenis – jenis Obstruksi


                 Terdapat 2 jenis obstruksi :
                                  a.    Obstruksi paralitik (ileus paralitik)
Peristaltik usus dihambat sebagian akibat pengaruh toksin atau trauma yang
mempengaruhi kontrol otonom pergerakan usus. Peristaltik tidak efektif, suplai darah
tidak terganggu dan kondisi tersebut hilang secara spontan setelah 2 sampai 3 hari.
                                  b.   Obstruksi mekanik
Terdapat obstruksi intralumen atau obstruksi mural oleh tekanan ekstrinsik. Obstruksi
mekanik digolongkan sebagai obstruksi mekanik simpleks (hanya terdapat satu tempat
obstruksi) dan obstruksi lengkung tertutup (paling sedikit 2 obstruksi). Karena
lengkung tertutup tidak dapat didekompresi, tekanan intralumen meningkat dengan
cepat, mengakibatkan penekanan pebuluh darah, iskemia dan infark (strangulasi)
sehingga menimbulkan obstruksi strangulate yang disebabkan obstruksi mekanik yang
berkepanjangan. Obstruksi ini mengganggu suplai darah, kematian jaringan dan
menyebabkan gangren dinding usus.

2.1.5.      Patofisiologi
Semua peristiwa patofisiologi yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama,
tanpa memandang apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau
non mekanik. Perbedaan utama adalah pada obstruksi paralitik peristaltik dihambat
dari permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanik peristaltik mula-mula diperkuat,
kemudian intermitten, dan akhirnya hilang. Sekitar 6-8 liter cairan diekskresikan ke
dalam saluran cerna setiap hari. Sebagian besar cairan diasorbsi sebelum mendekati
kolon. Perubahan patofisiologi utama pada obstruksi usus adalah adanya lumen usus
yang tersumbat, ini  menjadi tempat perkembangan bakteri sehingga terjadi akumulasi
gas dan cairan (70% dari gas yang tertelan). Akumulasi gas dan cairan dapat terjadi di
bagian proksimal atau distal usus. Apabila akumulasi terjadi di daerah distal
mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan intra abdomen dan intra lumen. Hal ini
dapat meningkatkan terjadinya peningkatan permeabilitas kapiler dan ekstravasasi air
dan elektrolit di peritoneal. Dengan peningkatan permeabilitas dan ekstravasasi
menimbulkan retensi cairan di usus dan rongga peritoneum mengakibatakan terjadi
penurunan sirkulasi dan volume darah. Akumulasi gas dan cairan di bagian proksimal
mengakibatkan kolapsnya usus sehingga terjadi distensi abdomen. Terjadi penekanan
pada vena mesenterika yang mengakibatkan kegagalan oksigenasi dinding usus
sehingga aliran darah ke usus menurun, terjadilah iskemi dan kemudian nekrotik usus.
Pada usus yang mengalami nekrotik terjadi peningkatan permeabilitas kapiler dan
pelepasan bakteri dan toksin  sehingga terjadi perforasi. Dengan adanya perforais akan
menyebabkan bakteri akan masuk ke dalam sirkulasi sehingga terjadi sepsis dan
peritonitis.
Masalah lain yang timbul dari distensi abdomen adalah penurunan fungsi usus
dan peningkatan sekresi sehingga terjadi peminbunan di intra lumen secara progresif
yang akan menyebabkan terjadinya retrograde peristaltic sehingga terjadi kehilangan
cairan dan elektrolit. Bila hal ini tidak ditangani dapat menyebabkan syok
hipovolemik. Kehilangan cairan dan elektrolit yang berlebih berdampak pada
penurunanan curah jantung sehingga darah yang dipompakan tidak dapat memenuhi
kebutuhan seluruh tubuh sehingga terjadi gangguan perfusi jaringan pada otak, sel dan
ginjal. Penurunan perfusi dalam sel menyebabkan terjadinya metabolisme anaerob
yang akan meningkatkan asam laktat dan menyebabkan asidosis metabolic. Bila
terjadi pada otak akan menyebabkan hipoksia jaringan otak, iskemik dan infark. Bila
terjadi pada ginjal akan merangsang pertukaran natrium dan hydrogen di tubulus
prksimal dan pelepasan aldosteron, merangsang sekresi hidrogen di nefron bagian
distal sehingga terjadi peningaktan reabsorbsi HCO3- dan penurunan kemampuan
ginjal untuk membuang HCO3. Hal ini akan menyebabkan terjadinya alkalosis
metabolic.
KelainanKongetina, tumor, ileus
paralitik
 
 
 
2.1.6.      Manifestasi Klinik
a.       Mekanik sederhana – usus halus atas
Kolik (kram) pada abdomen pertengahan sampai ke atas, distensi, muntah,
peningkatan bising usus, nyeri tekan abdomen.
b.      Mekanik sederhana – usus halus bawah
Kolik (kram) signifikan midabdomen, distensi berat, bising usus meningkat, nyeri
tekan abdomen.
c.       Mekanik sederhana – kolon
Kram (abdomen tengah sampai bawah), distensi yang muncul terakhir, kemudian
terjadi muntah (fekulen), peningkatan bising usus, nyeri tekan abdomen.
d.      Obstruksi mekanik parsial
Dapat terjadi bersama granulomatosa usus pada penyakit Crohn. Gejalanya kram nyeri
abdomen, distensi ringan dan diare.
e.       Strangulasi
Gejala berkembang dengan cepat: nyeri hebat, terus menerus dan terlokalisir, distensi
sedang, muntah persisten, biasanya bising usus menurun dan nyeri tekan terlokalisir
hebat. Feses atau vomitus menjadi berwarna gelap atau berdarah atau mengandung
darah samar.

  Terdapat 4 tanda  kardinal  gejala ileus obstruktif 


1.      Nyeri abdomen
2.      Muntah
3.      Distensi
4.      Kegagalan buang air besar atau gas(konstipasi).

  Gejala  ileus  obstruktif  tersebut  bervariasi  tergantung  kepada 


1.      Lokasi obstruksi
2.      Lamanya obstruksi
3.      Penyebabnya
4.      Ada atau tidaknya iskemia usus

2.1.7.      Pemeriksaan Penunjang


a.     Sinar x abdomen menunjukkan gas atau cairan di dalam usus
b.      Barium enema menunjukkan kolon yang terdistensi, berisi udara atau lipatan sigmoid
yang tertutup.
c.     Penurunan kadar serum natrium, kalium dan klorida akibat muntah, peningkatan
hitung SDP dengan nekrosis, strangulasi atau peritonitis dan peningkatan kadar serum
amilase karena iritasi pankreas oleh lipatan usus.
d.      Arteri gas darah dapat mengindikasikan asidosis atau alkalosis metabolic.

      2.1.8.  Penatalaksanaan


            Dasar pengobatan ileus obstruksi adalah koreksi keseimbangan elektrolit dan
cairan, menghilangkan peregangan dan muntah dengan dekompresi, mengatasi
peritonitis dan syok bila ada, dan menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki
kelangsungan dan fungsi usus kembali normal.
                   

                    a.       Resusitasi


    Dalam resusitasi yang perlu diperhatikan adalah mengawasi tanda - tanda vital,
dehidrasi dan syok. Pasien yang mengalami ileus obstruksi mengalami dehidrasi dan
gangguan keseimbangan ektrolit sehingga perlu diberikan cairan intravena seperti
ringer laktat. Respon terhadap terapi dapat dilihat dengan memonitor tanda - tanda
vital dan jumlah urin yang keluar. Selain pemberian cairan intravena, diperlukan juga
pemasangan nasogastric tube (NGT). NGT digunakan untuk mengosongkan lambung,
mencegah aspirasi pulmonum bila muntah dan mengurangi distensi abdomen.
                  b.      Farmakologis
            Pemberian obat - obat antibiotik spektrum luas dapat diberikan sebagai
profilaksis. Antiemetik dapat diberikan untuk mengurangi gejala mual muntah.
     
                  c.       Operatif          
    Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastrik untuk mencegah
sepsis sekunder. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan teknik
bedah yang disesuaikan dengan hasil eksplorasi selama laparotomi. Berikut ini
beberapa kondisi atau pertimbangan untuk dilakukan operasi: Jika obstruksinya
berhubungan dengan suatu simple obstruksi atau adhesi, maka tindakan lisis yang
dianjurkan. Jika terjadi obstruksi stangulasi maka reseksi intestinal sangat diperlukan.
Pada umumnya dikenal 4 macam cara/tindakan bedah yang dilakukan pada obstruksi
ileus:
                                  1)      Koreksi sederhana (simple correction).
Hal ini merupakan tindakan bedah sederhana untuk membebaskan usus dari jepitan,
misalnya pada hernia incarcerata non-strangulasi, jepitan oleh streng/adhesi atau pada
volvulus ringan.
                                   2)      Tindakan operatif by-pass.
Membuat saluran usus baru yang “melewati” bagian usus yang tersumbat, misalnya
pada tumor intralurninal, Crohn disease, dan sebagainya.
                  3)      Membuat fistula entero-cutaneus pada bagian proximal dari tempat obstruksi,
misalnya pada Ca stadium lanjut.
4)      Melakukan reseksi usus yang tersumbat dan membuat anastomosis ujung-ujung
usus untuk mempertahankan kontinuitas lumen usus, misalnya pada carcinoma colon,
invaginasi, strangulata, dan sebagainya. Pada beberapa obstruksi ileus, kadang-kadang
dilakukan tindakan operatif  bertahap, baik oleh karena penyakitnya sendiri maupun
karena keadaan penderitanya, misalnya pada Ca sigmoid obstruktif, mula-mula
dilakukan kolostomi saja, kemudian hari dilakukan reseksi usus dan anastomosis. 
2.1.9.  Komplikasi
a.   Nekrosis usus, perforasi usus, dikarenakan obstruksi yang sudah terjadi selalu lama
pada organ intra abdomen.
b.   Sepsis, infeksi akibat dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik dan cepat.
c.   Syok-dehidrasi, terjadi akibat dehidrasi dan kehilangan volume plasma.
d.   Abses Sindrom usus pendek dengan malabsorpsi dan malnutrisi, karena absorbsi
toksin dalam rongga peritonium sehinnga terjadi peradangan atau infeksi yang hebat
pada intra abdomen.
e.   Pneumonia aspirasi dari proses muntah,
f.   Gangguan elektrolit, karena terjadi gangguan absorbsi cairan dan elektrolit pada usus.
g.   Kematian
BAB III.
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1.      Pengkajian
a.    Identitas klien
                 Nama                          :
Umur                                      :
Jenis kelamin                        :
Suku/Bangsa                         :
Agama                                    :
Pendidikan                :
Alamat                       :
Diagnosa medis        :          
Penanggung jawab   :

b.   Keluhan utama pasien


                 Kaji keluhan utama  yang di alami pasien
c.   Riwayat penyakit sekarang (sesuai pola PQRST)
                 diagnostik penyakt sekarang
d.   Riwayat penyakit dahulu
                 Tanyakan riwayat penyakit dahulu          
      e.     Riwayat penyakit keluarga
                                   Tanyakan juga riwayat penyakit keluarga

Pemeriksaan fisik pada pasien ileus obstruksi


1.      Inspeksi
Dapat  ditemukan  tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakupkehilangan 
turgor  kulit  maupun  mulut  dan  lidah  kering.  Pada  abdomenharus  dilihat  adanya
distensi, parut abdomen,  hernia dan massa abdomen.
Terkadang  dapat  dilihat  gerakan  peristaltik  usus  yang  biasbekorelasi  dengan 
mulainya  nyeri  kolik  yang  disertai  mual  dan  muntah.Penderita  tampak  gelisah 
dan  menggeliat  sewaktu  serangan  kolik.
2.      Palpasi
Pada  palpasi  bertujuan  mencari  adanya  tanda  iritasi  peritoneumapapun  atau  nyeri 
tekan,  yang  mencakup  ‘defance  musculair’  involunteratau  rebound  dan 
pembengkakan  atau  massa  yang  abnormal.
3.      Auskultasi
Pada  ileus  obstruktif  pada  auskultasi  terdengar  kehadiran  episodicgemerincing 
logam  bernada  tinggi  dan  gelora  (rush’)  diantara  masatenang.  Tetapi setelah 
beberapa  hari   dalam  perjalanan  penyakit dan ususdi  atas  telah  berdilatasi,  maka 
aktivitas  peristaltik  (sehingga  juga  bisingusus)  bisa  tidak  ada  atau  menurun 
parah.  Tidak  adanya  nyeri  usus  biasjuga  ditemukan  dalam  ileus  paralitikus  atau 
ileus  obstruksi  strangulata
Bagian  akhir  yang  diharuskan  dari  pemeriksaan  adalah  pemeriksaan  rectumdan 
pelvis.  Ia  bisa  membangkitkan  penemuan  massa  atau  tumor  serta  tidakadanya 
feses  di  dalam  kubah  rektum  menggambarkan  ileus  obstruktif  usushalus.  Jika 
darah  makroskopik  atau  feses  postif  banyak  ditemukan  di  dalamrektum,  maka 
sangat  mungkin  bahwa  ileus  obstruktif  didasarkan  atas  lesiintrinsik  di  dalam 
usus.
3.2.      Diagnosa Keperawatan
a.   Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang tidak
adequat dan ketidakefektifan penyerapan usus halus yang ditandai dengan adanya
mual, muntah, demam dan diaforesis.
b. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi  nutrisi.
c.  Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen
d. Gangguan pola eliminasi: konstipasi berhubungan dengan disfungsi motilitasusus.
e.  Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen
f.    Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
3,3.     Perencanaan Keperawatan
a.  Kekurangan volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan intake yang tidak
adequat dan ketidakefektifan penyerapan usus halus yang ditandai dengan adanya
mual, muntah, demam dan diaforesis.
                     Tujuan :
Kebutuhan cairan dan elektrolit terpenuhi, Mempertahankan hidrasi adekuat dengan
bukti membran mukosa lembab, turgor kulit baik, dan pengisian kapiler baik, tanda-
tanda vital stabil, dan secara individual mengeluarkan urine dengan tepat.
Intervensi Rasional
1.  Kaji kebutuhan cairan pasien 1.  Mengetahui kebutuhan cairan
pasien.

2.  Observasi tanda-tanda vital: N, TD, P,2.  Perubahan yang drastis pada
S tanda-tanda vital merupakan
indikasi kekurangan cairan.
3.  kekurangan cairan dan elektrolit
3.  Observasi tingkat kesadaran dan dapat mempengaruhi tingkat
tanda-tanda syok kesadaran dan mengakibatkan
syok.

4.  Observasi bising usus pasien tiap 1-2


4.  Menilai fungsi usus
jam
5.  Menilai  keseimbangan cairan
5.  Monitor intake dan output secara ketat
6.  Menilai keseimbangan cairan dan
6.  Pantau hasil laboratorium serum
elektrolit
elektrolit, hematokrit
7.  Meningkatkan  pengetahuan
7.  Beri penjelasan kepada pasien dan
pasien dan keluarga serta
keluarga tentang tindakan yang
kerjasama antara perawat-pasien-
dilakukan: pemasangan NGT dan
keluarga.
puasa.
8.  Memenuhi  kebutuhan cairan dan
8.  Kolaborasi dengan medik untuk
elektrolit pasien.
pemberian terapi intravena
b.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d gangguan absorbsi nutrisi.
Tujuan :
 Berat badan stabil dan nutrisi teratasi.
Intervensi Rasional
1.  Tinjau faktor-faktor individual1.    Mempengaruhi pilihan
yang mempengaruhi intervensi.
kemampuan untuk mencerna
makanan, mis: status puasa,
mual, ileus paralitik setelah
selang dilepas.
2.     Auskultasi bising usus;
2.     Menentukan kembalinya
palpasi   abdomen; catat pasase
peristaltik ( biasanya dalam 2-4
flatus.
hari ).
3.  Identifikasi kesukaan /
3.     Meningkatkan kerjasama
ketidaksukaan diet dari pasien.
pasien dengan aturan diet.
Anjurkan pilihan makanan
Protein/vitamin C adalah
tinggi protein dan vitamin C.
kontributor utuma untuk
pemeliharaan jaringan dan
perbaikan. Malnutrisi adalah
fator dalam menurunkan
pertahanan terhadap infeksi.
4.  Observasi terhadap terjadinya
diare; makanan bau busuk dan 4.     Sindrom malabsorbsi dapat
berminyak. terjadi setelah pembedahan usus
halus, memerlukan evaluasi
lanjut dan perubahan diet, mis:
5.  Kolaborasidalam pemberian diet rendah serat.
obat-obatan sesuai indikasi:5.     Mencegah muntah.
Antimetik, mis: proklorperazin Menetralkan atau menurunkan
(Compazine). Antasida dan pembentukan asam untuk
inhibitor histamin, mis: mencegah erosi mukosa dan
Intervensi Rasional
simetidin (tagamet). kemungkinan ulserasi.

c.       Ketidak efektifan pola nafas berhubungan dengan distensi abdomen


Tujuan :
pola nafas menjadi efektif
ntervensi Rasional
1.  Observasi TTV: P, TD, N,S 1.      Perubahan pada pola nafas akibat
adanya distensi abdomen dapat
mempengaruhi peningkatan hasil TTV.

2.  Kaji status pernafasan: pola,2.  Adanya distensi pada abdomendapat


frekuensi, kedalaman menyebabkan perubahan pola nafas.

3.  Kaji bising usus pasien 3.      Berkurangnya/hilangnya bising usus


menyebabkan terjadi distensi abdomen
sehingga mempengaruhi pola nafas.

4.  Tinggikan kepala tempat tidur


4.    Mengurangi penekanan pada paru akibat
40-60 derajat
distensi abdomen.
5.  Observasi adanya tanda-tanda
5.      Perubahan pola nafas akibat adanya
hipoksia jaringan perifer:
distensi abdomen dapat menyebabkan
cianosis
oksigenasi perifer terganggu yang
dimanifestasikan dengan adanya cianosis.
ntervensi Rasional
6.      Mendeteksi adanya asidosis respiratorik.
6.  Monitor hasil AGD 7.      Meningkatkan pengetahuan dan
kerjasama dengan keluarga pasien.
7.  Berikan penjelasan kepada8.  Memenuhi kebutuhan oksigenasi pasien
keluarga pasien tentang
penyebab terjadinya distensi
abdomen yang dialami oleh
pasien
8.  Laksanakan program medic
pemberian terapi oksigen

d.      Gangguan pola eliminasi: konstipasi berhubungan dengan disfungsi motilitas


usus.
Tujuan:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola eliminasi kembali normal.
Intervensi Rasional
1.  Kaji dan catat frekuensi, warna 1. Mengetahui  ada atau tidaknya
dan konsistensi feces kelainan yang terjadi pada
eliminasi fekal.
2.  Auskultasi bising usus 2. Mengetahui normal atau
tidaknya pergerakan usus.

3.  Kaji adanya flatus 3. Adanya flatus menunjukan


perbaikan fungsi usus.
4.  Kaji adanya distensi abdomen 4. Gangguan motilitas usus dapat

menyebabkan akumulasi gas di


dalam lumen usus sehingga
terjadi distensi abdomen.
5.  Berikan penjelasan kepada
5. Meningkatkan pengetahuan
pasien dan keluarga penyebab
pasien dan keluarga serta untuk
terjadinya gangguan dalam BAB
meningkatkan kerjasana antara
Intervensi Rasional
6.  Kolaborasi dalam pemberian perawat-pasien dan keluarga.
terapi pencahar (Laxatif) 6. Membantu dalam pemenuhan
kebutuhan eliminasi

e.  Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen


     Tujuan :
     rasa nyeri teratasi atau terkontrol
Intervensi Rasional
1.      Observasi TTV: N, TD, HR,1.      Nyeri hebat yang dirasakan
P tiap shif pasien akibat adanya distensi
abdomen dapat menyebabkan
peningkatan hasih TTV.
2.      Kaji keluhan nyeri,2.      Mengetahui kekuatan nyeri
karakteristik dan skala nyeri yang dirasakan pasien dan
yang dirasakan pesien menentukan tindakan
sehubungan dengan adanya selanjutnya guna mengatasi
distensi abdomen nyeri.
3.      Berikan posisi yang nyaman:3.      Posisi yang nyaman dapat
posisi semi fowler mengurangi rasa nyeri yang
dirasakan pasien
4.      Ajarkan dan anjurkan tehnik4.      Relaksasi dapat mengurangi
relaksasi tarik nafas dalam saat rasa nyeri
merasa nyeri
5.      Anjurkan pasien
untuk5.      Mengurangi nyeri yang
menggunakan tehnik pengalihan dirasakan pasien.
saat merasa nyeri hebat.
6.      Kolaborasi dengan medic6.      Analgetik dapat mengurangi
untuk terapi analgetik rasa nyeri

f.       Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatan.


Tujuan:
Kecemasan teratasi.
Intervensi Rasional
1.      Observasi adanya1.      Rasa cemas yang dirasakan
peningkatan kecemasan: wajah pasien dapat terlihat dalam ekspresi
tegang, gelisah wajah dan tingkah laku.
2.      Mengetahui  tingkat kecemasan
2.      Kaji adanya rasa cemas yang pasien.
dirasakan pasien 3.      Dengan mengetahui tindakan
3.      Berikan penjelasan kepada yang akan dilakukan akan
pasien dan keluarga tentang mengurangi tingkat kecemasan
tindakan yang akan dilakukan pasien dan meningkatkan
sehubungan dengan keadaan kerjasama
penyakit pasien

4.      Berikan kesempatan pada4.      Dengan mengungkapkan


pasien untuk mengungkapkan kecemasan akan mengurangi rasa
rasa takut atau kecemasan yang takut/cemas pasien
dirasakan
5.      Pertahankan lingkungan yang
tenang dan tanpa stres. 5.      Lingkungan yang tenang dan
nyaman dapat mengurangi stress
pasien berhadapan dengan
6.      Dorong dukungan keluarga penyakitnya
dan orang terdekat untuk6.      Support system dapat mengurani
memberikan support kepada rasa cemas dan menguatkan pasien
pasien dalam memerima keadaan
sakitnya.

3.4.      Evaluasi
Hasil yang diharapkan sesuai diagnose keperawatan
1. Tidak ada atau nyeri abdomen berkurang
2.Menunjukkan tanda-tanda keseimbangan cairan elektrolit
3.  Membuat pola eliminasi sesuai kebutuhan fisik dan gaya hidup dengan ketetapan
jumlah dan konsistensi
4. Mendapat nutrisi yang optimal
5. Tidak adanya depresi pernafasan
6. Tidur/istirahat tidak ada gangguan
7.Tidak mengalami komplikasi dengan suhu batas normal
8. Menunjukkan rileks dan tidak cemas
9. Memperoleh pemahaman dan pengetahuan tentang proses penyakitnya.

BAB IV
PENUTUP

4.1.           KESIMPULAN
      Ileus obstruksi adalah gangguan (apapun penyebabnya) aliran normal isi usus

sepanjang saluran usus. Obstruksi non-mekanis atau ileus adinamik sering terjadi

setelah pembedahan abdomen karena adanya adanya refleks penghambatan pristaltik

akibat visera abdomen yang tersentuh tangan. Refleks penghambatan pristaltik ini

sering disebut sebagai ileus paralatik, walaupun paralisis peristaltik ini tidak terjadi

seara total. Keadaan lain yang sering menyebapkan terjadinya ileus adinamik adalah

peritonitis. Obstruksi paralitik (ileus paralitik) yaitu Peristaltik usus dihambat sebagian

akibat pengaruh toksin atau trauma yang mempengaruhi kontrol otonom pergerakan

usus. Obstruksi mekanik yaitu terdapat obstruksi intralumen atau obstruksi mural oleh

tekanan ekstrinsik. Obstruksi mekanik digolongkan sebagai obstruksi mekanik

simpleks (hanya terdapat satu tempat obstruksi) dan obstruksi lengkung tertutup

(paling sedikit 2 obstruksi).

DAFTAR PUSTAKA

Price A. silvia &Wilson M` lorraine , (2007). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-

Proses Penyakit. Edisi  6, Volume1. Jakarta: EGC.

Price A. silvia &Wilson M` lorraine , (2007). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-

Proses Penyakit. Edisi  2, Volume1. Jakarta: EGC.


Author :Nova Faradilla, S. Ked  Files of DrsMed – FK UNRI, ileus

obstruksi.http://www.Files-of-DrsMed.tk.  (Diakses 30 Maret 2015)

Brunner & Suddarth, (2002).Buku Ajar Keperawatan Medikal BedahAlih bahasa

Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai