Anda di halaman 1dari 5

TUTOR FARTER DM 3

1. Pasien dengan GD 840 mg/dL, masuk komplikasi hiperosmolar. Apa bahaya


komplikasi hiperosmolar?
Penderita Sindrom Hiperglikemik hyperosmolar (SHH) biasanya lemas, gangguan
penglihatan, atau keram pada tungkai. Mual dan muntah juga kadang terjadi, tetapi
lebih sering pada pasien diabetes ketoasidosis. Kadang-kadang pasien
memperlihatkan gejala letargi, pusing, bingun, dan hemiparesis, kejang atau koma
(Stoner, 2005)
Komplikasi akut (dapat berupa hipoglikemia, ketoasidosis diabetika, koma
hyperosmolar Nonketotic) harus ditangani secara tepat, ketidaktepatan dalam
penatalaksanaan komplikasi akut pada penderita DM bisa menyebabkan kerusakan
otak yang permanen, koma dan juga mengakibatkan kematian (Price & Wilson,
2005).

2. Lihat data HCO3 dan pH darah. Terjadi komplikasi DM apa? Jelaskan


patogenesisnya!
HCO3 = 17 mmol/L
pH Darah = 7,3
Dari data tersebut diketahui bahwa pasien mengalami komplikasi diabetik
ketoasidosis. Dasar utama pathogenesis dari diabetik ketoasidosis adalat defisit
insulin efektif dalam darah yang diikuti dengan peningkatan hormon kontra insulin
(glukagon, katekolamin, kortisol dan growth hormon). Akibatnya terjadi lipolisis
yaitu pelepasan asam lemak bebas dari jaringan adiposa ke peredaran darah dan
kemudian terjadi oksidasi asam lemak menjadi badan keton pada liver. Badan keton
ini menyebabkan ketonemia dan asidosis metabolik,
Sumber : Huang, lan. 2016. Patofisiologi dan Diagnosis Penurunan Kesadaran pada
Penderita Diabetes Mellitus. Fakultas Kedokteran Universitas Pelita Harapan,
Tangerang Indonesia
3. Bagaimanakah prinsip penanganan komplikasi no 2 tersebut?
Prinsip penatalaksanaan terapi ketoasidosis diabetik :
1. Terapi cairan (rehidrasi)
Prioritas utama pada penatalaksanaan KAD adalah terapi cairan. Terapi insulin
hanya efektif jika cairan diberikan pada tahap awal terapi dan hanya dengan
terapi cairan saja akan membuat kadargula darah menjadilebih rendah. Hal
penting pertama yang harus dipahami adalah penentuan difisit cairan yang
terjadi. Beratnya kekurangan cairan yang terjadi dipengaruhi oleh durasi
hiperglikemia yang terjadi, fungsi ginjal dan intake cairan penderita

2. Pemberian insulin yang memadai


Pemberian insulin dimulaisetelah diagnosis KAD ditegakkan dan pemberian
cairan telah dimulai.Pemakaian insulin akan menurunkan kadar hormon
glukagon, sehingga menekan produksi benda keton dihati, pelepasan asam lemak
bebas dari jaringan lemak,pelepasan asam amino dari jaringan otot dan
meningkatkan utilisasi glukosa oleh jaringan. Pemberian insulin diutamakan
insulin reguler melalui infusi intravena terus menerus karena waktu paruh
pendek dan titrasi dosis lebih mudah.

3. Terapi kalium, fosfat


 Untuk mencegah hipokalemia, penggantian kalium dimulai setelah kadar kalium
serum kurangdari 5,0, sumber lain menyebutkan nila i5,5mEq/l
 Untuk menghindari lemahnya otot rangka dan jantung serta depres pernapasan
yang disebabkan hipofosfatemia, pemberian fosfat secara hati-hati diindikasikan
pada pasien dengan kelainan jantung, anemia atau depresi pernapasan dan pada
mereka dengan kadar serum posfat< 1,0 mg/dl

Sumber : WiraGotera. 2010. PENATALAKSANAAN KETOASIDOSIS


DIABETIK. Jurnal Penyakit Dalam Vol. 11 No.2
ABBAS E.2009.Hyperglycemic Crises in Adult Patients With Diabetes.ADA
review
4. Kondisi apa yang dialami pasien yang mempresipitasi komplikasi 1 dan 2
diatas?
Leukosit 23000 menandakan pasien mengalami infeksi yang memicu terjadinya
komplikasi hyperosmolar. Hiperosmolar ditandai dengan kadar gula dara tinggi,
gula darah pasien 840 mg/dL yang menunjukan bahwa pasien hiperglikemia, dan
dapat menyebabkan infark miokard.
Data lab urinalisis menunjukan terdapat keton dalam urin, HCO3 17mmol/L, pH
darah 7,3, K+ < 3,5 meq(3,2) menunjukan terjadinya komplikasi diabetic
ketoasidosis yang dapat disebabkan oleh hiperglikemia sehingga dapat
menimbulkan diuresis osmotic yang menyebabkan dehidrasi
5. Jelaskan tujuan pemberian 0,5 NS!
Pada pasien hyperosmolar pada penderita DM, dapat dibuktikan dengan sering
kencing sehingga secara otomatis untuk ion didalam cairan tubuh tidak mengalami
kesetimbangan dan terjadi dehidrasi Tujuan dari pemberian 0,5 NS adalah untuk
merehidrasi cairan yang ada dalam tubuh pasien DM, sehingga kesetimbangan ion
bisa tercapai, perfusi ginjal juga semakin baik, tekanan darah lancar, sehingga kadar
gula darah akan turun dan resiko hiperosmolar bisa berkurang.
6. Mengapa antihipertensi untuk pasien dipilih kombinasi lisinopril dan
amlodipin?
Pada kasus ini ADA merekomendasikan capaian tekanan darah pada pasien DM
yaitu kurang dari 140/80 mmHg. Obat golongan ACE inhibitor dan ARBs
direkomendasikan untuk terapi awal. Banyak pasien membutuhkan beberapa obat
(rata-rata tiga), sehingga obat golongan diuretic dan calcium channel blocker
bermanfaat sebagai obat pilihan kedua dan ketiga (Pharmacotherapy handbook 10th
edition). Pada kasus ini, pasien diberi obat untuk hipertensi nya yaitu lisinopril dan
amplodipin yang merupakan obat hipertensi golongan ACE inhibitor dan golongan
calcium channel blocker.
Lisinopril merupakan obat antihipertensi golongan ACE inhibitor dengan
mekanisme kerja menghambat angiotansin converting enzyme (ACE), yaitu enzim
yang mengubah angiotensin I menjadi angiotensin II, menginaktivasi bradikinin
serta sebagai vasodilator. ACE inhibitor sangat berguna untuk dalam pengobatan
pasien dengan penyakit ginjal kronis karena dapat mengurangi dan menstabilkan
fungsi ginjal dengan cara membuka arteriol sehingga terjadi peurunan resistensi
arteriol eferen glomerulus. Efek ini sangat berguna di diabetes, yaitu untuk
mengamankan ginjal yang hiperfiltrasi. Obat-obat golongan ini sekarang
direkomendasikan bahkan untuk diabetes tanpa adanya hipertensi. (Katzung)
Amplodipin merupakan obat antihipertensi golongan calcium channer bloker
dengan mekanisme kerja mengahambat masuknya kalsium ke dalam arteri sel otot
polos, sehingga dapat mengurangi resistensi perifer dan tekanan darah (Katzung).
Obat ini merupakan obat pilihan kedua untuk pasien DM dengan hipertensi
menurut ADA.

7. Jelaskan aturan pemakaian obat oral yang diterima pasien!

 Terapi yang diperoleh


1. Lisinopril 1 dd 5 mg → obat Lisinopril 5 mg diminum satu kali sehari
2. Amlodipin 1 x 5 mg → obat Amlodipin 5 mg diminum satu kali sehari
3. Atorvastatin 1 dd 10 mg →obat Atorvastatin 10 mg diminum satu kali sehari
4. Asetosal 1 dd 80 mg → obat Asetosal 80 mg diminum satu kali sehari
 Saat pulang
1. Glibenclamid 1 x 5 mg →obat Glibenclamid 5 mg diminum satu kali sehari
2. Lisinopril 1 x 5 mg →obat Lisinopril 5 mg diminum satu kali sehari
3. Amlodipin 1 x 5 mg → obat Amlodipin 5 mg diminum satu kali sehari
4. Atorvastatin 1 dd 10 mg →obat Atorvastatin 10 mg diminum satu kali sehari
5. Asetosal 1 dd 80 mg → obat Asetosal 80 mg diminum satu kali sehari
8. Perhatikan data elektrolit pasien, adakah perlu perhatian terkait terapi
diatas? Jelaskan!
Kadar Na+ = 135 mmol/L (135-145 mEq/L)
Kadar K+ = 3,2 mmol/L (3,5-5 mEq/L)
Kadar Cl = 99 mmol/L (98-106 mEq/L)
Berdasarkan data diatas, dapat diketahui bahwa pasien memiliki kadar Na+ dan Cl
normal, sedangkan kadar kalium dibawah rentang normal, sehingga bisa disebut
pasien mengalami hipokalemia. Pada diabetes, kalium sangat berguna untuk
meningkatkan kepekaan insulin, sehingga proses pengurasan gula dalam darah
berlangsung efektif, kalium juga menurunkan resiko hipertensi serta jantung pada
penderita diabetes. Berdasarkan, pasien dengan kadar K+ 3,2 mmol/L termasuk
dalam hipokalemia ringan (pemberian kalium tidak perlu segera) dan dapat
diberikan kalium secara oral atau intravena (bagi pasien yang tidak dapat meminum
obat). Pemberian kalium secara oral 40-60 mEq dapat menngkatkan kadar kaium 1-
1,5 mEq/L dan pemberian 135-160 mEq dapat meningkatkan kadar kalium 2,5-3,5
mEq/L.
Sumber:
Indriyani, C. 2012. Hubungan Kadar Kalium dengan Kadar Gula Darah Sewaktu
pada Pasien DM Tipe II di RS Atma Jaya Jakarta. Skripsi
Salwani, Desi. 2017. Diagnosis dan Tatalaksana Hipokalemia. Aceh : Unsyiah
Conference.
9. Salah satu ESO dari obat antidiabetes adalah terjadinya hipoglikemia, sebut
gejala dan tanda-tanda hipoglikemia dan cara pengatasannya
Gejala : Kelelahan, lapar berlebihan, pingsan, mual, muntah, kebingungan mental,
bibir kesemutan/kering, jantung berdetak cepat (palpitasi), kegelisahan, mengantuk,
penglihatan kabur, pucat, sakit kepala, berkeringat, dan feel pda cns adalah koma.
Gula darah : 70 mg/dL
Cara mengatasi :

- Membawa tablet gula – permen “rule of 15”


- Tetesi larutan gula di bawah lidah untuk pasien yang tidak sadarkan diri
- Oral glukosa
- IV glukosa
- Glukagon im/sc

Faktor predisposisi :

- Intake makan kurang (tidak makan, muntah, diare) waktu injeksi-jarak makan
- Olah raga berlebih
- Intake hipoglikemik agent bersamaan pengendalian glukosa terlalu ketat

10. Jelaskan perbedaan prinsip pelepasan antara insulin glargin dan insulin
detemir dalam bereaksi sebagai insulin long acting!
- Insulin glargin : dengan membentuk mikropresipitasi / kembali menjadi bentuk
mikrokristal.
Perlekatan dua molekul arginin ke terminal karboksil rantai B serta substitusi
asparagin dengan glisin di posisi A21 membuat suatu analog yang larut dalam
larutan asam, tetapi mengendap pada pH tubuh yang lebih netral setelah injeksi
subkutis. Glargin memiliki pH yang sangat asam (pH = 4.0), dimana pH tersebut
yang dapat menghasilkan larutan jernih tidak berwarna. Saat glargin diinjeksikan ke
dalam tubuh (pH = 7.4), glargin tersebut dengan cepat kembali dalam bentuk
mikrokristal. Masing-masing molekul insulin secara perlahan larut dari depo kristal
tersebut dan menghasilkan kadar insulin yang rendah secara terus-menerus di dalam
darah.
-Insulin detemir : dengan cara berikatan dengan albumin interstitial.
Adanya ikatan tersebut disebabkan karena dikeluarkannya treonin terminal dari
posisi B30 serta adanya pelekatan asam miristat (suatu rantai asam lemak C-14) ke
lisin (B29 terminal). Hal tersebut memungkinkan terjadinya ikatan antara rantai
samping asam lemak dengan albumin interstitial di tempat injeksi subkutan.
Pustaka : Katzung edisi 12, Dipiro edisi 7.

Anda mungkin juga menyukai