11 MUHARRAM 1441 H
Persatuan Bulu Tangkis Djarum secara resmi menghentikan audisi pencarian bakatnya mulai tahun
2020. Keputusan diambil usai Komisi Perlindungan Anak Indonesia ( KPAI) menilai ajang itu
memanfaatkan anak-anak untuk mempromosikan merek Djarum yang identik dengan produk rokok.
Saat seri pertama Audisi Bulu Tangkis PB Djarum di di Bandung, 28-30 Juli lalu, Komisioner KPAI
bidang Kesehatan dan NAPZA, Sitty Hikmawatty, menyatakan, kegiatan audisi beasiswa bulu
tangkis Djarum Foundation termasuk dalam bentuk eksploitasi anak secara terselubung. Sitty
menyatakan, kegiatan yang melibatkan anak-anak dan disponsori oleh industri rokok merupakan
termasuk bentuk eksploitasi anak secara terselubung.
Seperti diketahui, keputusan PB Djarum menghentikan audisi umum beasiswa bulu tangkis
pada 2020 setelah berpolemik dengan KPAI menjadi sorotan saat peringatan puncak Hari
Olahraga Nasional (Haornas) 2019 di Banjarmasin, Kalimantan, Selatan, Minggu (8/9). Menteri
Pemuda dan Olah Raga Imam Nahrawi angkat bicara. Dia tak ingin PB Djarum pamit dari
pembinaan calon atlet bulutangkis.
Rapat koordinasi KPAI dengan sejumlah kementerian dan lembaga itu menghasilkan enam
kesepakatan terkait kegiatan Audisi Umum Djarum Beasiswa Bulu Tangkis, yaitu:
1. Sepakat bahwa pengembangan bakat dan minat anak di bidang olahraga bulu tangkis harus terus
dilakukan.
2. Sepakat mendesak Djarum Foundation untuk sesegera mungkin menghentikan penggunaan anak
sebagai media promosi brand image Djarum.
4. KPAI bersama KPP-PA (Komisi Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak) akan
mengundang para kepala daerah yang menjadi tuan rumah pelaksanaan kegiatan ini, antara lain
Wali Kota Bandung, Wali Kota Surabaya, Wali Kota Purwokerto, Bupati Kudus, dan lain-lain.
5. Mendorong pelaku usaha, khususnya BUMN, untuk mensponsori kegiatan pencarian bakat
dalam bidang apa pun, termasuk dalam bidang olahraga untuk anak.
6. Mendorong peran orangtua dalam mendidik anak akan bahaya laten rokok, termasuk di dalamnya
penggunaan branding image rokok dan bahaya eksploitasi terselubung lainnya dalam kegiatan-
kegiatan yang melibatkan anaknya.
Kendati mengakhiri audisi bulu tangkis, Yoppy menegaskan, Djarum Foundation bukanlah produk
rokok. Ia menolak penilaian KPAI yang selama ini sering mengasosiasikan Djarum Foundation
dengan brand rokok Djarum.
-------------------------
------------------------
1. KPAI berteriak keras pada PB Djarum dalam acara audisi beasiswa bulutangkisnya
Menganggap apa yang dilakukan adalah eksploitasi anak. Sebab pada kegiatan tersebut,
terdapat logo Djarum. Sesuatu yang oleh KPAI diidentikkan dengan merk rokok. Terlebih
dilakukan dalam event olahraga untuk anak-anak. Apakah ini bukan ekploitasi ? Menggunakan
anak-anak untuk mempromosikan rokok
2. Terdapat beberapa persoalan . Apakah sudah tepat penggunaan istilah eksploitasi untuk
kasus ini? Apakah tidak lebih pas jika menggunakan pernyataan bahwa ini melanggar UU?
Sehingga tidak menimbulkan reaksi publik.
3. Bulu tangkis, adalah salah satu, meski saya mau bilang satu-satunya olahraga yang bisa
diandalkan berbicara di kancah olahraga internasional. Negara sudah semestinya mengambil
porsi paling besar dalan proses itu. Tetapi tidak menutup peluang bagi perusahaan-perusahaan
swasta. Terlebih alokasi dana pemerintah pasti sangat terbatas. Persoalannya, siapa yang
bersedia mengambil peran itu, karena jelas itu bukan bagian dari tanggungjawab perusahaan?
4. Dalam situs resmi Federasi Bulutangkis Dunia (BWF) disebutkan ada larangan bagi
perusahaan tembakau atau yang terkait untuk menjadi sponsor kompetisi bulutangkis.
Meskipun Kemenpora menjelaskan bahwa Djarum Foundation bukan bagian promosi PT.
Djarum, tapi dalam hal ini, yayasan tersebut terikat dengan PT. Djarum, yakni sebagai lembaga
pengelola CSR (pengelola tanggung jawab sosial perusahaan) mereka
5. Dalam rilisnya, Kemenpora Menegaskan Djarum Foundation telah membantu mereka dalam
mendanai kegiatan olahraga akibat "keterbatasan APBN dan APBD." Namun bagi pengamat
olahraga Budiarto, pemerintah harus sadar bahwa saat ini industri rokok telah sulit bergerak di
bidang olahraga. Kemenpora harus mencari sponsor baru di luar industri rokok. “Ada
pertimbangan tertentu dari perusahaan tembakau untuk menarik diri dari olahraga, dan itu
pelan-pelan sudah terjadi sejak Gudang Garam mundur dari tenis meja, disusul Wismilak
mundur dari tenis, dan sekarang Djarum dari bulutangkis. Itu sudah fakta kehidupan yang tidak
bisa dicegah
Dugaan Eksploitasi 23 Ribu Anak untuk
Promosi Rokok
"Saat konferensi pers Industri Rokok Eksploitasi 23 Ribu Anak, Ketua Yayasan Lentera
Anak Lisda Sundari mengungkapkan, audisi tersebut bukan sebatas membiasakan brand
image produk tembakau kepada anak, tapi patut diduga adanya tindakan eksploitasi anak.
Pemenang audisi ini sebenarnya bukanlah anak-anak yang mendapat secuil beasiswa,
melainkan adalah penyelenggara audisi. Karena mereka membangun pasar masa depan
dan pencitraan sebagai perusahaan yang seolah-olah peduli (dengan bulutangkis) melalui
kegiatan ini," jelas Lisda dalam keterangan rilis di Komisi Perlindungan Anak Indonesia
(KPAI) di Jakarta, ditulis Jumat, 15 Februari 2019.
Lebih dari 23.000 anak yang mengikuti kegiatan audisi tersebut, tubuhnya dimanfaatkan
sebagai media promosi brand image produk tembakau tertentu. Mereka harus mengenakan
kaos bertuliskan yang merupakan brand image produk rokok yang mengandung zat adiktif
berbahaya.
Pemanfaatan tubuh anak sebagai media promosi merupakan salah satu bentuk eksploitasi
secara ekonomi (Pasal 66 UU Perlindungan Anak No. 35/2014). Ini karena ada pihak lain
yang akan mendapatkan keuntungan melalui promosi tersebut.
Sungguh saya tak mengerti cara pandang KPAI terkait hal ini
yang berujung 'ngambek'nya PB Djarum dengan menghentikan
audisi tersebut.
Komisioner KPAI Sitti Hikmawatty menegaskan apa yang sudah diungkapkan Yayasan Lentera
Anak dan Smoke Free Bandung: bahwa audisi ini adalah eksploitasi anak terselubung. “Djarum
memang menolak dikatakan bahwa kegiatan itu sebagai bentuk eksploitasi, tapi tentu saja
patokan eksploitasi ini harus kembali merujuk pada Undang-Undang ataupun payung hukum,
bukan atas persepsi pihak tertentu,” tutur Sitti, 29 Juli 2019.
Sitti menggunakan dasar Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan
Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan (PDF). KPAI
Disurati Kemenpora, Dibela YLKI Meskipun ditegur KPAI, Djarum Foundation ternyata didukung
Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora).
Dalam surat tertanggal 30 Agustus 2019, Kemenpora menyatakan tuduhan KPAI kurang tepat.
Mereka mengaku tak menemukan pelanggaran atas Pasal 13 ayat (1) huruf b Undang-Undang
Perlindungan Anak. Kemenpora pun mengatakan, meski Djarum Foundation adalah pengelola
dana hibah dari PT. Djarum, akan tetapi mereka tidak mempromosikan nama merek dagang
dan logo produk tembakau. “Djarum Foundation merupakan bentuk konkret partisipasi
masyarakat dalam mendanai keolahragaan yang sinergis kolaboratif sebagaimana ketentuan
Pasal 2, Pasal 4, dan Pasal 6 ayat (1) huruf a Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun 2007
tentang Pendanaan Keolahragaan […],” tulis Menpora Imam Narawi.
Kemudian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) turut meramaikan perdebatan. Ketua
Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi, sepakat dengan KPAI yang menyebut penggunaan logo
Djarum melanggar Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012, meskipun berkedok
foundation. YLKI juga menyoroti sikap Menpora yang mendukung penyelenggaraan audisi
tersebut. Baca juga: Audisi Umum Djarum Beasiswa Bulutangkis Undur Diri per 2020 “Di dalam
praktik olahraga di level internasional, termasuk di dalam bulutangkis, adalah terlarang
melibatkan industri rokok dalam bentuk apa pun. YLKI mengkritik keras sikap Menpora yang
justru mendukung audisi tersebut dengan sponsor PB Djarum,” ungkap Tulus dalam siaran pers
yang diterima Tirto.
Dalam situs resmi Federasi Bulutangkis Dunia (BWF) (PDF), memang disebutkan ada larangan
bagi perusahaan tembakau atau yang terkait untuk menjadi sponsor kompetisi bulutangkis.
Meskipun Kemenpora menjelaskan bahwa Djarum Foundation bukan bagian promosi PT.
Djarum, tapi dalam hal ini, yayasan tersebut terikat dengan PT. Djarum, yakni sebagai lembaga
pengelola CSR (pengelola tanggung jawab sosial perusahaan) mereka.
Djarum Pamit? Cari Sponsor Lain Pengamat olahraga sekaligus jurnalis senior Budiarto
Shambazy mengatakan, sebetulnya sikap Kemenpora wajar belaka. Kemenpora membutuhkan
pendanaan swasta untuk pengembangan olahraga di Indonesia karena kecilnya duit yang
digelontorkan pemerintah. Pada tahun 2019 saja, negara hanya menggelontorkan anggaran
sebesar Rp1,951 triliun. Kemenpora memang mengakui ini.
Dalam rilisnya, Kemenpora bilang Djarum Foundation telah membantu mereka dalam mendanai
kegiatan olahraga akibat "keterbatasan APBN dan APBD." Namun bagi Budiarto, pemerintah
harus sadar bahwa saat ini industri rokok telah sulit bergerak di bidang olahraga. Kemenpora
harus mencari sponsor baru di luar industri rokok. “Ada pertimbangan tertentu dari perusahaan
tembakau untuk menarik diri dari olahraga, dan itu pelan-pelan sudah terjadi sejak Gudang
Garam mundur dari tenis meja, disusul Wismilak mundur dari tenis, dan sekarang Djarum dari
bulutangkis. Itu sudah fakta kehidupan yang tidak bisa dicegah lagi,” katanya.
Budiarto berpendapat, kepergian Djarum Foundation dari audisi bulutangkis tak perlu dianggap
sebagai kiamat. Masih ada industri lain yang bisa menggantikan posisi Djarum. “Dan komitmen
kita, kan, memang ingin membersihkan ruang publik dari rokok dan alkohol? Sudah jelas itu
tujuan bersama. Ya Kemenpora harusnya mencari sponsor baru. Saya kira banyak industri kita
yang sudah cukup memadai untuk memberikan uluran tangan, yang bukan dari [industri]
tembakau,” tutur Budiarto. “Ya sudah, biar Djarum pergi, biar yang lain [jadi sponsor]. Enggak
usah sampai membujuk-bujuk Djarum,” tambahnya. Budiarto pun meminta pemerintah bergerak
cepat mencari pengganti Djarum Foundation yang dapat melakukan pembibitan pemain
bulutangkis berprestasi sama baiknya.