Anda di halaman 1dari 10

TUGAS BELAJAR DAN PEMBELAJARAN

TEORI BELAJAR SOSIAL


Disusun Untuk Memenuhi Mata Kuliah Belajar dan Pembelajaran
Yang Dibimbing Oleh Bapak Kadim Masjkur

Disusun oleh :
A. HARIR HASYIBI SYIFA 170631635082
BILLY SYAHBANA 170631635024
DANANJAYA PANJI RAMADHAN 170631635076
MEGA ANGGUN PRATIWI 170321612578
NANDA MAS'ULA 170321612566

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM


UNIVERSITAS NEGERI MALANG
SEPTEMBER 2018
TEORI BELAJAR SOSIAL

A. Pengertian Teori Belajar Sosial


Teori belajar sosial dikenalkan oleh Albert Bandura, yang mana konsep dari teori ini
menekankan pada komponen kognitif dari pikiran, pemahaman dan evaluasi. Menurut
Bandura, orang belajar melalui pengalaman langsung atau pengamatan (mencontoh model).
Teori belajar sosial menekankan observational learning sebagai proses pembelajaran,
yang mana bentuk pembelajarannya adalah seseorang mempelajari perilaku dengan
mengamati secara sistematis imbalan dan hukuman yang diberikan kepada orang lain.

B. Pandangan Ilmuwan Mengenai Teori Belajar Sosial (Albert Bandura)


Albert Bandura lahir pada tanggal 4 Desember 1925 di Canada, dari keluarga petani.
Setelah SMU ia masuk ke University of British Columbia di Vancouver dan meraih B.A.
pada tahun 1949. Ia melanjutkan pendidikan di University of Lowa jurusan Psikologi hingga
meraih M.A. pada tahun 1951 dan Ph. D. pada tahun 1952. Setelah selama satu tahun
praktek klinis di Wichita Kansas Guidance, pada tahun 1953 ia diterima bekerja di Stanfort
University. Selama karirnya, Bandura mengembangkan pendekatan social learning untuk
memahami kepribadian manusia melalui penelitian.
Albert Bandura sangat terkenal dengan teori pembelajaran sosial (sosial learning theory),
salah satu konsep dalam aliran behaviorisme. Bagi Bandura, walaupun prinsip belajar cukup
untuk menjelaskan dan meramalkan perubahan tingkah laku, prinsip itu harus
memperhatikan dua fenomena penting yang diabaikan atau ditolak oleh paradigma
behaviorisme.
Bandura mengembangkan model Determinisme Resiprokal yang terdiri dari tiga faktor
utama, yaitu perilaku, person / kognitif, dan lingkungan. Yang mana faktor-faktor ini bisa
saling berinteraksi untuk mempengaruhi pembelajaran. Bandura menggunakan istilah person,
tapi memodifikasi menjadi person (cognitive) karena banyak faktor orang yang
dideskripsikannya adalah faktor kognitif.
Dalam model pembelajaran Bandura, faktor person (kognitif) memainkan peran penting.
Faktor person (kognitif) yang ditekankan Bandura (1997,2001) pada masa belakangan ini
adalah self-efficiacy, yakni keyakinan bahwa seseorang bisa menguasai situasi dan
menhasilkan hasil positif. Bandura mengatakan bahwa self-efficiacy berpengaruh besar
terhadap perilaku. Misalnya, seorang murid yang self-efficiacy-nya rendah mungkin tidak mau
berusaha belajar untuk mengerjakan ujian karena dia tidak percaya bahwa belajar akan bisa
membantunya mengerjakan soal. Adapun konsep utama dari teori belajar Albert Bandura
adalah sebagai berikut :
1. Pemodelan
Pemodelan merupakan konsep dasar dari teori belajar sosial Albert Bandura.
Menurut Bandura sebagian besar manusia belajar melalui pengamatan secara selektif dan
mengingat tingkah laku orang lain. Seseorang belajar menurut teori ini dilakukan dengan
mengamati tingkah laku orang lain (model), hasil pengamatan itu kemudian dimantapkan
dengan cara menghubungkan pengalaman baru dengan pengalaman sebelumnya atau
mengulang-mengulang kembali. Dengan jalan ini memberi kesempatan kepada orang
tersebut untuk mengekspresikan tingkah laku yang dipelajari. Berdasarkan pola perilaku
tersebut, selanjutnya Bandura mengklasifikasi empat fase belajar dari pemodelan, yaitu :
a. Fase Atensi
Fase pertama dalam belajar pemodelan adalah memberikan perhatian pada suatu
model. Dalam pembelajaran guru yang bertindak sebagai model bagi siswanya harus
dapat menjamin agar siswa dapat memberikan perhatian kepada bagan-bagian penting
dari pelajaran. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menyajikan materi pelajaran secara
jelas dan menarik, memberikan penekanan pada bagian-bagian penting, atau dengan
mendemonstrasikan suatu kegiatan. Di samping itu suatu model harus memiliki daya
tarik. Misalnya untuk menjelaskan bagian-bagian bola mata guru seharusnya
menggunakan gambar model mata, dengan variasi warna yang bermacam-macam
sehingga bagian-bagian mata tersebut tampak jelas dan siswa termotivasi untuk
mempelajarinya.
b. Fase Retensional
Fase ini bertanggung jawab atas pengkodean tingkah laku model dan menyimpan
kode-kode itu dalam ingatan (memori jangka panjang). Pengkodean adalah proses
pengubahan pengalaman yang diamati menjadi kode memori. Untuk memastikan
terjadinya retensi jangka panjang guru dapat menyediakan waktu pelatihan, yang
memungkinkan siswa mengulang keterampilan baru secara bergiliran, baik secara fisik
maupun secara mental. Misalnya mereka dapat menvisualisasikan sendiri tahap-tahap
yang telah didemonstrasikan dalam menggunakan busur, atau penggaris sebelum benar-
benar melakukannya.
c. Fase Reproduksi
Pada fase ini kode-kode dalam memori membimbing penampilan yang
sebenarnya dari tingkah laku yang baru diamati. Fase reproduksi dipengaruhi oleh
tingkat perkembangan individu. Fase ini mengizinkan model untuk melihat apakah
komponen-komponen urutan tingkah laku sudah dikuasai oleh si pengamat (pelajar).
Selain itu, si model hendaknya memberikan umpan balik terhadap aspek-aspek yang
sudah benar ataupun pada hal-hal yang masih salah dalam penampilan.
d. Fase Motivasional
Pada fase ini pengamat akan termotivasi untuk meniru model, sebab mereka merasa
bahwa dengan berbuat seperti model, mereka akan memperoleh penguatan yang akan
memotivasi pengamat (pelajar) untuk berunjuk perbuatan. Aplikasi fase ini dalam
pembelajaran sering berupa pujian atau pemberian nilai.
2. Belajar Vicarious
Sebagian besar belajar observasional termotivasi oleh harapan bahwa meniru
model dengan baik akan menuju pada pada reinforcement. Akan tetapi, akan ada orang
yang belajar dengan melihat orang diberi reinforcement atau dihukum waktu terlibat
dalam perilaku-perilaku tertentu. Inilah yang disebut belajar “vicarious”. Guru-guru
dalam kelas selalu menggunakan prinsip belajar vicarious.Bila seorang murid
berkelakuan tidak baik, guru memperhatikan anak-anak yang bekerja dengan baik dan
memuji mereka karena pekerjaan mereka yang baik itu. Anak yang nakal itu melihat
bahwa bekerja memperoleh reinforcement sehingga ia pun kembali.
3. Perilaku Diatur Sendiri (Self-Regulated Behavior)
Bandura mengatakan bahwa perilaku manusia sebagian besar merupakan perilaku
yang diatur oleh dirinya sendiri (self-regulated behavior). Manusia belajar suatu standar
performa (performance standards), yang menjadi dasar evaluasi diri.
Selain itu, Bandura juga berhipotesis bahwa manusia mengamati perilakunya
sendiri, mempertimbangkan perilaku terhadap kriteria yang disusunnya sendiri, kemudian
memberi reinforcement atau hukuman pada dirinya sendiri.
Respon-respon kognitif terhadap perilaku kita sendiri mengizinkan kita untuk
mengatur perilaku kita sendiri. Dengan mengamati, kita mengumpulkan data tentang
respons-respons kita. Melalui standar-standar penampilan yang sudah diinternalisasi,
kerap kali dipelajari melalui observasi, kita pertimbangkan perilaku kita. Dengan
memberi hadiah atau menghukum kita sendiri, kita dapat mengendalikan perilaku kita
secara efektif. Kita dapat belajar menjadi manusia sosial yang berkepribadian. Dengan
menerapkan gagasan-gagasan teori belajar sosial pada diri kita sendiri, kita dapat menjadi
guru dan siswa yang lebih baik.
Selain itu, anggapan mengenai kecakapan diri (perceived self-efficacy) juga
berperan besar dalam perilaku yang diatur sendiri. Anggapan tentang yang dimaksud
adalah keyakinan seseorang bahwa dia mampu untuk melakukan sesuatu. Dari anggapan
ini, muncul motivasi orang untuk berprestasi (apabila anggapannya positif) atau bahkan
dimotivasi untuk melakukan suatu hal (apabila anggapannya negatif).
Terkadang, anggapan mengenai kecakapan diri seseorang tidak sesuai dengan
kecakapan diri sesungguhnya (real self-efficacy). Seseorang terlalu yakin dia dapat
melakukan sesuatu, tetapi pada kenyataannya sebenarnya dia tidak mampu. Bila hal ini
terjadi, maka orang akan merasa frustasi dan remdah diri.
C. Eksperimen Albert Bandura
Eksperimen yang sangat terkenal adalah eksperimen Bobo Doll yang menunjukkan anak-
anak meniru seperti perilaku agresif dari orang dewasa disekitarnya. Albert Bandura seorang
tokoh teori belajar social ini menyatakan bahwa proses pembelajaran dapat dilaksanakan
dengan lebih berkesan dengan menggunakan pendekatan “permodelan “. Beliau menjelaskan
lagi bahwa aspek perhatian pelajar terhadap apa yang disampaikan atau dilakukan oleh guru
dan aspek peniruan oleh pelajar akan dapat memberikan kesan yang optimum kepada
pemahaman pelajar.
Eksperimen Pemodelan Bandura :
KUMPULAN A = Disuruh memerhati sekumpulan orang dewasa memukul, menumbuk,
menendang dan menjerit ke arah patung besar Bobo. Hasil = Meniru apa yang dilakukan
orang dewasa malahan lebih agresif.
KUMPULAN B = Disuruh memerhati sekumpulan orang dewasa bermesra dengan patung
besar Bobo.
Hasil = Tidak menunjukkan sebarang tingkah laku agresif seperti kumpulan
Rumusan: Tingkah laku kanak-kanak dipelajari melalui peniruan/ permodelan.
Hasil keseluruhan eksperimen: Kumpulan A menunjukkan tingkah laku lebih agresif dari
orang dewasa. B dan C tidak menunjukkan tingkah laku agresif.
RUMUSAN: Tingkah laku peniruan/permodelan adalah hasil dari peneguhan.

D. Jenis-Jenis Permodelan
1. Peniruan Langsung
Pembelajaran langsung dikembangkan berdasarkan teori pembelajaran social
Albert Bandura. Ciri khas pembelajaran ini adalah adanya modeling , yaitu suatu fase
dimana seseorang memodelkan atau mencontohkan sesuatu melalui demonstrasi
bagaimana suatu ketrampilan itu dilakukan. Meniru tingkah laku yang ditunjukkan
oleh model melalui proses perhatian. Contoh : Meniru gaya penyanyi yang disukai.
2. Peniruan Tak Langsung
Peniruan Tak Langsung adalah melalui imaginasi atau perhatian secara tidak
langsung. Contoh : Meniru watak yang dibaca dalam buku, memperhatikan seorang
guru mengajarkan rekannya.
3. Peniruan Gabungan
Peniruan jenis ini adalah dengan cara menggabungkan tingkah laku yang berlainan
yaitu peniruan langsung dan tidak langsung. Contoh : Pelajar meniru gaya gurunya
melukis dan cara mewarnai daripada buku yang dibacanya.
4. Peniruan Sesaat / Seketika
Tingkah laku yang ditiru hanya sesuai untuk situasi tertentu saja. Contoh : Meniru
Gaya Pakaian di TV, tetapi tidak boleh dipakai di sekolah.
5. Peniruan Berkelanjutan
Tingkah laku yang ditiru boleh ditonjolkan dalam situasi apapun. Contoh : Pelajar
meniru gaya bahasa gurunya.

E. Aplikasi Teori Belajar Sosial Terhadap Pembelajaran


1. Pembelajaran Matematika
Dalam mengajarkan tentang penjumlahan dan pengurangan garis bilangan bulat,
guru bisa memberikan materi dengan menggunakan media pola lantai yang diperagakan
oleh gurunya. Disini guru memperagakan cara untuk menjumlahkan atau mengurangi
bilangan dengan jelas kepada siswa. Selain itu, guru juga dapat mengajak siswa untuk
melakukan hal yang sama yang di contohkan oleh gurunya. Dalam hal ini guru dapat
mengajak siswa belajar sambil bermain.
2. Pembelajaran IPA
Dalam materi pembiasan cahaya, guru dapat mendemonstrasikan bahwa cahaya
itu dapat dibiaskan. Guru mencotohkan dengan cara membiaskan cahaya menyediakan
gelas yang berisikan air dan didalamnya diberi batang pensil, kemudian gelas tersebut
disimpan di bawah sinar matahari. Setelah itu siswa diajak untuk mengamati apa yang
terjadi. Dari kegiatan tersebut, siswa bisa mengetahui dan mengalami sendiri materi
mengenai pembiasan cahaya.
3. Pembelajaran IPS
Dalam pelajaran sejarah misalnya dalam materi ”Manusia Purba”, guru dapat
mengajak siswa ke museum sejarah. Di museum guru dapat memberi tahu dan
mengajarkan kepada siswa tentang asal usul manusia purba dengan melihat langsung
peninggalan-peninggalan yang ada. Dari kegiatan tersebut, siswa dapat mempelajari
mengenai materi yang diajarkan dengan melihat langsung kejadian asal-usulnya manusia
purba, sehingga siswa dapat merasakan atau mengalami secara langsung dan lebih
bermakna.
4. Pembelajaran PKn
Dalam materi ”gemar menabung” guru atau orang tua bisa mengajarkan atau
membiasakan peserta didik untuk gemar menabung baik di rumah maupun di sekolah.
Dengan membiasakan gemar menabung, siswa akan terbiasa untuk hidup hemat dalam
kehidupan sehari-hari.
5. Pembelajaran Bahasa Indonesia
Ketika membahas materi mengenai pidato, guru dapat meminta siswa untuk
membacakan pidato di depan teman-temannya. Disini guru meminta siswa untuk
memperhatikan temannya yang sedang membacakan pidato didepan, kemudian guru
mengajak siswa untuk menganalisis mengenai pidato yang di bacakan temannya. Setelah
itu guru meminta siswauntuk bergiliran membacakan pidato.

F. Kelebihan dan Kekurangan Teori Behavioristik


1. Kelebihan
Kelebihan Teori Albert Bandura lebih lengkap dibandingkan teori belajar sebelumnya
, karena itu menekankan bahwa lingkungan dan perilaku seseorang dihubungkan melalui
system kognitif orang tersebut. Bandura memandang tingkah laku manusia bukan
semata– mata reflex atas stimulus ( S-R bond), melainkan juga akibat reaksi yang timbul
akibat interaksi antara lingkungan dengan kognitif manusia itu sendiri. Pendekatan teori
belajar social lebih ditekankan pada perlunya conditioning ( pembiasan merespon ) dan
imitation ( peniruan ). Selain itu pendekatan belajar social menekankan pentingnya
penelitian empiris dalam mempelajari perkembangan anak–anak. Penelitian ini berfokus
pada proses yang menjelaskan perkembangan anak- anak, faktor social dan kognitif.
2. Kekurangan
Kelemahan Teori pembelajaran Sosial Bandura sangat sesuai jika diklasifikasikan
dalam teori behavioristik. Ini karena, teknik pemodelan Albert Bandura adalah mengenai
peniruan tingkah laku dan adakalanya cara peniruan tersebut memerlukan pengulangan
dalam mendalami sesuatu yang ditiru. Selain itu juga, jika manusia belajar atau
membentuk tingkah lakunya dengan hanya melalui peniruan ( modeling ), sudah pasti
terdapat sebagian individu yang menggunakan teknik peniruan ini juga akan meniru
tingkah laku yang negative , termasuk perlakuan yang tidak diterima dalam masyarakat.
SUMBER

Hertanti, Alfiramita.2012.Teori Belajar Sosial Albert Bandura. (Online),


(https://www.slideshare.net/mobile/alfiramitahertanti/teori-belajar-sosial-albert-
bandura), diakses 8 September 2018.

Latifa, Mufa.2010.Makalah Belajar dan Pembelajaran - Teori Belajar Sosial Albert Bandura.
(Online),
(www.academia.edu/11524942/MAKALAH_BELAJAR_DAN_PEMBELAJARAN_-
_TEORI_BELAJAR_SOSIAL_ALBERT_BANDURA , diakses 6 September 2018.

Tarsono. 2010. IMPLIKAS I TEORI BELAJAR SOSIAL ( SOCIAL LEARNING THEORY


DARI ALBERT BANDURA DALAM BIMBINGAN DAN KONSELING Vol. III, No.1:
29-36. Bandung: Fakultas Psikologi UIN Sunan Gunung Djati.

Setiawan, Suzy. 2014. Aplikasi teori belajar sosial dalam penatalaksanaan rasa takut dan
cemasan anak pada perawatan gigi (Application of social learning theory in the
management of children dental fear and anxiety) Volume 47, No 2. Bandung:
Departemen Ilmu Kedokteran Gigi Anak Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Padjadjaran.

Anda mungkin juga menyukai