Anda di halaman 1dari 14

BAB II

KONSEP DASAR

A. Pengertian

Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang melakukan

tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri sendiri,

orang lain maupun lingkungan. Marah merupakan perasaan jengkel yang

timbul sebagai respon terhadap kecemasan / kebutuhan yang tidak terpenuhi

yang dirasakan sebagai ancaman. Perilaku kekerasan adalah suatu kondisi

maladaktif seseorang dalam berespon terhadap marah. Tindakan kekerasan /

perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana individu melakukan atau

menyerang orang lain / lingkungan. Tindak kekerasan merupakan suatu agresi

fisik dari seorang terhadap lainnya (Stuart dan Sundeen, (1995); Townsend,

(1998); Carpenito, (2000); Kaplan dan Sadock, (1998)).

Dari beberapa pengertian diatas, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa

perilaku kekerasan atau tindak kekerasan merupakan ungkapan perasaan

marah dan bermusuhan yang mengakibatkan hilangnya kontrol diri dimana

individu bisa berperilaku menyerang atau melakukan suatu tindakan yang

dapat membahayakan diri sendiri, orang lain dan lingkungan.

5
B. Rentang Respon Ekpresi Marah

Gambar 2.1 : Rentang Respon Ekpresi marah

menurut Stuart and Sundeen (1987)

Respon Adaptif Respon maladaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan

Keterangan :

a. Asertif

Kemarahan yang diungkapkan tanpa menyakiti orang lain

b. Frustasi

Respon yang terjadi akibat individu gagal mencapai tujuan, keputusan / rasa

aman dan individu tidak menemukan alternatif lain.

c. Pasif

Kegagalan mencapai tujuan karena tidak realitas atau terhambat.

d. Agresif

Memperlihatkan permusuhan, keras, dan menuntut, mendekati orang lain

dengan ancaman, memberi kata – kata ancaman tanpa niat melukai orang lain.

e. Kekerasan

Dapat disebut juga dengan amuk yaitu perasaan marah dan bermusuhan yang

kuat disertai kehilangan kontrol diri individu dapat merusak diri sendiri,

orang lain dan lingkungan. Contohnya membanting barang-barang menyakiti

diri sendiri (bunuh diri).

6
C. Etiologi

1. Faktor Predisposisi

Menurut Riyadi dan Purwanto ( 2009 ) faktor-faktor yang mendukung

terjadinya perilaku kekerasan adalah

a. Faktor biologis

1) Intinctual drive theory (teori dorongan naluri)

Teori ini menyatakan bahwa perilaku kekerasan disebabkan oleh

suatu dorongan kebutuhan dasar yang kuat.

2) Psycomatic theory (teori psikomatik)

Pengalaman marah adalah akibat dari respon psikologis terhadap

stimulus eksternal, internal maupun lingkungan. Dalam hal ini sistem

limbik berperan sebagai pusat untuk mengekspresikan maupun

menghambat rasa marah.

b. Faktor psikologis

1) Frustasion aggresion theory ( teori argesif frustasi)

Menurut teori ini perilaku kekerasan terjadi sebagai hasil akumulasi

frustasi yang terjadi apabila keinginan individu untuk mencapai

sesuatu gagal atau terhambat. Keadaan tersebut dapat mendorong

individu berperilaku agresif karena perasaan frustasi akan berkurang

melalui perilaku kekerasan.

2)Behavioral theory (teori perilaku)

Kemarahan adalah proses belajar, hal ini dapat dicapai apabila

tersedia fasilitas atau situasi yang mendukung reinforcement yang

7
diterima pada saat melakukan kekerasan, sering mengobservasi

kekerasan di rumah atau di luar rumah. Semua aspek ini menstimulai

individu mengadopsi perilaku kekerasan.

3)Existential theory (teori eksistensi)

Bertindak sesuai perilaku adalah kebutuhan yaitu kebutuhan dasar

manusia apabila kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi melalui

perilaku konstruktif maka individu akan memenuhi kebutuhannya

melalui perilaku destruktif.

c. Faktor sosio kultural

1) Social enviroment theory ( teori lingkungan )

Lingkungan sosial akan mempengaruhi sikap individu dalam

mengekspresikan marah. Budaya tertutup dan membalas secara diam

(pasif agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap perilaku

kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan

diterima.

2) Social learning theory ( teori belajar sosial )

Perilaku kekerasan dapat dipelajari secara langsung maupun melalui

proses sosialisasi.

2. Faktor Presipitasi

Stressor yang mencetuskan perilaku kekerasan bagi setiap individu

bersifat buruk. Stressor tersebut dapat disebabkan dari luar maupun dalam.

Contoh stressor yang berasal dari luar antara lain serangan fisik,

kehilangan, kematian, krisis dan lain-lain. Sedangkan dari dalam adalah

8
putus hubungan dengan seseorang yang berarti, kehilangan rasa cinta,

ketakutan terhadap penyakit fisik, hilang kontrol, menurunnya percaya diri

dan lain-lain.Selain itu lingkungan yang terlalu ribut, padat, kritikan yang

mengarah pada penghinaan, tindakan kekerasan dapat memicu perilaku

kekerasan.

D. Manifestasi Klinik

Menurut Stuart & Sundeen (1995)

a. Emosi :Jengkel, marah (dendam), rasa terganggu, merasa takut,

tidak aman, cemas.

b. Fisik :Muka merah, pandangan tajam, nafas pendek, keringat,

sakit fisik, penyalahgunaan zat, tekanan darah meningkat.

c. Intelektual : Mendominasi, bawel, berdebat, meremehkan.

d. Spiritual :Keraguan, kebijakan / keberanian diri, tidak bermoral,

kreativitas terhambat.

e. Sosial :Menarik diri, pengasingan, penolakan, kekerasan, ejekan,

humor.

E. Penatalaksanaan

1. Medis

Menurut Yosep ( 2007 ) obat-obatan yang biasa diberikan pada pasien

dengan marah atau perilaku kekerasan adalah :

a. Antianxiety dan sedative hipnotics. Obat-obatan ini dapat

mengendalikan agitasi yang akut. Benzodiazepine seperti Lorazepam

dan Clonazepam, sering digunakan dalam kedaruratan psikiatrik untuk

9
menenangkan perlawanan klien. Tapi obat ini tidak direkomendasikan

untuk penggunaan dalam waktu lama karena dapat menyebabkan

kebingungan dan ketergantungan, juga bisa memperburuk simptom

depresi.

b. Buspirone obat antianxiety, efektif dalam mengendalikan perilaku

kekerasan yang berkaitan dengan kecemasan dan depresi.

c. Antidepressants, penggunaan obat ini mampu mengontrol impulsif dan

perilaku agresif klien yang berkaitan dengan perubahan mood.

Amitriptyline dan Trazodone, menghilangkan agresifitas yang

berhubungan dengan cedera kepala dan gangguan mental organik.

d. Lithium efektif untuk agresif karena manik.

e. Antipsychotic dipergunakan untuk perawatan perilaku kekerasan.

2. Keperawatan

Menurut Yosep ( 2007 ) perawat dapat mengimplementasikan

berbagai cara untuk mencegah dan mengelola perilaku agresif melaui

rentang intervensi keperawatan.

Strategi preventif Strategi antisipatif Strategi pengurungan

Kesadaran diri Komunikasi Managemen krisis


Pendidikan klien Perubahan lingkungan Seclusion
Latihan asertif Tindakan perilaku Restrains
Psikofarmakologi

Gambar 3 Rentang Intervensi Keperawatan

10
Dari gambar tersebut dapat disimpulkan bahwa

a. Strategi preventif

1) Kesadaran diri

Perawat harus terus menerus meningkatkan kesadaran dirinya dan

melakukan supervisi dengan memisahkan antara masalah pribadi

dan masalah klien.

2) Pendidikan klien

Pendidikan yang diberikan mengenai cara berkomunikasi dan cara

mengekspresikan marah yang tepat.

3) Latihan asertif

Kemampuan dasar interpersonal yang harus dimiliki meliputi :

- Berkomunikasi secara langsung dengan setiap orang.

- Mengatakan tidak untuk sesuatu yang tidak beralasan.

- Sanggup melakukan komplain.

- Mengekspresikan penghargaan dengan tepat.

b. Strategi antisipatif

1) Komunikasi

Strategi berkomunikasi dengan klien perilaku agresif :

bersikap tenang, bicara lembut, bicara tidak dengan cara

mengahakimi, bicara netral dan dengan cara konkrit, tunjukkan rasa

hormat, hindari intensitas kontak mata langsung, demonstrasikan

cara mengontrol situasi, fasilitasi pembicaraan klien dan dengarkan

11
klien, jangan terburu-buru menginterpretasikan dan jangan buat

janji yang tidak bisa ditepati.

2) Perubahan lingkungan

Unit perawatan sebaiknya menyediakan berbagai aktivitas seperti :

membaca, grup program yang dapat mengurangi perilaku klien

yang tidak sesuai dan meningkatkan adaptasi sosialnya.

3) Tindakan perilaku

Pada dasarnya membuat kontrak dengan klien mengenai perilaku

yang dapat diterina dan tidak dapat diterima serta konsekuensi yang

didapat bila kontrak dilanggar.

c. Strategi pengurungan

1) Managemen krisis

2) Seclusion merupakan tindakan keperawatan yang terakhir dengan

menempatkan klien dalam suatu ruangan dimana klien tidak dapat

keluar atas kemauannya sendiri dan dipisahkan dengan pasien lain.

3) Restrains adalah pengekangan fisik dengan menggunakan alat

manual untuk membatasi gerakan fisik pasien menggunakan manset,

sprei pengekang

F. Pengkajian

Menurut Fitria ( 2009 ) data yang perlu dikaji pada pasien dengan perilaku

kekerasan yaitu pada data subyektif klien mengancam, mengumpat dengan

kata-kata kotor, mengatakan dendam dan jengkel. Klien juga menyalahkan dan

menuntut. Sedangkan pada data obyektif klien menunjukkan tanda-tanda mata

12
melotot dan pandangan tajam, tangan mengepal, rahang mengatup, wajah

memerah dan tegang, postur tubuh kaku dan suara keras.

G. Pohon Masalah

Perilaku Kekerasan

Resiko Perilaku Kekerasan Core Problem

Harga Diri Rendah

H. Diagnosa Keperawatan

Perilaku kekerasan

I. Fokus Intervensi

Menurut Keliat ( 2005 ) intervensi pada diagnosa klien dengan perilaku

kekerasan.

Tujuan Umum : Klien dapat mengontrol perilaku kekerasan

Tujuan Khusus :

1. Klien dapat membina hubungan saling percaya.

Tindakan :

1.1. Beri salam/ panggil nama

1.2. Sebutkan nama perawat sambil jabat tangan

1.3. Jelaskan maksud hubungan interaksi

13
1.4. Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat

1.5. Beri rasa aman dan sikap empati

1.6. Lakukan kontak singkat tetapi sering

2. Klien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan.

Tindakan :

2.1. Beri kesempatan mengungkapkan perasaan.

2.2. Bantu klien mengungkapkan perasaan jengkel / kesal.

2.3. Dengarkan ungkapan rasa marah dan perasaan bermusuhan klien

dengan sikap tenang.

3. Klien dapat mengidentifikasi tanda dan gejala perilaku kekerasan.

Tindakan :

3.1. Anjurkan klien mengungkapkan apa yang dialami saat

jengkel/marah.

3.2. Observasi tanda dan gejala perilaku kekerasan.

3.3. Simpulkan bersama klien tandadan gejala jengkel / kesal yang

dialami klien.

4. Klien dapat mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa dilakukan.

Tindakan:

4.1. Anjurkan mengungkapkan perilaku kekerasan yang biasa

dilakukan (verbal, pada orang lain dan pada diri sendiri).

4.2. Bantu klien bermain peran sesuai dengan perilaku kekerasan yang

biasa dilakukan.

14
4.3. Bicarakan dengan klien apakah dengan cara yang dilakukan

masalahnya selesai.

5. Klien dapat mengidentifikasi akibat perilaku kekerasan.

Tindakan:

5.1. Bicarakan akibat atau kerugian dari cara yang dilakukan.

5.2. Bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang digunakan.

5.3. Tanyakan kepada klien “apakah ingin mempelajari cara baru yang

sehat.”

6. Klien dapat mendemonstrasikan cara fisik untuk mencegah perilaku

kekerasan

6.1. Diskusikan kegiatan fisik yang biasa dilakukan klien

6.2. Beri pujian atas kegiatan fisik yang biasa dilakukan klien.

6.3. Diskusikan dua cara fisik yang paling mudah dilakukan untuk

mencegah perilaku kekerasan yaitu tarik nafas dalam dan pukul

kasur atau bantal.

6.4. Diskusikan cara melakukan tarik napas dalam dengan klien.

6.5. Beri contoh kepada klien tentang cara tarik napas dalam.

6.6. Minta klien untuk mengikuti contoh yang diberikan sebanyak

5 (lima) kali.

6.7. Beri pujian positif atas kemampuan klien mendemonstrasikan cara

menarik napas dalam.

6.8. Tanyakan perasaan klien setelah selesai.

15
6.9. Anjurkan klien untuk menggunakan cara yang telah dipelajari saat

marah atau jengkel.

7. Klien dapat mendemonstrasikan cara verbal untuk mencegah perilaku

kekerasan

Tindakan:

7.1. Diskusikan cara bicara yang baik dengan klien

7.2. Beri contoh bicara yang baik (meminta dengan baik, menolak

dengan baik, mengungkapkan perasaan dengan baik)

7.3. Minta klien mengulang sendiri.

7.4. Beri pujian atas keberhasilan pasien.

7.5. Diskusikan dengan klien tentang waktu dan kondisi cara bicara

yang dapat dilatih di ruangan misalnya meminta obat, baju dan

lain-lain, menolak ajakan merokok, tidur tidak pada waktunya,

menceritakan kekesalan kepada perawat.

7.6. Susun jadwal kegiatan untuk melatih cara yang telah dipelajari.

7.7. Klien mengevaluasi pelaksanaan latihan cara bicara yang baik

dengan mengisi jadwal kegiatan.

7.8. Validasi kemampuan pasien klien dalam melaksanakan latihan.

7.9. Beri pujian atas keberhasilan klien.

16
8. Klien dapat mendemonstarikan cara spiritual untuk mencegah perikau

kekerasan

8.1. Diskusikan dengan klien kegiatan ibadah yang pernah dilakukan.

8.2. Bantu klien menilai kegiatan ibadah yang dapat dilakukan di ruang

rawat.

8.3. Bantu klien memilih kegiatan ibadah yang akan dilakukan.

8.4. Minta klien mendemonstrasikan kegiatan ibadah yang dipilih.

8.5 Beri pujian atas keberhasilan klien

8.6 Diskusikan dengan klien tentang waktu pelaksanaan kegiatan

ibadah.

8.7 Klien mengevaluasi pelaksanaan kegiatan ibadah dengan mengisi

jadwal kegiatan harian.

8.8 Beri pujian atas keberhasilan klien.

8.9 Diskusikan dengan klien tentang waktu pelaksanaan kegiatan

ibadah.

8.10 Susun jadwal kegiatan untuk melatih kegiatan ibadah.

8.11 Klien mengevaluasi pelaksanaan kegiatan ibadah dengan mengisi

jadwal kegiatan harian (self evaluation)

9. Klien dapat mendemonstrasikan kepatuhan minum obat untuk mencegah

perilaku kekerasan.

Tindakan:

9.1. Diskusikan dengan klien tentang manfaat minum obat secara teratur

9.2. Diskusikan tentang proses minum obat

17
9.3. Klien mengevaluasi pelaksanaan minum obat dengan mengisi

jadwal kegiatan harian.

10. Klien dapat mengikuti TAK: stimulasi persepsi pencegahan perikau

kekerasan.

Tindakan :

10.1. Anjurkan klien untuk ikut TAK: stimulasi persepsi pencegahan

perilaku kekerasan

10.2. Diskusikan dengan klien tentang jadwal TAK

10.3. Klien mengevaluasi pelaksanaan TAK dengan mengisi jadwal

kegiatan harian

11. Klien mendapatkan dukungan keluarga dalam melakukan cara

pencegahan perilaku kekerasan.

Tindakan:

11.1. Identifikasi kemampuan keluarga dalam merawat klien sesuai

dengan yang telah dilakukan keluarga terhadap klin selama ini.

11.2. Jelaskan keuntungan peran serta keluarga dalam merawat klien

11.3. Jelaskan cara-cara merawat klien.

11.4. Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat klien

11.5. Bantu keluarga mengungkapkan perasaannya setelah melakukan

demonstrasi

11.6. Anjurkan keluarga mempraktekkannya pada klien selama di

rumah sakit dan melanjutkannya setelah pulang ke rumah.

18

Anda mungkin juga menyukai