Anda di halaman 1dari 18

TUGAS RESUME BUDAYA PERUSAHAAN

Nama Kelompok :

Tania Durarun Nafisah 17311385

Retno Trii Wulandari 17311386

Deni Saputra 17311392

Rifki Satria Avianto 17311394

Prodi : Manajemen

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA

YOGYAKARTA

2020
Resume Bab 2

Perubahan Ekonomi Dunia : Implikasinya terhadap Pola Pengelolaan Organisasi

Berakhirnya perang dunia kedua merupakan akhir dari kolonialisme. Banyak


negara-negara mulai menata kembali tatanan politik , ekonomi , dan budaya yang dimiliki
negaranya. Namun sayangnya tidak semua negara dapat melakukannya dikarenakan beberapa hal
antara lain banyak negara baru yang tidak siap untuk mengatur diri sendiri karena minimnya
infrastruktur sebagai sarana menjadikan negara tersebut negara yang mandiri , kemudian masih
banyak negara maju yang tidak mau kehilangan kekuasaannya atas negara lain karena alasan
ekonomi dan politik. Dan yang terakhir dikarenakan amerika serikat menjadi pemenang dalam
perang dunia kedua mereka ingin memegang kendali menjadi pemimpin baru dunia.

Tidak heran tatanan ekonomi di beberapa negara (sebagian besar) secara tidak langsung
sangat dipengaruhi oleh Amerika. Saat berakhirnya perang dunia kedua , kondisi ekonomi di
beberapa negara sangat kacau. Negara- negara berusaha bangkit dari keterpurukannya. Pada saat
itulah amerika memberikan uluran tangan untuk negara-negara yang membutuhkan dengan misi
mengajak negara lain mengikuti tatanan ekonomi yang dianggap benar oleh Amerika. Bantuan
yang diberikan oleh amerika juga merupakan strategi amerika untuk mempertahankan sistem dan
kekuatan ekonominya.

Pola Pengelolaan Organisasi Perusahaan Ala Amerika

Berakhirnya perang menjadikan amerika solah negara tunggal yang mampu


memproduksi barang. Kondisi ini menyebabkan produsen memiliki bargaining power yang lebih
dari para konsumennya. Konsumen tidak boleh melakukan demanding atas barang yang
dimintanya sehingga timbullah prinsip supply creates it’s own demand ( setiap produk yang
dihasilkan pasti laku terjual tanpa bersusah payah memasarkannya). Dan banyak perusahaan di
Amerika yang memiliki kecenderungan inward looking/ one best way (menghasilkan produk
berdasar ukuran baik\buruk produsen bukan konsumen). Kondisi ini ditandai dengan lingkungan
bisnis yang predictable , dan certainly. Kedua hal ini mendorong para produsen meningkatkan
kinerja dengan meningkatkan efisiensi. Efisiensi ditingkatkan dengan dua cara yaitu :

1. Economic of scale ( memperbesar jangkauan ekonomi )

Memperbesar volume produksi untuk mendapat bahan baku yang lebih murah

2. Economic of scope

Memperluas jaringan dan jangkauan pemasaran untuk mengimbangi besarnya volume produksi
yang mereka buat.

Tidak dipungkiri dengan produksi barang amerika untuk berbagai negara menyebabkan
dampak positif dan negatif. Dampak positif antara lain yaitu terpenuhinya kebutuhan konsumen.
Dan dampak negatifnya yaitu dengan menyebarnya barang-barang amerika secara tidak langsung
amerika juga memperkenalkan budaya serta sistem yang digunakannya.

Perubahan dalam Pola Pengelolaan Organisasi Perusahaan

Beralih ke negara Jepang , salah satu negara yang juga mengalami dampak dari perang
dunia kedua. Jepang menjadi lawan dari amerika pada saat itu dan perang dimenangkan oleh
amerika. Namun walaupun begitu Amerika tetap memberi bantuan kepada jepang secara
ekonomi pada saat itu ,salah satu alasannya untuk mempertahankan kekuasaan. Mau tidak mau
jepang mengikuti ketentuan dan sistem peraturan ekonomi yang dibuat oleh amerika. Walau
begitu semangat jepang untuk bangkit sangatlah besar dan budaya dari masyarakatnya yang
pantang menyerah patut diacungi jempol. Keadaan berbalik ketika amerika mengalami krisis
minyak yang membuat beberapa perusahaan mengalami kolapse. Pada saat itulah eksistensi
jepang mulai terlihat dan mulai mendirikan sendiri tatanan sistem ekonomi. Budaya di jepang
memiliki prinsip bahwa untuk menjadi bangsa yang kuat tidak boleh bercerai berai. Apabila
seseorang memiliki kesalahan pun harus mengakui kesalahan yang diperbuat – hierarki. Jika
dihubungkan dalam konteks bisnis , banyak CEO di jepang yang dengan gentle mengundurkan
diri saat berbuat kesalahan. Selain itu mereka cenderung lebih suka menggunakan kalimat kita
dalam bekerja untuk menjunjung kolektivitas. Keberhasilan jepang dalam mengintegrasikan nilai
budaya ke dalam kehidupan organisasi mendapat respon yang baik dari negara lainnya. Pada saat
bersamaan jepang juga berhasil membangun ekonominya kembali sehingga sistem yang
digunakan jepang mulai dipelajari bangsa lainnya. Dengan begitu sistem organisasi berkembang
menjadi organisasi yang culture based.
BAB 3

BUDAYA DALAM PERSPEKTIF ANTROPOLOGI

Teknologi informasi pada tahun 1990an, mengalami kemajuan yang begitu pesat sehingga
menyebabkan dunia seolah olah menjadi semakin kecil. Batas-batas wilayah negara yang selama
ini dianggap menjadi tembok pemisah antara satu bangsa dengan bangsa lain sepertinya sekarang
tidak ada lagi. Komunikasi visual antar umat manusia dari dua tempat yang sangat berjauhan
yang dahulu dianggap tidak mungkin sekarang menjadi hal yang lumrah.

Terlepas dari kecenderungan perilaku global seperti disebutkan diatas, lingkungan tempat
sekelompok orang tinggal, dibesarkan dan bergaul dengan sesama dalam kurun waktu yang
relatif lama tetap saja menjadi faktor penting yang mempengaruhi cara pandang, cara berpikir
dan cara bertindak mereka.

SEKILAS TENTANG BUDAYA DAN ANTROPOLOGI BUDAYA

​Budaya adalah sebuah kata yang memiliki banyak arti. Menurut kamus Bahasa Indonesia, kata
budaya berasal dari Bahasa sansekerta bodhya yang berarti akal budi. Sinonim dari kata tersebut
adalah kultur, sebuah kata benda yang berasal dari Bahasa inggris culture atau cultuur dalam
Bahasa belanda atau kultur dalam Bahasa Jerman. Kata culture itu sendiri secara harfiah berasal
dari Bahasa latin Colere (dengan akar kata’’calo’’ kata kerja yang berarti mengerjakan tanah,
mengolah tanah atau memelihara ladang dan memelihara hewan ternak). Dilihat dari asal
katanya, dengan demikian istilah kultur sesungguhnya lebih dikaitkan dengan kegiatan pertanian
dan peternakan. Dalam upayanya untuk memahami aspek kehidupan manusia, pada awalnya
ilmu sosiologi dan antropologi memiliki orientasi yang sama. Keduanya berupaya untuk
memahami manusia melalui penerapan teknik-teknik ilmu pengetahuan (science). Konsep
budaya pada bidang studi antropologi mulanya diorientasikan untuk menjawab pertanyaan: apa
yang menyebabkan kita(manusia) disebut sebagai manusia? Perbedaan ini selanjutnya digunakan
sebagai landasan untuk membedakan budaya dengan alam di mana manusia dikaitkan dengan
budaya sedangkan binatang dikaitkan dengan alam. Dengan perbandingan ini para antropolog
selanjutnya mencoba membedakan antara ilmu tentang manusia dengan ilmu tentang alam. Oleh
karena itu, tidak heran jika pengertian budaya yang diberikan oleh para anthropology juga sangat
bervariasi.

PENGERTIAN BUDAYA

• Budaya Menurut Edward Tylor

Edward B. Tylor orang pertama yang menggunakan istilah budaya dalam karya antropologi,
misalnya mengatakan bahwa budaya adalah hasil karya manusia dalam kedudukannya sebagai
anggota masyarakat. Pengertian budaya seperti yang dikemukakan Edward B. Tylor adalah
sebagai berikut:

- Kultur atau peradaban adalah kompleksitas menyeluruh yang terdiri dari pengetahuan,
keyakinan, seni, moral, hukum, adat kebiasaan dan berbagai kapabilitas lainnya serta kebiasaan
apa saja yang diperoleh seorang manusia sebagai bagian dari sebuah masyarakat.

Pengertian budaya yang semula bersifat generic seperti disebutkan diatas, selanjutnya mulai
bergeser sejalan dengan terjadinya evolusi kehidupan manusia yang terus mengalami
perkembangan. Dalam hal ini budaya tidak lagi dikaitkan semata-mata dengan aspek kehidupan
manusia secara umum tetapi mulai dikaitkan dengan manusia sesuai dengan
kelompok-kelompoknya. Dari definisi diatas, ada 3 hal yang perlu memperoleh elaborasi lebih
lanjut yakni:

- Tentang cakupan budaya, definisi diatas mengartikan budaya dalam perspektif yang cukup luas,
mencakup semua aspek kehidupan manusia yaitu semua dengan berkaitan dengan berbagai
macam hasil karya manusia mulai dari ilmu pengetahuan, keyakinan, seni, moral, hukum, adat
kebiasaan dan segala bentuk kapabilitas bentuk lainnya.

- Tentang wadah terbentuknya budaya, penegasan lain yang ingin disampaikan definisi diatas
adalah hasil kreasi manusia .

Manusia dan Budaya


Budaya pada dasarnya adalah studi tentang manusia bukan dalam kedudukannya sebagai
individu melainkan sebagai kelompok. Budaya dan masyarakat bagaikan dua sisi dari satu mata
uang. Selama disitu ada budaya pasti disitu ada masyarakat dan sebaliknya jika ada masyarakat
pasti ada budaya. Karena budaya merupakan fenomena kolektif maka hak kepemilikan budaya
tidak pada individu melainkan berada pada masyarakat. Semakin anggota masyarakat
memahami, mengakui, menjiwai dan mempraktikkan keyakinan, tata nilai atau adat kebiasaan
tersebut maka semakin tinggi tingkat kesadaran mereka, budaya masyarakat akan semakin eksis
dan lestari, demikian sebaliknya. Pemahaman, pengakuan, penjiwaan dan praktik bersama
terhadap elemen-elemen budaya yang menjadi unsur penting dalam pembentukan dan pelestarian
budaya.

Cara Memandang Kompleksitas Budaya

a. Mengidentifikasikan masyarakat

Untuk membedakan masyarakat, bisa digunakan beberapa faktor pembeda, diantaranya wilayah
geografis, etnik, agama/religi, kelas sosial, pekerjaan, gender dan batasan-batasan lain yang
relevan.

b. Overlapping antar Kelompok Budaya

Saling bersinggungan dan overlapping antara satu masyarakat dengan masyarakat lain
tampaknya tidak bisa dihindarkan. Agar overlapping ini tidak menjadi rancu dalam memahami
budaya perlu ada batasan yang jelas terhadap sebuah masyarakat sehingga akan secara jelas pula
dipahami budaya masyarakat tersebut.
BAB 4
BUDAYA NASIONAL

Budaya dan masyarakat merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Karena budaya
dan masyarakat merupakan dua buah sisi yang tidak terpisahkan, maka pemahaman yang benar
terhadap salah satu sisi juga akan membantu pemahaman sisi yang lain dengan benar.

APA ITU BUDAYA NASIONAL?

Istilah budaya nasional bisa dikatakan sebagai istilah yang relatif baru. Sebelumnya
kajian budaya yang dilakukan para antroprolog secara tradisional lebih terfokus pada masyarakat
bukan dalam pengertian negara, tetapi dalam pengertian bangsa atau etnik. Sejak tahun 1970an
pelaku bisnis lintas negara atau yang dikenal sebagai perusahaan multinasional tidak lagi sekedar
mengekspor produknya, tetapi juga melakukan investasi langsung ke negara lain. Meski investasi
langsung bertujuan agar pengelolaan sumber daya lebih efisien dan dengan demikian
memperoleh laba lebih baik, sayangnya banyak perusahaan multinasional yang gagal. Salah satu
penyebabnya adalah berkaitan dengan persoalan manajemen.. Hal ini disebabkan karena pola
yang diterapkan di perusahaan induk tidak bisa sepenuhnya diterapkan di negara lain.
Oleh karena banyaknya kegagalan, para teoritisi organisasi dan manajemen membuat
kajian dan menyimpulkan bahwa teori organisasi atau manajemen yang dikembangkan di satu
negara belum tentu bisa diaplikasikan di negara lain utamanya karena pengembangan teori
tersebut lebih banyak didasarkan pada pengalaman empirik di negara negara tertentu. Dari hal
tersebut, para teoritisi organisasi dan manajemen mengembangkan teori teori baru yang
diharapkan bisa menutup kelemahan kelemahan teori yang berkembang pada periode
sebelumnya dengan memasukkan konsep budaya sebagai variabel moderasi maupun sebagai
variabel intervensi yang memungkinkan teori teori organisasi dan manajemen bisa diaplikasikan
pada masyarakat yang memiliki latar belakang kultural berbeda.
Karena komponen budaya nasional sangat bervariasi, maka konsep budaya nasional
dibagi menjadi 2 asumsi. Pertama, ketika membandingkan budaya nasional, yakni membedakan
budaya sebuah negara dengan budaya negara lain akan mengabaikan keragaman Kedua, ketika
menggunakan negara sebagai sebuah wilayah budaya tersendiri beranggapan seolah olah negara
tersebut merupakan unitary system yang terbebas dari konflik dan perbedaan walaupun orang
orang yang tinggal di negara tersebut karena pengalaman hidup dan gaya hidup yang berbeda
sesungguhnya memiliki keragaman tersendiri.

DIMENSI DIMENSI BUDAYA NASIONAL


1. Power Distance
Sejauh mana anggota biasa yang tidak memiliki kekuasaan sebuah institusi dan atau
organisasi berharap dan mau menerima kenyataan bahwa kekuasaan tidak didistribusikan secara
merata. Large Power Distance adalah ada sekelompok masyarakat yang menyadari bahwa
dirinya adalah orang kecil, tidak memiliki wewenang, tidak memiliki kekuasaan, dan tidak
memiliki pengaruh sehingga menyerahkan segala urusan yang menyangkut nasib dirinya dan
kelompoknya kepada orang lain yang lebih berkuasa. Small Power Distance memiliki tingkat
kecenderungan rendah karena mereka semua setara.
2. Individualism vs Collectivism
Menurut Hofstede, istilah individualism berkaitan dengan masyarakat dimana hubungan
antar individual begitu renggang, setiap orang lebih peduli pada dirinya dan keluarga dekatnya.
Sementara itu istilah collectivism, berkaitan dengan masyarakat dimana seseorang sejak
dilahirkan merupakan bagian integral dari kelompok masyarakat.
3. Uncertainty Avoidance
Ada yang beranggapan bahwa ketidakpastian itu bagian dari hidup yang tidak perlu
dicemaskan. Akibatnya kelompok orang ini tidak menganggap perlu untuk melakukan
tindakan-tindakan tertentu yang bertujuan untuk menghindari ketidakpastian begitupun
sebaliknya. Toleransi yang berbeda terhadap ketidakpastian menunjukkan bahwa reaksi terhadap
ketidakpastian sesungguhnya sangat subjektif. Dari definisi menunjukkan reaksi timbul akibat
situasi yang tidak menentu tergantung pada sejauh mana seseorang terancam. Secara umum
uncertainty avoidance dibedakan menjadi dua yakni :
a) Strong uncertainty avoidance
Adalah toleransi yang relatif mudah terhadap situasi ketidakpastian.rendahnya toleransi
ini mendorong munculnya upaya-upaya yang sangat kuat untuk menghindarinya

b) Weak uncertainty avoidance


Masyarakat dengan weak uncertainy avoidance cenderung toleran terhadap
ketidakpastian. Tingginya toleransi ini menunjukkan bahwa ketidakpastian bukan sebuah
ancaman.
4. Masculinity dan Femininity
Perbedaan antara pria dan wanita bahkan bisa dikatakan bersifat kodrati atau alami
utamanya jika ditilik dari kedudukan masing-masing dalam hal regenerasi. Akibat dari perbedaan
gender, peran masing-masing dalam kehidupan sosial masyarakat juga berbeda. Namun terlepas
dari perbedaan gender memiliki kecenderungan yang sama yakni pria dengan prestasi diluar
rumah sedangkan wanita dituntut aktivitas seputar rumah.
5. short -term vs long-term orientation
Sesuai dengan namanya, pada dimensi ini masyarakat dibedakan berdasarkan orientasi
mereka terhadap waktu yakni masyarakat yang berorientasi jangka pendek dan masyarakat yang
berorientasi jangka panjang. Setelah melalui berbagai uji statistik dan analisis faktor,
disimpulkan bahwa masyarakat yang berorientasi jangka pendek memiliki ciri-ciri yang berbeda
dengan masyarakat yang berorientasi jangka panjang.

KARAKTERISTIK TERHADAP HOFSTEDE


Tidak bisa dipungkiri bahwa konsep budaya nasional seperti yang dikemukakan hofstede
begitu populer, banyak dirujuk serta menjadi inspirasi untuk peneliti berikutnya.meski demikian
kritik terhadap konsep hofstede tidak dapat dihindarkan. Tony fang sendiri sebagai penganut
ajaran confucius merasa terganggu dengan hasil temuan dimensi tersebut. Terlepas dari kritik
diatas, bukan hanya hofstede sendiri yang menanggapinya tetapi ada juga penulis lainnya yang
membela model budaya nasionalnya. Dalam pembelaannya williamson mengatakan jika
kritiknya McSweeney yang keliru tidak ditanggapi ulang, boleh jadi peneliti-peneliti berikutnya
yang akan menggunakan konepnya hofstede tidak lagi mendapatkan tempat. Sebaliknya kalau
persoalan ini diluruskan maka diyakini mereka yang akan menggunakan pendekatan fungsional
dalam penelitian lintas budaya akan semakin marak. Selain McSweeney dan beberapa kritik lain
seperti konsep Tony Fang. Beberapa kritik yang dilontarkan Tony Fang antara lain :
1) Dimensi kelima ini dianggap membingungkan baik bagi bangsa barat maupun
bangsa cina sendiri. Bagi bangsa cina, long term dan short term bukan dua hal
yang saling berlawanan tetapi merupakan dua hal yang saling terkait. Hampir
tidak mungkin tujuan jangka panjang akan tercapai jika tidak memperhatikan
hal-hal yang bersifat jangka pendek.
2) Dari sudut pandang masyarakat cina dan timur jauh lainnya, membedakan
nilai-nilai confocius ke dalam nilai-nilai positif dan nilai-nilai negatif dianggap
memiliki kelemahan filosofis yang mendasar. Hal ini misalkan filosofi yin dengan
karakter yang tidak dianggap sebagai karakter negatif karena karakter ini menjadi
landasan bagi filosofi ​Yang​, berorientasi eksternal.
3) Dan sudut desain penelitian, dimensi kelima ini juga memiliki beberapa
kelemahan. Sampel yang digunakan juga mendapat pertanyaan karena tidak
sejalan dengan penelitian awal Hofstede yang melibatkan karyawan IBM di 53
negara. Oleh karenanya dimensi kelima ini secara metodologis dianggap cacat.

MANAJEMEN/ ORGANISASI LINTAS BUDAYA


Seperti telah disebutkan diatas, konsep budaya nasional yang dikemukakan Hofstede
menuai banyak kritik namun bukan berarti hanya sedikit akademisi dan praktisi yang mendukung
konsep tersebut. Hal lain yang patut mendapat perhatian mendapat perhatian adalah munculnya
genre baru dalam studi organisasi dan manajemen tidak lama setelah tulisan Hofstede muncul.
Sesungguhnya kesadaran bahwa studi organisasi dan manajemen sudah lama muncul jauh
sebelum Hofstede memunculkan konsep budaya nasional. Kesadaran ini muncul pada awal tahun
1960-an ketika para akademisi Amerika mulai menyuarakan pentingnya mempertimbangkan
perspektif budaya dalam teori dan praktik manajemen.
Lepas dari kritik yang ditujukan ke Hofstede, era baru dalam bidang studi organisasi dan
manajemen yakni amparative management, muncul tidak lama setelah tulisan Hofstede muncul.
KESIMPULAN
Bersamaan dengan maraknya bisnis lintas negara yang dilakukan oleh perusahaan
multinasional, masalah budaya mulai mendapat perhatian serius para praktisi bisnis, teoritis
organisasi dan manajemen. Tingginya perhatian ini bermulanya dari banyaknya perusahaan
multinasional yang gagal menjalankan bisnisnya di negara tujuan meski pola manajemen yang
digunakan di perusahaan anak sama dengan pola manajemen di perusahaan induk. Setelah
melalui penelusuran lebih jauh salah satu penyebab kegagalan tersebut ternyata karena adanya
perbedaan budaya antar masing-masing negara. Dari sinilah budaya dianggap menjadi salah satu
variabel penentu yang perlu mendapat perhatian khusus
Bab ini menguraikan konsep budaya nasional, utamanya konsep yang dikemukakan oleh
Hofstede. Menurut Hofstede budaya nasional adalah budaya yang tumbuh dan berkembang di
dalam masyarakat yang tinggal di sebuah wilayah. Ada empat dimensi yang bisa digunakan
untuk menjelaskan budaya nasional. Terlepas bahwa konsep yang dikemukakan oleh Hofstede
ini sangat populer, namun kenyataannya konsep ini juga mendapat kritik yang tajam. Hofstede
adalah semakin disadarinya bahwa budaya nasional menjadi key factor dalam manajemen.
BAB 5 BUDAYA: DARI ANTROPOLOGI KE ORGANISASI

A. PENGEMBANGAN KAJIAN BUDAYA DALAM BIDANG STUDI ORGANISASI

Terdapat persepsi yang awalnya para antropologi dianggap kurang memberikan nilai
terhadap masyarakat, mulai dikembangkan tahun 1930 di Amerika untuk membantu
menyelesaikan depresi terhadap kehidupan masyarakat, terutama pada kaum minoritas. Selain itu
terdapat 3 periode waktu.

Periode Tahun 1920-An

Antropolog terlibat dalam penelitian yang dilakukan tahun 1927 dan 1932 dalam pengelolaan
organisasi ​Human Relation Approach.​ Terdapat tahapan dalam penelitian dan pendekatan,
diantaranya:

1.​ Melakukan dengan metode eksperimen

2.​ Perubahan metode menjadi metode interview

3.​ Memahami hubungan informal dan hubungan sosial kelompok kerja.

Penelitian oleh hawthrone ini menjadikan awal dari keterlibatan antropolog dalam studi
organisasi dan pendekatan antropologi dalam studi organisasi mulai dikembangkan.

Periode 1950-an Dan 1960-an

Warner dan burleigh gardner mendirikan ​committee on human relation in industry d​ engan tujuan
membantu menyelesaikan masalah-masalah organisasi dengan pendekatan antropologi
menjadikan tempat kerja sebagai sebuah sistem sosial. Cornell university dan harvard university
mendirikan lembaga sejenis bernama society for applied anthropology yang berfungsi
mengumpulkan dan kajian hasil penelitian antropologi di perusahan atau industri. Selain itu
antropologi di eropa juga berkembang, dimana departemen antropologi dan sosiologi manchester
university pada tahun 1950-an mengembangkan observasi penuh. Model penelitian di Hawthorne
Plant yang menempatkan peneliti sebagai outsider meski melakukan observasi partisipasi, dalam
penelitian yang dilakukan Manchester University, para peneliti tidak hanya melakukan observasi
melainkan juga terlibat penuh dengan obyek yang diteliti sehingga para peneliti harus menjadi
insider.

Penelitian organisasi di Inggris menjadi paradigma penelitian organisasi mengalami


perubahan dan perkembangan lebih lanjut. Organisasi tidak lagi dipandang sebagai ​closed system
seperti pada pendekatan scientific management, juga bukan semata-mata sebagai ​open system
sebagaimana ditegaskan oleh pendekatan ​human relation approach melainkan juga organisasi
dipandang sebagai hasil kebudayaan dan sekaligus memiliki budaya.

Periode Tahun 1970-An Sampai Sekarang

Sejak tahun 1970-an studi organisasi diklasifikasikan menjadi 3 komponen yaitu sistem formal,
sistem informal, dan lingkungan organisasi.

A. Sistem formal disebut sebagai peta organisasi yang menggambarkan tujuan, strategi,
prosedur dan peraturan organisasi serta struktur organisasi, sistem organisasi, deskripsi
pekerjaan dan hirarki pengambilan keputusan. Sistem formal biasanya dikaitkan dengan
anggapan bahwa organisasi adalah rasional dan bebas nilai (value free).

B. Sistem informal adalah hubungan antar manusia di dalam organisasi, baik hubungan antar
individu maupun hubungan antar kelompok yang dilakukan di luar ketentuan formal
organisasi. Komponen kedua ini memiliki anggapan yang berlawanan dengan komponen
pertama yakni tidak semua anggota organisasi berpikiran rasional.

C. Selain lingkungan internal organisasi (sistem formal dan informal), organisasi juga memiliki
komponen ketiga yang berada di luar organisasi. Komponen ini biasa disebut sebagai
lingkungan eksternal organisasi. Termasuk dalam komponen ini misalnya sistem ekonomi,
politik, dan hukum sebuah negara, serta sistem sosial, budaya dan tata nilai masyarakat.
B. PEMINDAHAN KONSEP BUDAYA KE DALAM DISIPLIN ORGANISASI

Dengan merujuk pada teori pemindahan konsep sebagaimana dikemukakan oleh Schon – ​the
displacement of concept,​ Nancy Morey dan Fred Luthans, mengatakan bahwa proses
pemindahan konsep (displacement of concept) dari konsep budaya ke konsep organisasi
dilakukan melalui 4 tahap yakni:

1. Transposition stage

Tahap ini merupakan tahap awal di mana konsep lama (dalam hal ini konsep budaya)
dipindahkan ke situasi yang baru (dalam konteks organisasi).

2. Interpretation stage

Setelah tahap transposisi. Tahap berikutnya adalah tahap interpretasi. Pada tahap ini
konsep lama yang telah dipindahkan ke situasi yang baru digunakan untuk
menginterpretasikan kejadian-kejadian pada konteks organisasi.

3. Correction stage

Dengan adanya interpretasi yang berbeda terhadap kejadian yang sama menjadikan
semakin luasnya perspektif pemahaman organisasi. Maka dari itu, pada tahap ini perlu
adanya koreksi agar konsep lama tersebut betul-betul operasional.

4. Spelling-out stage

Setelah melalui proses modifikasi yang berulang-ulang, tahap terakhir adalah


menegaskan secara eksplisit bahwa konsep lama tersebut cocok untuk digunakan pada
bidang studi yang baru dan bahkan bisa menghasilkan konsep-konsep baru.

C. BUDAYA DALAM PERSPEKTIF ORGANISASI

teori displacement of concept seperti diuraikan dimuka, awal popularitas istilah budaya
organisasi, jika diruntut ke belakang, salah satunya, bermula dari penelitian Hofstede yang
dilakukan dua tahap pada tahun 1968 dan 1972. Selain penelitian Hofstede, penelitian lain yang
menjadi embrio munculnya istilah budaya organisasi adalah penelitian Pascale dan Athos.
Pascale dan Athos melakukan penelitian di Jepang yang bertujuan untuk memperoleh penjelasan
mengapa industri Jepang bisa bertahan hidup pada saat terjadi krisis minyak dunia (awal tahun
1970-an) sementara pada saat yang sama industri Amerika berkembangan. Pascale dan Athos
mengatakan bahwa salah satu kekuatan manajemen Jepang adalah praktik manajemen yang
mengadopsi budaya dan tata nilai setempat sebagian integral dari kegiatan manajerial dalam
bukunya “The Art of Japanese Management”.

Andrew Pettigrew menggunakan istilah budaya organisasi dalam tulisannya “​On


Studying Organizational Culture”​ yang dimuat pada tahun 1979. Pettigrew menganalisis sebuah
organisasi (tepatnya organisasi sosial) bukan dengan pendekatan positivistic melainkan melalui
pendekatan sejarah. Pettigrew menceritakan perubahan tata nilai organisasi bersamaan dengan
penggantian Kepala Sekolah dan perubahan organisasi dari satu periode berikutnya.

Dikatakan oleh Reichers dan Schneider, terhadap perkembangan budaya organisasi


sebagai sebuah konsep seperti halnya konsep-konsep baru lainnya dapat dikelompokkan menjadi
tiga tahapan yaitu:

1. Tahap Pengenalan dan Elaborasi

Tahap ini ditandai dengan upaya-upaya untuk melegitimasi konsep baru. Upaya-upaya
tersebut biasanya muncul dalam bentuk tulisan yang mencoba meyakinkan para pembaca
awam tentang jelasan definisi, pentingnya konsep tersebut dan perlunya memahami dan
mengintegrasikan ide-ide awal yang masih berserakan. Tahap ini juga mencoba
mengelaborasi definisi-definisi awal yang relatif belum mapan dan membuktikan bahwa
konsep tersebut dapat menjelaskan fenomena yang ada (dalam hal studi organisasi, konsep
budaya dicoba digunakan untuk menjelaskan fenomena organisasi).

2. Tahap Evaluasi dan Pengembangan


Tahap evaluasi dan pengembangan konsep ditandai dengan munculnya artikel-artikel baru
yang mengevaluasi dan mengkritik artikel-artikel terdahulu, utamanya yang berkaitan
dengan konsep yang digunakan. Bentuk kritik yang biasanya dikemukakan misalnya:
artikel-artikel terdahulu dianggap memiliki kelemahan konsep sulitnya
mengoperasionalisasikan konsep tersebut, dan hasil temuan yang masih membingungkan.
Dikemukakan saran untuk menambah variabel baru, misal variabel antara
(moderating/mediating variable), sebagai upaya untuk menjelaskan temuan yang
kontradiktif. Studi empiris dengan teknik ukuran baru dalam rangka membenahi konsep
yang ada mulai dilakukan. Dari sini konsep yang sudah ada direkonstruksi dan diaplikasikan
baik pada dataran konsep tua maupun praktikal.

3. Tahap Konsolidasi dan Akomodasi

Dalam tahap pengembangan konsep adalah tahap konsolidasi dan akomodasi. Pada tahap ini
tingkat kontroversi relatif sangat rendah perdebatan tentang konsep yang semula begitu
intens sekarang tidak lagi terjadi karena secara umum konsep tersebut sudah bisa diterima.
Itulah sebabnya pada tahap ini satu atau dua definisi mulai menjadi definisi baku. Demikian
juga operasionalisasi konsep mulai didominasi oleh beberapa metode tertentu. Pada tahap ini
juga mulai dipahami batasan-batasan konsep, anteseden dan konsekuensi dari penerapan
sebuah konsep. Dari sini kemudian beberapa buku diterbitkan dan muncul peta analisis yang
mengkonsolidasikan temuan-temuan terdahulu. Meski demikian pada tahap ini bukan tidak
mungkin terjadi pengembangan konsep karena sesungguhnya proses pengembangan konsep
tidak berhenti hanya karena sebuah konsep tersebut sudah dianggap mapan.

RINGKASAN

Bab ini menjelaskan perjalanan konsep budaya dari perspektif antropologi ke organisasi.
Penjelasan bab ini dianggap penting dalam rangka untuk memperoleh gambaran bagaimana studi
tentang budaya pada dasarnya merupakan dominan bidang studi antropologi diadopsi oleh
bidang studi organisasi. Perjalanan konsep ini dimulai pada tahun 1920-an setelah Elton Mayo
melakukan penelitian di Hawthrone Plant yang pada awalnya lebih banyak menggunakan
pendekatan psikologi. Menjelang akhir penelitiannya, Mayo melibatkan Lloyd Warner, seorang
antropolog yang sebelumnya melakukan penelitian suku aborigin di Australia. Keterlibatan
antropolog tersebut memberikan warna baru dan menjadikan studi organisasi menjadi semakin
dinamis. Hasil penelitian tidak hanya diinterpretasikan secara psikologis tetapi juga antropologis
yang hasil interpretasinya ternyata berbeda.

Keterlibatan para antropolog menyebabkan perubahan dalam cara memahami organisasi.


Pada akhirnya organisasi tidak semata-mata dipandang sebagai alat bantu tetapi secara
antropologis juga sebagai masyarakat dengan segala atribut-atributnya. Perubahan cara pandang
ini dimungkinkan setelah antropolog juga membawa serta cara-cara metode, yang biasa
digunakan untuk meneliti budaya dalam perspektif makro, ke dalam penelitian organisasi. Proses
pemindahannya disebut displacement of concept. Jadi, konsep budaya organisasi yang kita
pelajari sekarang ini, sesungguhnya telah melalui proses evolusi yang panjang sejak tahun
1920-an sampai dengan 1980-an.

Anda mungkin juga menyukai