Anda di halaman 1dari 11

DIMENSI KAJIAN FILSAFAT ILMU

1. Definisi ontologi

Ontologi merupakan salah satu kajian kefilsafatan yang paling kuno dan berasal dari Yunani.
Istilah ontologi berasal dari bahasa Yunani, yaitu ta onta berarti “yang berada”, dan logi berati
ilmu pengetahuan atau ajaran,jadi ontologi bisa di artikan sebagaiThe theory of being qua being
(teori tentang keberadaan sebagai keberadaan), atau Ilmu tentang yang ada Menurut istilah
ontologi adalah ilmu yang membahas tentang hakikat yang ada, yang merupakan ultimate reality
baik yang berbentuk jasmani atau konkret maupun rohani atau abstrak. Sedangkan menurut
Suriasumantri (1985), ontologi membahas tentang apa yang ingin kita ketahui, seberapa jauh kita
ingin tahu atau dengan kata lain suatu pengkajian mengenai teori tentang ada.

2. Objek kajian Ontologi

Objek telaahan ontologi adalah yang ada,yaitu ada individu ,ada umum ,ada terbatas ,ada tidak
terbatas ,ada universal ,ada mutlak,termasuk kosmologi dan metafisika dan ada sesudah kematian
maupun sumber segala yang ada,yaitu tuhan yang maha esa,pencipta,dan pengatut serta penentu
alam semesta .Objek formal ontologi adalah hakikat seluruh realitas.Bagi pendekatan
kualitatif,realitas tampil dalam kuantitas atau jumblah,tekaahnya akan menjadi telaah
monoisme,paraleisme,atau pluralisme.Bagi pendekatan kualitatif realitas akan tampil menjadi
aliran materialisme,idealisme,naturalisme ,atau hilomorphisme.

a. Metode Dalam Ontologi

Lorens bagus mempernalkan tiga tingkat abstraksi dalam ontologi,yaitu abstraksi


fisik,abstraksi bentuk,dan abstraksi metafisik.Abstraksi fisik menampilkan keseluruhan sifat khas
suatubobjek: abstraksi bentuk mendeskripsikan metafisik mengenai prinsip umum yang menjadi
dasar dari semua realitas.Abstraalksi yang dijangkau oleh ontologi adalah abstraksi
metafisik.Sedangkan metode pembuktian dalam ontologi oleh Laurens Bagus di bedakan
menjadi dua, yaitu : pembuktian a priori dan pembuktian a posteriori.Pembuktian a priori
disusun dengan meletakkan term tengah berada lebih dahulu dari predikat; dan pada kesimpulan
term tengah menjadi sebab dari kebenaran kesimpulan.Sedangkan pembuktian a posteriori secara
ontologi, term tengah ada sesudah realitas kesimpulan; dan term tengah menunjukkan akibat
realitas yang dinyatakan dalam kesimpulan hanya saja cara pembuktian aposterioris disusun
dengan tata silogistik .

b. Metafisika

Metafisika merupakan cabang filsafat yang membicarakan tentang hal-hal yang sangat mendasar
yang berada di luar pengalaman manusia.Metafisika mengkaji segala sesuatu secara
komprehensif .Sebagaimana telah disinggung pada bab sebelumnya ,tentang cabang cabang
filsafat,bahwa istilah metafisika itu berasal dari akar kata 'meta' dan'fisika' .Meta berarti
'sesudah','selain',atau 'di balik' .Fisika yang berarti 'nyata',atau 'alam fisik'.Metafisika berarti
'sesudah','di balik yang nyata' dengan kata lain Metafisika adalah cabang filsafat yang
membicarakan 'hal-hal yang berada di belakang gejala gejala yang nyata.

c. Asumsi

Pendapat yang telah di dukung oleh beberapa teori dan fakta yang dapat dibuktikan secara
rasional.Berkenaan dengan pengkajian konsep-konsep ,pengandaian-pengandaian .Dengan
demikian ,filsafat ilmu erar kaitannya dengan pengkajian analisis konseptual dan bahasa yang
digunakannya,dan juga dengan perluasan serta penyusunan cara-cara yang lebih ajeg dan lebih
tepat untuk memperoleh pengetahuan.

3. Aliran-aliran dalam metafisika Ontologi


Ontologi atau bagian metafisika yang umum,membahas segala sesuatu yang ada secara
menyeluruh yang mengkaji persoalan-persoalan ,seperti hubungan akal dengan benda,hakikat
perubahan ,pengertian tentang kebebasan,dan lainnya.

Di dalam pemahaman atau pemikiran ontology dapat ditemukan pandangan-pandangan pokok


pemikiran, sepeti : Monoisme, Dualisme, Pluralisme, Nikhilisme, dan Agnitisme.

a. Aliran Monoisme

Aliran ini menganggap bahwa hakikat yang asal dari seluruh kenyataan ini hanyalah satu saja,
tidak mungkin dua. Hanyalah dari selintas penglihatan saja seakan-akan ada dua hakikat itu.
Haruslah satu hakikat saja sebagai sumber asal, baik yang asal berupa materi maupun berupa
rohani..Tidak mungkin ada hakikat masing-masing bebas dan berdiri sendiri. Aliran monoisme
kemudian dibagi menjadi dua aliran yaitu aliran materialisme dan aliran idealisme atau
spiritualisme.

Meterialisme menganggap bahwa yang ada hanyalah materi, dan segala sesuatu yang lainnya
yang kita sebut jiwa atau roh tidak merupakan suatu kenyataan yang berdiri sendiri.
Beberapa tokoh yang tergolong pada aliran materialisme di antaranya adalah:[12] Thales (624-
546 M). dia berpendapat bahwa unsur asal adalah air karena pentingnya bagi kehidupan.
Anaximander (585-528 M). Ia berpendapat bahwa unsur asal adalah udara dengan alasan bahwa
udara adalah merupakan sumber dari segala kehidupan. Demokratos (460-370 M). berpendapat
bahwa hakikat alam ini merupakan atom-atom yang banyak jumlahnya, tak dapat dapat dihitung
dan amat halus. Atom-atom inilah yang merupakan asal kejadian alam. Sementara tokoh aliran
idealisme adalah Plato (428-348 SM) dengan teori idenya.
a. Aliran dualisme

Aliran dualisme adalah aliran yang mencoba memadukan antara dua paham yang saling
bertentangan ,yaitu materialisme dan idealisme.Menurut aliran dualisme materi maupun ruh
sama-sama meruoakan hakikat.Materi muncul bukan karena adanya ruh,begitupun ruh muncul
bukan karena materi.
a. Aliran Pluralisme

Sementara paham pluralism berpandangan bahwa segenap macam bentuk merupakan


kenyataan.Pluralisme bertolak dari keseluruhan dan mengakui bahwa segenap macam bentuk itu
semuanya nyata .Pluralisme sebagai paham yang menyatakan bahwa kenyataan alam ini tersusun
dari banyak unsur,lebih dari satu atau dua entitas.

b. Aliran Nikhilisme

Selanjutnya dalam paham nikhilisme menyatakan bahwa dunia terbuka untuk kebebasan dan
kreativitas manusia.Aliran ini tidak mengakui validitas alternatif positif.Dalam pandangan
Nikhilisme ,tuhan sudah mati.Manusia bebas berkehendak dan berkreatisvitas.

c. Aliran Agnotisime

Sedangkan aliran agnotisime menganut paham bahwa manusia tidak mungkin mengetahui
hakikat sesuatu di balik kenyataannya.Manusia tidak mungkin mengetahui hakikat batu,air,api
dan sebagainya.Sebab menurut aliran ini kemampuan manusia sangat terbatas dan tidak mungkin
tahu apa hakikat sesuatu yang ada,baik oleh indranya maupun oleh pikirannya.Paham
agnotisisme mengingkari kesanggupan manusia untuk mengetahui hakikat benda ,baik hakikat
materi maupun hakikat rohani.

4. Teologi

Teleologi berasal dari akar kata Yunani telos, yang berarti akhir, tujuan, maksud, dan logos,
perkataan. Jadi Teleologi adalah ajaran yang menerangkan segala sesuatu dan segala kejadian
menuju pada tujuan tertentu.Istilah teleologi dikemukakan oleh Christian Wolff, seorang filsuf
Jerman abad ke-18. Ia mengatakan bahwa Teleologi merupakan sebuah studi tentang gejala-
gejala yang memperlihatkan keteraturan, rancangan, tujuan, akhir, maksud, kecenderungan,
sasaran, arah, dan bagaimana hal-hal ini dicapai dalam suatu proses perkembangan. Teleologi
berpendirian bahwa yang berlaku dalam kejadian alam bukanlah kaidah sebab akibat, akan tetapi
sejak semua memang ada sesuatu kemauan atau kekuatan yang mengarahkan alam ke suatu
tujuan.
Dalam dunia etika, teleologi bisa diartikan sebagai pertimbangan moral akan baik buruknya
suatu tindakan dilakukan, Teleologi juga untuk mengetahui sesuatu yang benar dan juga sesuatu
yang salah, tetapi itu bukan ukuran yang terakhir.Yang lebih penting adalah tujuan dan akibat.
Dimensi Epistimologi

1. Pengertian Epistimologi

Epistimologi sering juga disebut dengan teori pengetahuan (theory of knowledge). Secara
etimologi, istilah epistimologi berasal dari kata Yunani episteme, yang artinya pengetahuan, dan
logos yang artinya ilmu atau teori. Jadi, epistimologi dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat
yang mempelajari asal mula atau sumber, struktur, metode dan syahnya (validitas) pengetahuan.

Epistimologi meliputi sumber, sarana, dan tata cara menggunakan sarana tersebut untuk
mencapai pengetahuan (ilmiah). Akal, budi , pengalaman atau kombinasi antara akal dan
pengalaman, intuisi, merupakan sarana yang dimaksud dengan epistimologis, sehingga dikenal
dengan adanya model-model epistimologis seperti rasionalisme, empirisme, kritisisme, atau
rasionalisme kritis, positivisme, fenomelogis, denmgan berbagai variasinya. Pengetahuan yang
diperoleh oleh manusia melalui akal, indera, dan lain-lain mempunyai metode tersendiri dalam
teori pengetahuan, diantaranya adlah sebagai berikut:

a. Metode Induktif
Induksi yaitu suatu metode pernyataan-pernyataan hasil observasi dan disimpulkan dalam
suatu pernyataan yang lebih umum. Yang bertolak dari pernyataan-pernyataan tunggal
sampai pada pernyataan universal.

Dalam Induksi, setelah diperoleh pengetahuan, maka akan dipergunakan hal-hal lain, seperti
ilmu mengajarkan kita bahwa kalau logam dipanasi ia akan mengembang, bertolak dari teori
ini akan tahu bahwa logam lain yang kalau dipanasi juga akan mengembang. Dari contoh di
atas bisa diketahui bahwa induksi tersebut memberikan suatu pengetahuan yang disebut
sintetik.

b. Metode Deduktif

Deduksi adalah suatu metode yang menyimpulkan bahwa data-data empiris diolah lebih
lanjut dalam suatu sistem pernyataan yang runtut. Hal-hal yang harus ada dalam metode
deduktif ialah adanya perbandingan logis anatara kesimpulan-kesimpulan itu sendiri. Ada
penyelidikan bentuk logis teori itu dengan tujuan apakah teori tersebut mempunyai sifat
empiris atau ilmiah, ada perbandingan dengan teori-teori lain dan ada pengujian teori dengan
jalan menerapkan secara empiris kesimpulan-kesimpulan yang bisa ditarik dari teori tersebut.

c. Metode Positivisme

Metode ini dikeluarkan oleh August Comte(1798-1857). Metode ini berpangkal dari metode
yang diketahui, yang faktual, yang positif. Ia mengesampingkan segala uraian dari luar yang
ada sebagai fakta. Oleh karena itu, ia menolak metafisika. Apa yang diketahui secara positif,
adalah segala yang tampak dan segala gejala. Dengan demikian metode ini dalam bidang
filsafat dan ilmu pengetahuan dibatasi kepada bidang gejala-gejala saja.

d. Metode Kontemplatif

Metode ini mengatakan adanya keterbatasan indra dan akal manusia untuk memperoleh
pengetahuan, sehingga objek yang dihasilkan pun akan berbeda-beda, harusnya
dikembangkan satu kemampuan akal yang disebut dengan intuisi. Pengetahuan yang
diperoleh lewat intuisi ini bisa diperoleh dengan cara berkontemplasi seperti yang dilakukan
oleh Al-Ghazali.

e. Metode Dialektis
Dalam filsafat, dialektika mula-mula berarti metode tanya jawabuntuk mencapai kejernihan
filsafat. Metode ini diajarkan oleh Socrates. Namun Plato mengartikannya diskusi logika.
Kini dialektika berarti tahap logika, yang mengajarkan kaidah-kaidah dan metode-metode
penuturan, juga analisis sistematis tentang ide-ide untuk mencapai apa yang terkandung
dalam pandangan.

2. Persyaratan Epistimologi.

Ilmu harus memiliki dasar pembenaran, bersifat sistematis dan sistemik serta bersifat
intersubjektif. Ketiga ciri tersebut saling terkait dan merupakan persyaratan bagi pengetahuan
untuk disebut pengetahuan ilmiah atau ilmu pengetahuan. Persyaratan tersebut menurut
Conny R. Semiawan (2005:99) adalah sebagai berikut:

a. Dasar pembenaran menuntut pengaturan kerja ilmiah yang diarahkan pada perolehan
derajat kepastian sebesar mungkin. Pernyataan harus dirasakan atas pemahaman apriori
yang juga didasarkan atas hasil kajian empiris.
b. Semantik dan sistematis masing-masing menunjuk pada susunan pengetahuan yang
didasarkan pada penyelidikan (research) ilmiah yang keterhubungannya merupakan suatu
kebulatan melalui komparasi dan generalisasi secara teratur.
c. Sifat intersubjektif ilmu atau pengetahuan tidak dirasakan atas intuisi dan sifat subjektif
orang seorang, namun harus ada kesepakatan dan pengakuan akan kadar kebenaran dari
ilmu itu di dalam setiap bagian dan di dalam hubungan menyelururuh ilmu tersebut,
sehingga tercapai intersubjektivas.
a. Dasar Pembenaran

Dasar pembenaran mengahuskan seluruh cara kerja ilmiah diarahkan untuk memperoleh
derajat kepastian yang setinggi mungkin pada pengetahuan yang dihasilkan. Ini berarti
pertama, pemahaman yang akan diuji dalam suatu cara kerja ilmiah harus dapat berasal dari
pengetahuan hasil tangkapan empiris (menggunakan kelima indra, dengan atau tanpa alat
bantu indra), dapat juga hasil pengolahan rasional (menggunakan berbagai bentuk berpikir),
atau dari keduanya. Kedua, cara pengujian itu sendiri harus memiliki dasar pembenaran yang
sudah teruji, sehingga dapat disebut metode ilmiah. Ketiga, setelah teruji melalui metode
ilmiah, pemahaman itu, yang sekarang termasuk pengetahuan ilmiah atau ilmu seyogiannya
dapat dibenarkan secara a posteori.

b. Sistemik

Persyaratan kedua bahwa pengetahuan ilmiah itu harus bersifat sistematik. Maksudnya, terdapat
sistem di dalam susunan suatu pengetahuan ilmiah (produk) dan di dalam cara memperoleh
pengetahuan ilmiah itu (proses, metode).

c. Intersubjektif.

Istilah intersubjektif secara tersurat menunjukkan bahwa pengetahuan yang telah diperoleh
seorang subjek harus mengalami verifikasi oleh subjek-subjek lain supaya pengetahuan itu lebih
terjamin keabsahan atau kebenarannya walaupun secara tersirat tampaknya makna verifikasi ini
juga sudah terkandung dalam istilah objektif. Makna verifikasi terutama mengisyaratkan bahwa
apabila penelitian yang menghasilkan pengetahuan itu diulang oleh subjek-subjek lain dengan
menggunakan metode yang sama, maka penelitian itu harus memberikan hasil yang sama, maka
penelitian itu harus memberikan hasil yang sama dengan pengetahuan yang sedang diverifikasi
itu.

3. Aliran-Aliran dalam Epistimologi

Secara garis besar terdapat dua aliran pokok dalam epistimologi, yaitu rasionalisme dan
empirisme, yang pada gilirannya kemudian muncul beberapa isme lainnya, misalnnya
rasionalisme kritis (kritisisme), fenomenalisme, instuisionisme, positivisme, dan seterusnya.

Rasionalisme adalah suatu aliran pemikiran yang menekankan pentingnya peran akal atau ide
sebagai bagian yang sangat menentukan hasil keputusan atau pemikiran.
Rasionalisme dikembangkan berdasarkan filsafat ide dari Plato. Bagi Plato, alam ide adalah alam
yang sesungguhnya yang bersifat tetap tak berubah-ubah. Plato berpendapat bahwa hasil
pengamatan inderawi tidak memberikan pengetahuan yang kokoh karena sifatnya yang selalu
berubah-ubah. Menurut Plato, ilmu pengetahuan yang bersumber dari panca insera diragukan
kebenarannya.

Sedangkan filsafat empirisme bersumber dari filsafat Aristoteles, yang mengatakan bahwa
realitas yang sebenarnya adalah terletak pada benda-benda konkret, yang dapat diindera, bukan
pada ide sebagaimana kata Plato. Jadi, menurut Aristoteles, bahwa sumber ilmu pengetahuan
adalah pengalaman empiris.

Filsafat empirisme dikembangkan oleh filosof-filosof Inggris seperti F. Bacon, Thommas


Hobbes, John Locke, George Barkeley, dan David Hume. Menurut John Locke, ilmu
pengetahuan adalah pengetahuan empiris. Bagi Locke, manusia dilahirkan dalam keadaan bersih,
bagaikan kertas putih kosong yang lebih dikenal dengan teori tabularasa,dimana melalui kertas
putih inilah tercatat pengalaman-pengalaman inderawi. Dia memandang akal sebagai tempat
penampunngan, yang secara pasif menerima hasil-hasil penginderaan tersebut.

Dimensi Aksiologi

1.Pengertian Aksiologi

Istilah Aksiologi berasal dari perkataan axios (Yunani) yang berarti nilai, dan logos yang berarti
ilmu atau teori. Jadi, Aksiologi adalah ‘teori tentang nilai’. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu
yang dimilki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori
tentang nilai yang dalam filsafat mengacu kepada permasalahan etika dan estetika.

Aksiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat nilai, yang umumnya ditinjau dari
sudut pandang kefilsafatan. Aksiologi juga menunjukkan kaidah-kaidah apa yang harus kita
perhatikan di dalam menerapkan ilmu ke dalam praktis.

Objek Aksiologi

Aksiologi memuat pemikiran tentang masalah nilai-nilai termasuk nilai-nilai tinggi dari Tuhan.
Misalnya nilai moral, nilai agama, nilai keindahan (estetika). Aksiologi ini juga mengandung
pengertian lebih luas daripada etika atau higher values of life (nilai-nilai kehidupan yang bertaraf
tinggi).

Filsafat ilmu menyelidiki dampak pengetahuan ilmiah pada hal-hal berikut.

a. Persepsi manusia akan kenyataan (reality).


b. Pemahaman berbagai dinamika alam.
c. Saling keterkaitan antar logika dengan matematika, dan anatara logika dan matematika
pada satu sisi dengan kenyataan pada sisi lain.
d. Berbagai keadaan (states) dari keberadaan-keberadaan (entities) teoritis.
e. Berbagai sumber pengetahuan dan pertanggungjawaban (liability).
f. Hakikat (the essence) manusia, nilai-nilainya, tempat, dan posisinya di tengah-tengah
semua keberadaan lain, paling sedikit yang berada di lingkungan dekatnya.

Dilihat dari jenisnya, paling tidak terdapat dua bagian umum dari aksiologi dalam membangun
filsafat ilmu ini, yaitu meliputi etika dan estetika.

a. Etika

Conny R. Semiawan (2005: 158) menjelaskan tentang etika itu sebagai: “the study of the nature
of morality and judgement”, kajian tentang hakikat moral dan keputusan (kegiatan menilai).
Makna etika dipakai dalam dua bentuk arti, pertama, etika merupakan suatu kumpulan
pengetahuan mengenai penilaian terhadap perbuatan-perbuatan manusia. Kedua, merupakan
suatu predikat yang dipakai untuk membedakan hal-hal, perbuatan-perbuatan, atu manusia-
manusia lain. Objek formal etika meliputi norma-norma kesusilaan manusia, dan
mempelajari tingkah laku manusia baik buruknya. Sedangkan estetika berkaitan dengan nilai
tentang pengelaman keindahan yang dimiliki oleh manusia terhadap lingkungan dan
fenomena di sekelilingnya.

b. Estetika

Mengenai estetika, Semiawan (2005: 159) menjelaskan sebagai “the study of nature
of beauty in the fine art”, mempelajari tentang hakikat keindahan di dalam seni. Estetika
merupakan cabang filsafat yang mengkaji tentang hakikat indah dan buruk. Estetika
membantu mengarahkan dalam membentuk suatu persepsi yang baik dari suatu pengetahuan
ilmiah agar ia dapat dengan mudah dipahamai oeh khalayak luas. Estetika juga berkaitan
dengan kualitas dan pembentukan mode-mode yang estetis dari suatu pengetahuan ilmiah itu.

Dalam banyak hal, satu atau lebih sifat-sifat dasar sudah dengan sendirinya
terkandung di dalam suatu pengetahuan apabila pengetahuan itu sudah lengkap mengandung
sifat-sifat dasar pembenaran, sistemik, dan intersubjektif.

1. Universal
Universal berarti berlaku umum. Salah satu tuntutan yang harus dipenuhi oleh ilmu
atau pengetahuan ilmiah, yaitu ilmu itu harus berlaku umum, lintas ruang dan waktu, paling
sedikit di bumi ini.

2. Dapat Dikomunikasikan (communicable)

Maksudnya, apabila bahasa tidak merupakan kendala, pengetahuan ilmiah itu bukan
sja dimengerti artinya, tetapi juga maknanya. Jadi memberi pengetahuan baru kepada orang
lain dengan tingkat kepercayaan cukup besar. Terpenuhinya dengan baik sifat intersubjektif
suatru pengetahuan sangat membantu menjadi communicable.
RESUM DIMENSI KAJIAN
FILSAFAT ILMU

NAMA : KOMANG PITRIANI


NIM : 1911031024

SEKOLAH TINGGI AGAMA HINDU NEGERI MPU KUTURAN


SINGARAJA
JURUSAN DHARMA ACARYA
PROGRAM STUDI PENDIDIK GURU SEKOLAH DASAR

Anda mungkin juga menyukai