Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dewasa ini dengan kemajuan teknologi automotif dan meningkatnya
pengguna kendaraan bermotor dimasyarakat, tingkat kecelakaan di dunia
semakin hari semakin meningkat. Pertolongan pada kecelakaan masih belum
optimal sehingga kecelakaan merupakan penyebab kematian utama pada
kelompok usia muda dan prodiktif di seluruh dunia.
Di indonesia jumlah kecelakaan lalu lintas meningkat dari tahun ke
tahun. Pada tahun 2007 terdapat 49.553 kasus kecelakaan lalu lintas dengan
korban meninggal 16.955 orang, luka ringan 46.827 orang. Tahun 2008
jumlah kecelakaan meningkat menjadi 59.164 kasus, dengan korban
meninggal 20.188 orang, luka berat 23.440 orang. Dan yang menderita luka
ringan 55.731 orang.
Terdapat 4 faktor penyebab kecelakaan yakni kondisi sarana dan
prasarana transportasi, faktor manusia dan alam. Namun demikian di antara
keempat faktor tersebut kelalaian manusia menjadi faktor utama penyebab
tingginya angka kecelakaan lalu lintas.
Trauma abdomen merupakan salah satu dampak tersebar dari
kecelakaan lalu lintas yang semakin meningkat dari tahun ke tahun. Cedera
pada trauma abdomen dapat terjadi akibat tenaga dari luar berupa benturan,
perlambatan (deselerasi), dan kompresi. Akibat kecelakaan ini dapat berupa
memar, luka jaringan lunak, cedera muskuloskeletal, kerusakan organ dan
ruptur pada berbagai organ.
B. Rumusan Masalah
1. Menjaskan definisi Trauma Abdomen ?
2. Menjelaskan Anatomi Fisiologi Trauma abdomen ?
3. Menjelaskan Etiologi Trauma Abdomen ?
4. Menjelaskan Patofisiologi Trauma Abdomen?
5. Menjelaskan Manifestasi Klinis Trauma Abdomen ?
6. Menjelaskan Penatalaksanaa Trauma Abdomen ?
7. Menjelaskan Penanganan Trauma Abdomen ?
8. Menjelaskan Komplikasi Trauma Abdomen ?
9. Jelaskan Pemeriksaan Penunjang Trauma Abdomen ?
10. Menjelaskan Asuhan Keperawatan Trauma Abdomen
C. Tujuan
Untuk mengetahui Definisi sampai Asuhan Keperawatan Trauma abdomen
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi
Trauma dalah cedera fisik dan psikis, kekerasan yang mengakibatkan
cedera (Sjamsuhidayat,1997). Trauma pada abdomen dapat di bagi menjadi
dua jenis yaitu :
1. Trauma penetrasi dan trauma non penetrasi
a. Trauma penetrasi
1) Trauma Tembak
2) Trauma Tumpul
b. Trauma non-penetrasi
1) Kompresi
2) Hancur akibat kecelakaan
3) Sabuk pengaman
4) Cedera akselerasi
2. Trauma pada dinding abdomen terdiri dari kontusio dan laserasi
a. Kontisio dinding abdomen disebabkan trauma non-penetrasi
Kontisio dinding abdomen tidak terdapat cedera intra abdomen,
kemungkinan terjadi aksimosis atau penimbunan darah dalam jaringan
lunak dan masa darah dapat menyerupai tumor.
b. Laserasi
Jika terdapat luka pada dinding abdomen yang menembus rongga
abdomen harus di eksplorasi atau terjadi karena trauma penetrasi.

Trauma abdomen adalah terjadinya atau kerusakan padaorgan abdomen yang


dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan
metabolisme, kelainan imonologi dan gangguan faal berbagai organ. Trauma
abdomen pada isi abdomen, menurut Sjamsuhidayat (1997) terdiri dari :
1. Perforasi organ viseral intraperitoneum
Cedera pada isi abdomen mungkin di sertai oleh bukti adanya cedera pada
dinding abdomen
2. Luka tusuk (trauma penetrasi) pada abdomen.
Luka tusuk pada abdomen dapat menguji kemampuan diagnostik ahli
bedah.
3. Cedera thorak abdomen.
Setiap luka pada thoraks yang mungkin menembus sayap kiri dafragma
atau sayap kanan dan hati harus dieksplorasi
B. Anatomi Fisiologi
Abdomen adalah bagian tubuh yang berbentuk rongga terletak
diantara toraks dan pelvis. rongga ini berisi viscera dan dibungkus dinding
abdomen yang terbentuk dari dari otot abdomen, columna vertebralis, dan
tulang ilium. Untuk membantu menetapkan suatu lokasi di abdomen, yang
paling sering dipakai adalah pembagian abdomen oleh dua buah bidang
bayangan horizontal dan dua bidang bayangan vertikal.
Bidang bayangan tersebut membagi dinding anterior abdomen
menjadi sembilan daerah (regiones). Dua bidang diantaranya berjalan
horizontal melalui setinggi tulang rawan iga kesembilan, yang bawah setinggi
bagian atas crista iliaca dan dua bidang lainnya vertikal di kiri dan kanan
tubuh yaitu dari tulang rawan iga kedelapan hingga ke pertengahan
ligamentum inguinale. Regio abdomen tersebut adalah :
1. hypocondriaca dextra
2. epigastrica
3. hypocondriaca sinistra
4. lumbalis dextra
5. Umbilical
6. lumbalis sinistra
7. inguinalis dextra
8. pubica/hipogastrica
9. inguinalis sinistra
1. Hypocondriaca dextra meliputi organ : lobus kanan hati, kantung empedu,
sebagian duodenum fleksura hepatik kolon, sebagian ginjal kanan dan
kelenjar suprarenal kanan
2. Epigastrica meliputi organ: pilorus gaster, duodenum, pankreas dan
sebagian dari hepar.
3. Hypocondriaca sinistra meliputi organ: gaster, limpa, bagian kaudal
pankreas, fleksura lienalis kolon, bagian proksimal ginjal kiri dan kelenjar
suprarenal kiri.
4. Lumbalis dextra meliputi organ: kolon ascenden, bagian distal ginjal
kanan, sebagian duodenum dan jejenum.
5. Umbilical meliputi organ: Omentum, mesenterium, bagian bawah
duodenum, jejenum dan ileum.
6. Lumbalis sinistra meliputi organ: kolon ascenden, bagian distal ginjal kiri,
sebagian jejenum dan ileum.
7. Inguinalis dextra meliputi organ: sekum, apendiks, bagian distal ileum dan
ureter kanan.
8. Pubica/Hipogastric meliputi organ: ileum, vesica urinaria dan uterus (pada
kehamilan).
9. Inguinalis sinistra meliputi organ: kolon sigmoid, ureter kiri dan ovarium
kiri.

Dengan mengetahui proyeksi organ intra-abdomen tersebut, dapat


memprediksi organ mana yang kemungkinan mengalami cedera jika dalam
pemeriksaan fisik ditemukan kelainan pada daerah atau regio tersebut.

Untuk kepentingan klinis rongga abdomen dibagi menjadi tiga regio


yaitu : rongga peritoneum, rongga retroperitoneum dan rongga pelvis. rongga
pelvis sebenarnya terdiri dari bagian dari intraperitoneal dan sebagian
retroperitoneal. Rongga peritoneal dibagi menjadi dua yaitu bagian atas dan
bawah. rongga peritoneal atas, yang ditutupi tulang tulang toraks, termasuk
diafragma, liver, lien, gaster dan kolon transversum. Area ini juga dinamakan
sebagai komponen torako-abdominal dari abdomen. Sedangkan rongga
peritoneal bawah berisi usus halus, sebagian kolon ascenden dan descenden,
kolon sigmoid, caecum, dan organ reproduksi pada wanita

Rongga retroperitoneal terdapat di abdomen bagian belakang, berisi aorta


abdominalis, vena cava inferior, sebagian besar duodenum, pancreas, ginjal,
dan ureter, permukaan paskaerior kolon ascenden dan descenden serta
komponen retroperitoneal dari rongga pelvis. Sedangkan rongga pelvis
dikelilingi oleh tulang pelvis yang pada dasarnya adalah bagian bawah dari
rongga peritoneal dan retroperitoneal. Berisi rektum, kandung kencing,
pembuluh darah iliaka, dan organ reproduksi interna pada wanita
1. Kuadran kanan atas : Hati, kantung empedu, paru, esofagus
2. Kuadran kiri atas : Hati, jantung, esofagus, paru, pankreas, limfa, lambung
3. Kuadran kanan bawah : Usus 12 jari (Deodenum), usus besar, usus kecil,
kandung kemih, rektum, testis, anus
4. Kuadran kiri bawah : Anus, rektum, testis, ginjal, usus kecil, usus besar
C. Etiologi
Menurut penyebabnya, Trauma abdomen di bagi atas :
1. Trauma tembus yaitu dengan penetrasi ke dalam rongga perut dapat
disebabkan oleh luka tusuk atau luka tembak
2. Trauma tumpul yaitu tanpa penetrasi ke dalam rongga perut. Dapat
disebabkan oleh ledakan, benturan atau pukulan. Kematian akibat trauma
perut dapat dikurangi dengan diagnosis dan tindakan segera biasanya
disebabkan oleh perdarahan atau peradangan dalam rongga perut.
D. Patofisiologi
Jika terjadi trauma penetrasi atau non-penetrasi kemungkinan terjadi
pendarahan intra abdomen yang serius, pasien akan memperlihatkan tanda-
tanda iritasi yang disertai penurunan hitung sel darah merah yang akhirnya
gambaran klasik syok hemoragik. Bila suatu organ viseral mengalami
perforasi maka tanda-tanda perforasi, tanda-tanda iritasi peritonium cepat
tampak. Tanda-tanda dalam trauma abdomen tersebut meliputi nyeri tekan,
nyeri spontan, nyeri lepas dan distensi abdomen tanpa bising usus bila telah
terjadi peritonitis umum.bila syok telah lanjut pasien akan mengalami
takikardi dan peningkatan suhu tubuh, juga terdapat leukositosis. Biasanya
tanda-tanda peritonitis mungkin belum tampak. Pada fase awal perforasi kecil
hanya tanda-tanda tidak khas yang muncul. Bila terdapat kecurigaan bahwa
masuk rongga abdomen, maka operasi harus dilakukan (Sjamsuhidayat,1997).
E. Pathway

Benturan Tusukan benda tajam

Trauma abdomen tumpul Luka robek

Perdarahan
Nyeri
Syok Hemoragik

Memar
Defisiensi Volume Cairan
Mual muntah

Anorexia

Kelemahan

Hambatan
Mobilitas fisik
F. Manifestasi Klinis
Kasus trauma abdomen ini bisa menimbulkan manifestasi klinis menurut
Sjamsuhidayat (1997), Meliputi :
1. Nyeri tekan diatas daerah abdomen
2. Distensi abdomen
3. Peningkatan suhu tubuh
4. Nyeri spontan

Pada trauma non-penetrasi (Tumpul) biasanya terdapat adanya jejas


atau ruptur dibagian dalam abdomen : terjadi perdarahan intra abdominal.
Apabila trauma terkena usus, mortilisasi usus terganggu sehingga fungsi usus
tidak normal dan biasanya akan mengakibatkan peritonitis dengan gejala
mual, muntah, dan BAB hitam (melena).

Kemungkinan bukti klinis tidak tampak sampai beberapa jam setelah


trauma. Cedera serius dapat terjadi walaupun tidak terlihat tanda kontusio
pada dinding abdomen, luka tusuk sampai menembus abdomen biasanya
organ yang terkena penetrasi bisa perdarahan/memperparah keadaan keluar
dari dalam abdomen.

G. Penatalaksanaan
1. Pencegahan
Trauma abdomen dapat diakibatkan karena tusukan atau benturan akibat
suatu kejadian secara tiba-tiba. Trauma abdomen dapat dicegah dengan
beberapa cara yaitu :
a. Menerapkan budaya kesehatan dan keselamatan dalam bekerja dan
beraktivitas
b. Mentaati peraturan keselamatan seperti menggunakan sabuk
pengaman, mematuhi batas kecepatan, mematuhi rambu –rambu lalu
lintas
c. Mengikuti prosedur keselamatan yang ada dalam bekerja
d. Menggunakan alat pelindung diri
2. Pengobatan
Pada pasien trauma abdomen, antibiotik bisa diberikan untuk
menghindari infeksi tetanus. Darah harus diberikan sesuai kebutuhan agar
pasien tidak mengalami syok. Pasien dapat diberikan resusitasi cairan
kristaloid, baik larutan saline 0,9% atau ringer laktat.
Mengawasi dan mengatasi gangguan fungsi vital seperti syok atau
gangguan jalan napas :
a) Infus cairan/tranfusi darah
b) Memelihara jalan napas
c) Memasang sonde lambung
Laparotomi dilakukan bila terdapat :
a) Luka tusuk dengan :
1) Syok
2) Tanda rangsang peritoneal
3) Bising usus menghilang
4) Prolaps isi perut
5) Darah dalam lambung, buli-buli atau rektu
6) Udara bebas intraperitoneal
7) Parasentesis perut/lavase peritoneal positif.
8) Pada eksplorasi luka menembus peritoneum
b) Luka tembak
c) Trauma tumpul dengan :
1) Syok
2) Tanda rangsang peritoneal
3) Darah dalam lambung, buli-buli atau rektum
4) Cairan/udara bebas intraperitoneal
5) Parasentesis perut/lavase peritoneal positif
Selain kasus-kasus di atas, penderita diobservasi selama 24-48 jam.
Laparotomi di sini bertujuan mencari kerusakan organ melalui
eksplorasi yang sistematik . pertama-tama harus diatasi terlebih dahulu
perdarahan yang ada, baru kemudian memperbaiki kerusakan organ
yang ditemukan :
1. Kerusakan omentum direseksi
2. Kerusakan limfa diatasi dengan splenektomi
3. Kerusakan hati dijahit atau direseksi sebagian
4. Kerusakan organ berongga (lambung,usus) ditutup secara sederhana
(simple closure) atau direseksi sebagian
5. Kerusakan mesenterium dijahit
6. Kerusakan pankreas juga dijahit
7. Kerusakan organ saluran kemih.
3. Rehabilitasi
melakukan mobilisasi agar dapat mempertahankan fungsi tubuh,
mempelancarkan peredaran darah, mempertahankan tonus otot dan
mengembalikan aktivitas pasien
H. Komplikasi
1. Komplikasi trauma tembus abdomen meliputi infeksi atau terbentuknya
abses, sindrom kompartemen abdomen, perdarahan intra abdomen atau
retroperitoneal, dan edema viseral.
2. Komplikasi trauma tumpul abdomen meliputi cedera organ yang solid
atau berongga, yang menyebabkan perdarahan terus – menerus, infeksi,
gagal organ, dan kematian
I. Pemeriksaan Penunjang
Pasien dengan trauma tumpul abdomen yang berat, organ intra-
abdomen harus dievaluasi dengan menggunakan pemeriksaan yang objektif
dibandingkan hanya dengan pemeriksaan fisis sendiri bila didapatkan nyeri
yang signifikan dan disertai dengan penurunan kesadaran. Pemeriksaan yang
umum digunakan untuk evaluasi abdomen adalah :
1. Computed Tomography (CT) abdomen
Computed Tomography abdomen merupakan baku emas untuk
diagnostik cedera organ intraabdomen dengan hemodinamik stabil.
Pemeriksaan ini menggunakan kontras intravena, sehingga 14 pemeriksaan
ini sensitif terhadap darah dan dapat mengevaluasi masing-masing organ,
termasuk struktur organ retroperitoneal (Boffard, 2012). Helical CT Scan
sagital dan koronal rekonstruksi berguna untuk mendeteksi cedera
diafragma. Selain itu, juga dapat meningkatkan diagnosis cedera
gastrointestinal (Radwan dan Zidan, 2006).
Computed Tomography abdomen memiliki akurasi yang tinggi,
mencapai 95% dan memiliki negative predictive value yang sangat tinggi
yaitu hamper 100%. Tetapi pasien dengan kecurigaan trauma tumpul
abdomen harus dirawat di rumah sakit selama paling sedikit 24 jam untuk
observasi meskipun hasil CT abdomen negatif. Pemeriksaan ini sangat
membantu dalam menentukan derajat cedera organ padat dan menjadi
penuntun untuk penatalaksanaan nonoperatif dan juga keputusan untuk
dilakukan tindakan pembedahan (Radwan dan Zidan, 2006).
Pemeriksaan CT abdomen juga memiliki batasan yaitu diperlukan
petugas yang ahli untuk melakukannya dan dokter spesialis radiologi
untuk membuat interpretasi hasil. Pemeriksaan CT abdomen walaupun
sangat sensitif terhadap organ padat, tetapi tidak menunjukkan adanya
robekan pada mesenterium, cedera pada usus terutama robekan yang kecil,
cedera diafragma bila rekonstruksi sagital dan coronal tidak dilakukan, dan
cedera pankreas bila dilakukan segera setelah trauma. Adanya cairan bebas
intraperitoneal pada keadaan tidak adanya cedera pada organ padat dapat
menyebabkan keraguan dimana terdapat 25% lesi pada usus tidak
terdeteksi. Sehingga disarankan untuk dilakukan pemeriksaan Diagnostic
Peritoneal Lavage (DPL) bila disepakati untuk tatalaksana konservatif
(Radwan dan Zidan, 2006).
Kerugian CT abdomen yaitu perlunya mentransfer pasien ke unit CT
scan, bahaya radiasi yang didaptkan, pasien dapat tidak koperatif atau
mengambil posisi yang baik bila kesakitan atau dengan penurunan
kesadaran. Gagal ginjal atau riwayat syok anafilaktik sebelumnya dapat
menghalangi penggunaan CT abdomen. Pemeriksaan tanpa menggunakan
kontras dapat 15 menurunkan sensitifitas CT abdomen dalam
mendiagnosis cedera organ padat. (boutros, Nassef, Ghany, 2015)
Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan pada saat melakukan
pemeriksaan CT abdomen, yaitu :
a) Tidak boleh dilakukan pada pasien dengan status hemodinamik tidak
stabil
b) Jika dari mekanisme cedera dicurigai cedera pada duodenum, maka
pemberian kontras peroral dapat membantu diagnosis.
c) Jika dicurigai cedera pada rektum dan kolon distal dengan adanya
darah pada pemeriksaan rektum, pemberian kontras melalui rektum
dapat membantu (Boffard, 2002).
2. Focused Assessment Sonography for Trauma (FAST)
Focus Assesment Sonography for Trauma merupakan suatu
pemeriksaan yang mendeteksi ada tidaknya cairan intraperitoeneal.
Pemeriksaan ini merupakan alat diagnosis yang aman dan cepat serta dapat
dengan mudah untuk dipelajari. Pemeriksaan FAST juga sangat berguna
bagi pasien dengan hemodinamik tidak stabil dan tidak dapat dibawa ke
ruang CT abdomen, bahkan dapat dilakukan disamping pasien selama
dilakukan resusitasi tanpa harus dipindahkan dari ruangan resusitasi
(Radwan, Zidan, 2006). Pada beberapa penelitian menunjukkan bahwa
pemeriksaan ini memiliki sensitifitas 79 – 100% dan spesifitas 95 – 100%,
terutama pada pasien dengan hemodinamik tidak stabil (Boutros, Nassef,
Ghany, 2015).
Pada pemeriksaan FAST difokuskan pada 6 area, yaitu perikardium,
hepatorenal, splenorenal, parakolik gutter kanan dan kiri, dan rongga
pertioneaum di daerah pelvis (Boffard, 2002). Pada evaluasi trauma
tumpul abdomen, FAST menurunkan angka penggunaan CT Scan dari
56% menjadi 26% tanpa meningkatkan resiko kepada pasien.
3. Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL
Diagnostic Peritoneal Lavage adalah suatu pemeriksaan yang
digunakan untuk menilai adanya darah di dalam abdomen. Gastric tube
dipasang untuk mengosongkan lambung dan 17 pemasangan kateter urin
untuk pengosongan kandung kemih. Sebuah kanul dimasukkan di bawah
umbilicus, diarahkan ke kaudal dan posterior
4. Laparotomi eksplorasi
Laparotomi eksplorasi merupakan modalitas diagnostik paling akhir.
Indikasi dilakukan laparotomi eksplorasi adalah :
a) Hipotensi atau syok yang tidak jelas sumbernya
b) Perdarahan tidak terkontrol
c) Tanda – tanda peritonitis
d) Luka tembak pada abdomen
e) Ruptur diafragma
f) Pneumoperitoneum
g) Eviserasi usus atau omentum
h) Indikasi tambahan : perdarahan signifikan dari naso-gastric tube
(NGT) atau rectum, perdarahan dari sumber yang tidak jelas, luka
tusuk dengan cedera vascular, bilier, dan usus (Richard dkk., 2007)
J. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Dasar pemeriksaan fisik head totoe harus dilakukan dengan sikat tetapi
menyekuruh dari bagian kepala ke ujung kaki. Pengkajian data dasar
menurut Doenges (2000), adalah :
1) Aktivitas/istirahat
1) Data Subyektif : Pusing, sakit kepala, nyeri, mulas.
2) Data Obyektif : Perubahan kesadaran, masalah dalam
keseimbangan cedera (Trauma)
2) Sirkulasi
1) Data Obyektif : kecepatan (bradipneu, takhipneu), pola napas
(hipoventilasi, hiperventilasi, dll)
3) Integritas ego
1) Data Subyektif : perubahan tingkah laku/kepribadian (tenang atau
dramatis)
2) Data Obyektif : cemas, bingung, depresi
4) Eliminasi
1) Data Subyektif : Inkontinensia kandung kemih/usus atau
mengalami gangguan fungsi
5) Makanan dan Cairan
1) Data Subyektif : mual, muntah, dan mengalami perubahan selera
makan
2) Data Obyektif : mengalami distensi abdomen
6) Neurosensori
1) Data Subyektif : kehilangan kesadaran sementara, vertigo
2) Data Obyektif : perubahan kesadaran bisa sampai koma,
perubahan status mental, kesulitan dalam menentukan posisi
tubuh
7) Nyeri dan Kenyamanan
1) Data Subyektif : sakit pada abdomen dengan intensitas dan lokasi
yang berbeda, biasanya lama
2) Data Obyektif : wajah meringis, gelisah, merintih
8) Pernafasan
1) Data Obyektif : perubahan pola nafas
9) Keamanan
1) Data Subyektif : trauma baru/trauma karena kecelakaan
2) Data Obyektif : dislokasi gangguan kognitif, gangguan rentang
gerak
2. Diagnosa Keperawatan
a. Defisensi volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan aktif
b. Nyeri berhubungan dengan agen cedera fisik
c. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri
3. intervensi Keperawatan
a. defisiensi volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
aktif
Intervensi :
1) Kaji tanda-tanda vital
R/ untuk mengidentifikasi defisit volume cairan
2) Pantau cairan parenteral dengan elektrolit, antibiotik dan
vitamin
R/ mengidentifikasi keadaan perdarahan
3) Kaji tetesan infus
R/ awasi tetesan untuk mengidentifikasi kebutuhan cairan
4) Kolaborasi : berikan cairan parenteral sesuai indikasi
R/ cara parenteral membantu memenuhi kebutuhan nutrisi tubuh
5) Tranfusi darah
R/ menggantikan darah yang keluar
b. Nyeri berhubungan dengan adanya agen cedera fisik
Tujuan : nyeri teratasi
Intervensi :
1) Kaji karakteristik nyeri
R/ mengetahui tingkat nyeri klien
2) Beri posisi semi fowler
R/ mengurangi kontraksi abdomen
3) Anjurkan tehnik manajemen nyeri seperti distraksi
R/ membantu mengurangi rasa nyeri dengan mengalihkan
perhatian
4) Kolaborasi pemberian analgetik sesuai indikasi
R/ analgetik membantu mengurangi rasa nyeri
5) Manajemen lingkungan yang nyaman
R/ lingkungan yang nyaman dapat memberikan rasa nyaman
klien
c. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri
Tujuan : dapat bergerak bebas
Intervensi :
1) Kaji kemampuan pasien untuk bergerak
R/ ideidentifikasi kemampuan pasien dalam mobilisasi
2) Dekatkan peralatan yang dibutuhkan pasien
R/ meminimalisir pergerakan klien
3) Berikan latihan gerak aktif pasif
R/ melatih otot-otot klien
4) Bantu kebutuhan pasien
R/ membantu dalam mengatasi kebutuhan dasar klien
5) Kolaborasi dengan ahli fisioterapi
R/ terapi fisioterapi dapat memulihkan kondisi klien
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Trauma abdomen adalah terjadinya atau kerusakan padaorgan abdomen
yang dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan
metabolisme, kelainan imonologi dan gangguan faal berbagai organ..
B. Saran
Dengan disusunnya makalah ini mengharapkan kepada semua pembaca
agar dapat menelaah dan memahami apa yang telah tertulis dalam makalah ini
sehingga sedikit banyak bisa menambah pengetahuan pembaca. Di samping itu
saya juga mengharapkan saran dan kritik adri para pembaca sehingga kami bisa
berorientasi lebih baik pada makalah kami.

Anda mungkin juga menyukai