Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Istilah paradigma pada mulanya dipakai dalam bidang filsafat ilmu


pengetahuan. Menurut Thomas Kuhn, orang yang pertama kali
mengemukakan istilah tersebut menyatakan bahwa ilmu pada waktu tertentu
didominasi oleh suatu paradigma. Paradigma adalah pandangan mendasar
dari para ilmuwan tentang apa yang menjadi pokok persoalan suatu cabang
ilmu pengetahuan.
Dengan demikian, paradigma sebagai alat bantu para illmuwan dalam
merumuskan apa yang harus dipelajari, apa yang harus dijawab, bagaimana
seharusnya dalam menjawab dan aturan-aturan yang bagaimana yang harus
dijalankan dalam mengetahui persoalan tersebut.Suatu paradigma
mengandung sudut pandang, kerangka acuan yang harus dijalankan oleh
ilmuwan yang mengikuti paradigma tersebut.
Dengan suatu paradigma atau sudut pandang dan kerangka acuan
tertentu, seorang ilmuwan dapat menjelaskan sekaligus menjawab suatu
masalah dalam ilmu pengetahuan. Istilah paradigma makin lama makin
berkembang tidak hanya di bidang ilmu pengetahuan, tetapi pada bidang lain
seperti bidang politik, hukum, sosial dan ekonomi. Paradigma kemudian
berkembang dalam pengertian sebagai kerangka pikir, kerangka bertindak,
acuan, orientasi, sumber, tolok ukur, parameter, arah dan tujuan.
Istilah paradigma makin lama makin berkembang dan biasa
dipergunakan dalam berbagai bidang kehidupan dan ilmu pengetahuan.
Misalnya politik, hukum, ekonomi, budaya. Dalam kehidupan sehari-hari,
paradigma berkembang menjadi terminology yang mengandung pengertian
sumber nilai, kerangka pikir, orientasi dasar, sumber asas, tolak ukur,
parameter, serta arah dan tujuan dari suatu perkembangan, perubahan, dan
proses dalam bidang tertentu, termasuk dalam pembangunan. Berdasarkan
latar belakang tersebut, maka dalam penulisan ini akan diberi judul “Pancasila
Sebagai Paradigma Pembangunan Politik, Ekonomi, Sosial Budaya Dan
Pertahanan Keamanan”.
B. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari paradigm
2. Mengetahui penjabaran kehidupan berbangsa dan bernegara
3. Mengetahui esensi dan urgensi pancaila dalam pembangunan nasional

1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian paradigma
Istilah paradigma dalam dunia ilmu pengetahuan dikembangkan oleh
Thomas S. Khun dalam bukunya The Structure of Scientific Revolution
(1970:49). Secara testimologis paradigma diartikan sebagai asumsi-asumsi dasar
dan asumsi-asumsi teoritis yang umum (merupakan sumber nilai). Dengan
demikian maka paradigma merupakan sumber hokum,metoda yang diterapkan
dalam ilmu pengetahuan,sehingga sangat menentukan sifat,ciri dan karakter ilmu
pengetahuan itu sendiri. Paradigma dapat diartikan sebagai keutuhan konseptual
yang sarat dengan muatan ajaran,teori,dalil,bahkan juga pandangan hidup untuk
dijadikan dasar dan arah pengembangan segala hal. Dalam istilah ilmiah,
paradigma kemudian berkembang dalam berbagai bidang kehidupan manusia dan
ilmu pengetahuan lain, misalnya politik, hukum, ekonomi, budaya, serta bidang-
bidang lainnya. Istilah paradigma kemudian berkembang menjadi terminologi
yang mengandung konotasi pengertian sumber nilai, pola pikir, orientasi dasar,
sumber asas serta arah dan tujuan dari suatu perkembangan,perubahan serta proses
pembangunan.
Pancasila harus dipahami sebagai satu kesatuan organis, dimana masing-
masing silanya saling menjiwai atau mendasari sila-sila lain, mengarahkan dan
mambatasi. Pemahaman pancasila juga harus diletakkan dalam suatu kesatuan
integrative dengan pokok-pokok pikiran yang digariskan di dalam pembukaan
UUD 1945. Tanpa pemahaman seperti tersebut, akan kehilangan maknanya,
pancasila dapat ditafsirkan secara subyektif, menjadi terdistorsi dan
kontraproduktif. Manusia adalah subyek pendukung pokok sila-sila Pancasila dan
pendukung negara. Negara adalah organisasi atau persekutuan hidup
manusia,maka Negara dalam mewujudkan tujuannya melalui pembangun nasional
guna mewujudkan tujuannya seluruh warganya harus dikembalikan pada dasar-
dasar hakekat manusia monopluralis, yaitu susunan kodrat manusia jiwa dan
badan, sifat kodrat manusia, individu dan sosial kedudukan kodrati manusia
sebagai makhluk yang berdiri sendiri dan makhluk ciptaan Tuhan YME. Pancasila
sebagai paradigma pembangunan nasional mengandung konsekuensi bahwa dalam
segala pembangunan nasional harus berdasarkan pada hakikat nilainilai pancasila
dan hakikat nilai-nilai pancasila harus berdasarkan pada hakikat manusia. Maka
pembangunan nasional untuk hakikat kodrat manusia dan harus meliputi aspek
jiwa (akal, rasa dan kehendak),aspek badan, aspek individu, ,aspek makhluk
sosial, aspek pribadi dan aspek kehidupan Ketuhanannya. Kemudian
pembangunan nasional dijabarkan ke berbagai bidang pragmatis seperti ekonomi,
politik, hukum, pendidikan, sosial, budaya, ilmu pengetahuan, teknologi,
kehidupan agama dan lain-lain.

2
B. Penjabaran Kehidupan Berbangsa dan Bernegara
1. Kehidupan Ideologi

Pancasila sebagai ideologi bangsa dan negara Indonesia berakar pada


pandangan hidup dan budaya bangsa dan bukannya mengangkat atau mengambil
ideologi dari bangsa lain.
Berbicara mengenai pengembangan pemikiran-pemikiran baru yang relevan
tentang ideologi yang diperlukan Pancasila tidak dapat dihindarkan. Oleh sebab
itu untuk menjadikan Pancasila sebagai ideologi yang terbuka, hidup dan dinamis
sangat diperlukan. Hal ini dapat dijadikan sarana dan wacana untuk memelihara
dan memperkuat relevansi Pancasila dari masa ke masa. Singkatnya, perlu ada
semacam interaksi antara ideologi dengan realita masyarakat.
Pancasila sebagai dasar filsafat serta ideologi bangsa dan negara Indonesia,
bukan terbentuk secara mendadak serta bukan hanya diciptakan oleh seseorang
sebagai mana yang terjadi pada ideologi-ideologilain di dunia, namun
terbentuknya pancasila melalui proses yang cukup panjang dalam sejarah bangsa
Indonesia.
Secara kualitas pancasila sebelum di syahkan menjadi dasar filsafat negara
lain-lainnya telah ada dan berasal dari bangsa Indonesia sendiri yang berupa nilai-
nilai adat-istiadat, kebudayaan dan nilai-nilai religius. Kemudian para pendiri
negara Indonesia menggangkat nilai-nilai tersebut dirumuskan secara musyawarah
mufakat berdasarkan moral yang luhur, antara lain sidang-sidang BPUPKI
pertama, sidang panitai sembilan yang kemudian menghasilkan Piagam Jakarta
yang memuat panccasila yang pertama sekali, kemudian dibahas lagi dalam
sidang BPUPKI kedua. Setelah kemerdekaan Indonesia sebelum sidang resmi
PPKI Pancasila sebagai calon dasar filsafat negara dibahas serta disempurnakan
kembali ahirnya pada tanggal 18 agustus 1945 disyahkan oleh PPKI sebagai dasar
filsafat negara republik Indonesia.
Pancasila sebagi suatu ideologi tidak bersifat kaku dan tertutup, namun
bersifat reformatif, dinamis dan terbuka. Hal ini dimaksudkan bahwa ideologi
pansila bersifat aktual, dinamis, antisifasif dan senentiasa mampu menyelesaikan
dengan perkembangan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi serta dinamika
perkembangan aspirasi masyarakat. Keterbukaan ideologi Pancasila bukan berarti
mengubah nilai-nilai dasar yang terkandung didalamnya, namun mengeksplisitkan
wawasannya lebih kongkrit, sehingga memiliki kemampuan yang reformatif
untuk memecahkan masalah-masalah aktual yang senentiasa berkambang seiring
dengan aspirasi rakyat, perkembangan iptek dan zaman.
Berdasarkan pengertian tentang ideologi terbuka tersebut nilai-nilai yang
terkandung dalam ideologi Pancasila sebagai ideologi terbuka adalah sebagai
berikut:
Nilai dasar. Yaitu hakikat kelima Pancasila yaitu, ketuhannan, kemanusian,
persatuan, kerakyatan, keadilan. Nilai dasar tersebut adalah merupakan esensi dari
nilai-nilai Pancasila tang bersifat universal, sehingga dalam nilai tersebut
terkandung cita-cita, tujuan serta nilai-nilai yang baik dan benar.

3
Nilai ideologi tersebut tertuang di dalam pembukaan UUD 1945, sehimgga
oleh karena pembukaan memuat nilai-nilai dasr ideologi Pancasila maka UUD
1945 merupakan suatu norma dasar yang merupakan tertiphukum tertinggi,
sehingga sumber hukum positif sehingga didalam negara memiliki kedudukan
sebagai staatsfundamentalnorm atau pokok kaefdah negara yang fundamental.
Nilai instrumental, yang merupakan arahan, kebijakan, srategi, saran, serta
lembaga pelaksanaannya. Nilai intsrumental ini merupakan eksplistasi, penjabaran
lebih lanjut dari nilai-nilai dasar ideologi Pancasila. Misalnya GBHN yang lima
tahun senentiasa disesuaikan dengan perkembangan zaman serta aspirasi
masyarakat, undang-undang, depertemen-depertemen, sebagai lembaga
pelaksanaan dan lain sebagainya. Pada aspek ini senantiasa dapat dilakukan
perubahan (reformatif).
Nilai praktis, yaitu merupakan nilai-nilai realisasi intrumental dalam suatu
realisasi pengalaman yang bersifa nyata, dalam kehidupan sehari-hari dalam
masyarakat, bangsa dan negara. Dalam realisasi praktis inilah maka penjabaran
nilai-nilai Pancasila senentiasa berkembang dan selalu dapat dilakukan perubahan
dan perbaikan (reformasi) sesuai dengan perkembangan zaman ilmu pengetahuan
dan teknologi serat aspirasi masyarakat.
Oleh karena itu Pancasila sebagai ideologi terbuka secara stuktual memiliki tiga
dimensi yaitu:
1.    Dimensi idealistis, yaitu nilai-nilai dasar yang terkandung didalam Pancasila
yang bersifat sistematis, rasional dan menyeluruh, yaitu hakikat nilai-nilai yang
terkandung dalam sila-sila Pancasila yaitu: ketuhanan, kemanusiaan, persatuan,
kerakyatan dan keadilan. Hikikat nilai-nilai pancasial tersebut bersumber pada
filsafat pancasial (nilai-nilai filosofis yamng terkandung dalam Pancasila).

2.    Dimensi normatif, yaitu niali-nilai yang terkandung dalam Pancasila perlu


dijabarkan dalam suatu sistem norma-norma kenegaraan. Dalam pengertian ini
Pancasila terkandung dalam pembukaan UUD 1945 yang merupakan norma tertip
hukum tertinggi dalam negara Indonesia serta
merupakan staatsfundamentalnorm (pokok kaidah negara yang fundamental).

3.    Dimensi realistis, yaitu suatu ideologi harus mampu mencerminkan raelitas yang
hidup dan berkembang dalam masyarakat. Oleh karena itu Pancasila selain
memiliki nilai-nilai ideal serta normatif maka Pancasila harus mampu dijabarkan
dalam kehidupan masyarakat secara nyata (kontrik) baik dalam kehidupan sehari-
hari maupun dalam penyalenggaraan negara. Dengan demikian Pancasila sebagai
ideologi terbuka tidak bersifat utopisyang hanya berisi ide-ide yang bersifat
mengawang melainkan suatu ideologi yang bersifat realistis artinya mampu
dijabarkan dalam segala aspek kehidupan nyata.

2. Kehidupan Politik

Politik yang dikatakan Aristoteles sebagai usaha yang ditempuh untuk


mewujudkan kebaikan bersama sekarang ini telah mengalami perluasan makna
dan pendefinisian. Hal ini tidak terlepas dari perkembangan kehidupan manusia,

4
dimana politik menjadi bagian yang tidak terpisahkan. Fase – fase kehidupan
manusia mulai dari masa silam sampai sekarang terus diikuti dengan
perkembangan politik, dan inilah yang menjadi alasan kenapa politik terus
mengalami perluasan makna dan pendefinisian.

Pemikiran mengenai politik sejatinya banyak dipengaruhi oleh filsuf


Yunani Kuno abad ke-5 S.M. Filsuf seperti Plato dan Aristoteles menganggap
politics sebagai suatu usaha untuk mencapai masyarakat politik (polity) yang
terbaik. Di dalam polity semacam itu manusia akan hidup bahagia karena
memiliki peluang untuk mengembangkan bakat, bergaul dengan rasa
kemasyarakatan yang akrab, dan hidup dalam suasana moralitas yang tinggi.
Dalam penjelasan ini dapat dipahami bagaimana politik menjadi bagian integritas
antara masyarakat dan negara.

Tidak dapat disangkal bahwa dalam pelaksanaannya, aktivitas politik


memiliki dua sisi berbeda, yaitu hal yang bersifat positif dan negatif. Hal ini
karena politik mencerminkan diri manusia, baik nalurinya yang baik maupun yang
buruk. Tidak heran jika dalam realitas sehari-hari kita seringkali berhadapan
dengan aktivitas yang bersifat negatif, seperti yang dikatakan Peter Merkl bahwa
“Politik dalam bentuk yang paling buruk, adalah perebutan kekuasaan,
kedudukan, dan kekayaan untuk kepentingan diri sendiri (Politics at it’s worst is a
selfish grab for power, glory and riches).

Politik sangat bersinggungan dengan negara dan masyarakat, dan hal ini
menandakan politik dapat menjadi salah satu cara untuk mengintegrasikan negara
dan masyarakat. Langkah rasional untuk mewujudkan hal tersebut adalah dengan
cara mendistribusikan nilai-nilai politik secara masif dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara, agar nilai tersebut terinternalisasi dan dapat diaplikasikan dengan
baik oleh masyarakat. Lantas sebagai masyarakat yang tergabung dalam Negara
Kesatuan Republik Indonesia, sudah sejauh mana kita memahami nilai-nilai
politik negara ini?.

Nilai politik adalah wujud budaya politik yang dianut oleh masyarakat,
bangsa, atau negara yang diyakini sebagai pedoman dalam melaksanakan aktivitas
kehidupan, khususnya kehidupan politik. Pada negara Indonesia, nilai politik itu
sudah tertulis dengan jelas dalam Ideologi bangsa ini, yaitu Pancasila. Artinya,
nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai permusyawaratan, dan
nilai keadilan adalah penjabaran dari nilai politik Pancasila yang harus dipahami
dengan baik.

Bagian penting dari hal ini bukanlah hanya mengetahui nilai politk
Indonesia, tetapi bagaimana memahami secara komprehensif nilai-nilai tersebut.
Untuk itu kita harus mundur jauh kebelakang, dan melihat mengapa negara ini
lahir. Setelah memahami negara ini secara utuh, maka akan mempermudah dalam
memahami nilai-nilai politik yang terkandung dalam Pancasila.

Sila pertama “Ketuhanan Yang Maha Esa” mencerminkan nilai moralitas


kehidupan politik yang berasal dari Tuhan, serta penegasan Indonesia sebagai

5
negara yang mengakui kuasa Tuhan melebihi kuasa siapapun. Sila kedua
“Kemanusiaan yang adil dan beradab”, menggambarkan nilai politik yang
mengedepankan proses humanisasi, yang artinya suatu aktivitas politik jangan
sampai menjauhkan manusia dari nilai kemanusiaannya, tetapi aktivitas politik
justru harus semakin mendekatkan manusia dengan nilai kemanusiaannya.

Sila ketiga “Persatuan Indonesia”, menggambarkan nilai politik yang


berintegritas dan tetap mengutamakan tujuan negara diatas tujuan kelompok
ataupun individu.

Sila keempat “Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan


dalam permusyawaratan perwakilan”, menegaskan kedaulatan negara ini berada di
tangan rakyat, dan ini menjadi nilai atau etika yang harus dipahami dalam
melakukan aktivitas politik.

Sila kelima “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”, menjelaskan


suatu nilai politik yang adil, dimana suatu aktivitas politik tidak boleh
membedakan rakyat satu dengan lainnya, serta memastikan dampak serta
pengaruh postif dari aktivitas politik itu menyentuh seluruh lapisan rakyat tanpa
harus mengelompokkan rakyat berdasarkan indikator-indikator tertentu.

Pancasila sebagai ideologi negara Indonesia, lahir berdasarkan kejadian-


kejadian empirik dari bangsa ini. Kejadian-kejadian itu diakumulasikan dan
dikerucutkan pada sila-sila yang menjadi bagian dari Pancasila.  Artinya, selain
memahami Pancasila, rakyat Indonesia juga harus mampu mengetahui serta
memahami sejarah lahirnya bangsa ini. Kondisi bangsa ini yang dijajah bangsa
lain sejak beberapa abad silam tentunya juga mempengaruhi pola perkembangan
kehidupan masyarakatnya.

Kesemua itu dibutuhkan untuk kita dapat bertindak tanduk sesuai dengan
identitas bangsa ini. Nilai-nilai yang berkembang, khususnya nilai politik menjadi
warisan penting bagi kita generasi penerus untuk melanjutkan perjalanan negara
ini. Dewasa ini harus diakui bersama, rakyat sudah sangat jauh dari nilai-nilai
tersebut, dan ini dikarenakan rakyat sudah melupakan identitas mereka
sebenarnya sebagai warga negara suatu bangsa yang kaya akan nilai dalam
kehidupannya.

Sudah saatnya kita berkaca akan aktivitas kehidupan kita selama ini.
Sudah sejauh mana kita mampu mempertahankan dan menjalankan nilai-nilai
adiluhung dari negara ini. Nilai-nilai itu sudah saatnya kita laksanakan dalam
setiap aktivitas, terkhusus aktivitas politik.

Jika kita bisa memaksimalkan hal ini, sudah tentu negara ini memiliki
identitas politik yang jelas, sehingga bangsa lain tidak mudah mengacak-acak
negara yag kita cintai ini. Kesemua itu hanya bisa tercapai jika kita paham akan
sejarah bangsa ini, paham akan ideologi bangsa ini, serta paham akan nilai politik
bangsa ini.

6
3. Kehidupan Ekonomi

Sesuai dengan paradigma pancasila dalam pembangunan ekonomi maka


sistem dan pembangunan ekonomi berpijak pada nilai moral daripada pancasila.
Secara khusus, sistem ekonomi harus mendasarkan pada dasar moralitas
ketuhanan (sila I Pancasila) dan kemanusiaan ( sila II Pancasila). Sistem ekonomi
yang mendasarkan pada moralitas dan humanistis akan menghasilkan sistem
ekonomi yang berperikemanusiaan. Sistem ekonomi yang menghargai hakikat
manusia, baik selaku makhluk individu, sosial, pribadi maupun makhluk Tuhan.

Sistem ekonomi yang berdasar pancasila berbeda dengan sistem ekonomi


liberal yang hanya menguntungkan individu-individu tanpa perhatian pada
manusia lain. Sistem ekonomi demikian juga berbeda dengan sistem ekonomi
dalam sistem sosialis yang tidak mengakui kepemilikan individu. Pancasila
bertolak dari manusia sebagai totalitas dan manusia sebagai subjek. Oleh karena
itu, sistem ekonomi harus dikembangkan menjadi sistem dan pembangunan
ekonomi yang bertujuan pada kesejahteraan rakyat secara keseluruhan. Sistem
ekonomi yang berdasar pancasila adalah sistem kerakyatan yang berasaskan
kekeluargaan. Sistem ekonomi Indonesia juga tidak dapat dipisahkan dari nilai-
nilai moral kemanusiaan. Pembangunan ekonomi harus mampu menghindarkan
diri dari bentuk-bentuk persaingan bebas, monopoli dan bentuk lainnya yang
hanya akan menimbulkan penindasan, ketidakadilan, penderitaan, dan
kesengsaraan warga negara. Pancasila sebagai paradigma pengembangan ekonomi
lebih mengacu pada Sila Keempat Pancasila; sementara pengembangan ekonomi
lebih mengacu pada pembangunan Sistem Ekonomi Indonesia. Dengan demikian
subjudul ini menunjuk pada pembangunan Ekonomi Kerakyatan atau
pembangunan Demokrasi Ekonomi atau pembangunan Sistem Ekonomi
Indonesia. Oleh sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar
atas asas kekeluargaan. Bangun perusahaan yang sesuai dengan ini ialah koperasi.
Ekonomi Kerakyatan akan mampu mengembangkan program-program kongkrit
pemerintah daerah di era otonomi daerah yang lebih mandiri dan lebih mampu
mewujudkan keadilan dan pemerataan pembangunan daerah

4. Kehidupan Budaya

Pancasila pada hakikatnya bersifat humanistik karena memang pancasila


bertolak dari hakikat dan kedudukan kodrat manusia itu sendiri. Hal ini
sebagaimana tertuang dalam sila Kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh
karena itu, pembangunan sosial budaya harus mampu meningkatkan harkat dan

7
martabat manusia, yaitu menjadi manusia yang berbudaya dan beradab.
Pembangunan sosial budaya yang menghasilkan manusia-manusia biadab,

kejam, brutal dan bersifat anarkis jelas bertentangan dengan cita-cita


menjadi manusia adil dan beradab. Manusia tidak cukup sebagai manusia secara
fisik, tetapi harus mampu meningkatkan derajat kemanusiaannya. Manusia harus
dapat mengembangkan dirinya dari tingkat homo menjadi human. Berdasar sila
persatuan Indonesia, pembangunan sosial budaya dikembangkan atas dasar
penghargaan terhadap nilai sosial dan budaya-budaya yang beragam di seluruh
wilayah Nusantara menuju pada tercapainya rasa persatuan sebagai bangsa. Perlu
ada pengakuan dan penghargaan terhadap budaya dan kehidupan sosial berbagai
kelompok bangsa Indonesia sehingga mereka merasa dihargai dan diterima
sebagai warga bangsa. Dengan demikian, pembangunan sosial budaya tidak
menciptakan kesenjangan, kecemburuan, diskriminasi, dan ketidakadilan sosial.
Paradigma-baru dalam pembangunan nasional berupa paradigma pembangunan
berkelanjutan, yang dalam perencanaan dan pelaksanaannya perlu
diselenggarakan dengan menghormati hak budaya komuniti-komuniti yang
terlibat, di samping hak negara untuk mengatur kehidupan berbangsa dan hak
asasi individu secara berimbang (Sila Kedua). Hak budaya komuniti dapat sebagai
perantara/penghubung/penengah antara hak negara dan hak asasi individu.
Paradigma ini dapat mengatasi sistem perencanaan yang sentralistik dan yang
mengabaikan kemajemukan masyarakat dan keanekaragaman kebudayaan
Indonesia. Dengan demikian, era otonomi daerah tidak akan mengarah pada
otonomi suku bangsa tetapi justru akan memadukan pembangunan lokal/daerah
dengan pembangunan regional dan pembangunan nasional (Sila Keempat),
sehingga ia akan menjamin keseimbangan dan kemerataan (Sila Kelima) dalam
rangka memperkuat persatuan dan kesatuan bangsa yang akan sanggup
menegakkan kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI (Sila Ketiga). Apabila
dicermati, sesungguhnya nilai-nilai Pancasila itu memenuhi kriteria sebagai
puncak-puncak kebudayaan, sebagai kerangka-acuan-bersama, bagi kebudayaan -
kebudayaan di daerah :

Sila Pertama, menunjukan tidak satu pun sukubangsa ataupun golongan


sosial dan komuniti setempat di Indonesia yang tidak mengenal kepercayaan
terhadap Tuhan Yang Maha Esa

Sila Kedua, merupakan nilai budaya yang dijunjung tinggi oleh segenap
warganegara Indonesia tanpa membedakan asal-usul kesukubangsaan,
kedaerahan, maupun golongannya.

Sila Ketiga, mencerminkan nilai budaya yang menjadi kebulatan tekad


masyarakat majemuk di kepulauan nusantara untuk mempersatukan diri sebagai
satu bangsa yang berdaulat

Sila Keempat, merupakan nilai budaya yang luas persebarannya di


kalangan masyarakat majemuk Indonesia untuk melakukan kesepakatan melalui
musyawarah. Sila ini sangat relevan untuk mengendalikan nilai-nilai budaya yang
mendahulukan kepentingan perorangan

8
Sila Kelima, betapa nilai-nilai keadilan sosial itu menjadi landasan yang
membangkitkan semangat perjuangan bangsa Indonesia dalam memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikutserta
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan perdamaian abadi,
dan keadilan sosial.

5. Kehidupan Keamanan dan Pertahanan

Bangsa dan Negara Indonesia dalam memenuhi tujuannya dalam hidup


bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pertahanan dan keamanan merupakan
suatu kebutuhan yang mutlak dan harus diwujudkan. Pertahanan dan keamanan
merupakan upaya preventif untuk menjaga dan mempertahankan kedaulatan
bangsa dan Negara Indonesia dari berbagai rongrongan, tekanan, maupun
gangguan baik yang dating dari dalam maupun luar Negara republik Indonesia.
Menurut deklarasi bangsa Indonesia yang tertuang dalam pembukaan UUD 1945,
bahwa Negara berkewajiban melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah
darah Negara Indonesia.

Sejalan dengan pengertian tersebut maka yang dimaksud dengan


pengertian ketahanan nasional dalam bidang pertahanan dan keamanan, yaitu
merupakan suatu kondisi dinamis suatu bangsa, berisi keuletan dan ketanguhan,
yang mengandung potensi untuk mengembangkan kemampuan nasional menjadi
kekuatan nasional, guna menghadapi dan mengatasi segala macam ancaman,
rongrongan, gangguan, hambatan baik yang datang dari dalam maupun dari luar
Negara Indonesia, langsung maupun tidak langsung membahayakan pertahan
keamanan bangsa dan Negara.

Pertahanan mengandung makna suatu kemampuan bangsa untuk mebina


dan mengunakan kekuatan nasional guna menghadapi ataupun menangkal
rongrongan, gangguan, ancaman maupun tekanan dari luar. Adapun keamanan
mengandung arti kemampuan bangsa untuk membina dan mengunakan kekuatan
nasional untuk menghadapi serta menangkal ancaman, gangguan, dan tantangan
yang datang dari dalam negeri. Dua macam tugas pertahanan dan keamanan itu
berdasarkan teori maupun pengalaman kehidupan berbangsa dan bernegara
dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut sangat menentukan
keberhasilan atau kegagalan dalam melaksanakan salah satu tugas Negara
pertahanan dan keamanan (defences and security). di samping itu tugas tersebut
secara keseluruhan juga mempengaruhi keberhasilan atau kegagalan peleksanaan
unsur-unsur ketahanan nasional lainya

Pertahanan dan keamanan Indonesia adalah kemestaan daya upaya seluruh


rakyat Indonesia dalam mempertahankan dan mengamankan Negara demi
kelangsungan hidup bangsa dan Negara kesatuan republik Indonesia. Pertahanan
dan keamanan Negara republik Indonesia dilaksanakan dengan menyusun,
mengerahkan, dan menggerakkan seluruh potensi nasional secara terintegrasi dan
terkoordinasi. Penyelenggaran pertahanan dan keamanan secara nasional
merupakan salah satu fungsi utama pemerintahan dan Negara republic Indonesia
dengan TNI dan Polri sebagai intinya. Tujuannya adalah untuk menciptakan

9
keamanan bangsa dan Negara dalam rangka mewujudkan ketahanan nasional
Indonesia.

Wujud ketahanan, pertahanan, dan keamanan tercermin dalam kondisi


daya tangkal bangsa yang dilandasi oleh kesadaran bela Negara seluruh rakyat.
Kondisi ini mengandung kemampuan bangsa dalam memelihara stabilitas
pertahanan dan keamanan Negara, mengamankan pembangunan dan hasil-
hasilnya, serta mempertahankan kedaulatan bangsa dan Negara dan menangkal
segala bentuk ancaman. Sejalan dengan pengertian ketahanan nasional, ketahanan
pertahanan dan keamanan pada hakikatnya adalah suatu keuletan dan ketanguhan
bangsa dalam mewujudkan kesiapsiagaan serta upaya bela Negara. Hal ini
merupakan perjuangan rakyat semesta, di mana seluruh potensi dan kekuatan
ideology, politik, ekonomi, sosial budaya,militer, dan kepolisian disusun dan
dikerahkan secara terpimpin, terintegrasi dan terkoordinasi untuk menjamin
penyelenggaraan system keamanan nasional, dan menjamin kesinambungan
pembangunan nasional serta kelangsungan hidup bangsa dan Negara Indonesia,
yang secara konstitusional berdasarkan UUD 1945 dan dasar falsafah pancasila.
Hal itu di dasari oleh prinsip-prinsip nilai yang merupakan dasar keyakinan dan
kebenaran bagi kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.

C. Esensi dan Urgensi Pancasila dalam Pembangunan Nasional

1. Esensi Pancasila dalam Pembangunan Nasional

Secara filosofis hakikat kedudukan pancasila sebagai paradigma


pembangunan nasional mengandung suatu konsekuensi bahwa dalam segala hal
aspek pembangunan nasional kita mendasarkan pada hakikat nilai-nilai sila
Pancasila. Oleh karena hakikat nilai sila-sila Pancasila mendasarkan diri pada
dasar ontologis manusia sebagai subjek pendukung pokok sila-sila Pancasila
sekaligus sebagai pendukung pokok Negara. Hal ini berdasarkan pada kenyataan
objektif bahwa Pancasila dan Negara adalah organisasi manusia. Oleh karena itu
Negara dalam rangka mewujudkan tujuannya melalui pembangunan nasional
untuk mewujudkan tujuan seluruh warganya harus dikembalikan pada dasar-dasar
hakikat manusia monopluralis. Unsur-unsur hakikat manusia monopluralis
melalui susunan kodrat manusia, jiwa dan raga, sifat kodrat manusia, makhluk
individu dan makhluk social serta kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk
berdiri sendiri dan sebagai makhluk Tuhan yang Maha Esa. Oleh karena
pembangunan nasional sebagai upaya praktis untuk mewujudkan tujuan tersebut,
maka pembangunan haruslah mendasarkan pada paradigm hakikat manusia
monopluralis tersebut.

Konsekuensinya dalam realisasi pembangunan nasional dalam berbagai


bidang untuk mewujudkan peningkatan harkat dan martabat manusia secara
konsisten berdasarkan pada nilai-nilai hakikat kodrat manusia tersebut. Maka
pembangunan nasional harus meliputi aspek jiwa yang mencakup akal, rasa, dan
kehendak. Aspek raga, aspek individu, aspek makhluk social, aspek pribadi dan

10
juga aspek kehidupan ketuhanannya. Kemudian pada gilirannya dijabarkan dalam
berbagai bidang pembangunan antara lain politik, ekonomi, iptek, social budaya,
hokum, dan lain sebagainya.

2. Urgensi Pancasila dalam Pembangunan Nasional

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Paradigma adalah pandangan mendasar dari para ilmuwan tentang apa yang
menjadi pokok persoalan suatu cabang ilmu pengetahuan. Istilah paradigma makin lama
makin berkembang tidak hanya di bidang ilmu pengetahuan, tetapi pada bidang lain
seperti bidang politik, hukum, sosial dan ekonomi.
Pancasila pada hakikatnya bersifat humanistik karena memang pancasila
bertolak dari hakikat dan kedudukan kodrat manusia itu sendiri. Hal ini sebagaimana
tertuang dalam sila Kemanusiaan yang adil dan beradab. Oleh karena itu, pembangunan
sosial budaya harus mampu meningkatkan harkat dan martabat manusia, yaitu menjadi
manusia yang berbudaya dan beradab. Pembangunan sosial budaya yang menghasilkan
manusia-manusia biadab, kejam, brutal dan bersifat anarkis jelas bertentangan dengan
cita-cita menjadi manusia adil dan beradab.
Keanekaragaman suku, adat-istiadat, dan agama serta berada pada ribuan pulau
yang berbeda sumber kekayaan alamnya, memungkinkan untuk terjadi keanekaragaman
kehendak dalam kehidupan bermasyarakat, karena tumbuhnya sikap premordalisme
sempit, yang akhirnya dapat terjadi konflik yang negative, oleh karena itu dalam
kehidupan dilingkungan bermasyarakat dibutuhkan alat perekat antar masyarakat
dengan adanya kesamaan cara pandang tentang misi dan visi yang ada di lingkungan
masyarakat. Dengan adanya Pancasila dapat dijadikan sebagai suatu elemen mampu
menahan emosi dari banyaknya perbedaaan kebudayaan di lingkungan masyarakat.
Agar dapat mewujudkan kehidupan yang demokratis, aman, tentram, nyaman, dan adil
di lingkungan masyarakat.

12
Daftar Pustaka

Kaelan, 2010. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma 4.

Daman,Rozikin. 1992. Pancasila Dasar Falsafah Negara. Jakarta: Rajawali Pers

Sugito AT dkk. 2000. Pendidikan Pancasila. Semarang: IKIP Semarang Press.

https://www.academia.edu/37802943/PANCASILA_SEBAGAI_PARADIGMA_
PEMBANGUNAN_NASIONAL_Oleh_Kelompok_5

(diakses pada tanggal 1 April 2019 pada pukul 20.45 WIB)

13

Anda mungkin juga menyukai