Anda di halaman 1dari 28

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

TRAUMA THORAK

1
Disusun oleh
Kelompok :

1. M iqbal basuki (14.401.17.054)


2. M Ridwan (14.401.17.055)
3. M Taufik Hidayatullah (14.401.17.056)
4. Mahmudah (14.401.17.058)
5. May Dilla Firdayanti (14.401.17.059)
6. MohammadHabibunnajar (14.401.17.060)
7. Nafi’ah Darmayanti (14.401.17.061)

PRODI DIII KEPERAWATAN


AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA
KRIKILAN GLENMORE BANYUWANGI
2019

KATA PENGANTAR

Puji syukur atas kehadirat Allah swt atas segala limpahan rahmat serta
hidayahNya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul
”Keperawatan Gawat Darurat” tepat pada waktunya. Tak lupa sholawat serta salam

2
senantiasa tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, sehingga dapat
berada di zaman terang benderang ini.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, tetapi kami
berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca.
Kami mengucapkan terimakasih kepada :
1. Haswita. S.Kep.,M.Kes Selaku Direktur Akademi Kesehatan Rustida.
2. Eko Prabowo, S.Kep.,Ns, M.Kes. Selaku KA Prodi D III Keperawatan.
3. Siswoto M.si selaku dosen pembimbing mata kuliah Keperawatan Gawat
Darurat
Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat
membangun guna untuk mencapai kesempurnaan makalah berikutnya. Taklupa,kami
mengucapkan terimakasih kepada rekan kelompok kami yang telah bekerjasama
dalam mengerjakan makalah ini, atas perhatiannya kami ucapkan terimakasih.

Krikilan, november 2019

Penulis

DAFTAR ISI

COVER............................................................................................................01

KATA PENGANTAR....................................................................................02

3
DAFTAR ISI...................................................................................................03

BAB I PENDAHUUAN

1.1 Latar Belakang........................................................................................04


1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................04
1.3 Tujuan .....................................................................................................04
1.4 Manfaat ...................................................................................................05
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian Trauma Thorak.....................................................................06
2.2 Anatomi Thorak.....................................................................................06
2.3 Etiologi Trauma Thorak.........................................................................07
2.4 Jenis Trauma Thorak..............................................................................07
2.5 Tanda dan Gejala Trauma Thorak.........................................................08
2.6 Prognosis dan Penatalaksanaan Truma Thorak.....................................09
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan..............................................................................................12
3.2 Saran .......................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

4
Trauma thoraks semakin meningkat sesuai dengan kemajuan transportasi dan
kondisi sosial ekonomi masyarakat. Di Amerika Serikat didapatkan 180.000
kematian pertahun Karena trauma. 25% diantaranya Karena trauma thorak tak
langsung atau penyerta.
Pneumothoraks didefinisikan sebagai adanya udara didalam kavum/rongga
pleura. Tekanan di rongga pleura pada orang sehat selalu negative untuk dapat
mempertahankan paru dalam keadaan berkembang (inflasi). Tekanan pada rongga
pleura pada akhir inspirasi 4-8cm dan pada akhir ekspirasi 2-4cm H20.
Dahulu pneumothoraks dipakai sebagai modalitas terrapin pada TB paru
sebelum ditemukannya obat anti tuberculosis dan tindakan bedah dan dikenal
sebagai pneumothoraks artifisial. Kemajuan tehnik maupun peralatan kedokteran
ternyata juga mempunyai peranan dalam meningkatkan kasus-kasus
pneumothoraks antara lain prosedur diagnostic seperti biopsy pleura, TTB,TBLB,
dan juga beberapa tindakan terapeutik seperti misalnya fungsi pleura, ventilasi
mekanik, IPPB,CVP dapat pula menjadi sebab terjadinya pneumothoraks.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari Trauma Thoraks ?
2. Bagaimana anatomi dari thoraks ?
3. Apa Etiologi trauma Thoraks ?
4. Apa saja jenis trauma thorak ?
5. Apa saja tanda dan gejala Trauma Thoraks ?
6. Apa prognosis dan bagaimana penatalaksanaan dari trauma thorak ?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari Trauma Thoraks
2. Untuk mengetahui anatomi dari thoraks
3. Untuk mengetahui Etiologi trauma Thoraks
4. Untuk mengetahui jenis trauma thorak
5. Untuk mengetahui tanda dan gejala Trauma Thoraks
6. Untuk mengetahui prognosis dan bagaimana penatalaksanaan dari trauma
thorak

5
1.4 Manfaat
1. Untuk Mahasiswa
Agar mahasiswa mengetahui apa saja yang termasuk dalam keperawatan
gawat darurat pada trauma thorak.
2. Untuk Pembaca
Agar menambah wawasan tentang trauma thorak di kalangan masyarakat,
serta dapat diaplikasiakan di dalam masyarakat.
3. Untuk Institusi
Untuk menambah referensi dan wawasan untuk diaplikasikan kepada
mahasiswa khususnya AKADEMI KESEHATAN RUSTIDA, agar dapat
memberikan pelayanan kesehatan dalam keperawatan gawat darurat dengan
baik dan tepat.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Trauma Thorak

6
Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat
gangguan emosional yang hebat( Nugroho, 2015)
Trauma thoraks adalah luka atau cedera yang mengenai rongga thoraks yang
dapat menyebabkan kerusakan pada dinding thorax ataupun isi dari cavum thorax
yang disebabkan oleh benda tajam atau benda tumpul dan dapat menyebabkan
keadaan gawat thorax akut(Sudoyo,2010).
Trauma thoraks merupakan trauma yang mengenai dinding thoraks dan atau
organ intra toraks, baik Karena truma tumpul maupun oleh Karena trauma tajam.
Memahami mekanisme dari trauma akan meningkatkan kemampuan deteksi dan
identifikasi awal atas trauma sehingga penanganannya dapat dilakukan segera
(Samsuhidajat,2003).
Dari beberapa definisi diatas dapat didefinisikan trauma thorax adalah trauma
yang mengenai dinding thorax yang secara langsung maupun tidak langsung
berpengaruh pada organ didalamnya, baik sebagai akibat dari suatu trauma
tumpul maupun oleh sebab trauma tajam.
2.2. Anatomi Thorak
1. Anatomi Rongga Thoraks
Kerangka dada yang terdiri dari tulang dan tulang rawan, dibatasi oleh:
a. Depan : sternum dan tulang iga
b. Belakang : 12 ruas tulang belakang (diskus intervertebralis)
c. Samping : iga-iga beserta otot-otot intercostal.
d. Bawah : diafragma
e. Atas : dasar leher
2. Isi
a. Sebelah kanan dan kiri rongga toraks terisi penuh oleh paru-paru beserta
pembungkus pleuranya.
b. Mediastinum : ruang di dalam rongga dada antara kedua paru-paru. Isinya
meliputi jantung dan pembuluh-pembuluh darah besar, oesophagus, aorta
desendens, ductus torasika dan vena kava superior, saraf vagus dan
frenikus serta sejumlah besar kelenjar limfe (Smeltzer,2006)

7
2.3. Etiologi Trauma Thorak
Trauma pada thoraks dibagi 2 yaitu oleh Karena itu trauma tumpul dan trauma
tajam. Penyebab truma thoraks tersering adalah kecelakaan kendaraan bermotor
(63-78%). Dalam truma akibat kecelakaan, ada lima jenis tabrakan (impact) yang
berbeda, yaitu depan, samping, belakang, berputar, dan terguling. Oleh Karena
itu harus dipertimbangkan untuk mendapatkan riwayat yang lengkap Karena
setiap orang memiliki pol truma yang berbeda. Penyebab truma thoraks oleh
Karena truma tajam dibedakan menjadi 3 berdasarkan tingkat energinya, yaitu
berenergi rendah seperti trauma tusuk, berenergi sedang seperti pistol dan
berenergi tinggi seperti pada senjata militer. Penyebab trauma toraks yang lain
adalah adanya tekanan yang berlebihan pada paru-paru yang bisa menyebabkan
pneumothoraks seperti pada scuba (samsuhidajat,2003)
Trauma toraks dapat mengakibatkan kerusakan pada tulang kosta dan sternum,
rongga pleura saluran nafas intra toraks dan parenkim paru. Kerusakan ini dapat
terjadi tunggal atau kombinasi tergantung mekanisme cedera
(Samsuhidajat,2003).
2.4. Jenis Trauma Thorak
Trauma thorak dapat dibagi dalam dua kelompok besar yaitu trauma tembus dan
trauma tumpul
1. Trauma tembus (tajam)
a. Terjadi diskontinuitas dinding torak (laserasi) langsung akibat penyebab
trauma.
b. Akibat tusukan benda tajam (pisau, kaca dsb) atau peluru
c. Sekitar 10-30% memerlukan operasi torakotomi
2. Trauma tumpul
a. Tidak terjadi diskontinuitas dinding thorak
b. Akibat kecelakaan lalu lintas, terjatuh, olahraga, crush atau blast injuries.
c. Kelainan tersering akibat trauma tumpul toraks adalah kontusio paru.
d. Sekitar <10% yang memerlukan operasi torakotomi (Dorland,2008).
2.5. Tanda dan Gejala Trauma thorak

8
Tanda-tanda dan gejala pada trauma thorak :
1. Ada jejas pada thorak.
2. Nyeri pada tempat trauma, bertambah saat inspirasi
3. Pembengkakan local dan krepitasi pada saat palpasi
4. Pasien menahan dadanya dan bernafas pendek.
5. Dyspnea, hemoptysis, batuk dan emfisema subkutan.
6. Penurunan tekanan darah
Manifestasi klinis :
1. Tamponade jantung :
a. Trauma tajam di daerah perikaridum atau yang diperkirakan menembus
jantung.
b. Gelisah.
c. Pucat, keringat dingin.
d. Peninggian TVJ (tekanan vena jugularis).
e. Pekak jantung melebar.
f. Bunyi jantung lemah.
g. ECG terdapat lom voltage seluruh lead (FKUI,2005).
2. Hematothorak
a. Pada WSD darah yang keluar cukup banyak dari WSD.
b. Gangguan pernafasan (FKUI,2005).
3. Pneumothoraks
a. Nyeri dada mendadak dan saat nafas.
b. Gagal pernafasan denagn sianosis.
c. Kolaps sirkulasi.
d. Dada atau sisi yang terkena lebih resonan pada perkusi dan suara nafas
yang terdapat jauh atau tidak terdengar sama sekali.
e. Pada auskultasi terdengar bunyi klik (FKUI, 2005)..
Patofisiologi
Umumnya suatu dinding thorak sangat diperlukan untuk sebuah ventilasi
pernapasan yang normal. Pengembangan dinding thoraks ke arah luar oleh otot-

9
otot pernapasan diikuti dengan turunnya diafragma menghasilkan tekanan negatif
dari intrathoraks. Proses ini menyebabkan masuknya udara pasif ke paru-paru
selama inspirasi. Trauma thoraks mempengaruhi struktur-struktur berbeda dari
dinding thoraks dan rongga thoraks. Dalam dinding dada termasuk tulang- tulang
dada dan otot – otot terkait(Sudoyo, 2010)’
Rongga pleura berada diantara pleura viseral dan parietal dan dapat terisi oleh
darah ataupun udara yang menyertai suatu trauma toraks. Parenkim paru
termasuk paru-paru dan jalan nafas yang berhubungan, dan mungkin dapat
mengalami kontusio, laserasi,hematoma dan pneumokel. Mediastinum termasuk
jantung, aorta/pembuluh darah besar dari toraks, cabang trakeobronkial dan
esofagus. Secara normal toraks bertanggung jawab untuk fungsu vital fisiologis
kardiopulmoner dalam menghantarkan oksigenansi darah untuk metabolisme
jaringan pada tubuh. Gangguan pada aliran udara dan darah, salah satunya
maupun kombinasi keduanya dapat timbul akibat dari cedera toraks (Sudoyo,
2009).
Secara klinis penyebab dari trauma toraks bergantung juga pada beberapa faktor,
antara lain mekanisme dari cidera, luas dan lokasi dari cedera, cedera lain yang
terkait, dan penyakit-penyakit komorbid yang mendasari. Pasien-pasien trauma
thoraks cenderung akan memburuk sebagai akibat dari efek pada fungsi
respirasinya dan secara sekunder akan berhubungan dengan disfungsi jantung
(Sudoyo,2009)

Pathway

Trauma tajam atau


tumpul

10
thoraks

Cedera jaringan
lunak,cedera/hilangnya
kontinuitas struktur

Perdarahan jaringan interstitium,


pendarahan intra alveolar,kolaps
arteri, dan arteri- arteri kecil,
hingga tahanan perifer pembuluh
darah paru meningkat

Reabsorbsi darah oleh


pleura tidak memadai/
tidak optimal
Akumulasi cairan
Ekspansi dalam kavum
paru hemathoraks pleura

Gangguan Merangsang reseptor Pemasangan WSD


ventilasi nyeri pada pleura
viseralis dan parietalis
Thorakdrainase
Ketidakefektifan
bergeser
pola napas
Diskontinuitas
jaringan
Edema Resiko infeksi kerusakan
tracheal/faringeal, integritas kulit
peningkatan produksi Nyeri akut
secret dan penurunan
kemampuan batuk Ketidakefektifan
efektif bersihan jalan napas

2.6. Prognosis dan Penatalaksanaan Truma Thorak


1. Open pneumothoraks
Timbul Karena truma tajam, ada hubungan dengan rongga pleura sehingga
paru menjadi kuncup. Seringkali terlihat sebagai luka pada dinding dada yang

11
menghisap pada setiap inspirasi (sucking chest wound). Apabila luabng ini
lebih besar dari pada 2/3 diameter trachea, maka pada inspirasi udara lebih
mudah melewati mulut sehingga terjadi sesak nafas yang hebat
Penatalaksanaannya :
a. Ditempat kejadian :
Tindakan untuk mengubah ke pneumothoraks tertutup, sebagai contoh,
menaruh tangan atau balutan penutup di atas bagian yang terbuka saat
pasien menarik napas untuk menutupinya. Untuk mencegah tegangan,
pneuomtoraks, penutup harus diangkat sementara waktu ekspirasi dan
ditutupkan kembali. Ini harus dilakukan selama beberapa siklus
pernafasan.
1) Oksigen tambahan
2) Terapi IV untuk mengontrol syok
b. Di rumah sakit :
1) Pasang selang dada yang dihubungkan dengan system WSD.
2) Lakukan tindakan untuk mengontrol syok.
3) Pembedahan untuk memperbaiki cedera.
4) Oksigen tambahan
2. Tension pneumothorak
Adanya udara didalam cavum pleura mengakibatkan tension pneumothorak,
apabila ada mekanisme ventil Karena lubang pada paru maka udara akan
semakin banyak pada sisi rongga pleura, sehingga mengakibatkan :
a. Paru sebelahnya akan terekan dengan akibat sesak yang berat
b. Mediastinum akan terdorong dengan akibat timbul syok
c. Pada perkusi terdengar hipersonor pada daerah yang cedera, sedangkan
d. Pada auskultasi bunyi vesikuler meurun.
Penatalaksanaannya :
a. Di tempat kejadian
1) Masukan jarum besar ke ruang intercostal kedua pada garis
midklavikula dari sisi yang sakit

12
2) Oksigen tambahan
3) Terapi IV untuk mengontrol syok
b. Di rumah sakit
1) Pasang selang dada yang dihubungkan dengan system water seal
dranage (WSD)
2) Amati pemulihan syok
3. Hematothorak massif
Pada keadaan ini terjadi perdarahan hebat dalam rongga dada. Ada perkusi
terdengar redup, sedang vesikuler menurun pada auskultasi.
Penatalaksanaannya :
a. Pasang selang dada yang dihubungkan dengan system WSD
b. Tranfusi darah dengan tranfusi autolog tranfusi whole blood
c. Tindakan terhadap syok
d. Oksigen tambahan
4. Flail chest
Tulang iga patah pada 2 tempat pada lebih dari 2 iga sehingga ada satu
segmen dinding dada yang tidak ikut pada pernafasan pada ekspirasi segmen
akan menonjol keluar, pada ispirasi justru masuk ke dalam yang di kenal
dengan pernafasan paradoksal.
Penatalaksanannya :
a. Tindakan untuk menstabilkan dada :
1) Miringkan pasien pada daerah yang terkena.
2) Gunakan bantal pasir pada dinding dada yang terkena.
b. Gunakan ventilasi mekanis dengan tekanan ekspirasi akhir positif,
didasarkan pada kriteria berikut :
1) Gejala konstusio paru.
2) Syok atau cidera kepala berat.
3) Fraktur delapan atau lebih tulang iga.
4) Umur diatas 65 tahun.
5) Riwayat penyakit paru-paru kronis

13
c. Pasang selang dada yang dihubungkan dengan system WSD, bila tension
pneumotoraks mengancam.
d. Oksigen tambahan.

Pemeriksaanpenunjang

a. Radiologi ; foto thoraks (AP)


b. Gas darah artery
c. Torasintesis
d. Hemoglobin
e. Pa Co2 kadang – kadang menurun
f. Pa O2 normal/menurun
g. Saturasi O2
h. Diagnosis fisik

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan untuk menangani pasien trauma
thoraks, yaitu :
a. Primary survey,Yaitu dilakukan padea trauma yang mengancam jiwa,
pertolongan ini dimulai dengan menggunakan teknik ABC\
b. Pemasangan infus
c. Pemeriksaan kesadaran
d. Jika dalam keadaan gawat darurat, dapat dilakukan massage jantung
e. Dalam keadaan stabil dapat dilakukan pemeriksaan radiologi seperti Foto
Thorak

Konsep Asuhan Keperawatan


A. Pengkajian
a. Aktivitas / istirahat
Gejala : dipnea dengan aktivitas ataupun istirahat.

14
b. Sirkulasi
 Tanda : Takikardia ; disritmia ; irama jantunng gallops
c. Integritas ego
Tanda : ketakutan atau gelisah.
d. Makanan dan cairan
Tanda : adanya pemasangan IV vena sentral/infuse tekanan.
e. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala : nyeri uni lateral, timbul tiba-tiba selama batuk atau regangan,
tajam dan   nyeri, menusuk-nusuk yang diperberat oleh napas dalam,
kemungkinan menyebar ke leher,bahudanabdomen.Tanda : berhati-hati pada
area yang sakit, perilaku distraksi, mengkerutkan wajah.
f. Pernapasan
Gejala : kesulitan bernapas ; batuk ; riwayat bedah dada/trauma,
penyakit paru kronis, inflamasi,/infeksi paaru, penyakit interstitial menyebar,
keganasan ; pneumothoraks spontan sebelumnya, PPOM.Tanda : Takipnea ;
peningkatan kerja napas ; bunyi napas turun atau tak ada ; fremitus menurun ;
perkusi dada hipersonan ; gerakkkan dada tidak sama ; kulit pucat, sianosis,
berkeringat, krepitasi subkutan ; mental ansietas, bingung, gelisah, pingsan ;
penggunaan ventilasi mekanik tekanan positif
g. Keamanan
Gejala : adanya trauma dada ; radiasi/kemoterapi untuk keganasan.
h. Penyuluhan/pembelajaran
Gejala : riwayat factor risiko keluarga, TBC, kanker ; adanya bedah
intratorakal/biopsyparu.

B. Pemeriksaan Fisik
1.      Sistem Pernapasan :
1) Sesak napas

15
2) Nyeri, batuk-batuk.
3) Terdapat retraksi klavikula/dada.
4) Pengambangan paru tidak simetris.
5) Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain.
6) Pada perkusi ditemukan Adanya suara sonor/hipersonor/timpani,
hematotraks (redup)
7) Pada asukultasi suara nafas menurun, bising napas yang
berkurang/menghilang.
8) Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas.
9) Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat.
10) Gerakan dada tidak sama waktu bernapas.

2.      Sistem Kardiovaskuler :
a) Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk.
b) Takhikardia, lemah
c) Pucat, Hb turun /normal.
d) Hipotensi.

3.      Sistem Persyarafan :
         Tidak ada kelainan.

4.      Sistem Perkemihan.
         Tidak ada kelainan.

5. Sistem Pencernaan :
         Tidak ada kelainan
6. Sistem Muskuloskeletal - Integumen.
a) Kemampuan sendi terbatas.
b) Ada luka bekas tusukan benda tajam.
c) Terdapat kelemahan.

16
d) Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub kutan
7. Sistem Endokrine :
a) Terjadi peningkatan metabolisme.
b) Kelemahan.
8. Sistem Sosial / Interaksi.
         Tidak ada hambatan.
9. Spiritual :
         Ansietas, gelisah, bingung, pingsan.
10.    Pemeriksaan Diagnostik :
 Sinar X dada : menyatakan akumulasi udara/cairan pada area pleural.
 Pa Co2 kadang-kadang menurun.
 Pa O2 normal / menurun.
 Saturasi O2 menurun (biasanya).
 Hb mungkin menurun (kehilangan darah).
 Toraksentesis : menyatakan darah/cairan,
C. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupaka suatu pernyataan dari masalah pasien yang
nyata ataupun potensial dan membutuhkan tindakan keperawatan sehingga
masalah pasien dapat ditanggulangi atau dikurangi:
1. Gangguan Perfusi Jaringan berhubungan dengan Hipoksia, tidak
adekuatnya pengangkutan oksigen ke jaringan
2. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekpansi paru yang
tidak maksimal karena trauma, hipoventilasi
3. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan
sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan.
4. Perubahan kenyamanan : Nyeri berhubungan dengan trauma jaringan dan
reflek spasme otot sekunder.
5. Resiko terjadinya syok Hipovolemia berhubungan dengan perdarahan yang
berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke ekstravaskuler

17
6. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma mekanik terpasang
bullow drainage.
7. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan ketidakcukupan kekuatan
dan ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal.
D.Intervensi

1. Diagnosa : Gangguan Perfusi Jaringan berhubungan dengan Hipoksia, tidak


adekuatnya pengangkutan oksigen ke jaringan
 Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan  diharapkan dapat
mempertahankan perfusi jaringan dengan
 Kriteria hasil : a.Tanda-tanda vital dalam batas normal
b.Kesadaran meningkat
c.menunjukkan perfusi adekuat
Intervensi Dx 1: Gangguan Perfusi Jaringan berhubungan dengan Hipoksia,
tidak adekuatnya pengangkutan oksigen ke jaringan.

1. Kaji faktor penyebab dari situasi/keadaan individu/penyebab penurunan


perfusi jaringan.
Rasional : Deteksi dini untuk memprioritaskan intervensi, mengkaji status
neurologi/tanda-tanda kegagalan untuk menentukan perawatan kegawatan
atau tindakan pembedahan
2. Monitor GCS dan mencatatnya
Rasional : Menganalisa tingkat kesadaran
3. Monitor keadaan umum pasien.
Rasional : -    Memberikan informasi tentang derajat/keadekuatan perfusi
jaringan dan membantu menentukan keb. intervensi.

4. Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi


Rasional : Memaksimalkan transport oksigen ke jaringan
5. Kolaborasi pengawasan hasil pemeriksaan laboraturium. Berikan sel darah
merah lengkap/packed produk darah sesuai indikasi.

18
Rasional : Mengidentifikasi defisiensi dan kebutuhan pengobatan /respons
terhadap terapi.
2. Diagnosa : Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan
ekpansi paru yang tidak maksimal karena trauma, hipoventilasi.
 Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan  diharapkan dapat
mempertahankan jalan nafas pasien dengan
 Kriteria hasil : a.Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada
paru.                  
b.Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektive.
c.Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.
Intervensi Dx 2: Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan
ekpansi paru yang tidakmaksimal karena trauma,
hipoventilasi.

1. Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala tempat tidur.
Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk sebanyak mungkin.
Rasional : Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekspansi paru dan
ventilasi pada sisi yang tidak sakit.

2. Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea atau perubahan


tanda-tanda vital.
Rasional : Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi
sebgai akibat stress fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan terjadinya syock
sehubungan dengan hipoksia.

3. Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk menjamin


keamanan.
Rasional : Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan
mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.

19
4. Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan
menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam.
Rasional : Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat
dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas.
5. Perhatikan alat bullow drainase berfungsi baik, cek setiap 1 – 2 jam
Rasional : Mempertahankan tekanannegatif intrapleural sesuai yang diberikan,
yang meningkatkan ekspansi paru optimum/drainase cairan
3. Diagnosa : Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan
peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri
dan keletihan.

a. Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama diharapkan jalan


nafas pasien normal dengan
b. Kriteria hasil : a.Menunjukkan batuk yang efektif.
b.Tidak ada lagi penumpukan sekret di sal. Pernapasan
c.Klien tampak nyaman.
Intervensi Dx 3: Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan
peningkatan sekresi sekret dan penurunan batuk sekunder
akibat nyeri dan keletihan
1. Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa terdapat
penumpukan sekret di saluran Pernapasan.
Rasional : Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan
kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik

2. Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.


3. Rasional : Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif,
menyebabkan frustasi
4. Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk.
Rasional : Pengkajian ini membantu mengevaluasi keefektifan upaya batuk
klien.

20
5. Dorong atau berikanperawatan mulut yang baik setelah batuk
Rasional : Hiegene mulut yang baik meningkatkan rasa kesejahteraan dan
mencegah bau mulut.
6. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain Pemberian antibiotika atau expectorant.
Rasional : Expextorant untuk memudahkan mengeluarkan lendir dan
mengevaluasi   perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya

4. Diagnosa : Perubahan kenyamanan : Nyeri berhubungan dengan


trauma jaringan dan reflek spasme otot sekunder.

 Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama diharapkan


nyeriberkurang
 Kriteria hasil : a.Nyeri berkurang/ dapat diatasi
b.Dapat mengindentifikasia aktivitas yang
meningkatkan/ menurunkan nyeri
c.Pasien tidak gelisah.

Intervensi Dx 4 : Perubahan kenyamanan : Nyeri berhubungan dengan trauma


jaringan dan reflek spasme otot sekunder.

1. Jelaskan dan bantu klien dnegan tindakan pereda nyeri nonfarmakologi dan
non invasive
Rasional : Pendekatan dengan menggunakan relaksasi dan nonfarmakologi
lainnya telah menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri

2. Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang
nyaman ; misal waktu tidur, belakangnya dipasang bantal kecil
Rasional : Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan
meningkatkan kenyamanan.

21
3. Tingkatkan pengetahuan tentang : sebab-sebab nyeri, dan menghubungkan
berapa lama nyeri akan berlangsung
Rasional : Pengetahuan yang akan dirasakan membantu mengurangi nyerinya.
Dan dapat membantu mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana
teraupetik
-Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang

4. Kolaborasi denmgan dokter, pemberian analgetik


Rasiional : Analgetik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri akan berkurang

5. Observasi tingkat nyeri, dan respon motorik klien, 30 menit setelah pemberian
obat analgetik untuk mengkaji efektivitasnya. Serta setiap 1 - 2 jam setelah
tindakan perawatan selama 1 - 2 hari.
Rasional : Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang
obyektif untuk mencegah kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi
yang tepat.
     
5. Diagnosa : Resiko terjadinya syok Hipovolemia berhubungan dengan
perdarahan yang berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler ke
ekstravaskuler

 Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama diharapkan


klien tidak mengalami syok hipovolemik
 Kriteria hasil : Tanda Vital dalam batas normal (N: 120-60 x/menit, S
: 36-37o  C, RR : 20x/menit

Intervensi Dx 5 : Resiko terjadinya syok Hipovolemia berhubungan dengan


perdarahan yang berlebihan, pindahnya cairan intravaskuler
ke ekstravaskuler

22
1. Monitor keadaan umum pasien
Rasional : Untuk memonitor kondisi pasien selama perawatan terutama saat
terjadi perdarahan. Perawat segera mengetahui tanda-tanda presyok / syok

2. Observasi vital sign setiap 3 jam atau lebih


Rasional : Perawat perlu terus mengobaservasi vital sign untuk memastikan
tidak terjadi presyok / syok

3. Jelaskan pada pasien dan keluarga tanda perdarahan, dan segera laporkan jika
terjadi perdarahan
Rasional : Dengan melibatkan pasien dan keluarga maka tanda-tanda
perdarahan dapat segera diketahui dan tindakan yang cepat dan tepat dapat
segera diberikan.

4. Kolaborasi : Pemberian cairan intravena


Rasional : Cairan intravena diperlukan untuk mengatasi kehilangan cairan
tubuh secara hebat
5. Kolaborasi : pemeriksaan : HB, PCV, trombosit
Rasionali : Untuk mengetahui tingkat kebocoran pembuluh darah yang
dialami pasien dan untuk acuan melakukan tindakan lebih lanjut.

6. Diagnosa : Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma


mekanik terpasang bullow drainage.

 Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama diharapkan


dapat mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai

23
 Kriteria hasil : a.tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus
b.luka bersih tidak lembab dan tidak kotor
c.Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat
ditoleransi.
Intervensi Dx 6: Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan trauma
mekanik terpasang bullow drainage.

1. Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka

Rasional : mengetahui sejauhmanaperkembangan luka mempermudah


dalammelakukan tindakan yang tepat

2. Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan luka
Rasional : mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan mempermudah
intervensi

3. Pantau peningkatan suhu tubuh


Rasional : suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan sebagai adanya
proses peradangan

4. Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka dengan kasa kering
dan steril, gunakan plester kertas
Rasional : tehnik aseptik membantu mempercepat penyembuhan luka dan
mencegah terjadinya infeksi

5. Kolaborasi tindakan lanjutan sepertimelakukandebridement


Rasional : agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak menyebar luas
pada area kulit normal lainnya.

24
7. Diagnosa : Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan
ketidakcukupan kekuatan dan ketahanan untuk ambulasi dengan alat
eksternal.
 Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama
diharapkan pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
 Kriteria hasil : a.penampilan yang seimbang
b.melakukan pergerakkan dan perpindahan
cmempertahankan mobilitas optimal yang dapat
ditoleransi

Intervensi Dx 7 : Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan


ketidakcukupan kekuatan dan ketahanan untuk ambulasi dengan alat eksternal.

25
1. Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan akan peralatan
Rasional : mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi

2. Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas


Rasional : mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan
aktivitas apakah karena ketidakmampuan ataukah ketidakmauan

3. Ajarkan dan pantau pasien dalam halpenggunaan alat bantu


Rasional : menilai batasan kemampuan aktivitas optimal

4. Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif
Rasional : mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot

5. Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi


Rasional : sebagai suaatu sumber untuk mengembangkanperencanaan dan
mempertahankan/meningkatkan mobilitas pasien

BAB III
PENUTUP

26
3.1 Kesimpulan
Trauma thoraks merupakan trauma yang mengenai dinding thoraks dan atau
organ intra toraks, baik Karena truma tumpul maupun oleh Karena trauma tajam.
Memahami mekanisme dari trauma akan meningkatkan kemampuan deteksi dan
identifikasi awal atas trauma sehingga penanganannya dapat dilakukan segera.
Trauma thorak dapat dibagi dalam dua kelompok besar yaitu trauma tembus dan
trauma tumpul. Dan penyebab yang sering terjadi trauma thorak adalah saat
berkendara motor.
3.2 Saran
Penulissangat mengharapkan agar makalah ini dapat menjadi acuan dalam
mempelajari tentang keperawatan gawat darurat pada trauma thorak. Dan
harapan penulis makalah ini tidak hanya berguna bagi penulis tetapi juga berguna
bagi semua pembaca. Terakhir dari penulis walaupun makalah ini kurang
sempurna penulis mengharapkan kritik dan saran untuk perbaikan di kemudian
hari.

DAFTAR PUSTAKA

27
Brooker. (2007). Kamus Saku Keperawatan. Jakarta: EGC.

Dorland. (2008). Kamus Kedokteran. Jakarta: EGC.

Smeltzer. (2006). Keperawatan Medikal Bedah Brunner and Sudarth Edisi 8 .


Jakarta: EGC.

FKUI. (2005). Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Binarupa Aksara.

Samsuhidajat. (2003). Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: EEGC.

28

Anda mungkin juga menyukai