Sirosis hepatis adalah suatu patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis hepatic
yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsiktektur hepar dan
pembentukan nodul regenerative. Penyakit hati kronis ini dicirikan dengan distorsi arsiktektur
hati yang normal oleh lembar-lembar jaringan ikat dan nodul-nodul regenerasi sel hati, yang
tidak berkaitan dengan vaskular normal (Amin & Hardhi, 2016).
2. Menurut Andra & Yessie (2013) ada empat tipe sirosis hepatis:
b. Sirosisis postnekrotik terdapat pita jaringan parut sebagai akibat lanjut dari hepatitis virus
(B dan C) yang terjadi sebelumnya. Terjadi karena kelainan metabolik, infeksi, dan post
intoksidasi zat kimia.
c. Sirosis biliaris terbentuk jaringan parut disekitar saluran empedu/ duktus biliaris. Terjadi
akibat obstruksi biliaria post hepatik dan statis empedu sampai adanya penumpukan
empedu dalam massa hati sehingga terjadi kerusakan sel-sel hati.
3. Manifestasi Klinis
Menurut Suratun dan Lusianah (2016) faktor penyebab kerusakan hati menimbulkan respon
inflamasi pada jaringan hepar, manifestasi lanjut sebagian disebabkan oleh kegagalan fungsi
hati yang kronis dan sebagian lagi oleh obstruksi sirkulasi portal. Semua organ-organ digestif
praktis akan berkumpul dalam vena portal dan dibawa ke hati. Karena hati yang sirotik tidak
memungkinkan pelintasan darah yang bebas, maka aliran darah tersebut akan kembali ke
dalam limpa dan traktus gastrointestinal dengan konsekuensi bahwa organ-organ ini menjadi
tempat kongesti pasif yang kronis, tidak bekerja dengan baik. Cairan yang kaya protein dan
menumpuk di rongga peritoneal akan menyebabkan asites. Hal ini ditunjukkan melalui
perkusi akan adanya shifting dullness atau gelombang cairan. Splenomegali juga terjadi.
Jaring-jaring telangiektasis, atau dilatasi arteri superfisial menyebabkan jaring-jaring bewarna
biru kemerahan, yang sering dapat dilihat melalui terhadap wajah dan keseluruhan tubuh.
5. Pemeriksaan Penunjang
−Peningkatan alkalin fosfat serum, ALT, dan AST (akibat dari destruksi jaringan hepar)
b. Biopsis hepar dapat memastikan diagnosis bila pemeriksaan dan pemeriksaan radiologis tak
dapat menyimmpulkan
c. Scan CT, atau MRI di lakukan untuk mengkaji ukuran hepar, derajat obstruksi dan aliran
darah hepatik
e. TDL menunjukkan penurunan SDM, hemoglobin, hematokrit, trombosit, dan SDP (hasil
dari depresi sumsum sekunder terhadap kegagalan ginjal dan kerusakan metabolisme nutrien)
6. Penatalaksanaan
a. Umum yaitu, istirahat, diet rendah garam, bila asites diet rendah garam dan memperbaiki
status gizi, vit B Comp.
c. Perdarahan esophagus (Hemel) pasien akan dipuasakan selama perdarahan, transfusi bila
terjadi hipovolemik, Vit K, dan memasang NGT agar aspirasi cairan lambung dan untuk
mengetahui perdarahan sudah berhenti/ belum.
Pencegahan primer adalah pencegahan yang dilakukan sebelum penyakit terjadi. Upaya
ini umumnya bertujuan mencegah terjadinya penyakit dan sasarannya. Hal ini merupakan
upaya agar masyarakat yang berada dalam keadaan sakit tidak jatuh dalam keadaan sakit,
melalui usaha mengontrol dan mengatasi faktor resiko dengan sasaran utamanya adalah orang
sehat melalui promosi kesehatan, perlindungan umum dan khusus.
Vaksinasi ini dilakukan terutama kepada kelompok resiko tinggi seperti pada bayi dari
ibu pengidap virus Hepatitis B, petugas pelayanan kesehatan (dokter, dokter gigi, perawat,
bidan, petugas laboratorium), anggota keluarga pengidap hepatitis, kaum homo seks, para tuna
susila, dan pelanggan mereka, pecandu obat bius suntik, mereka yang sering mendapat
perawatan tusuk jarum yang suntiknya tidak steril, mereka yang sering mendapatkan transfusi
darah. Cara pencegahan sirosis hati dapat dilakukan dengan cara tidak gonta-ganti pasangan
sexual, menghindari kontak darah dengan penderita Hepatitis B, hindari penggunaan narkoba
suntikan, hindari pengguanaan jarum suntik secara bergantian, transfusi darah secara steril dan
aman.