NRI : 18014101041
PERDARAHAN POSTPASRTUM
Perdarahan adalah masalah yang sangat penting di bidang obstetri dan
ginekologi. Dalam bidang obstetri, perdarahan hampir selalu berakibat fatal bagi
ibu maupun janin.1,2 Perdarahan postpartum adalah penyebab utama kematian
maternal secara dunia luas dan merupakan penyebab tunggal kedua kematian
utama ibu, peringkat di belakang preeklampsia atau eklampsia. Perdarahan dalam
bidang obstetri dapat terjadi baik dalam masa kehamilan, persalinan, maupun
masa nifas. Maka dari itu, perdarahan yang terjadi dalam masa-masa tersebut
harus kita anggap sebagai suatu keadaan yang akut dan serius. Setiap wanita
hamil, dan nifas yang mengalami perdarahan harus segera dirawat dan ditentukan
penyebabnya, sehingga selanjutnya dapat diberikan pertolongan yang tepat, hal ini
1,2,3,4
diharapkan secara tidak langsung dapat mengurangi angka kematian ibu.
Di dunia ini setiap menit seorang perempuan meninggal karena komplikasi
yang terkait dengan kehamilan dan persalinannya. Dimana 1400 perempuan
meninggal setiap hari atau lebih dari 500.000 perempuan meninggal setiap tahun
karena kehamilan dan persalinan. Berdasarkan profil kesehatan Indonesia, angka
kematian ibu (AKI) di Indonesia masih berada pada angka 228 per 100.000
kelahiran hidup dan dengan angka kelahiran 17 kelahiran per 1000 penduduk
maka setiap jam terdapat 1 orang ibu bersalin meninggal dunia karena berbagai
sebab.6
Menyadari kondisi tersebut, Departemen Kesehatan sejak tahun 1990 telah
menyusun Rencana Strategis (Renstra) jangka panjang dalam upaya penurunan
angka kematian ibu dan kematian bayi baru lahir. Dalam Renstra ini difokuskan
pada kegiatan yang dibangun atas dasar sistem kesehatan yang mantap untuk
menjamin pelaksanaan intervensi dengan biaya yang efektif berdasarkan bukti
ilmiah yang dikenal dengan sebutan Safe Motherhood. Gerakan ini ditindaklanjuti
dengan Gerakan Sayang Ibu di tahun 1996, dan pada tahun 2000 kemenkes
mencanangkan "Making Pregnancy Safer (MPS)" melalui tiga pesan kunci. Tiga
pesan kunci MPS itu adalah setiap persalinan ditolong oleh tenaga kesehatan
terlatih, setiap komplikasi obstetri dan neonatal mendapat pelayanan yang adekuat
dan setiap wanita usia subur mempunyai akses terhadap pencegahan kehamilan
yang tidak diinginkan dan penanganan komplikasi keguguran. Kemudian pada
tahun 2012, kemenkes meluncurkan program Expanding Maternal and Neonatal
Survival(EMAS) 6
Karena pentingnya penanganan dalam perdarahan di bidang obstetri, maka
kali ini akan dibahas lebih lanjut tentang pentingnya penanganan perdarahan,
khusunya dalam hal ini penanganan terhadap perdarahan pasca salin.
DEFINISI
Perdarahan pascasalin adalah kehilangan darah > 500 ml melalui jalan lahir
setelah kala tiga (plasenta lahir) dan > 1000 pada operasi sesar dalam 24 jam
pertama setelah anak lahir (1). Sebenarnya pada wanita yang hamil normal akan
mengalami penambahan volume darah sekitar 30-60%, hal ini menyebabkan
adanya toleransi pada wanita yang mengalami perdarahan pascasalin. Selain itu
sekitar 5% wanita yang melahirkan dengan persalinan normal mengalami
perdarahan > 1000ml.1,4,7 Oleh karena itu, sebagai patokan, setelah persalinan
selesai maka keadaan disebut “aman” bila kesadaran dan tanda vital ibu baik,
kontraksi uterus baik, dan tidak ada pedrdarahan aktif/merembes dari vagina.17
Setiap penurunan 3% Ht dibandingkan dengan Ht sesaat sebelum persalinan
diperkirakan terjadi perdarahan 500ml. 1
KLASIFIKASI 1,2,4,7
B. Retensio Plasenta
TONUS
Penyebab perdarahan pascasalin yang akut dan berat seringkali disebabkan
oleh lemahnya kekuatan kontraksi miometrium, sehingga dapat menghasilkan
komplikasi yang lebih berat dimana terjadi syok hipovolemik. Atonia uteri terjadi
karena sebab-sebab yang telah dikemukakan sebelumnya.
Kurangnya kontraksi otot uterus ini juga bisa disebabkan karena kelelahan
otot akibat dari persalinan yang terlalu lama atau juga bisa karena perangsangan.
Juga bisa karena obat-obat yang dapat menurunkan kekuatan kontraksi seperti;
halogen, nitrat, NSAID, MgSO4, dan nifedipine. 3
TISSUE
Pada dasar plasenta biasanya didapatkan lapisan bahan fibrinoid yang disebut
dengan “lapisan nitabuch”. Hal ini berkaitan dengan pelepasan plasenta saat
uterus yang berkontraksi. Tapi pemisahan plasenta dari lapisan ini dapat
terganggu bila vili penempel plasenta berkembang ke bawah ke dalam
miometrium sehingga mengganggu lapisan tersebut. Seperti pada plasenta akreta,
dimana tak terdapat lapisan ini sehingga plasenta akan melekat pada miometrium,
sehingga bila terlepas sebagian akan menyebabkan perdarahan yang sangat
banyak. Hal ini dikarenakan miometrium tak dapat berkontraksi dengan baik
untuk menghentikan perdarahan sebab ada sebagian plasenta yang masih
melekat.3
TRAUMA
Pada persalinan kerusakan jalan lahir dapat terjadi secara spontan ataupun
disebabkan oleh tindakan dalam persalinan. Dan pada persalinan per abdomen
resiko terjadi perdarahan dua kali lebih besar dibanding per vaginam.
Pada bekas operasi sesar, terjadi peningkatan resiko terjadinya ruptur uteri.
Ruptur uteri juga bisa didapatkan bila sebelumnya memiliki riwayat robekan total
atau robekan dalam. Terjadinya robekan ini termasuk akibat dari fibroidektomi,
uteroplasti, reseksi dari serviks dan perforasi uterus akibat peregangan, kuret,
biopsi, histeroskopi, laparoskopi atau penggunaan kontrasepsi intra uterina.
Trauma juga dapat terjadi pada persalinan yang lama, terutama pada pasien
dengan disproporsi sefalopelvik yang relatif maupun absolut dan pada uterus yang
telah dirangsang dengan oksitosin atau prostaglandin. 3
TROMBIN
GEJALA KLINIS
DIAGNOSIS
Tekanan
Kehilangan Derajat
darah Gejala
darah syok
(sistole)
Palpitasi,
500-1000
Normal takikardi, sakit Kompensasi
(10-15%)
kepala
lemah,
1000-1500 mL
80-10mmHg takikardi, Ringan
(15-25%)
berkeringat
1500-2000
70-80mmHg Gelisah, oliguri Sedang
(25-35%)
PENCEGAHAN
PENATALAKSANAAN
A. Penatalaksanaan Umum13,14
Tindakan-tindakan pendukung: 1
1. Dalam keadaan perdarahan yang berlebihan, segera dilakukan
pengeluaran plasenta dengan tangan daripada menunggu lahir
spontan. Sementara itu darah dipersiapkan untuk kemungkinan
transfusi.
2. Inspeksi dengan teliti ke dalam saluran genital dengan
pencahayaan yang cukup.
3. Hentikan pemberian anestesi umum, oksigen diberikan dengan
sungkup muka
4. Sampai darah tersedia, plasma ekspander seperti RL harus dipakai,
minimum 1 liter PRC atau darah segar harus ditranfusikan.
5. Perhitungkan resiko-resiko dari tranfusi komponen komponen
darah dewasa.
6. Kalau tekanan darah menurun, tinggikan kaki
7. Pada atonia uteri, dianjurkan melakukan pijatan pada rahim dan
kompresi pada aorta
8. Jarang sekali diperlukan tranfusi trombosit kriopresipitat atau
plasma segar yang dibekukan. Pemeriksaan fungsi koagulasi
(PTT, PT, hitung trombosit) harus dilakukan setelah pemberian
setiap 5-10 unit darah. Jika ada hipofibrinogenemia, haruslah
diberikan fibrinogen dalam kriopresipitat atau plasma segar yang
dibekukan secara IV. Jika ada trombositopenia berat (20.000/mm3
atau kurang), harus diberikan 6-10 pak trombosit untuk menaikkan
hitung trombosit sebesar 15.000 -60.000 / mm3
9. Pemeriksaan USG untuk mengetahui adanya sisa plasenta yang
tertahan di dalam rahim pada perdarahan post partum akut atau
yang tertunda sangat berguna sekali.
- Pastikan plasenta lahir lengkap (bila ada indikasi sebagian plasenta masih
tertinggal, lakukan evakuasi sisa plasenta) dan tak ada laserasi jalan lahir
- Berikan transfusi darah bila sangat diperlukan
- Lakukan tes waktu pembekuan untuk konfirmasi sistem pembekuan darah
- Bila semua tindakan diatas telah dilakukan tetapi masih terjadi perdarahan
lakukan tindakan spesifik sebagai berikut 1:
- Gunakan kompresi uterus bimanual. Teknik ini berupa penekanan
dinding posterior uterus dengan tangan pada abdomen ditambah
penekanan dinding anterior uterus melalui vagina dengan tangan satunya
lagi.
- Mencari pertolongan
- Tambahkan infus satu lagi supaya oksitosin dapat diberikan bersamaan
dengan tranfusi darah.
- Mulai tranfusi darah.
- Eksplorasi uterus secara seksama untuk melepaskan sisa-sisa plasenta
- Lakukan inspeksi pada serviks dan vagina juga.
- Pasang foley kateter untuk monitor urine output.
Tindakan operatif
Dilakukan jika prosedur diatas tetap tidak dapat menghentikan perdarahan
a) Ligasi arteri uterina
Perut dibuka, rahim ditinggikan dengan tangan operator, dan daerah
pembuluh darah rahim di dalam ligamentum latum bagian bawah dibuka.
Dengan menggunakan jarum yang besar dan benang chromic catgut atau
vicryl no.1, dibuat sebuah jahitan melalui bagian terbesar segmen bawah
otot rahim, 2-3 cm medial dari pembuluh darah. Pembuluh-pembuluh
darah itu diikat tetapi tidak dipotong. Haid dan kehamilan tidak
terpengaruh. 13
c) Histerektomi
Bila prosedur-prosedur di atas tidak efektif atau bila waktu tidak
memungkinkan, haruslah dilakukan histerektomi. Kematian setelah atau
saat histerektomi dilakukan biasanya adalah sebagai akibat keterlambatan
melakukan operasi sampai keadaan pasien sudah sangat berat. 13
o Manuver sekrup:
- Pasang spekulum Sims sehingga ostium dan sebagian plasenta
tampak dengan jelas
- Jepit porsio dengan klem ovum pada jam 12, 4 dan 8 dan lepaskan
spekulum
- Tarik ketiga klem ovum agar ostium, tali pusat dan plasenta tampak
lebih jelas
- Tarik tali pusat kelateral sehingga menampakkan plasenta disisi
berlawanan agar dapat dijepit sebanyak mungkin. Minta asisten untuk
memegang klem tersebut
- Lakukan hal yang sama untuk plasenta pada sisi yang berlawanan
- Satukan kedua klem tersebut kemudian sambil diputar searah jarum
jam, tarik plasenta keluar perlahan-lahan melalui pembukaan ostium. 5
* Plasenta akreta
Tanda penting untuk diagnosis pada pemeriksaan luar adalah ikutnya
fundus atau korpus apabila tali pusat ditarik. Dari pemeriksaan dalam adalah
sulitnya melakukan perabaan tepi plasenta karena implantasi yang dalam.
Upaya yang dapat dilakukan pada fasilitas pelayanan kesehatan dasar adalah
menentukan diagnosis, stabilisasi pasien dan rujuk ke rumah sakit rujukan
karena kasus ini memerlukan tindakan operatif. 12
* Sisa plasenta
Berikan antibiotika karena perdarahan juga merupakan gejala metritis.
Antibiotika yang dipilih adalah Ampisilin dosis awal 1 g IV dilanjutkan dengan
3x1 g oral dikombinasi dengan Metronidazol 1 g supositoria dilanjutkan 3x500
mg oral. Dengan dipayungi antibiotika tersebut, lakukan eksplorasi digital (
bila serviks terbuka ) dan mengeluarkan bekuan darah atau jaringan, bila
serviks hanya dapat dilalui oleh instrumen, lakukan evakuasi sisa plasenta
dengan dilatasi dan kuretase. Bila kadar Hb < 8 g% berikan tranfusi darah, bila
kadar Hb > 8 g% berikan sulfas ferosus 600 mg/hari selama 10 hari. 12
Gambar 2.8 Cara manual dalam melakukan reposisi uterus yang mengalami
inversi 16
Gambar 2.9 Huntington Manuver 16
Penatalaksanaan Ruptur perineum dan robekan dinding vagina:
- Lakukan eksplorasi untuk mengedintifikasi lokasi laserasi dan sumber
perdarahan
- Lakukan irigasi pada tempat luka dan bubuhi larutan antiseptik
- Jepit dengan ujung klem sumber perdarahan, kemudian ikat dengan
benang yang dapat diserap
- Lakukan penjahitan luka mulai dari bagian yang paling distal terhadap
operator
- Khusus pada ruptur perineum komplit dilakukan penjahitan lapis demi
lapis dengan bantuan busi pada rectum. 3
KOMPLIKASI
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada perdarahan pascasalin adalah
penderita dapat jatuh kedalam keadaan :
Syok
Koagulasi Intravaskuler Diseminata
Anemia
Sindrom sheehan
PROGNOSIS
11. William, F.R., Carey J.C. Perawatan Pasca Persalinan, dalam Obstetri &
Ginekologi, edisi pertama,. Jakarta: Widya Medika 2001: 200-209
12. Abdul B.S. Perdarahan Kehamilan Lanjut dan Persalinan. Buku Acuan
Nasional Pelayanan Kesehatan maternal dan Neonatal. Jakarta. YBP-
SP.2000. Hal 173-183; 644-674
15. Neville F.H, Moore J.G. Postpartum Haemorrhage and Sepsis, dalam
Essentials Obstetrics and Gynecology. 2nd edition. Philadelphia : WB
Saunders Company. 2001 : 319-321