Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

ETIKA PROFESIONAL

AUDITING

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah “Auditing”

Dosen Pengampu Eka Nur Rafiq, M.Ak

Disusun Oleh Kelompok 3

1. Aulia Can Arselivia (12402173466)


2. Devy Citra Ayuningtyas (12402173480)
3. Achmad Adil Amrulloh (12402173484)
4. Alvin Baharudin Vanani (12402173497)

6K

EKONOMI SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG

i
Maret 2020

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat serta hidayah-Nya kepada kita semua. Sholawat serta salam tidak lupa kita
haturkan kepada junjungan kita yakni Nabi Muhammad SAW dan semoga kita selalu
mendapat syafa’atnya baik di dunia maupun di akhirat kelak, Amin.

Dengan pertolongan dan hidayah-Nya penulis dapat menyusun makalah ini


untuk memenuhi tugas mata kuliah “Auditing” yang berjudul “Etika Profesional”.
Tentunya selama penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan dari berbagai
pihak, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Bapak Dr. Maftukhin, M.Ag. selaku rektor IAIN Tulungagung yang telah
memberikan izin untuk mengikuti studi di Institut Agama Islam Negeri
(IAIN) Tulungagung.
2. Ahmad Nur Rafiq, M.Ad. selaku dosen mata kuliah Auditing yang telah
membimbing penulis dalam menyelesaikan tugas ini.
3. Serta rekan-rekan yang telah bersedia meminjamkan buku-buku reverensi
sebagai pedoman menyelesaikan tugas makalah ini.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat
membangun demi sempurnanya penyusunan makalah yang akan datang.
Semoga dengan selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis
khususnya dan bagi pembaca pada umumnya. Dan diharapkan dapat membuahkan
ilmu yang bermanfaat maslahah fiiddiini waddunya hattal akhirah. Amin ya
rabbal’alamin

Tulungagung, 2 Maret 2020

ii
Penulis

DAFTAR ISI

COVER.................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.........................................................................................ii
DAFTAR ISI........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang..................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................2
C. Tujuan Penulisan Makalah...............................................................2
BAB II PEMBAHASAN
A. Etika Profesi.....................................................................................3
B. Preofesionalisme...............................................................................5
C. Kualitas Audit...................................................................................7
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.......................................................................................13
B. Saran.................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................14

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BEKALANG
Pada era globalisasi sekarang ini, dimana bisnis-bisnis tidak lagi mengenal
batas negara, perusahaan membutuhkan laporan keuangan yang dapat dipercaya.
Auditor eksternal yang independen menjadi salah satu profesi yang dicari. Profesi
auditor diharapkan oleh banyak orang untuk dapat menembah kepercayaan pada
pemeriksaan dan pendapat yan diberikan. Oleh karena itu, profesionalitas menjadi
tuntutan utama seorang yang bekerja sebagai auditor eksternal.
Kepercayaan masyarakat terhadap suatu profesi ditentukan oleh keandalan,
kecermatan, ketetapan waktu, dan mutu atau jasa pelayanan yang diberikan oleh
profesi tersebut. Kata “kepercayaan” demikian pentingnya karena tanpa
kepercayaan masyarakat maka jasa profesi tersebut tidak akan diminati, yang
kemudian pada gilirannya profesi tersebut akan punah. Untuk membangun
kepercayaan perilaku para profesi perlu diatur dan kualitas hasil pekerjaannya
dapat dipertanggung jawabkan. Untuk itu dibutuhkan penerapan standar tertentu,
sehingga masyarakat dapat meyakini kualitas pekerjaan seorang profesional.
Salah satu karakteristik yang membedakan setiap profesi dengan
masyarakat pada umumnya adalah kode etik perilaku profesional atau etika bagi
para anggotanya. Perilaku yang beretika memerlukan lebih dari sekedar beberapa
peraturan perilaku dan kegiatan pengaturan. Tidak ada satupun kode etik
profesional maupun kerangka keja pengaturan yang mampu mengantisipasi segala
situasi yang memerlukan adanya pertimbangan pribadi dalam perilaku beretika.

1
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksut dengan Etika Profesi?
2. Apa yang dimaksut dengan Profesionalisme?
3. Bagaimana Kualitas Audit?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui Etika Profesi.
2. Untuk mengetahui Profesionalisme.
3. Untuk mengetahui Kualitas Audit.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Etika Profesi

Etika dari bahasa Yunani dari kata Ethos yang berarti ”karakter”. Nama
lainnya adalah moralitas yang berasal dari bahasa latin yaitu kata mores berarti
”kebiasaan”. Dalam Al Qur’an disebut dengan khuluk (etika), Khayr (kebaikan),
Birr (kebenaran), Qist (persamaan), ‘adl (kesetaraan dan keadilan), haqq
(kebenaran dan kebaikan) dan ma’ruf (mengetahui dan menyetujui). Moralitas
berfokus pada perilaku manusia yang ”benar” dan “salah”.1 Etika berhubungan
dengan bagaimana seseorang bertindak terhadap orang lainnya. Etika Profesional
lebih luas dari prinsip-prinsip moral. Etika tersebut mencakup prinsip perilaku
untuk orang-orang profesional yang dirancang baik untuk tujuan idealistis. Etika
secara umum didefiniskan sebagai nilai-nilai tingkah laku atau aturan-aturan
tingkah laku yang diterima dan digunakan oleh suatu golongan tertentu atau
individu. Etika profesi merupakan kode etik untuk profesi tertentu dan karenanya
harus dimengerti selayaknya, bukan sebagai etika absolut. Untuk mempermudah
harus dijelaskan bagaimana masalah hukum dan etika berkaitan walaupun berbeda.

K. Bertens, mengartikan etika sebagai berikut: 1). Nilai-nilai dan norma-


norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam
mengatur tingkah lakunya; 2). Kumpulan asas atau nilai moral (kode etik), 3).
Ilmu tentang baik atau buruk (asas-asas dan nilai-nilai tentang yang dianggap baik
dan buruk). Adapun Soekrisno Agoes (2012:12) berpendapat sebagai berikut:
Akuntan publik (eksternal auditor) adalah pemilik KAP (kantor akuntan publik)
atau orang yang bekerja di KAP. Sedangkan Arens (2003 : 17) mendefinisikan
para auditor yang melakukan proses audit pada laporan keuangan seringkali

1
A Hajar Nur Fahmi, “ETIKA PROFESI AKUNTAN DAN PERMASALAHAN AUDIT STUDI KASUS
SKANDAL TESCO DAN KAP PwC”, ISBN, 2017

3
disebut sebagai auditor independen. Walaupun seorang auditor yang mengaudit
laporan keuangan perusahaan publikasi telah menerima sejumlah pembayaran dari
perusahaan, umumnya ia tetap dalam posisi yang cukup independen untuk
melaksanakan audit, yang hasilnya dapat diandalkan oleh para pengguna
informasi.

Dari beberapa pengertian diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa


etika profesi merupakan norma yang mengikat secara moral hubungan antar
manusia, yang dapat dituangkan dalam aturan, yang disusun dalam kode etik suatu
profesi, dalam hal ini adalah norma perilaku yang mengatur hubungan auditor
dengan klien, auditor dengan rekan seprofesi, auditor dengan masyarakat dan
terutama dengan diri sendiri. Prinsip etika menurut SAP 2011 adalah sebagai
berikut :

a. Prinsip integritas. Setiap praktisi harus tegas dan jujur dalam menjalin hubungan
professional dan hubungan bisnis dal am melaksanakan pekerjaannya.

b. Prinsip objektivitas. Setiap praktisi tidak boleh membiarkan subjektivitas,


benturan kepentingan atau pengaruh yang tidak layak (undue influence) dari
pihak-pihak lain memengaruhi pertimbangan professional atau pertimbangan
bisnisnya.

c. Prinsip kehati-hatian professional. Setiap praktisi wajib memelihara


pengetahuan dan keahlian profesionalnya pada suatu tingkatan yang
dipersyaratkan secara berkesinambungan, sehingga klien atau pemberi kerja
dapat menerima jasa professional yang dierikan secara kompeten berdasarkan
perkembangan terkini dalam praktik, perundangundangan, dan metode
pelaksanaan pekerjaan. Setiap praktisi harus bertindak secara professional dan
sesuai dengan standar profesi dank ode etik profesi yang berlaku dalam
memberikan jasa profesionalnya.

4
d. Prinsip kerahasiaan. Setiap praktisi wajib menjaga kerahasiaan informasi yang
diperoleh sebagai hasil dan hubungan professional dan hubungan bisnisnya,
serta tidak boleh mengungkapkan informasi tersebut kepada pihak ketiga tanpa
persetujuan dari klien atau pemberi kerja, kecuali jika terdapat kewajiban untuk
mengungkapkan sesuai dengan ketentuann hukum atau peraturan yang berlaku.
Informasi rahasia yang diperoleh dari hubungan professional dan hubungan
bisnis tidak boleh digunakan oleh praktisi untuk keuntungan pribadinya atau
pihak ketiga.

e. Prinsip perilaku professional. Setiap praktisi wajib mematuhi hukum dan


peraturan yang berlaku dan harus menghindari semua tindakan yang dapat
mendiskreditkan profesi.2

B. Profesionalisme

Profesionalisme (professionalism), didefinisikan secara luas, mengacu pada


perilaku, tujuan, atau kualitas yang membentuk karakter atau memberi ciri suatu
profesi atau orang-orang professional. Profesi adalah pekerjaan dimana dari
pekerjaan tersebut diperoleh nafkah untuk hidup, sedangkan profesionalisme dapat
diartikan bersifat profesi atau memiliki keahlian dan keterampilan karena
pendidikan dan latihan. Profesionalisme merupakan suatu atribut individul yang
penting tanpa melihat suatu pekerjaan merupakan suatu profesi atau tidak. Sebuah
profesi terdiri dari kelompok terbatas dari orang-orang yang memiliki keahlian
khusus dan dengan keahlian itu mereka dapat berfungsi di dalam masyarakat
dengan lebih baik bila dibandingkan dengan warga masyarakat lain pada
umumnya. Atau, dalam pengertian yang lainnya, sebuah profesi adalah sebuah
sebutan atau jabatan dimana orang yang menyandangnya mempunyai pengetahuan
khusus yang diperolehnya mempunyai ‘training’ atau pengalaman lain, atau
2
M. Budi Djatmiko, “Etika Profesi, Profesionalisme, dan Kualitas Audit”, ISSN, Study & Accounting
Research, Vol. IX, No. 2, 2014

5
bahkan diperoleh melalui keduanya, sehingga penyandang profesi dapat
membimbing orang lain dalam bidangnya sendiri.

Istilah profesional menunjuk pada pekerjaan yang diorganisir dalam bentuk


institusional, di mana para praktisi yang independen dan berkominten secara
eksplisit melayani kepentingan publik, serta menawarkan jasa terhadap klien di
mana jasa tersebut secara langsung berhubungan dengan intelektualitas yang
berbasis pada pengetahuan. Pengetahuan tersebut harus bersifat kompleks atau
esetoris, dan adanya legitimasi sosial dalam bentuk pengetahuan yang
diinstitusionalkan dan berbasis pada etika. Profesi merupakan pekerjaan yang
berlandaskan pada pengetahuan (knowledge) yang tinggi atau kompleks, atau
pengetahuan yang bersifat esetorik. Selama ini diargumentasikan bahwa pekerjaan
akuntan memang didasarkan pada pengetahuan yang tinggi dan ini hanya bisa
dilakukan oleh individu dengan kemampuan tertentu dan latar belakang
pendidikan tertentu. Esetorik bermakna unik tidak semua orang dapat melakukan
pekerjaan ini. Profesi berkaitan dengan pengkuan sosial. Sebelum suatu profesi
memperoleh pengakuan sosial, praktisi harus memiliki atribut profesionalisme
yang mencakup :

1. Keyakinan bahwa pekerjaannya secara sosial adalah penting;


2. Berdedikasi terhadap pekerjaannya;
3. Membutuhkan otonomi dalam melaksanakan pekerjaannya;
4. Dukungan terhadap pengaturan sendiri (selfregulation);
5. Berafiliasi dengan praktisi lainnya

Selanjutnya, terdapat suatu insentif yang cukup bagi kantor akuntan publik
atas upaya mereka untuk bertindak pada suatu tingkat profesional yang tinggi.

6
C. Kualitas Audit

Audit merupakan suatu proses untuk mengurangi ketidakselarasan


informasi yang terdapat antara manajer dan para pemegang saham dengan
menggunakan pihak luar untuk memberikan pengesahan terhadap laporan
keuangan. Para penggguna laporan keuangan terutama para pemegang saham akan
mengambil keputusan berdasarkan pada laporan yang telah dibuat oleh auditor
mengenai pengesahan laporan keuangan suatu perusahaan. Hal ini berarti auditor
mempunyai peranan penting dalam pengesahan laporan keuangan suatu
perusahaan. Oleh karena itu, kualitas audit merupakan hal penting harus
dipertahankan oleh para auditor dalam proses pengauditan. Salah satu kriteria
profesionalisme pada perilaku auditor adalah ketepatan waktu penyampaian
laporan auditnya. Guna menunjang profesionalisme sebagai akuntan publik maka
auditor dalam melaksanakan tugas audit harus pada standar auditor yang
ditetapkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia (IAI), yakni standar umum, standar
pekerjaan lapangan, dan standar laporan keuangan.3 Berbagai definisi dari
berbagai para ahli adalah sebagai berikut : The quality of audit services is defined
to be the marketassessed joint probability that a given auditor will both (a)
discover a breach in the client's accounting system, and (b) report the breach. The
probability that a given auditor will discover a breach depends on the auditor's
technological capabilities, the audit procedures employed on a given audit, the
extent of sampling, etc. The conditional probability of reporting a discovered
breach is a measure of an auditor's independence from a given client. (L.E
DeAngelo : 1981) Kualitas audit didefinisikan sebagai penilaian pasar bersama
probabilitas bahwa auditor akan diberikan keduanya: (a) menemukan pelanggaran
di sistem akuntansi klien, dan (b) melaporkan pelanggaran. Probabilitas bahwa
auditor akan memberikan dan menemukan pelanggaran tergantung pada
kemampuan teknik auditor (kompetensi), prosedur audit dipekerjakan sesuai pada
3
Nova Dwi Hernanik, “Profesionalisme, Independensi, dan Etika Profesi Terhadap Kinerja Auditor
Wilayah Kota Malang”, ISSN, 12 September 2018

7
audit yang diberikan, tingkat sampling, probabilitas melaporkan dan ditemukan
pelanggaran adalah ukuran independensi auditor dari klien tertentu. Kualitas audit
ditentukan oleh dua hal yaitu kompetensi dan independensi. Kompetensi dan
independensi yang dimiliki auditor dalam penerapannya akan terkait dengan etika.
kompetensi (keahlian) dan independensi, kedua hal tersebut berpengaruh langsung
terhadap kualitas dan secara potensial saling mempengaruhi. Lebih lanjut, persepsi
pengguna laporan keuangan atas kualitas audit merupakan fungsi dari persepsi
mereka atas independensi dan keahlian auditor”.

Standar auditing berlaku umum

Standar auditing merupakan pedoman umum untuk membantu auditor


dalam memenuhi tanggung jawab profesionalnya sehubungan dengan audit yang
dilakukan atas laporan keuangan historis klien-nya. Standar ini mencakup
pertimbangan mengenai kualitas profesional, seperti kopetensi dan independensi,
persyaratan pelaporan dan bahan bukti audit.

Pedoman umum yang dimaksud adalah berupa 10 standar auditing yang


berlaku umum (generally accepted auditing stadards), yang dikembangkan oleh
AICPA (American Institute of Certified Public Accountants). Standar-standar ini
memang tidak cukup spesifik untuk memberikan pedoman yang berarti bagi
praktisi akuntan publik, akan tetapi menyajikan kerangka kerja atau acuan yang
membuat AICPA dapat memberikan interpretasi. Standar auditing yang berlaku
umum (GAAS) dapat dibagi menjadi menjadi tiga kategori berikut :

Standar Pekerjaan Lapangan

1. Auditor harus merencanakan pekerjaan secara memadai dan mengawasi semua


asisten sebagaimana mestinya.
2. Auditor harus memperoleh pemaham yang cukup mengenai entitas serta
lingkungannya, termasuk pengendalian internal, untuk menilai risiko salah saji

8
yang material dan laporan keuangan karena kesalahan atau kecurang, dan
selanjutnya untuk merancang sifat, waktu, serta luas prosedur audit.
3. Auditor harus memperoleh cukup bukti audit yang tepat dengan melakukan
prosedur audit agar memiliki dasar yang layak untuk memberikan pendapat
menyangkut laporan keuangan yang di audit.4

Standar profesi membedakan antara berbagai macam tanggung jawab organisasi


yang meliputi dewan, unit audit internal, pimpinan audit internal, para pemeriksa
internal (internal auditor) dan pemeriksaan eksternal (external auditor)

Norma umum berikut, masing-masing diikuti dengan norma khusus, dilengkapi


dengan pedoman yang menjelaskan arti yang tepat dari suatu istilah yang
dipergunakan untuk memenuhi norma tersebut.

Standar profesi meliputi :

1. Independensi atau keamndirian unit audit internal yang membuatnya terpisah


dari berbagai kegiatan yang diperiksa dan objektivitas para pmeriksa internal
(internal auditor)
2. Keahlian dan penggunaan kemahiran profesional secara cermat dan seksama
para auditor internal.
3. Lingkup pekerjaan internal,
4. Pelaksanaan tugas audit internal
5. Manajemen unit audit internal.5

Norma praktek profesional audit internal

Independensi audit internal harus mandiri dan terpisah dari kegiatan yang
diperiksanya.

4
Hery, “Auditing 1: Dasar-dasar Pemeriksaan Akutansi” ( Jakarta : Pranedia Group, 2011) hlm. 1-2
5
Hiro tugiman, “ Standar Profesional Audit Internal”. (yogyakarta: kansius, 2006). Hlm 13-14

9
1. Status organisasi : Status organisasi dari unit audit internal haruslah
memberikan keleluasaan untuk memenuhi dan menyelesaikan tanggung jawab
pemeriksaan yang diberikan kepadanya.
2. Objektivitas : para pemeriksa internal haruslah melaksanakan tugasnya secara
objektif.

Kemampuan profesional : audit internal harus mencerminkan keahlian dan


ketelitian profesional

Unit Audit Internal

1. Personalia : unit audit internal haruslah memberikan jaminan keahlian teknis


dan latar belakang pendidikan para pemeriksa yang akan ditugaskan
2. Pengetahuan dan kecakapan : unit audit internal haruslah memiliki atau
mendapatkan pengetahuan, kecakapan, dan bberbagai disiplin ilmu yang
dibutuhkan untuk menjalankan tanggung jawab pemeriksaan yang diberikan
3. Pengawasan : unit audit internal haruslah memberikan kepastian bahwa
pelaksanaan pemeriksaan internal akan diawasi sebagaimana mestinya.
4. Kesesuaian dengan standar profesi : pemeriksa internal haruslah mematuhi
standar profesional dalam melakukan pemeriksaan.
5. Pengetahuan dan kecakapan : para pemeriksa internal haruslah memiliki atau
mendapatkan pengetahuan, kecakapan, dan disiplin ilmu yang penting dalam
pemeriksaan.
6. Hubungan antar manusia dan komunikasi : para audit internal harulsah
memiliki kemampuan untuk menghadapi orang lain dan berkomunikasi secara
efektif.
7. Pendidikan berkelanjutan : para pemeriksa internal harus mengembangkan
kemampuan teknisnya melalui pendidikan yang berkelanjutan.
8. Ketelitian profesional : dalam melakukan pemeriksaan, para pemeriksa internal
haruslah bertindak dengan ketelitian profesional yang sepatutnya.

10
Lingkup Pekerjaan: lingkup pekerjaan pemeriksa internal harus meliputi pengujian
dan evaluasi terhadap kecukupan serta efektifitas sistem pengendalian internal
yang dimiliki organisasi dan kualitas pelaksaan tanggung jawa yang diberikan.

1. Keandalan informasi : pemeriksa internal haruslah memeriksa keandalan


(reliabilitas dan integritas) informasi keuangan dan pelaksanaan pekerjaan dan
cara-cara yang dipergunakan untuk mengidentifikasi, mengukur,
mengklasifikasi, melaporkan suatu informasi tersebut.
2. Kesesuaian dengan kebijaksanaan rencana prosedur dan peraturan perundang-
undangan : pemeriksa internal haruslah memeriksa sistem yang telah ditetapkan
untuk meyakinkan apakah sistem tersebut telah sesuai dengan kebijaksanaan,
rencana, prosedur, hukum dan peraturan yang memiliki akibat penting terhadap
pekerjaan-pekerjaan atau operasi-operasi, laporan-laporan serta harus
menentukan apakah organisasi telah memenuhi hal-hal tersebut.
3. Perlindungan terhadap harta : pemeriksa internal haruslah memeriksa alat atau
cara yang dipergunakan dalam melindungi harta atau aktiva, dan bila dipandang
perlu, memverifikasi keberadaan berbagai harta organisasi.
4. Penggunaan sumberdaya secara ekonomis dan efisien : pemeriksa internal harus
menilai keekonomisan dan efisiensi penggunaan sumber daya yang ada.
5. Pencapaian tujuan : pemeriksa internal harus menilai pekerjaan, operasi, atau
program untuk menentukan apakah hasil-hasil yang dicapai sesuai dengan
tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan, dan apakah suatu pekerjaan, operasi,
atau program telah dijalankan secara tepat dan sesuai dengan rencana.

Pelaksanaan kegiatan pemeriksaan : kegiatan pemeriksaan harus meliputi


perencanaan pemeriksaan, pengujian, serta pengevaluasian informasi,
pemberitahuan hasil dan menindaklanjuti (follow up)

1. Perencanaan pemeriksaan : pemeriksaan internal haruslah merencanakan setiap


pemeriksan.

11
2. Pengujian dan pengevaluasian informai : pemeriksaan internal harus
mengumpulkan, menganalisa, menginterpretasi, dan membuktikan kebenaran
inforasi untuk mendukung hasil pemeriksaan.
3. Penyampaian hasil pemeriksaan : pemeriksaan internal harus melaporkan hasil-
hasil pemeriksaan yang diperoleh dari kegiatan pemeriksaannya.
4. Tindak lanjut hasil pemeriksaan : pemeriksa internal haus terus meninjau atau
melakukan follow up untuk memastikan bahwa terhadap temuan-temuan
pemeriksaan yang dilaporkan telah dilakukan tindak lanjut yang tepat.

Manajemen bagian audit internal : pimpinan audit internal harus mengelola bagian
audit internal secara tepat.

1. Tujuan, kewenangan, dan tanggung jawab : pimpinan audit internal harus


memiliki pernyataan tujuan, kewenangan, dan tanggung jawab bagi bagian
audit internal.
2. Perencanaan : pimpinan audit internal harus menetapkan rencana bagi
pelaksanaan tanggung jawab bagian audit internal.
3. Kebijaksanaan dan prosedur : pimpinan audit internal harus membuat berbagai
kebijaksanaan dan prosedur secara tertulis yang akan dipergunakan sebagai
pedoman oleh staf pemeriksa.
4. Manajemen personel : pimpinan audit internal harus menetapkan program
untuk menyeleksi dan mengembangkan sumberdaya manusia.
5. Auditor eksternal : pimpinan audi internal harus menetapkan dan
mengembangkan pengndalian mutu atau jaminan kualitas untuk mengevaluasi
berbagai kgiatan bagaian audit internal.6

6
Hiro tugiman, “ Standar Profesional Audit Internal”. (yogyakarta: kansius, 2006). Hlm 16-19

12
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Etika profesi merupakan kode etik untuk profesi tertentu dan karenanya harus
dimengerti selayaknya, bukan sebagai etika absolut. Untuk mempermudah
harus dijelaskan bagaimana masalah hukum dan etika berkaitan walaupun
berbeda.
2. Profesionalisme merupakan suatu atribut individul yang penting tanpa melihat
suatu pekerjaan merupakan suatu profesi atau tidak. Sebuah profesi terdiri dari
kelompok terbatas dari orang-orang yang memiliki keahlian khusus dan dengan
keahlian itu mereka dapat berfungsi di dalam masyarakat dengan lebih baik bila
dibandingkan dengan warga masyarakat lain pada umumnya.
3. Kualitas audit merupakan hal penting harus dipertahankan oleh para auditor
dalam proses pengauditan. Salah satu kriteria profesionalisme pada perilaku
auditor adalah ketepatan waktu penyampaian laporan auditnya.
B. Saran

Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
kedepannya penulis akan lebih fokus dan lebih rinci dalam menjelaskan tentang
makalah di atas dengan sumber-sumber yang lebih banyak yang tentunya dapat
dipertanggung jawabkan.

13
DAFTAR PUSTAKA

Hery. 2011. “Auditing 1: Dasar-dasar Pemeriksaan Akutansi” . Jakarta. Pranedia


Group.

Tugiman Hiro. 2006. “ Standar Profesional Audit Internal”. Yogyakarta. kansius

A Hajar Nur Fahmi, “ETIKA PROFESI AKUNTAN DAN PERMASALAHAN AUDIT


STUDI KASUS SKANDAL TESCO DAN KAP PwC”, ISBN, 2017

Budi M. Djatmiko. 2014. “Etika Profesi, Profesionalisme, dan Kualitas Audit”.


ISSN. Study & Accounting Research. Vol. IX. No. 2

Dwi Nova Hernanik. 2018. “Profesionalisme, Independensi, dan Etika Profesi


Terhadap Kinerja Auditor Wilayah Kota Malang”. ISSN. 12 September.

14

Anda mungkin juga menyukai